PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG
1.
dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan
kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12
cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau
200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan.
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium
dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam, atrium dikenal dengan
serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena
rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel
mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai
lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh
sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel
dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter- ventrikulorum).
Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung berhubungan satu
sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler.
Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler
(katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral)
sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid.
2.
Katup-Katup Jantung
antara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan
keduanya yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel
kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral/ bikuspid.
Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan
tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.
Katup Trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila
katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju
ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran
darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi
ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun
katup.
Katup pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel
kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang
menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan
jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat
katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila
ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi,
sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju
arteri pulmonalis.
Katup bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri
menuju ventrikel kiri.. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga
darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup
pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk
kembali kedalam ventrikel kiri.
Jantung adalah salah satu organ tubuh yang vital. Jantung kiri
berfungsi memompa darah bersih (kaya oksigen/zat asam) ke seluruh
tubuh, sedangkan jantung kanan menampung darah kotor (rendah
II.2
Epidemiologi
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa
penyakit. Sindrom gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang
buruk.
Prevalensi CHF adalah tergantung umur/age-dependent. Menurut
penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak
tajam pada usia 75 84 tahun. Dengan semakin meningkatnya angka harapan
hidup, akan didapati prevalensi dari CHF yang meningkat juga. Hal ini
dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai hipertensi akan
mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya angka
keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan
meningkatnya jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
Angka kejadian PJPD (Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah) di
Amerika Serikat pada tahun 1996 dilaporkan hampir mencapai 60 juta
penderita, ternyata dari 5 orang Amerika 1 diantaranya menderita PJPD.
Macam-macam PJPD di negeri itu dapat dilihat pada tabel 1. Tekanan darah
tinggi paling sering dijumpai, disusul dengan Penyakit Jantung Koroner dan
Stroke. Gagal Jantung Kongestif merupakan komplikasi Tekanan Darah Tinggi
yang tak terkontrol dengan baik, atau PJK yang luas, cukup sering ditemukan.
II.3.
DEFINISI
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung.
Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik,
gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan
ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.2
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut,
gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis.
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam
pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara
lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson
dan NYHA.2
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut,
dengan pembagian:
paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik
_ 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis)
II.4.
ETIOLOGI
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang
bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung
Konsumsi
kardiomiopati
dilatasi
alkohol
yang
(penyakit
berlebihan
otot
jantung
dapat
menyebabkan
alkoholik).
Alkohol
II.5.
PATOFISIOLIGI
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi
gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf
simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi
sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya
penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (system
RAA) serta kadar asopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.6,7
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila
hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi
II
plasma
dan
aldosteron.
Angiotensin
II
merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang
merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat
tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan
menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.
Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung.6,7
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama
yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada
ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada
penderita gagal jantung.2,6
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan
merupakan
peptide
vasokonstriktor
yang
poten
menyebabkan
efek
Telah
dikembangkan
endotelin-1
antagonis
sebagai
obat
(dispnea pada aktivitas fisik) adalah gejala umum dan relatif dini. Individu ini
dapat mengeluh sesak napas bila berjalan atau setelah makan banyak.
Ketidakmampuan bernapas dalam posisi telentang disebut ortopnea. Pada
gagaljantung kiri kronis, edema pulmonal interstisial dan alveolar mungkin ada
setiap waktu; posisi duduk tegak dipilih sehingga cairan turun ke dasar paru,
yang membuat bernapas lebih mudah.
II.5.2. Gagal jantung kanan.
Gagal jantung kanan terjadi bila curah ventrikel kanan kurang dari
masukan dan sirkulasi vena sistemik. Sebagai akibatnya, sirkulasi vena sistemik
terbendung, dan curah ke paru-paru menurun. Penyebab utama adalah gagal
jantung kiri, yang menyebabkan tekanan pulmoner naik, sehingga ventrikel
kanan bertambah bebannya. Tanda dan gejala dari gagal jantung kanan
dikarakteristikkan oleh edema dependen dan pitting dapat dilihat pada sternum
atau sakrum pada individu yang berbaring serta pada kaki dan tungkai individu
yang duduk. Pembesaran limpa dan hati dapat menyebabkan tekanan pada
organ sekitar, keterlibatan pemapasan, dan disfungsi organ. Asites juga terjadi
bila gagal jantung kanan berat dan dapat menyebabkan restriksi pemapasan dan
tekanan abdomen. Efusi pleural juga dapat terlihat karena peningkatan tekanan
kapiler distensi vena jugularis terjadi dan dapat diukur di tempat tidur.
Pada gagal jantung murni (tidak dicetuskan oleh gagaljantung kiri), gejala
pulmonal minimal sampai tidak ada. Edema perifer mungkin masif dan secara
bertahap mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh, suatu kondisi yang disebut
anasarka.
II.6.
MANIFESTASI KLINIS
kiri, biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah,
hepatomegali, lunak dan nyeri bila ditekan; edema pada vena perifer (vena
jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat
badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut
membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi :
dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadangkadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi
dan oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya
seperti keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi
gangguan fungsi bilik jantung yang berat, maka dapat ditemukan pulsus
alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik.
Tempat kongestif tergantung dari ventrikal yang terlibat :
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Keterangan :
Gambar 1
: Jantung normal
Gambar 2
Dinding-dinding
jantung
menebal,
II.7.
PEMERIKSAAN FISIK
Merupakan prosedur untuk memperoleh data, mengetahui tubuh dan
Berat badan
Tinggi badan
Bentuk keseluruhan
Tekstur kulit
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengambilan anamnesis, perhatikan
kepala, leher, torso badan, ekstremitas kiri dan kanan.
II.7.2. Kerangka pemeriksaan fisik system kardiovaskuler
a. Pada waktu anamnesa, perhatikan wajah pasien, apakah terlihat cemas,
tertekan, sesak napas atau tanda-tanda khas penyakit tertentu.
b. Periksalah tangan pasien, apakah terasa hangat, berkeringat atau
cyanosis
perifer;
periksalah
adanya
clubbing
atau
splinter
k. Perkusi dan auskultasi dada di depan dan belakang, carilah apakah ada
efusi pleura. Dengarkan, apakah ada krepitasi pada dasar paru.
II.8.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan
tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,
hepatomegali, edema tungkai.8-10
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis
adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi,
pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi
paru.2,11,12
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran
siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena
pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal
lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan
garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg
didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya
udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral,
tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.8,10
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada
hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal
dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch
block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai
penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.8
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat
berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran
obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah
bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan
fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark
miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat
mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui
adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.8
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia
sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit
dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya
kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional,
karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang
berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui
adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila
terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting
enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat
terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa
suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada
gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACEinhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes
fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti
hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal
jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah
300 pg/ml.2,8,12-14
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat
mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan
diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan
pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat
mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui
tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui
tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis)
serta pulmonary artery capillary wedge pressure.8,15
II.10. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
penderita
dengan
gagal
jantung
meliputi
(carvedilol,
bisoprolol,
metoprolol),
digoxin,
spironolakton,
excess
menunjukkan
perfusi
jaringan,
semakin
rendah
loop
diuretik
intravena
seperti
furosemid
akan
stroke
volume
karena
berkurangnya
afterload.
Dosis
II.11. Prognosis
Ad vitam
: dubia ad malam.
Ad functionam
: dubia ad malam.
Ad sanationam
: dubia ad malam
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gagal jantung merupakan tahap akhir penyakit jantung
yang dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas
dan
DAFTAR PUSTAKA
1. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the
pharmacological management of chronic heart failure. European Heart
Journal Supplements 2005;7 (Supplement J):J15-J20.
2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata
S. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
3. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and
epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.
4. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology.
BMJ 2000;320:104-7.
5. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic,
and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive
guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker;
2005.p.137-56.
6. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH.ABC of heart failure:
pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.
7. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart
failure. In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to
diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.
8. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation.
BMJ 2000;320:297-300
9. Hobbs FDR, Davis RC, Lip GYH. ABC of heart failure: heart failure
in general practice. BMJ 2000;320:626-9.
10. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart
failure full text the task force on acute heart failure of the european
society of cardiology. Eur Heart J 2005.
11. Senni M, Tribouilloy CM, Rodeheffer RJ, Jacobsen SJ, Evans JM,
Bailey KR, Redfield NM. Congestive heart failure in the community
trends in incidence and survival in 10-year period. Arch Intern Med
1999;159:29-34.
12. Watson RDS, Gibbs CR, Lip GY H. ABC of heart failure: clinical
features and complications. BMJ 2000;320:236-9.
13. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure
in the older patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: 49- 62.
14. Abraham WT, Scarpinato L. Higher expectations for management of
heart failure: current recommendations. J Am Board Fam Pract
2002;15:39-49.
15. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW,
editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and
treatment. New York: Marcel Dekker;2005.p.449-65.
16. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug
management. BMJ 2000;320:366-9.
17. Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH.ABC of heart failure: acute
and chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.
18. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: management:
diuretics, ACE inhibitors, and nitrates. BMJ 2000;320:428-31.
19. Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure Management:
digoxin and other inotropes, _ blockers, and antiarrhythmic and
antithrombotic treatment. BMJ 2000;320:495-8.