PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
hipertensi, dekompensasi pada gagal jantung kronik: tidak patuh minum obat,
infeksi, dan lainlain. SKA merupakan kausa yang paling sering pada gagal
jantung akut yang baru. Rata-rata perawatan di rumah sakit akibat GJA dari The
Euro Heart Survey 9 hari. Dari studi registry pasien yang dirawat dengan GJA
hampir separuh di antaranya dirawat kembali paling tidak sekali dalam 12 bulan
pertama.4
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4 % - 2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung
akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari
pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan,
dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun
pertama. 5
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard,
perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup dan gangguan irama.
Di Eropa dan Amerika disfungsi mikard paling sering terjadi akibat penyakit
jantung koroner biasanya akibat infark mikard, yang merupakan penyebab paling
sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan
di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data Rumah Sakit di
Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit
jantung koroner dan katup. 5
Pencetus dari gagal jantung sebagaimana diketahui keluhan dan gejala gagal
jantung, edema paru dan syok sering dicetuskan oleh adanya berbagai faktor
pencetus. Hal ini penting diidentifikasi terutama yang bersifat reversibel karena
prognosis akan menjadi lebih baik.5
2
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Vaskularisasi Jantung
Jantung mendapat perdarahan dari arteri coronaria cordis yang merupakan
cabang dari aorta ascendens. Arteri coronaria cordis terdiri dari 2 macam yaitu:
arteri coronaria dextra dan arteri coronaria sinistra. Arteri coronaria dextra muncul
dari sinus aorticus anterior, mula-mula berjalan ke depan kemudian ke kanan
untuk muncul diantara truncus pulmonalis dan auricula kanan, kemudian berjalan
turun dan ke kanan pada bagian kanan sulcus atrioventricularis menuju pertemuan
margo dextra dan inferior cordis. Untuk kemudian berputar ke kiri sepanjang
bagian belakang jantung sampai sulcus interventri cularis posterior, dimana ia
beranastomose dengan arteri coronaria sinsitra. Cabang–cabangnya adalah ramus
interventricularis posterior dan ramus marginalis. Arteri koronaria sinistra muncul
dari sinus aorticus posterior sinistra, berjalan ke depan diantara truncus
pulmonalis dan auricula sinistra kemudian membelok ke kiri menuju sulcus
atrioventricularis, kemudian berjalan ke belakang mengelilingi margo sinistra
untuk berjalan bersama sinus koronarius sampai sejauh sulcus interventricularis
dimana ia akan beranastomose dengan arteri coronaria dextra. Cabang-cabang
arteri koronaria sinistra adalah arteri interventricularis anterior dan arteri
sirkumflexa. Vena dari jantung akan bermuara ke dalam sinus koronarius. Sinus
ini terletak dibagian posterior sulcus koronarius dan tertutup oleh stratum
musculare atrium kiri. Sinus koronarius berakhir di atrium kanan, diantara muara
vena kava inferior dan ostium atrioventrikularis. Vena-vena yang bermuara ke
sinus koronarius yaitu: vena kordis magna, vena kordis parva, vena kordis media,
vena ventrikuli sinistra posterior dan vena obliqua sinistra marshall.
5
normal berdenyut sekitar 70 sampai 90 kali permenit pada orang dewasa yang
sedang istirahat dan sekitar 130 sampai 150 kali permenit pada bayi baru lahir.
Darah secara terus menerus kembali ke jantung, selama sistolik ventrikel
(kontraksi), saat valva atrioventrikularis tertutup, darah untuk sementara
ditampung di dalam vena-vena besar dan atrium. Bila ventrikel mengalami
diastolik (relaksasi), valva atrioventrikularis membuka dan darah secara pasif
mengalir dari atrium ke ventrikel. Waktu ventrikel hampir penuh, terjadi sistolik
atrium dan memaksa sisa darah dalam atrium masuk ke ventrikel. Nodus
sinusatrialis memulai gelombang kontraksi pada atrium yang dimulai disekitar
muara vena-vena besar dan memeras darah ke ventrikel. dengan cara ini terdapat
refluks darah ke dalam vena. Kontraksi dari impuls jantung yang telah mencapai
nodulus atrioventricularis diteruskan ke musculi papilaris melalui fasciculus
ventricularis dan cabang-cabangnya. Musc sehingga indikator yang lebih akurat
untuk fungsi jantung adalah indeks jantung . Indeks jantung diperoleh dengan
membagi curah jantung dengan luas permukaaan tubuh yaitu sekitar 3 L/menit/m2
permukaan tubuh. Curah jantung tergantung dari hubungan yang terdapat antara
dua buah variabel yaitu frekuensi jantung dan volume sekuncup. Meskipun terjadi
perubahan pada salah satu variabel, curah jantung dapat tetap dipertahankan
konstan melalui penyesuaian kompensatorik dalam variabel lainnya. Perubahan
dan stabilisasi curah jantung bergantung pada mekanisme yang mengatur
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Frekuensi jantung sebagian besar
berada dibawah pengaturan ekstrinsik sistem saraf otonom, serabut parasimpatis
dan simpatis mempersarafi nodus SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan
frekuensi hantaran impuls. Stimulasi serabut parasimpatis akan mengurangi
frekuensi denyut jantung, sedangkan stimulasi simpatis akan mempercepat denyut
jantung. Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi volume sekuncup: beban
awal, beban akhir, dan kontraktilitas jantung. Beban awal adalah derajat
peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi. Peregangan serabut
miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan ventrikel pada
akhir-diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume akhir
diastolik ventrikel. Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume akhir-
6
diastolik ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan serabut miokardium.
Sesuai dengan hukum starling jantung dimana pada saat pengisian normal pada
diastolik akan menyebabkan peregangan serabut dengan kekuatan kontraksi dan
volume sekuncup normal. Pada penigkatan pengisisan pada saat diastolik
menyebabkan peningakatan peregangan serabut, kekuatan kontraksi, dan volume
sekuncup. Beban akhir adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk
untuk kontraksi dan pemompaan darah. Faktor- faktor yang mempengaruhi beban
akhir dijelaskan melalui persamaan Laplace yang menunjukan bila tekanan
intraventrikel maupun ukuran ventrikel meningkat, maka akan terjadi peningkatan
tegangan dinding ventrikel. Persamaan ini juga menunjukan hubungan timbal
balik antara tegangan dinding dengan ketebalan dinding ventrikel, dimana
tegangan dinding ventrikel menurun bila ketebalan dinding ventrikel meningkat.
Kontraktilitas merupakan perubahan kekuatan kontraksi terbentuk yang terjadi
tanpa tergantung pada panjang serabut miokardium. Peningkatan frekuensi denyut
jantung dapat meningkatkan kekuatan kontraksi. Apabila jantung berdenyut lebih
sering,menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi. Pengaturan ganda distribusi
curah jantung dimungkinkan melalui mekanisme pengaturan intrinsik dan
ekstrinsik. Pengaturan instrinsik adalah perubahan aliran darah sebagai respon
terhadap perubahan aliran darah sebagai respon terhadap perubahan keadaan
jaringan lokal. Pengaturan intrinsik ini sangat berperan penting dalam jaringan
yang memiliki keterbatasan penurunan aliran darah, seperti jantung atau otak.
Kadar oksigen dan nutrisi lain merupakan indikator penting bagi kecukupan aliran
darah. Mekanisme pengaturan intrinsik ini menyebabkan penurunan ketersediaan
oksigen atau nutrisi (karena terjadi penurunan suplai maupun peningkatan
kebutuhan) yang diatasi dengan meningkatkan aliran darah ke jaringan. Pada
pengaturan ini terdapat dua fator yang dapat mempengaruhinya yaitu autoregulasi
dan angiogenesis. Autoregulasi merupakan kemampuan mempertahankan aliran
darah secara konstan dalam perubahan tekanan perfusi. Angiogenesis adalah
pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah kecil yang ada setelah
sekresi faktor pertumbuhan pembuluh darah. Oleh karena itu, saat terjadi
peningkatan aktivitas metabolik, peningkatan kebutuhan oksigen jantung hanya
7
dapat diatasi dengan aliran darah arteri. Karakteristik ini merupakan alasan
mengapa mekanisme pengaturan intrinsik sangat penting untuk mempertahankan
kecukupan hantaran oksigen ke jantung. Pengaturan aliran ekstrinsik yang menuju
ke suatu sistem organ dapat ditingkatkan dengan memperbesar curah jantung atau
dengan memindahkan darah dari suatu sistem organ yang relatif tidak aktif ke
organ lain yang lebih aktif. Aktivitas sistem saraf simpatis dapat menghasilkan
kedua respons tersebut. Pertama, rangsangan simpatis akan meningkatkan curah
jantung melalui peningkatan frekuensi denyut jantung dari kekuatan kontraksi.
Kedua, serabut simpatis adrenergik juga meluas sampai jaringan pembuluh darah
perifer, terutama arteriol. Perubahan perangsangan simpatis secara selektif akan
merangsang reseptor alfa dan beta, menyempitkan beberapa arteriol tertentu dan
melebarkan yang lain untuk redistribusi darah ke jaringan kapiler yang
membutuhkan. Setiap jaringan kapiler memiliki cadangan yang cukup untuk
aliran yang meningkat, karena biasanya hanya sebagian kapiler saja yang
diperfusi. Aliran dapat ditingkatkan dengan membuka kapiler yang tidak
mendapat perfusi, dan dilatasi lebih lanjut pada arteriol kapiler yang mendapat
aliran perfusi. Pembuluh darah otot rangka memiliki kemampuan vasodilatasi
yang unik karena dipersarafi oleh serabut kolinergik simpatis.yang berasal dari
korteks serebri. Serabut-serabut ini melepaskan asetilkolin,mengakibatkan
relaksasi otot polos pembuluh darah. Namun, serabut kolinergik parasimpatisnya
hanya mensarafi sebagian kecil pembuluh darah perifer. Oleh karena itu aktivitas
parasimpatis tidak banyak berpengaruh terhadap distribusi curah jantung atau
resistensi perifer total. Selain pengaturan melalui saraf, maka agen-agen humoral
mempunyai pengaruh ekstrensik terhadap tekanan dan aliran darah perifer.
Medula adrenal menyekresi katekolamin,epinefrin dan norepinefrin sebagai
respon terhadap kegiatan simpatis. Hormon-hormon ini menimbulkan respon
simpatis di pembuluh darah perifer. Zat-zat lain yang berasal dari darah:
vasopresin, angiotensin, serotonin, dan endotelin yang juga berperan penting
dalam terjadinya vasokonstriksi. Selain itu, zat yang berasal dari darah (seperti
bradiakinin dan histamin) berperan sebagai vasodilatator. Tekanan darah
merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding
8
pembuluh darah, yang membedakan tekanan permulaan dan akhir dalam sebuah
pembuluh adalah darah yang mengalir dari suatu daerah dengan tekanan tinggi ke
daerah yang lebih rendah seusai dengan gradien tekanan. Kontraksi jantung
menimbulkan tekanan terhadap darah, tetapi karena adanya resistensi, tekanan
berkurang sewaktu darah mengalir melalui suatu pembuluh. Karena tekanan
semakin turun di sepanjang pembuluh, tekanan akan lebih tinggi di permulaan
daripada akhir pembuluh. Semakin besar gradien tekanan yang mendorong darah
melintasi suatu pembuluh, semakin besar laju aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Tekanan darah arteri berfluktuasi dalam kaitannya dengan sistol
(kontaksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung)
ventrikel. Berbagai faktor, seperti usia dan nilai-nilai mempengaruhi seks rata,
mempengaruhi darah rata-rata seseorang tekanan dan variasi. Pada anak-anak,
rentang normal lebih rendah daripada untuk orang dewasa dan tergantung pada
tinggi. Dengan bertambahnya usia dewasa, tekanan sistolik cenderung naik dan
diastolik cenderung turun. Pada orang tua, tekanan darah cenderung berada di atas
orang dewasa normal jangkauan, terutama karena fleksibilitas dari arteri
berkurang. Juga, tekanan darah individu bervariasi dengan olahraga, reaksi
emosional, tidur, pencernaan dan waktu hari. Perdebatan medis utama
menyangkut agresivitas dan nilai relatif dari metode yang digunakan untuk
tekanan rendah ke dalam jangkauan untuk mereka yang tidak menjaga tekanan
tersebut pada mereka sendiri. Ketinggian, lebih sering terlihat pada orang tua,
meskipun sering dianggap normal, yang dikaitkan dengan peningkatan morbiditas
dan mortalitas. 16,7% berada pada risiko kelebihan berat badan dan 20,2%
kelebihan berat badan.
9
2.3 Congestive Heart Failure
10
2.3.2 Etiologi Congestive Heart Failure
11
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Stadium D : Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang
sangat bermakna saat istrahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal
(refrakter)
Kelas I : Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Kelas II : Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas
Kelas III : Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istrahat, tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
12
2.3.4 Patofisologi Congestive Heart Failure
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal
yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah
satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah
perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
13
jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum
Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner)
selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan
ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung
kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural,
dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner
sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang
akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan
sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung
mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.
WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan
fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah
disebutkan diatas. Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah
dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung
X volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah
utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang
dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:
14
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
15
kegagalan jantung adalah cardiomegali, cephalization dari pembuluh darah,
peningkatan marker interstitial, dan adanya pleural efusi. Apabila didapatkan
beberapa tanda, gejala, dan gambaran radiologi seperti yang disebutkan diatas
maka diagnosa untuk Congestive Heart Failure dapat ditegakkan. Pasien dengan
riwayat penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, atau riwayat penyakit arteri
koroner meningkatkan resiko terkena Congestive Heart Failure. Untuk penegakan
diagnosa Congestive Heart Failure juga dapat menggunakan kriteria
Framingham, seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :
Kriteria Mayor
-Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (sesak malam hari)
-Bendungan vena sentral
-Peninggian tekanan vena jugularis
-Ronkhi paru
-Bunyi jantung S3 Gallop
-Refluks hepatojugular
-Edema paru
-Kardiomegali
Kriteria Minor
-Batuk malam hari
-Dyspneu d'effort (sesak saat aktivitas)
-Edema ekstremitas (bengkak pada kaki atau tangan)
-Takikardi (nadi >120x/menit)
-Hepatomegali
-Efusi pleura
-Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
16
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.
Pemeriksaan Laboratorium
Peptida Natriuretik
Troponin I atau T
17
troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
Ekokardiografi Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler
dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau
disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan
dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien
dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 -
50%).
Tatalaksana Non-Farmakologi
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
18
4. Asupan cairan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
Kehilangan berat badan tanpa rencana Malnutrisi klinis atau subklinis umum
dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan
prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat
badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan,
pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan
hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
6. Latihan fisik
7. Aktvitas seksual
19
Tatalaksana Farmakologi
Riwayat angioedema
Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi
ACEI Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi
setelah 2 - 4 minggu.
20
Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit
Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis
maksimal yang dapat di toleransi
Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis
target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
PENYEKAT β
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati. Naikan dosis secara titrasi
21
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau
bradikardi (nadi < 50 x/menit)
Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
Hipotensi simtomatik
Bradikardia
Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
22
Kontraindikasi pemberian ARB
Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama
ACEI Cara pemberian ARB pada gagal jantung
Naikan dosis secara titrasi. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah
2 - 4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi
Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis
target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
23
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESE PRIBADI
Nama : PSR
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Protestan
Suku : Batak
Alamat : Dusun Jampalan Sundaling Dairi, Kec. Gunung
Sitember
Pendidikan : Tamat SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 23 Maret 2018
NO RM : 01.05.18.57
ANAMNESA PENYAKIT
24
tetapi tidak dijumpai dahak. Os
mengeluhkan ±1 bulan ini, dijumpai
bengkak pada kedua kakinya, tetapi
minimal. Os juga sering mengeluhkan
pusing. Mual tidak dijumpai (-), Muntah
tidak dijumpai (-), demam tidak dijumpai
(-), RPK = tidak jelas.
Riwayat Penyakit : Riwayat Hipertensi (+)
Terdahulu
Riwayat Pengobatan : Valsartan
STATUS PRESENS
Keadaan Umum
Sensorium : CM
Tekanan Darah :130/80
Temperatur : 36,40C
Pernafasan : 28x/i
Nadi : 84x/i
Keadaan Penyakit
Anemi : +/+
Ikterus : -/-
Sianosis : -/-
Dispnoe :+
Edema :-
Eritema :-
Turgor : Kembali cepat
Gerakan Aktif :-
Sikap tidur paksa : -
25
Keadaan Gizi
BB : 75kg
TB : 160 cm
RBW : 90%
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Kulit
1) Warna : Kecoklatan
2) Turgor : ˃3” pada kedua tungkai kaki
3) Sianosis : (-)
4) Ikterik : (-)
5) Edema : (+/+) pada kaki
2. Kepala
1) Bentuk : normocephall
2) Rambut : Hitam
3) Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), pucat (-), keringat (-)
4) Mata : Pucat (+/+), ikterik (-/-), sekret (-/-), reflek cahaya (+/+),
pupil isokor
5) Telinga : Dalam batas mormal, serumen (-/-)
6) Hidung : Sekret (-). Napas Cuping Hidung (-)
26
7) Mulut : a. Bibir : Bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)
b. Lidah : Tremor (-). hiperemis (-)
c. Tonsil : Hiperemis (-/-), T1-T1
3. Leher
1) Inspeksi : Simetris, retraksi (-), jejas (-), tumor (-), deviasi trakea (-)
2) Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
distensi vena jugularis (+)
4. Toraks (anterior-posterior) – Paru-paru
1) Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada (statis-dinamis)
simetris kanan dan kiri, retraksi supraklavikularinterkostal (-) ,
penggunaan otot bantu napas (-).
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), pergerakan dinding dada (statis-dinamis)
simetris kanan dan kiri, stem fremitus dada kanan dan kiri menurun
3) Perkusi : redup pada dada sebelah kanan dan kiri
4) Auskultasi : dijumpai ronkhi pada kedua lapangan paru.
5. Jantung
1) Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
3) Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternal dekstra,
batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra, batas atas
jantung pada ICS III linea miklavikula sinistra.
4) Auskultasi : Bunyi jantung I > bunyi jantung II regular, dijumpai Gallop
S3
6. Abdomen
1) Inspeksi : Simetris, tidak terdapat distensi, dinding perut tampak normal
(tidak ada sikatrik dan pelebaran vena), tidak tampak pergerakan pada
dinding perut.
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba
3) Perkusi : Suara timpani di seluruh lapangan abdomen, peranjakan
batas paru-hati relatif-absolut sebesar dua jari, undulasi(-), shifting
dullness (-).
27
4) Auskultasi : Peristaltik usus normal
7. Ekstremitas
1) Superior : edema pada tangan kanan dan tangan kiri tidak ada,
pucat dan kebiruan pada tangan kanan dan tangan kiri tidak
2) Inferior : edema minimal pada kaki kanan dan kaki kiri, pucat dan
kebiruan pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada
Hipertensi
Valsartan
ANAMNESA INTOKSIKASI
Tidak Jelas
ANAMNESA MAKANAN
Cukup
ANAMNESA FAMILY
28
Ht : 26,6 37-43 %
Leukosit : 6920 4500-10.500/mm3
Eritrosit : 3,43 4,2-5,4 jt/μL
Trombosit : 217.000 150.000-450.000/mm3
natrium : 139 135-145 mmol/L
Kalium : 5,10 3,5-4,5 mmol/L
Clorida : 115 90-110 mmol/L
Gula Darah Sewaktu : 111 <200 mg/dl
Ureum : 140 13-43 mg/dl
Kreatinin : 4,44 0,51-0,95 mg/dl
RESUME
29
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
DIAGNOSA SEMENTARA
TERAPI
a) Tirah baring
b) Pasang Kateter
c) O2 3-4L/i via NC
d) IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/I
e) Inj. Furosemid 1 amp/8 jam/IV
f) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
g) Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
h) Valsartan 1x80 mg
i) Allopurinol 1x100 mg
PEMERIKSAAN ANJURAN/USUL
30
BAB IV
FOLLOW UP
S O A P
23 Maret 2018
31
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
32
inferior (+/+)
24 Maret 2018
amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H2)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80
normocephali
mg
Mata : konj palp
- Allopurinol
inferior pucat
1x100 mg
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
33
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (+/+),
Ikterus (-/-),
sianosis (-/-),
edema minimal
pada ekstremitas
inferior (+/+)
25 Maret 2018
34
Sesak TANDA VITAL CHF FC III-IV - Tirah baring
Napas (+), - Pasang Kateter
tetapi TD : 140/90
- O2 3-4L/i via NC
berkurang mmHg
- IVFD NaCl 0.9%
HR : 89 x/menit
20 gtt/I
RR : 26 x/menit
- Inj. Furosemid 1
T : 36,2 Co
amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H3)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80
normocephali
mg
Mata : konj palp
- Allopurinol
inferior pucat
1x100 mg
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
35
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)
26 Maret 2018
36
Sesak TANDA VITAL - CHF FC - Tirah baring
Napas (+), III-IV - Pasang Kateter
berkurang TD : 130/90
- O2 3-4L/i via NC
mmHg
- IVFD NaCl 0.9%
HR : 87 x/menit
20 gtt/I
RR : 25 x/menit
- Inj. Furosemid 1
T : 36,9 Co
amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H4)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80 mg
normocephali
- Allopurinol 1x100
Mata : konj palp
mg
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
37
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)
38
27 Maret 2018
amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H5)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80 mg
normocephali
- Allopurinol 1x100
Mata : konj palp
mg
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
39
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)
40
28 Maret 2018
amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H6)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80 mg
normocephali
- Allopurinol 1x100
Mata : konj palp
mg
inferior pucat
(-/-), sklera ikterik
(-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
41
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)
29 Maret 2018
42
Sesak Napas (+), TANDA VITAL CHF FC - Tirah baring
berkurang III-IV
TD : 140/80 - Pasang Kateter
HR : 96 x/menit NC
T : 36,7 Co
0.9% 20 gtt/I
- Inj. Furosemid 1
43
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)
30 Maret 2018
44
mmHg - IVFD NaCl
HR : 90 x/menit 0.9% 20 gtt/I
RR : 24 x/menit - Inj. Furosemid 1
T : 36,9 Co
amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone
PEMERIKSAAN 1 gr/12 jam
FISIK (H8)
- Inj. Ranitidin
Kepala : 1amp/12 jam
normocephali - Valsartan 1x80
Mata : konj palp mg
inferior pucat - Allopurinol
(-/-), sklera ikterik 1x100 mg
(-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
45
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)
31 Maret 2018
46
HR : 84 x/menit amp/8 jam/IV
RR : 24 x/menit - Inj. Ceftriaxone
T : 36,5 Co
1 gr/12 jam
(H9)
PEMERIKSAAN - Inj. Ranitidin
FISIK 1amp/12 jam
- Valsartan 1x80
Kepala : mg
normocephali - Allopurinol
Mata : konj palp 1x100 mg
inferior pucat
(-/-), sklera ikterik
(-/-) R/ PBJ
Telinga : Obat PBJ :
Normotia, - Cefixime 2x200 mg
serumen (-) - Ranitidin 2x 150 mg
Hidung : sekret (-) - Valsartan 1x80 mg
Mulut : dbn - Allopurinol 1x100
Leher : mg
Pembesaran KGB - Furosemid 3x 80 mg
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+)
, Wh (-/-)
47
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3
Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)
48
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI PASIEN
Congestive Heart Failure (CHF)
Sesak nafas dialami sejak ± 1
merupakan suatu keadaan patologis di
minggu yang lalu. Os mengeluhkan
mana kelainan fungsi jantung
susah tidur dikarenakan sesak nafas
menyebabkan kegagalan jantung
yang terus menerus. Sesak nafas
memompa darah untuk memenuhi
sering dirasakan saat malam hari.
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat
Os juga mengeluhkan sesak nafas
memenuhi kebutuhan jaringan dengan
semakin bertambah saat
meningkatkan tekanan pengisian. Gagal
beraktifitas. Sesak nafas juga
jantung dikenal dalam beberapa istilah
bertambah jika OS tidur terlentang.
yaitu gagal jantung kiri, kanan, dan
Os memiliki riwayat hipertensi ± 2
kombinasi atau kongestif. Pada gagal
tahun yang lalu dan riwayat minum
jantung kiri terdapat bendungan paru,
obat valsartan dijumpai, tetapi
hipotensi, dan vasokontriksi perifer
mengkonsumsi obat tidak teratur.
yang mengakibatkan penurunan perfusi
Os mengeluhkan ±1 bulan ini,
jaringan. Gagal jantung kanan ditandai
dijumpai bengkak pada kedua
dengan adanya edema perifer, asites dan
kakinya, tetapi minimal. Os juga
peningkatan tekanan vena jugularis.
sering mengeluhkan pusing.
Gagal jantung kongestif adalah
gabungan dari kedua gambaran tersebut.
Namun demikian, kelainan fungsi
jantung kiri maupun kanan sering terjadi
secara bersamaan.
Di Eropa kejadian gagal jantung
berkisar 0,4 % - 2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata
umur 74 tahun. Ramalan dari gagal
49
jantung akan jelek bila dasar atau
penyebabnya tidak dapat diperbaiki.
Seperdua dari pasien gagal jantung akan
meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis
ditegakkan, dan pada keadaan gagal
jantung berat lebih dari 50% akan
meninggal dalam tahun pertama.
Etiologi :
Os mengaku menderita Hipertensi
Penyebab dari gagal jantung antara lain
±2 tahun dengan mengkonsumsi
disfungsi miokard, endokard,
valsartan tetapi tidak teratur
perikardium, pembuluh darah besar,
mengkonsumsi obat tersebut
aritmia, kelainan katup dan gangguan
irama. Di Eropa dan Amerika disfungsi
mikard paling sering terjadi akibat
penyakit jantung koroner biasanya akibat
infark mikard, yang merupakan penyebab
paling sering pada usia kurang dari 75
tahun, disusul hipertensi dan diabetes.
Sedangkan di Indonesia belum ada data
yang pasti, sementara data Rumah Sakit
di Palembang menunjukkan hipertensi
sebagai penyebab terbanyak, disusul
penyakit jantung koroner dan katup.
Pencetus dari gagal jantung sebagaimana
diketahui keluhan dan gejala gagal
jantung, edema paru dan syok sering
dicetuskan oleh adanya berbagai faktor
pencetus. Hal ini penting diidentifikasi
terutama yang bersifat reversibel karena
prognosis akan menjadi lebih baik.
50
Gejala Klinis Dialami sejak ± 1 minggu yang
Untuk penegakan diagnosa lalu. Os mengeluhkan susah tidur
Congestive Heart Failure juga dapat dikarenakan sesak nafas yang terus
menggunakan kriteria Framingham, menerus. Sesak nafas sering
seperti yang tertera pada tabel dibawah dirasakan saat malam hari. Os juga
ini : mengeluhkan sesak nafas semakin
Kriteria Mayor bertambah saat beraktifitas. Sesak
-Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (sesak nafas juga bertambah jika OS tidur
malam hari) terlentang. Os memiliki riwayat
-Bendungan vena sentral hipertensi ± 2 tahun yang lalu dan
-Peninggian tekanan vena jugularis riwayat minum obat valsartan
-Ronkhi paru dijumpai, tetapi mengkonsumsi
-Bunyi jantung S3 Gallop obat tidak teratur.
-Refluks hepatojugular Os mengeluhkan ±1 bulan ini,
-Edema paru dijumpai bengkak pada kedua
-Kardiomegali kakinya, tetapi minimal. Os juga
sering mengeluhkan pusing.
Kriteria Minor
-Batuk malam hari
-Dyspneu d'effort (sesak saat aktivitas)
-Edema ekstremitas (bengkak pada kaki
atau tangan)
-Takikardi (nadi >120x/menit)
-Hepatomegali
-Efusi pleura
-Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
normal
51
Diagnosis gagal jantung ditegakkan
minimal ada 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor.
52
miklavikula sinistra.
4) Auskultasi : Bunyi jantung I >
bunyi jantung II regular, dijumpai
Gallop S3
Tatalaksana
- Tirah baring
- Istirahat
- Pasang Kateter
- Pemberian oksigen
- O2 3-4L/i via NC
- Medikamentosa:
- IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/I
- Antibiotik Jika ada infeksi
53
sekunder - Inj. Furosemid 1 amp/8
jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
- Valsartan 1x80 mg
- Allopurinol 1x100 mg
BAB VI
KESIMPULAN
54
Berdasarkan anamnesa os mengalami sesak nafas sejak ± 1 minggu yang lalu.
Os mengeluhkan susah tidur dikarenakan sesak nafas yang terus menerus. Sesak
nafas sering dirasakan saat malam hari. Os juga mengeluhkan sesak nafas
semakin bertambah saat beraktifitas. Sesak nafas juga bertambah jika OS tidur
terlentang. Os memiliki riwayat hipertensi ± 2 tahun yang lalu dan riwayat minum
obat valsartan dijumpai, tetapi mengkonsumsi obat tidak teratur. Mencret tidak
dijumpai (-) dengan frekuensi BAB 1-2 x/hari, BAK Dalam batas normal. Batuk
dijumpai, tetapi tidak dijumpai dahak. Os mengeluhkan ±1 bulan ini, dijumpai
bengkak pada kedua kakinya, tetapi minimal. Os juga sering mengeluhkan pusing.
Mual tidak dijumpai (-), Muntah tidak dijumpai (-), demam tidak dijumpai (-),
RPK = tidak jelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status internus dalam batas
normal kecuali pada palpasi paru didapatkan stem fremitus dada kanan dan kiri
menurun, perkusi paru didapatkan suara redup pada dada sebelah kanan dan kiri
serta pada auskultasi paru didapatkan suara ronki pada kedua lapangan paru..
Kelainan jantung, dijumpai bising jantung yaitu Gallop S3. Kelainan paru pada
umumnya terletak didaerah lobus superior,terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior. Hal ini mengarahkan pada diagnosis
Congestive Heart Failure Adanya bunyi redup pada perkusi menandakan
terdapatnya cairan pada paru, semakin banyak cairan maka bunyi yang
ditimbulkan akan semakin redup bahkan pekak. Vesikuler melemah juga
menandakan adanya cairan. Pada leher dijumpai peningkatan tekanan vena jugular
yaitu R + 4cm H2O. Dan pada ekstremitas dijumpai oedem minimal pada kedua
tungkai kaki. Pada mata dijumpai anemis pada kedua konjungtiva palpebra
inferior.
55
DAFTAR PUSTAKA
56