Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan patologis di mana


kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan
dengan meningkatkan tekanan pengisian.1 Gagal jantung dikenal dalam beberapa
istilah yaitu gagal jantung kiri, kanan, dan kombinasi atau kongestif. Pada gagal
jantung kiri terdapat bendungan paru, hipotensi, dan vasokontriksi perifer yang
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan
adanya edema perifer, asites dan peningkatan tekanan vena jugularis.Gagal
jantung kongestif adalah gabungan dari kedua gambaran tersebut.Namun
demikian, kelainan fungsi jantung kiri maupun kanan sering terjadi secara
bersamaan.1
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskular termasuk CHF
masih menduduki peringkat yang tinggi, CHF telah melibatkan 23 juta penduduk
di dunia. Sekitar 4,7 orang menderita CHF di Amerika (1,5-2% dari total
populasi) dengan tingkat insiden 550.000 kasus per tahun. 2 Di indonesia belum
ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada survei kesehatan nasional
2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian
utama di Indonesia (26,4%) dan pada profil Kesehatan Indonesia tahun 2003
disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan kedelapan pada 10 penyakit
penyebab kematian terbanyak dirumah sakit Indonesia. 3
Pada keadaan selanjutnya pasien gagal jantung kongestif juga dapat menjadi
kondisi akut atau eksaserbasi akut dan berkembang secara tiba-tiba menjadi gagal
jantung akut (GJA) pada infark miokard. GJA dapat berupa serangan pertama
gagal jantung atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Banyak
kondisi kardiovaskular dan juga faktor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya
gagal jantung akut seperti penyakit jantung iskemik: sindrom koroner akut (SKA),

1
hipertensi, dekompensasi pada gagal jantung kronik: tidak patuh minum obat,
infeksi, dan lainlain. SKA merupakan kausa yang paling sering pada gagal
jantung akut yang baru. Rata-rata perawatan di rumah sakit akibat GJA dari The
Euro Heart Survey 9 hari. Dari studi registry pasien yang dirawat dengan GJA
hampir separuh di antaranya dirawat kembali paling tidak sekali dalam 12 bulan
pertama.4
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4 % - 2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung
akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari
pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan,
dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun
pertama. 5
Penyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard,
perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup dan gangguan irama.
Di Eropa dan Amerika disfungsi mikard paling sering terjadi akibat penyakit
jantung koroner biasanya akibat infark mikard, yang merupakan penyebab paling
sering pada usia kurang dari 75 tahun, disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan
di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data Rumah Sakit di
Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit
jantung koroner dan katup. 5
Pencetus dari gagal jantung sebagaimana diketahui keluhan dan gejala gagal
jantung, edema paru dan syok sering dicetuskan oleh adanya berbagai faktor
pencetus. Hal ini penting diidentifikasi terutama yang bersifat reversibel karena
prognosis akan menjadi lebih baik.5

2
1.2. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah:

1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis,


diagnosis banding, terapi, dan prognosis Congestive Heart Failure.
2. Sebagai tugas makalah untuk melengkapi kepaniteraan klinik di
Departemen Penyakit Dalam.

1.3. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang Congestive Heart Failure.


2. Memperkaya ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis ilmu
kedokteran, khususnya mengenai Congestive Heart Failure.
3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan tugas di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sumatera Utara.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung


Jantung merupakan organ yang mempunyai rongga di dalamnya dan
berbentuk kerucut (conus) dengan ukuran sebesar kepal / tinju pemiliknya.
Jantung bersandar pada diafragma diantara bagian bawah kedua paru-paru.
Dibungkus oleh membran khusus disebut pericardium yang merupakan dinding
terluar , kemudian dinding tengahnya disebut myocardium , dan dinding yang
terdalam disebut endocardium. Jantung terletak di dalam mediastinum media di
sebelah ventral ditutupi oleh sternum dan cartilago costa III – IV. Apex dari
kerucut terletak di bawah, depan, dan ke kiri. Hampir 2/3 bagian jantung terletak
disebelah kiri media. Dan jantung mempunyai 4 ruang yaitu: Atrium kanan,
atrium kiri, ventrikel kanan , dan ventrikel kiri.

4
Vaskularisasi Jantung
Jantung mendapat perdarahan dari arteri coronaria cordis yang merupakan
cabang dari aorta ascendens. Arteri coronaria cordis terdiri dari 2 macam yaitu:
arteri coronaria dextra dan arteri coronaria sinistra. Arteri coronaria dextra muncul
dari sinus aorticus anterior, mula-mula berjalan ke depan kemudian ke kanan
untuk muncul diantara truncus pulmonalis dan auricula kanan, kemudian berjalan
turun dan ke kanan pada bagian kanan sulcus atrioventricularis menuju pertemuan
margo dextra dan inferior cordis. Untuk kemudian berputar ke kiri sepanjang
bagian belakang jantung sampai sulcus interventri cularis posterior, dimana ia
beranastomose dengan arteri coronaria sinsitra. Cabang–cabangnya adalah ramus
interventricularis posterior dan ramus marginalis. Arteri koronaria sinistra muncul
dari sinus aorticus posterior sinistra, berjalan ke depan diantara truncus
pulmonalis dan auricula sinistra kemudian membelok ke kiri menuju sulcus
atrioventricularis, kemudian berjalan ke belakang mengelilingi margo sinistra
untuk berjalan bersama sinus koronarius sampai sejauh sulcus interventricularis
dimana ia akan beranastomose dengan arteri coronaria dextra. Cabang-cabang
arteri koronaria sinistra adalah arteri interventricularis anterior dan arteri
sirkumflexa. Vena dari jantung akan bermuara ke dalam sinus koronarius. Sinus
ini terletak dibagian posterior sulcus koronarius dan tertutup oleh stratum
musculare atrium kiri. Sinus koronarius berakhir di atrium kanan, diantara muara
vena kava inferior dan ostium atrioventrikularis. Vena-vena yang bermuara ke
sinus koronarius yaitu: vena kordis magna, vena kordis parva, vena kordis media,
vena ventrikuli sinistra posterior dan vena obliqua sinistra marshall.

2.2 Fisiologi Jantung


Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah
untuk menimbulkan gradien tekanan yang diperlukan agar darah dapat mengalir
ke jaringan. Darah, seperti cairan lain, mengalir dari darah bertekanan lebih tinggi
ke daerah bertekanan lebih rendah sesuai penurunan gradien tekanan Kerja
jantung merupakan pompa muskular. Serangkaian perubahan yang terjadi di
dalam jantung pada saat pengisian darah disebut sebagai siklus jantung. Jantung

5
normal berdenyut sekitar 70 sampai 90 kali permenit pada orang dewasa yang
sedang istirahat dan sekitar 130 sampai 150 kali permenit pada bayi baru lahir.
Darah secara terus menerus kembali ke jantung, selama sistolik ventrikel
(kontraksi), saat valva atrioventrikularis tertutup, darah untuk sementara
ditampung di dalam vena-vena besar dan atrium. Bila ventrikel mengalami
diastolik (relaksasi), valva atrioventrikularis membuka dan darah secara pasif
mengalir dari atrium ke ventrikel. Waktu ventrikel hampir penuh, terjadi sistolik
atrium dan memaksa sisa darah dalam atrium masuk ke ventrikel. Nodus
sinusatrialis memulai gelombang kontraksi pada atrium yang dimulai disekitar
muara vena-vena besar dan memeras darah ke ventrikel. dengan cara ini terdapat
refluks darah ke dalam vena. Kontraksi dari impuls jantung yang telah mencapai
nodulus atrioventricularis diteruskan ke musculi papilaris melalui fasciculus
ventricularis dan cabang-cabangnya. Musc sehingga indikator yang lebih akurat
untuk fungsi jantung adalah indeks jantung . Indeks jantung diperoleh dengan
membagi curah jantung dengan luas permukaaan tubuh yaitu sekitar 3 L/menit/m2
permukaan tubuh. Curah jantung tergantung dari hubungan yang terdapat antara
dua buah variabel yaitu frekuensi jantung dan volume sekuncup. Meskipun terjadi
perubahan pada salah satu variabel, curah jantung dapat tetap dipertahankan
konstan melalui penyesuaian kompensatorik dalam variabel lainnya. Perubahan
dan stabilisasi curah jantung bergantung pada mekanisme yang mengatur
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Frekuensi jantung sebagian besar
berada dibawah pengaturan ekstrinsik sistem saraf otonom, serabut parasimpatis
dan simpatis mempersarafi nodus SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan
frekuensi hantaran impuls. Stimulasi serabut parasimpatis akan mengurangi
frekuensi denyut jantung, sedangkan stimulasi simpatis akan mempercepat denyut
jantung. Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi volume sekuncup: beban
awal, beban akhir, dan kontraktilitas jantung. Beban awal adalah derajat
peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi. Peregangan serabut
miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan ventrikel pada
akhir-diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume akhir
diastolik ventrikel. Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume akhir-

6
diastolik ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan serabut miokardium.
Sesuai dengan hukum starling jantung dimana pada saat pengisian normal pada
diastolik akan menyebabkan peregangan serabut dengan kekuatan kontraksi dan
volume sekuncup normal. Pada penigkatan pengisisan pada saat diastolik
menyebabkan peningakatan peregangan serabut, kekuatan kontraksi, dan volume
sekuncup. Beban akhir adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk
untuk kontraksi dan pemompaan darah. Faktor- faktor yang mempengaruhi beban
akhir dijelaskan melalui persamaan Laplace yang menunjukan bila tekanan
intraventrikel maupun ukuran ventrikel meningkat, maka akan terjadi peningkatan
tegangan dinding ventrikel. Persamaan ini juga menunjukan hubungan timbal
balik antara tegangan dinding dengan ketebalan dinding ventrikel, dimana
tegangan dinding ventrikel menurun bila ketebalan dinding ventrikel meningkat.
Kontraktilitas merupakan perubahan kekuatan kontraksi terbentuk yang terjadi
tanpa tergantung pada panjang serabut miokardium. Peningkatan frekuensi denyut
jantung dapat meningkatkan kekuatan kontraksi. Apabila jantung berdenyut lebih
sering,menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi. Pengaturan ganda distribusi
curah jantung dimungkinkan melalui mekanisme pengaturan intrinsik dan
ekstrinsik. Pengaturan instrinsik adalah perubahan aliran darah sebagai respon
terhadap perubahan aliran darah sebagai respon terhadap perubahan keadaan
jaringan lokal. Pengaturan intrinsik ini sangat berperan penting dalam jaringan
yang memiliki keterbatasan penurunan aliran darah, seperti jantung atau otak.
Kadar oksigen dan nutrisi lain merupakan indikator penting bagi kecukupan aliran
darah. Mekanisme pengaturan intrinsik ini menyebabkan penurunan ketersediaan
oksigen atau nutrisi (karena terjadi penurunan suplai maupun peningkatan
kebutuhan) yang diatasi dengan meningkatkan aliran darah ke jaringan. Pada
pengaturan ini terdapat dua fator yang dapat mempengaruhinya yaitu autoregulasi
dan angiogenesis. Autoregulasi merupakan kemampuan mempertahankan aliran
darah secara konstan dalam perubahan tekanan perfusi. Angiogenesis adalah
pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah kecil yang ada setelah
sekresi faktor pertumbuhan pembuluh darah. Oleh karena itu, saat terjadi
peningkatan aktivitas metabolik, peningkatan kebutuhan oksigen jantung hanya

7
dapat diatasi dengan aliran darah arteri. Karakteristik ini merupakan alasan
mengapa mekanisme pengaturan intrinsik sangat penting untuk mempertahankan
kecukupan hantaran oksigen ke jantung. Pengaturan aliran ekstrinsik yang menuju
ke suatu sistem organ dapat ditingkatkan dengan memperbesar curah jantung atau
dengan memindahkan darah dari suatu sistem organ yang relatif tidak aktif ke
organ lain yang lebih aktif. Aktivitas sistem saraf simpatis dapat menghasilkan
kedua respons tersebut. Pertama, rangsangan simpatis akan meningkatkan curah
jantung melalui peningkatan frekuensi denyut jantung dari kekuatan kontraksi.
Kedua, serabut simpatis adrenergik juga meluas sampai jaringan pembuluh darah
perifer, terutama arteriol. Perubahan perangsangan simpatis secara selektif akan
merangsang reseptor alfa dan beta, menyempitkan beberapa arteriol tertentu dan
melebarkan yang lain untuk redistribusi darah ke jaringan kapiler yang
membutuhkan. Setiap jaringan kapiler memiliki cadangan yang cukup untuk
aliran yang meningkat, karena biasanya hanya sebagian kapiler saja yang
diperfusi. Aliran dapat ditingkatkan dengan membuka kapiler yang tidak
mendapat perfusi, dan dilatasi lebih lanjut pada arteriol kapiler yang mendapat
aliran perfusi. Pembuluh darah otot rangka memiliki kemampuan vasodilatasi
yang unik karena dipersarafi oleh serabut kolinergik simpatis.yang berasal dari
korteks serebri. Serabut-serabut ini melepaskan asetilkolin,mengakibatkan
relaksasi otot polos pembuluh darah. Namun, serabut kolinergik parasimpatisnya
hanya mensarafi sebagian kecil pembuluh darah perifer. Oleh karena itu aktivitas
parasimpatis tidak banyak berpengaruh terhadap distribusi curah jantung atau
resistensi perifer total. Selain pengaturan melalui saraf, maka agen-agen humoral
mempunyai pengaruh ekstrensik terhadap tekanan dan aliran darah perifer.
Medula adrenal menyekresi katekolamin,epinefrin dan norepinefrin sebagai
respon terhadap kegiatan simpatis. Hormon-hormon ini menimbulkan respon
simpatis di pembuluh darah perifer. Zat-zat lain yang berasal dari darah:
vasopresin, angiotensin, serotonin, dan endotelin yang juga berperan penting
dalam terjadinya vasokonstriksi. Selain itu, zat yang berasal dari darah (seperti
bradiakinin dan histamin) berperan sebagai vasodilatator. Tekanan darah
merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding

8
pembuluh darah, yang membedakan tekanan permulaan dan akhir dalam sebuah
pembuluh adalah darah yang mengalir dari suatu daerah dengan tekanan tinggi ke
daerah yang lebih rendah seusai dengan gradien tekanan. Kontraksi jantung
menimbulkan tekanan terhadap darah, tetapi karena adanya resistensi, tekanan
berkurang sewaktu darah mengalir melalui suatu pembuluh. Karena tekanan
semakin turun di sepanjang pembuluh, tekanan akan lebih tinggi di permulaan
daripada akhir pembuluh. Semakin besar gradien tekanan yang mendorong darah
melintasi suatu pembuluh, semakin besar laju aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Tekanan darah arteri berfluktuasi dalam kaitannya dengan sistol
(kontaksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung)
ventrikel. Berbagai faktor, seperti usia dan nilai-nilai mempengaruhi seks rata,
mempengaruhi darah rata-rata seseorang tekanan dan variasi. Pada anak-anak,
rentang normal lebih rendah daripada untuk orang dewasa dan tergantung pada
tinggi. Dengan bertambahnya usia dewasa, tekanan sistolik cenderung naik dan
diastolik cenderung turun. Pada orang tua, tekanan darah cenderung berada di atas
orang dewasa normal jangkauan, terutama karena fleksibilitas dari arteri
berkurang. Juga, tekanan darah individu bervariasi dengan olahraga, reaksi
emosional, tidur, pencernaan dan waktu hari. Perdebatan medis utama
menyangkut agresivitas dan nilai relatif dari metode yang digunakan untuk
tekanan rendah ke dalam jangkauan untuk mereka yang tidak menjaga tekanan
tersebut pada mereka sendiri. Ketinggian, lebih sering terlihat pada orang tua,
meskipun sering dianggap normal, yang dikaitkan dengan peningkatan morbiditas
dan mortalitas. 16,7% berada pada risiko kelebihan berat badan dan 20,2%
kelebihan berat badan.

9
2.3 Congestive Heart Failure

2.3.1 Definisi Congestive Heart Failure

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang


pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif
dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah


dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrien.

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan


fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

10
2.3.2 Etiologi Congestive Heart Failure

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1) Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita


kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2) Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena


terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

3) Hipertensi sistemik atau pulmonal Meningkatkan beban kerja jantung


dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Berhubungan dengan


gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.

5) Penyakit jantung lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat


penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan
mendadak afterload.

6) Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam


perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme
(misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat

11
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

2.3.3 Klasifikasi Congestive Heart Failure

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung :

Stadium A : Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.


Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda
atau gejala

Stadium B : Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan


perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala

Stadium C : Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit


struktural jantung yang mendasari

Stadium D : Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang
sangat bermakna saat istrahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal
(refrakter)

Klasifikasi berdasarkan kapasitas fungsional (NYHA)

Kelas I : Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas

Kelas II : Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas

Kelas III : Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istrahat, tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak

Kelas IV : Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa keluhan. Terdapat gejala


saat istrahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas

12
2.3.4 Patofisologi Congestive Heart Failure

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal
yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah
satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah
perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump


function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa
keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai
pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula
terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda
gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat
CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan
sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang
kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan
darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan
volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme
kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu
akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini
tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal

13
jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum
Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner)
selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan
ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung
kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural,
dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner
sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang
akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan
sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung
mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.
WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan
fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah
disebutkan diatas. Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah
dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung
X volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah
utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang
dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:

14
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.

2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang


terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.

3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan


untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.

2.3.5 Diagnosis Congestive Heart Failure

Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung meliputi


riwayat dan pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus
dijalani. Riwayat penyakit sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan
diagnosa kegagalan jantung, tapi sering kali dapat memberi petunjuk penyebab
dari kegagalan jantung, faktor yang memperberat, dan keparahan dari penyakit.
Gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan penurunan cardiac output (mudah
lelah, dan kelemahan) atau retensi cairan (dyspnea, orthopnea, dan ”cardiac
wheezing”). Pada kasus dengan kegagalan pada jantung kanan dapat
menyebabkan terjadinya kongetif hepar. Retensi cairan juga menyebabkan edema
perifer dan asites. Kegagalan pada jantung kiri dapt menyebabkan gejala berupa
munculnya dyspnea on effort. Pulmonary congestion (dengan crackles dan
wheezing) dominan muncul terutama pada keadaan akut maupun subakut.

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya overload


volume adalah adanya peningkatan pada Jugular Venous Pressure. Pelebaran dari
ventrikel dapat dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex yang
terletak lateral dari midclavicular line. Pada pasien dengan dispnea, maka
gambaran foto thoraks akan sangat membatu untuk menetukan perkiraan
penyebab dari dispnea tersebut, apakah diakibatkan karena kegagalan jantung atau
karena penyakit pada paru-paru. Gambaran radiografi pada kelainan akibat

15
kegagalan jantung adalah cardiomegali, cephalization dari pembuluh darah,
peningkatan marker interstitial, dan adanya pleural efusi. Apabila didapatkan
beberapa tanda, gejala, dan gambaran radiologi seperti yang disebutkan diatas
maka diagnosa untuk Congestive Heart Failure dapat ditegakkan. Pasien dengan
riwayat penyakit jantung, diabetes melitus, hipertensi, atau riwayat penyakit arteri
koroner meningkatkan resiko terkena Congestive Heart Failure. Untuk penegakan
diagnosa Congestive Heart Failure juga dapat menggunakan kriteria
Framingham, seperti yang tertera pada tabel dibawah ini :

Kriteria Mayor 
-Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (sesak malam hari) 
-Bendungan vena sentral 
-Peninggian tekanan vena jugularis 
-Ronkhi paru 
-Bunyi jantung S3 Gallop 
-Refluks hepatojugular 
-Edema paru 
-Kardiomegali 

Kriteria Minor 
-Batuk malam hari 
-Dyspneu d'effort (sesak saat aktivitas) 
-Edema ekstremitas (bengkak pada kaki atau tangan) 
-Takikardi (nadi >120x/menit) 
-Hepatomegali 
-Efusi pleura 
-Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal 

*Kriteria Mayor atau Minor 


-Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan 

16
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor. 

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah


darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis
atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan
sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia,
hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien
dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone.

Peptida Natriuretik

Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma


peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum
pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat
kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejalagejala yang dikeluhkan
pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun
terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk. Kadar peptida natriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida
natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan
dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.

Troponin I atau T

Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran


klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar

17
troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
Ekokardiografi Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler
dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau
disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan
dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien
dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 -
50%).

2.3.6 Penatalaksanaan Congestive Heart Failure

Tatalaksana Non-Farmakologi

1. Manajemen perawatan mandiri

Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan


pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala
gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis.
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.

2. Ketaatan pasien berobat

Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas


hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi

3. Pemantauan berat badan mandiri

Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)

18
4. Asupan cairan

Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien


dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua
pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis
(kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)

5. Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
Kehilangan berat badan tanpa rencana Malnutrisi klinis atau subklinis umum
dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan
prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat
badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan,
pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan
hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)

6. Latihan fisik

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik


stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A)

7. Aktvitas seksual

Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan


pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh
dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan bukti B)

19
Tatalaksana Farmakologi

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)

Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal


jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan
perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan
angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada pasien dengan
fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.

Indikasi pemberian ACEI

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI

 Riwayat angioedema

 Stenosis renal bilateral

 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L

 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

 Stenosis aorta berat

Cara pemberian ACEI pada gagal jantung

Inisiasi pemberian ACEI

 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit

 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi
ACEI Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi
setelah 2 - 4 minggu.

20
 Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit

 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis
maksimal yang dapat di toleransi

 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis
target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali

PENYEKAT β

Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien


gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.

Indikasi pemberian penyekat β

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan

 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian penyekat β

 Asma  Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa


pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit) Cara pemberian
penyekat β pada gagal jantung

Inisiasi pemberian penyekat β

 Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati. Naikan dosis secara titrasi

21
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau
bradikardi (nadi < 50 x/menit)

 Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:

 Hipotensi simtomatik

 Perburukan gagal jantung

 Bradikardia

ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)

Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung


dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini,
ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.

Indikasi pemberian ARB

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

 Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI

 ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi


simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk

22
Kontraindikasi pemberian ARB

 Sama seperti ACEI, kecuali angioedema

 Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan

 Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama
ACEI Cara pemberian ARB pada gagal jantung

Inisiasi pemberian ARB

 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.

 Naikan dosis secara titrasi. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah
2 - 4 minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau
hiperkalemia. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat ditoleransi

 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis
target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:

 Sama seperti ACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk

23
BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESE PRIBADI

Nama : PSR
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Protestan
Suku : Batak
Alamat : Dusun Jampalan Sundaling Dairi, Kec. Gunung
Sitember
Pendidikan : Tamat SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 23 Maret 2018
NO RM : 01.05.18.57

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Sesak Nafas


Telaah : Dialami sejak ± 1 minggu yang lalu. Os
mengeluhkan susah tidur dikarenakan
sesak nafas yang terus menerus. Sesak
nafas sering dirasakan saat malam hari.
Os juga mengeluhkan sesak nafas semakin
bertambah saat beraktifitas. Sesak nafas
juga bertambah jika OS tidur terlentang.
Os memiliki riwayat hipertensi ± 2 tahun
yang lalu dan riwayat minum obat
valsartan dijumpai, tetapi mengkonsumsi
obat tidak teratur. Mencret tidak dijumpai
(-) dengan frekuensi BAB 1-2 x/hari, BAK
Dalam batas normal. Batuk dijumpai,

24
tetapi tidak dijumpai dahak. Os
mengeluhkan ±1 bulan ini, dijumpai
bengkak pada kedua kakinya, tetapi
minimal. Os juga sering mengeluhkan
pusing. Mual tidak dijumpai (-), Muntah
tidak dijumpai (-), demam tidak dijumpai
(-), RPK = tidak jelas.
Riwayat Penyakit : Riwayat Hipertensi (+)
Terdahulu
Riwayat Pengobatan : Valsartan

STATUS PRESENS

Keadaan Umum

 Sensorium : CM
 Tekanan Darah :130/80
 Temperatur : 36,40C
 Pernafasan : 28x/i
 Nadi : 84x/i
Keadaan Penyakit

 Anemi : +/+
 Ikterus : -/-
 Sianosis : -/-
 Dispnoe :+
 Edema :-
 Eritema :-
 Turgor : Kembali cepat
 Gerakan Aktif :-
 Sikap tidur paksa : -

25
Keadaan Gizi
 BB : 75kg
 TB : 160 cm
 RBW : 90%

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Tanda Vital (Vital Sign)


- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernapasan : 28 x/menit
- Suhu : 36,40C

Status Generalis
1. Kulit
1) Warna : Kecoklatan
2) Turgor : ˃3” pada kedua tungkai kaki
3) Sianosis : (-)
4) Ikterik : (-)
5) Edema : (+/+) pada kaki

2. Kepala
1) Bentuk : normocephall
2) Rambut : Hitam
3) Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-), pucat (-), keringat (-)
4) Mata : Pucat (+/+), ikterik (-/-), sekret (-/-), reflek cahaya (+/+),
pupil isokor
5) Telinga : Dalam batas mormal, serumen (-/-)
6) Hidung : Sekret (-). Napas Cuping Hidung (-)

26
7) Mulut : a. Bibir : Bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-)
b. Lidah : Tremor (-). hiperemis (-)
c. Tonsil : Hiperemis (-/-), T1-T1
3. Leher
1) Inspeksi : Simetris, retraksi (-), jejas (-), tumor (-), deviasi trakea (-)
2) Palpasi : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
distensi vena jugularis (+)
4. Toraks (anterior-posterior) – Paru-paru
1) Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada (statis-dinamis)
simetris kanan dan kiri, retraksi supraklavikularinterkostal (-) ,
penggunaan otot bantu napas (-).
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), pergerakan dinding dada (statis-dinamis)
simetris kanan dan kiri, stem fremitus dada kanan dan kiri menurun
3) Perkusi : redup pada dada sebelah kanan dan kiri
4) Auskultasi : dijumpai ronkhi pada kedua lapangan paru.
5. Jantung
1) Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
2) Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
3) Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternal dekstra,
batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra, batas atas
jantung pada ICS III linea miklavikula sinistra.
4) Auskultasi : Bunyi jantung I > bunyi jantung II regular, dijumpai Gallop
S3
6. Abdomen
1) Inspeksi : Simetris, tidak terdapat distensi, dinding perut tampak normal
(tidak ada sikatrik dan pelebaran vena), tidak tampak pergerakan pada
dinding perut.
2) Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Renal tidak teraba
3) Perkusi : Suara timpani di seluruh lapangan abdomen, peranjakan
batas paru-hati relatif-absolut sebesar dua jari, undulasi(-), shifting
dullness (-).

27
4) Auskultasi : Peristaltik usus normal
7. Ekstremitas
1) Superior : edema pada tangan kanan dan tangan kiri tidak ada,
pucat dan kebiruan pada tangan kanan dan tangan kiri tidak
2) Inferior : edema minimal pada kaki kanan dan kaki kiri, pucat dan
kebiruan pada kaki kanan dan kaki kiri tidak ada

ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU

Hipertensi

RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT

Valsartan

ANAMNESA PENYAKIT VENERIS

ANAMNESA INTOKSIKASI

Tidak Jelas

ANAMNESA MAKANAN

Cukup

ANAMNESA FAMILY

a) Penyakit - penyakit family


b) Penyakit seperti orang sakit
c) Anak-anak 3, hidup 3, mati -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Hb : 8,5 12,0-15,0 gr/dl

28
Ht : 26,6 37-43 %
Leukosit : 6920 4500-10.500/mm3
Eritrosit : 3,43 4,2-5,4 jt/μL
Trombosit : 217.000 150.000-450.000/mm3
natrium : 139 135-145 mmol/L
Kalium : 5,10 3,5-4,5 mmol/L
Clorida : 115 90-110 mmol/L
Gula Darah Sewaktu : 111 <200 mg/dl
Ureum : 140 13-43 mg/dl
Kreatinin : 4,44 0,51-0,95 mg/dl

RESUME

a) Keluhan Utama : Dypsnoe (+)


b) Telaah
Dypsnoe dialami ± 1 minggu ini, Insomnia karena os dypsnoe, Riwayat
Hipertensi (+) dengan mengkonsumsi obat valsartan ± 2 tahun
c) Status Present
- Keadaan Umum
Sens : CM
TD : 130/80 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 38 x/i
T : 36,3 0C
d) Pemeriksaan fisik
- Kepala : Dalam batas normal
- Leher : TVJ R + 4 cm H2O
- Thorax : Rhonki pada paru kanan dan kiri, pada
jantung di jumpai Gallop S3
- Abdomen : Dalam Batas Normal
- Ekstremitas : oedem minimal pada kedua ekstemitas
inferior

29
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

-Congestive Heart Failure FC III-IV

-Efusi pleura bilateral

DIAGNOSA SEMENTARA

-Congestive Heart Failure FC III-IV

TERAPI

a) Tirah baring
b) Pasang Kateter
c) O2 3-4L/i via NC
d) IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/I
e) Inj. Furosemid 1 amp/8 jam/IV
f) Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
g) Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
h) Valsartan 1x80 mg
i) Allopurinol 1x100 mg

PEMERIKSAAN ANJURAN/USUL

30
BAB IV

FOLLOW UP

S O A P

23 Maret 2018

Sesak Nafas TANDA VITAL -CHF FC III- - Tirah baring


(+) IV - Pasang Kateter
Sens : CM
- O2 3-4l/I via NC
TD :130/80
- IVFD NaCl 0.9%
mmHg
20 gtt/I
HR : 82 x/i
- Inj. Furosemid 1
RR : 38 x/i amp/8 jam/IV
T : 36,3 0C - Inj. Ceftriaxone 1
gr/12 jam (H1)
- Inj. Ranitidin
PEMERIKSAAN
1amp/12 jam
FISIK
- Valsartan 1x80
mg
Kepala :
- Allopurinol
normocephali
1x100 mg
Mata : konj palp
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :

31
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+)
, Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas

32
inferior (+/+)

24 Maret 2018

SesakNapas TANDA VITAL CHF FC III-IV - Tirah baring


(+) - Pasang Kateter
TD : 130/90
- O2 3-4L/i via NC
mmHg
- IVFD NaCl 0.9%
HR : 92 x/menit
20 gtt/I
RR : 27 x/menit
- Inj. Furosemid 1
T : 36,7 Co

amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H2)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80
normocephali
mg
Mata : konj palp
- Allopurinol
inferior pucat
1x100 mg
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris

33
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (+/+),
Ikterus (-/-),
sianosis (-/-),
edema minimal
pada ekstremitas
inferior (+/+)

25 Maret 2018

34
Sesak TANDA VITAL CHF FC III-IV - Tirah baring
Napas (+), - Pasang Kateter
tetapi TD : 140/90
- O2 3-4L/i via NC
berkurang mmHg
- IVFD NaCl 0.9%
HR : 89 x/menit
20 gtt/I
RR : 26 x/menit
- Inj. Furosemid 1
T : 36,2 Co

amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H3)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80
normocephali
mg
Mata : konj palp
- Allopurinol
inferior pucat
1x100 mg
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O

Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada

35
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)

26 Maret 2018

36
Sesak TANDA VITAL - CHF FC - Tirah baring
Napas (+), III-IV - Pasang Kateter
berkurang TD : 130/90
- O2 3-4L/i via NC
mmHg
- IVFD NaCl 0.9%
HR : 87 x/menit
20 gtt/I
RR : 25 x/menit
- Inj. Furosemid 1
T : 36,9 Co

amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H4)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80 mg
normocephali
- Allopurinol 1x100
Mata : konj palp
mg
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O

Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada

37
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)

38
27 Maret 2018

Sesak TANDA VITAL - CHF FC - Tirah baring


Napas (+), III-IV - Pasang Kateter
berkurang TD : 150/90
- O2 3-4L/i via NC
mmHg
- IVFD NaCl 0.9%
HR : 89 x/menit
20 gtt/I
RR : 25 x/menit
- Inj. Furosemid 1
T : 36,5 Co

amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H5)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80 mg
normocephali
- Allopurinol 1x100
Mata : konj palp
mg
inferior pucat
(+/+), sklera
ikterik (-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada

39
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)

40
28 Maret 2018

Sesak TANDA VITAL CHF FC III- - Tirah baring


Napas (+), IV - Pasang Kateter
berkurang TD : 140/90
- O2 3-4L/i via NC
mmHg
- IVFD NaCl 0.9%
HR : 82 x/menit
20 gtt/I
RR : 24 x/menit
- Inj. Furosemid 1
T : 36,8 Co

amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1
PEMERIKSAAN
gr/12 jam (H6)
FISIK
- Inj. Ranitidin
1amp/12 jam
Kepala :
- Valsartan 1x80 mg
normocephali
- Allopurinol 1x100
Mata : konj palp
mg
inferior pucat
(-/-), sklera ikterik
(-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada

41
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)

29 Maret 2018

42
Sesak Napas (+), TANDA VITAL CHF FC - Tirah baring
berkurang III-IV
TD : 140/80 - Pasang Kateter

mmHg - O2 3-4L/i via

HR : 96 x/menit NC

RR : 25 x/menit - IVFD NaCl

T : 36,7 Co
0.9% 20 gtt/I
- Inj. Furosemid 1

PEMERIKSAAN amp/8 jam/IV

FISIK - Inj. Ceftriaxone


1 gr/12 jam
Kepala : (H7)
normocephali - Inj. Ranitidin
Mata : konj palp 1amp/12 jam
inferior pucat - Valsartan 1x80
(-/-), sklera ikterik mg
(-/-) - Allopurinol
Telinga : 1x100 mg
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup

43
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)

30 Maret 2018

Sesak (-) TANDA VITAL - CHF FC - Tirah baring


III-IV
TD : 120/80 - Pasang Kateter

44
mmHg - IVFD NaCl
HR : 90 x/menit 0.9% 20 gtt/I
RR : 24 x/menit - Inj. Furosemid 1
T : 36,9 Co
amp/8 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone
PEMERIKSAAN 1 gr/12 jam
FISIK (H8)
- Inj. Ranitidin
Kepala : 1amp/12 jam
normocephali - Valsartan 1x80
Mata : konj palp mg
inferior pucat - Allopurinol
(-/-), sklera ikterik 1x100 mg

(-/-)
Telinga :
Normotia,
serumen (-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : dbn
Leher :
Pembesaran KGB
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+),

45
Wh (-/-)
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)

31 Maret 2018

Sesak (-) TANDA VITAL CHF FC - Tirah baring


III-IV
TD : 120/70 - IVFD NaCl

mmHg 0.9% 20 gtt/I


- Inj. Furosemid 1

46
HR : 84 x/menit amp/8 jam/IV
RR : 24 x/menit - Inj. Ceftriaxone
T : 36,5 Co
1 gr/12 jam
(H9)
PEMERIKSAAN - Inj. Ranitidin
FISIK 1amp/12 jam
- Valsartan 1x80
Kepala : mg
normocephali - Allopurinol
Mata : konj palp 1x100 mg
inferior pucat
(-/-), sklera ikterik
(-/-) R/ PBJ
Telinga : Obat PBJ :
Normotia, - Cefixime 2x200 mg
serumen (-) - Ranitidin 2x 150 mg
Hidung : sekret (-) - Valsartan 1x80 mg
Mulut : dbn - Allopurinol 1x100
Leher : mg
Pembesaran KGB - Furosemid 3x 80 mg
(-), TVJ R+4 cm
H2O
Thorak :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : tidak ada
bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : redup
(+/+)
Ausk : Rh (+/+)
, Wh (-/-)

47
Cor : BJ I > BJ II,
regular,
bising : Gallop S3

Abdomen :
Inspeksi :
Simetris, Distensi
(-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+)

Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus
(-/-), sianosis (-
/-), edema
minimal pada
ekstremitas
inferior (+/+)

48
BAB V

DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN
Congestive Heart Failure (CHF)
Sesak nafas dialami sejak ± 1
merupakan suatu keadaan patologis di
minggu yang lalu. Os mengeluhkan
mana kelainan fungsi jantung
susah tidur dikarenakan sesak nafas
menyebabkan kegagalan jantung
yang terus menerus. Sesak nafas
memompa darah untuk memenuhi
sering dirasakan saat malam hari.
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat
Os juga mengeluhkan sesak nafas
memenuhi kebutuhan jaringan dengan
semakin bertambah saat
meningkatkan tekanan pengisian. Gagal
beraktifitas. Sesak nafas juga
jantung dikenal dalam beberapa istilah
bertambah jika OS tidur terlentang.
yaitu gagal jantung kiri, kanan, dan
Os memiliki riwayat hipertensi ± 2
kombinasi atau kongestif. Pada gagal
tahun yang lalu dan riwayat minum
jantung kiri terdapat bendungan paru,
obat valsartan dijumpai, tetapi
hipotensi, dan vasokontriksi perifer
mengkonsumsi obat tidak teratur.
yang mengakibatkan penurunan perfusi
Os mengeluhkan ±1 bulan ini,
jaringan. Gagal jantung kanan ditandai
dijumpai bengkak pada kedua
dengan adanya edema perifer, asites dan
kakinya, tetapi minimal. Os juga
peningkatan tekanan vena jugularis.
sering mengeluhkan pusing.
Gagal jantung kongestif adalah
gabungan dari kedua gambaran tersebut.
Namun demikian, kelainan fungsi
jantung kiri maupun kanan sering terjadi
secara bersamaan.
Di Eropa kejadian gagal jantung
berkisar 0,4 % - 2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata
umur 74 tahun. Ramalan dari gagal

49
jantung akan jelek bila dasar atau
penyebabnya tidak dapat diperbaiki.
Seperdua dari pasien gagal jantung akan
meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis
ditegakkan, dan pada keadaan gagal
jantung berat lebih dari 50% akan
meninggal dalam tahun pertama.

Etiologi :
Os mengaku menderita Hipertensi
Penyebab dari gagal jantung antara lain
±2 tahun dengan mengkonsumsi
disfungsi miokard, endokard,
valsartan tetapi tidak teratur
perikardium, pembuluh darah besar,
mengkonsumsi obat tersebut
aritmia, kelainan katup dan gangguan
irama. Di Eropa dan Amerika disfungsi
mikard paling sering terjadi akibat
penyakit jantung koroner biasanya akibat
infark mikard, yang merupakan penyebab
paling sering pada usia kurang dari 75
tahun, disusul hipertensi dan diabetes.
Sedangkan di Indonesia belum ada data
yang pasti, sementara data Rumah Sakit
di Palembang menunjukkan hipertensi
sebagai penyebab terbanyak, disusul
penyakit jantung koroner dan katup.
Pencetus dari gagal jantung sebagaimana
diketahui keluhan dan gejala gagal
jantung, edema paru dan syok sering
dicetuskan oleh adanya berbagai faktor
pencetus. Hal ini penting diidentifikasi
terutama yang bersifat reversibel karena
prognosis akan menjadi lebih baik.

50
Gejala Klinis Dialami sejak ± 1 minggu yang
Untuk penegakan diagnosa lalu. Os mengeluhkan susah tidur
Congestive Heart Failure juga dapat dikarenakan sesak nafas yang terus
menggunakan kriteria Framingham, menerus. Sesak nafas sering
seperti yang tertera pada tabel dibawah dirasakan saat malam hari. Os juga
ini : mengeluhkan sesak nafas semakin
Kriteria Mayor  bertambah saat beraktifitas. Sesak
-Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (sesak nafas juga bertambah jika OS tidur
malam hari)  terlentang. Os memiliki riwayat
-Bendungan vena sentral  hipertensi ± 2 tahun yang lalu dan
-Peninggian tekanan vena jugularis  riwayat minum obat valsartan
-Ronkhi paru  dijumpai, tetapi mengkonsumsi
-Bunyi jantung S3 Gallop  obat tidak teratur.
-Refluks hepatojugular  Os mengeluhkan ±1 bulan ini,
-Edema paru  dijumpai bengkak pada kedua
-Kardiomegali  kakinya, tetapi minimal. Os juga
sering mengeluhkan pusing.
Kriteria Minor 
-Batuk malam hari 
-Dyspneu d'effort (sesak saat aktivitas) 
-Edema ekstremitas (bengkak pada kaki
atau tangan) 
-Takikardi (nadi >120x/menit) 
-Hepatomegali 
-Efusi pleura 
-Penurunan kapasitas vital 1/3 dari
normal 

*Kriteria Mayor atau Minor 


-Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5
hari pengobatan 

51
Diagnosis gagal jantung ditegakkan
minimal ada 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor.

Tanda klinis Toraks (anterior-posterior) – Paru-


- Paru : Restriksi ipsilateral pada paru
gerakan dinding dada, fremitus 1) Inspeksi : Normochest,
taktil menghilang, perkusi redup, pergerakan dinding dada (statis-
bunyi napas menurun, splinting dinamis) simetris kanan dan kiri,
(pada daerah paru yang terkena). retraksi supraklavikularinterkostal
Kadang ditemukan egobronkofoni (-),penggunaan otot bantu napas (-).
pada batas cairan atas bila terjadi 2) Palpasi : Nyeri tekan (-),
kompresi parenkim paru pergerakan dinding dada (statis-
dinamis) simetris kanan dan kiri,
stem fremitus dada kanan dan kiri
menurun
3) Perkusi : redup pada dada
sebelah kanan dan kiri
4) Auskultasi : dijumpai ronkhi
pada kedua lapangan paru.
Jantung
1) Inspeksi : Pulsasi iktus kordis
tidak terlihat
2) Palpasi : Iktus kordis teraba di
ICS V linea midklavikula sinistra
3) Perkusi : Batas jantung kanan
pada ICS IV linea parasternal
dekstra, batas jantung kiri pada ICS
V linea midklavikula sinistra, batas
atas jantung pada ICS III linea

52
miklavikula sinistra.
4) Auskultasi : Bunyi jantung I >
bunyi jantung II regular, dijumpai
Gallop S3

Pemeriksaan laboratorium rutin Laboratorium


pada pasien diduga gagal jantung adalah Hb : 8,5
darah perifer lengkap (hemo-globin, Ht : 26,6
leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, Leukosit : 6920
laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, Eritrosit : 3,43
tes fungsi hati dan urinalisis. Trombosit : 217.000
Pemeriksaan tambahan lain natrium : 139 mmol/L
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Kalium : 5,10 mmol/L
Gangguan hematologis atau elektrolit Clorida : 115 mmol/L
yang bermakna jarang dijumpai pada Gula Darah Sewaktu : 111 mg/dl
pasien dengan gejala ringan sampai Ureum : 140 mg/dl
sedang yang belum diterapi, meskipun Kreatinin : 4,44 mg/dl
anemia ringan, hiponatremia,
hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal
sering dijumpai terutama pada pasien
dengan terapi menggunakan diuretik
dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin
Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone.

Tatalaksana
- Tirah baring
- Istirahat
- Pasang Kateter
- Pemberian oksigen
- O2 3-4L/i via NC
- Medikamentosa:
- IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/I
- Antibiotik Jika ada infeksi

53
sekunder - Inj. Furosemid 1 amp/8
jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
- Valsartan 1x80 mg
- Allopurinol 1x100 mg

BAB VI

KESIMPULAN

54
Berdasarkan anamnesa os mengalami sesak nafas sejak ± 1 minggu yang lalu.
Os mengeluhkan susah tidur dikarenakan sesak nafas yang terus menerus. Sesak
nafas sering dirasakan saat malam hari. Os juga mengeluhkan sesak nafas
semakin bertambah saat beraktifitas. Sesak nafas juga bertambah jika OS tidur
terlentang. Os memiliki riwayat hipertensi ± 2 tahun yang lalu dan riwayat minum
obat valsartan dijumpai, tetapi mengkonsumsi obat tidak teratur. Mencret tidak
dijumpai (-) dengan frekuensi BAB 1-2 x/hari, BAK Dalam batas normal. Batuk
dijumpai, tetapi tidak dijumpai dahak. Os mengeluhkan ±1 bulan ini, dijumpai
bengkak pada kedua kakinya, tetapi minimal. Os juga sering mengeluhkan pusing.
Mual tidak dijumpai (-), Muntah tidak dijumpai (-), demam tidak dijumpai (-),
RPK = tidak jelas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status internus dalam batas
normal kecuali pada palpasi paru didapatkan stem fremitus dada kanan dan kiri
menurun, perkusi paru didapatkan suara redup pada dada sebelah kanan dan kiri
serta pada auskultasi paru didapatkan suara ronki pada kedua lapangan paru..
Kelainan jantung, dijumpai bising jantung yaitu Gallop S3. Kelainan paru pada
umumnya terletak didaerah lobus superior,terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior. Hal ini mengarahkan pada diagnosis
Congestive Heart Failure Adanya bunyi redup pada perkusi menandakan
terdapatnya cairan pada paru, semakin banyak cairan maka bunyi yang
ditimbulkan akan semakin redup bahkan pekak. Vesikuler melemah juga
menandakan adanya cairan. Pada leher dijumpai peningkatan tekanan vena jugular
yaitu R + 4cm H2O. Dan pada ekstremitas dijumpai oedem minimal pada kedua
tungkai kaki. Pada mata dijumpai anemis pada kedua konjungtiva palpebra
inferior.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, M.. 2010. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC


2. Pradila, Ade, Haryadi . 2016. Penatalaksanaan Gagal Jantung NYHA II
disertai Pleura pneumonia pada Laki-laki Usia 38 Tahun. Universitas
Lampung
3. Fachrunnisa, Sofiana N. , Arneliwati. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien Congestive Heart Failure. Universitas
Riau
4. Ekky M., Frans E. Wantania . 2015. Hubungan Kadar Hematokrit Dengan
Kelas NYHA Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Obesitas Sentral Yang
Dirawat Jalan Dan Dirawat Inap Di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou. Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
5. Aru, W. 2012 . Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

56

Anda mungkin juga menyukai