Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULAAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

CONGESTIF HEART FAILURE

Disusun oleh :
Mochammad Dwi Mayhendra
433131490120022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG

JL. PANGKAL PERJUANGAN KM. 1 BY PASS KARAWANG 41316

TAHUN 2020
CONGESTIVE HEART FAILURE

A. Konsep Anatomi Fisiologi


1. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan
tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah
dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang,
2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya
dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan
kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum
(Smeltzer & Bare, 2013).
Gambar 1. Anatomi Jantung

Batas-batas jantung:
a. Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)
b. Kiri : ujung ventrikel kiri
c. Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri
d. Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis
e. Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang
diafragma sampai apeks jantung
f. Superior : apendiks atrium kiri
Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup
yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah
tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup
trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup
pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup mitral
yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di
antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu
leaflet anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet).

Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus
jantung. Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya
sedikit menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik
dan servikal atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung
tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai
tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal
dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks
atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan
interventrikuler posterior. Pada 85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri
posterior desenden/ posterior decendens artery (PDA) disebut dominan kanan.
Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi
arteri anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD) interventrikuler dan
sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan.


Sinus koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara
morfologi berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah
atrioventrikuler (Rosdahl & Kowalski, 2014).
2. Fisiologi Jantung
Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait fungsinya
sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan
kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa
kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri
berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi
yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang berkesinambungan
dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi kelangsungan
hidupnya.

Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung.
Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi
vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung
sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid
menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.

Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di


paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini
kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium
kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya
dipompakan ke aorta. Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel
kiri, dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi
maksimal, ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri
akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat
ventrikel terisi darah. Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah
diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan
kedua ventrikel (Rosdahl & Kowalski, 2014).
B. Konsep Dasar Congestive Heart Failure
1. Pengertian Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah suatu kondisi fisiologis ketika jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(ditentukan sebagai konsumsi oksigen) (Black & Hawks, 2014).

Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah


ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal jantung kongestif sering
digunakan apabila terjadi gagal jantung pada sisi kiri dan sisi kanan (Smeltzer
& Bare, 2013).

Sedangkan menurut Rosdahi & Kowalski (2017) gagal jantung kongestif (CHF)
juga dikenal sebagai gagal jantung, dekompensasi jantung, insufiensi jantung
dan inkompetensi jantung, berarti bahwa jantung gagal dan tidak dapat
melaksanakan tugasnya karena jantung kehilangan efisiensi pompanya. Hal ini
disebut dekompensasi. CHF (Congestive Heart Failure) merupakan suatu
sindrom atau sekelompok gejala yang mempengaruhi individu dengan cara
berbeda dan pada tingkat yang berbeda. Jantung akan tetap mencoba
menyesuaikan terhadap tuntunan yang diberikan pada jantung. Hal ini disebut
kompensasi.

Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa gagal jantung kongestif atau
Congestive Heart Faiclure (CHF) merupakan kondisi dimana jantung gagal
melakukan tugasnya untuk memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.

2. Fisiologi
Kerja pompa mekanik otot jantung mendorong darah untuk dikirim ke sistem
pembuluh paru dan sistemik untuk sinergi dan pengiriman jaringan. Curah
jantung (cardiac output) adalah jumlah darah yang di pompakan ventrikel
dalam 1 menit. Curah jantung secara normal diatur oleh kebutuhan oksigen
tubuh, pada saat kebutuhan oksigen meningkat curah jantung akan meningkat
untuk mempertahankan fungsi selular. Curah jantung merupakan hasil dari
frekuensi jantung dan volume sekuncup. Frekuensi jantung mempengaruhi
curah jantung untuk mengendalikan jumlah kontraktilitas ventrikel permenit.
Sedangkan volume sekuncup adalah volume darah yang dikeluarkan setiap kali
denyut jantung yang di tentukan oleh preload, afterload, dan kontraktilitas
miokardium. Preload adalah volume darah dalam ventrikel pada diastol akhir
(sebelum kontraksi). Volume diastolik akhir bergantung pada jumlah darah
kembali ke ventrikel (aliran balik vena) dan daya distensi atau kekakuan
ventrikel (komplians). Afterload adalah tenaga yang diperlukan untuk
mengeluarkan darah ke dalam sirkulasi. Sedangkan kontaktilitas adalah
kemampuan alamiah serabut otot jantung untuk memendek selama sistol
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2018).

3. Klasifikasi Fungsional Gagal Jantung


Gagal jantung diklasifikasikan menurut gejala dan intensitas gejala, seperti
gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. Gagal jantung akut merupakan
gagal jantung yang timbul mendadak yang disebabkan oleh penurunan
mendadak fungsi jantung dan tanda penurunan curah jantung. Sedangkan gagal
jantung kronik merupakan perburukan progresif otot jantung akibat
kardiomipati, penyakit valvular atau CHD (LeMone et al., 2018).

Gagal jantung juga dapat diklasifikasikan menurut letaknya:


a. Gagal jantung kiri
Gagal janutng kiri merupakan kegagalan ventrikel untuk mengisi atau
mengosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi
disfungsi sistolik dan diastolik (Nurarif & Kusuma, 2015). Ketika fungsi
ventrikel gagal maka curah jantung akan turun. Tekanan dalam ventrikel
dan atrium kanan akan meningkat ketika jumlah darah di ventrikel
meningkat setelah diastol. Peningkatan tekanan menggangu pengisian yang
akan menyebabkan bendungan dan tekanan dalam sistem vakuler. Pada
kondisi peningkatan tekanan dalam sistem tekanan-rendah yang normal
akan meningkatkan perpindahan cairan dari pembuluh darah menuju
jaringan interstisial dan alveolus (LeMone et al., 2018).

b. Gagal jantung kanan


Merupakan kegagalan ventrikel kanan untuk memompa secara adekuat.
Gagal jantung kanan sering terjadi karena disebabkan gagal jantung kiri,
penyakit paru, dan hipertensi pulmonary primer (Nurarif & Kusuma, 2015).

Menurut New York Heart Association (NYHA) gagal jantung dapat


diklasifikasikan dalam 4 tingkat menurut fungsinya (Nurarif & Kusuma, 2015):
a. Tingkat I
Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan keletihan dan dyspnea.
b. Tingkat II
Sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas fisik
biasa menyebabkan keletihan atau dyspnea.
c. Tingkat III
Keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala bahkan terjadi saat
istirahat dan jika melakukan aktivitas fisik gejala meningkat.
d. Tingkat IV
Tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi pada
saat istirahat dan jika melakukan aktivitas fisik gejala meningkat.

4. Etiologi
Gagal jantung disebabkan oleh kondisi yang melemahkan dan merusak
miokardium. Gagal jantung juga dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari
jantung (seperti penyakit dan dan faktor intrinsik jantung) atau dari faktor
eksternal yang menyebabkan kebutuhan yang berlebihan dari jantung (Black &
Hawks, 2014). Gagal jantung kongestif dikarenakan beban yang berlebihan
pada jantung. Hal ini disebabkan oleh miokardinfark, infeksi pada katup atau
pada otot jantung, penyakit pembuluh darah, hipertensi, insufisiensi ginjal,
defek kongenital, hipertiroidisme (yang menyebabkan kerja jantung menjadi
cepat), kardiomiopati, atau demam rematik (yang merusak katup jantung)
(Rosdahl & Kowalski, 2017).

Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2013) mengatakan bahwa penyebab dari
terjadinya gagal jantung kongestif dikarenakan:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
karena hal itu dapat menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung.
Kondisi yang mendasari terjadinya kelainan fungsi otot jantung seperti
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau
inflamasi.

b. Aterosklerosis koroner
Atrerosklerosis koronern dapat mengakibatkan disfungsi pada miokardium
karena aliran darah ke otot jantung menjadi terganggu. Infark miokardium
(kematian sel pada jantung) biasanya mendahului sebelum terjadinya gagal
jantung.

c. Hipertensi sistemik atau pulmonal


Peningkatan afterload meningkatkan beban kerja pada jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek hipertrofi
miokard dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi pada kondisi yang tidak tetap
hipertrofi otot jantung tersebut tidak dapat berfungsi secara normal dan
akhirnya akan terjadi gagal jantung.

d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif


Kondisi ini dapat lansung merusak pada serabut jantung sehingga
menyebabkan kontraktilitas pada jantung menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung juga dapat terjadi karena diakibatkan oleh penyakit jantung
lain, walau pada kondisi tersebut tidak lansung mempengaruhi janutung.
Mekanisme yang biasanya terjadi mencangkup gangguan aliran darah
melalui jantung (seperti stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (seperti tamponade perikardium, perikarditas
konstriktif dan stenosis kapa katup AV) dan pengosongan jantung yang
abnormal (seperti insufiensi katup AV). Peningkatan mendadak pada
afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat mengakibatkan
gagal jantung meski tidak terjadi hipertrofi miokardial.

f. Faktor sistemik
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misal demam,
tiroksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.

5. Patofisiologi
Penurunan curah jantung disebabkan oleh gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Apabila mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai gagal, maka
volume sekuncup yang akan menyesuaikan untuk mempertahankan curah
jantung. Pada kondisi gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
yang normal dapat dipertahankan. Jumlah darah yang dipompa setiap kontraksi
tergantung dari tiga faktor, yaitu preload, kontraktilitas, dan afterload
(Smeltzer & Bare, 2013).

Dilatasi ventrikel atau pemanjangan serabut otot akan meningkatkan volume di


ruang jantung. Dilatasi akan menyebabkan peningkatan preload dan curah
jantung karena otot jantung yang teregang akan berkontraksi lebih kuat. Dilatasi
memiliki keterbatasan sebagai mekanisme koping. Serabut otot yang
diregangkan melebihi titik tertentu akan menjadi tidak efektif, dan jantung yang
berdilatasi akan membutuhkan lebih banyak oksigen. Sehingga, jantung yang
mengalami dilatasi dengan aliran darah yang normal akan mengalami
kekurangan oksigen (Black & Hawks, 2014).

PATHWAY
Hipertensi

Peningkatan
afterload

Beban jantung
meningkat

Hipertropi serabut
otot jantung

Mekanisme
kompensasi

Peningkatan
kontraktilitas

Gagal jantung

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

Kegagalan Darah kembali ke


memompa darah ke atrium
sistemik

Jantung kanan
Hipoksia Penumpukan darah hipertropi
di anasarka dan paru

Kontraktilitas Tekanan pulmonal Darah terkumpul di


Perpindahan cairan meningkat sistem perifer
jantung menurun dari intrasel ke
interstistial
Penurunan curah Edema paru Volume darah
jantung dalam sirkulasi
Hypervolemia
meningkat

Metabolism anaerob Ekspansi paru Perfusi perifer


menurun tidak efektif

ATP menurun
Timbul pada malam Sesak nafas
hari
Fatique
Pola nafas tidak
Gangguan pola efektif
tidur
Intoleransi
aktivitas

6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada gagal jantung akan berbeda tergantung
bagian jantung yang mengalami masalah.
a. Gagal jantung kiri
Pada gagal jantung kiri akan terjadi kongesti paru, karena ventrikel kiri
tidak dapat memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan yang
terjadi dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Manifestasi yang akan muncul akibat hal tersebut meliputi dyspnea,
orthopnu, proxismal noktunal dyspnea, batuk, mudah lelah, denyut jantung
cepat (takikardi) dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan
(Smeltzer & Bare, 2013).

b. Gagal jantung kanan


Terjadinya penurunan fungsi ventrikel kanan akan menyebabkan edema
perifer dan kongesti vena pada organ. Pembesaran hati (hepatomegali) dan
nyeri abdomen dapat terjadi ketika hati mengalami bendungan atau
terbentug dengan darah vena (Black & Hawks, 2014)
Pada kondisi ventikel kanan mengalami kegagalan akan terjadi kongesti
visera dan jaringan perifer. Yang diakibatkan sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah yang adekuat sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan darah yang normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi yang akan muncul meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen) yang biasanya merupakan pitting edema, peningkatan berat
badan, hepatomegali (pembesaran hati), distensi vena leher, asites,
anoreksia dan mual, nokturia (rasa ingin kencing di malam hari), dan lemah
(Smeltzer & Bare, 2013).

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi penyakit jantung seperti:
a. Elektrokardiogram (EKG)
Ekeltrokardiogram merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui aktivitas listrik jantung yang disadap dari berbagai sudut pada
permukaan kulit (Smeltzer & Bare, 2013).

b. Pemeriksaan sinar X
Pemeriksaan sinar X dilakukan untuk mengetahui ukuran kontur dan posisi
jantung (Smeltzer & Bare, 2013).

c. Angiografi
Angiografi merupakan suatu teknik memasukan media kontras kedalam
sistem pembuluh darah untuk menggambarkan jantung dan pembuluh darah
(Smeltzer & Bare, 2013).

d. Pemantauan hemodinamik
Pemantauan hemodinamik merupakan pemeriksaan yang menggunakan
kateter invasif yang diletakan dalam sistem vaskuler pasien untuk
memantau fungsi jantung. Kateter pemantau spesifik yang akan dipasang
berupa kateter tekanan vena sentral (CVP), kateter tekanan arteri pulmonal,
dan kateter tekanan arteri sistemik (Smeltzer & Bare, 2013).
e. Uji fungsi pulmonal
Uji fungsi pulmonal dilakukan untuk mengkaji fungsi pernafasan dan untuk
mendeteksi keluasan abnormalitas. Uji ini mencangkup pengukuran volume
paru, fungsi ventilatori, dan mekanisme pernafasan, difusi dan pertukaran
gas (Smeltzer & Bare, 2013)

f. Pemeriksaan gas darah arteri


Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan untuk menangani pasien dengan
masalah pernafasan dan untuk mengetahui dosis oksigen yang akan
diberikan. Gas darah didapatkan melalui fungsi arteri radialis, brakialis,
femoralis, atau melalui kateter arteri indwelling (Smeltzer & Bare, 2013).

g. Oksimetri nadi
Okseimetri nadi adalah pemantauan non invasif secara kotinu terhadap
saturasi oksigen hemoglobin (SaO2). Oksimetri nadi merupakan cara yang
efektif untuk mengetahui perubahan saturasi oksigen yang kecil dan
mendadak (Smeltzer & Bare, 2013). Oksimetri nadi menghasilkan
pengukuran saturasi oksigen pada hemoglobin fungsional dalam darah,
yang di tampilkan dalam presentase. Alat yang dapat digunakan untuk
mengukur oksimetri nadi disebut okstimetri nadi atau transduser. Sensor
yang ada dalam alat tersebut akan diletakan pada jari tangan, jari kaki, atau
lobus telinga (Rosdahl & Kowalski, 2014).

8. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah dukungan
istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung, meningkatkan kekuatan dan
efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis, dan
menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik dan
istirahat (Smeltzer & Bare, 2013).
a. Terapi farmakologi
1) Diuretik
Diuretik diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Jadwal pemberian obat ditentukan oleh berat badan pasien,
temuan fisik dan gejala. (Smeltzer & Bare, 2013). Diuretik juga dapat
menurunkan preload dan afterload. Contoh obat diuretik antara lain
klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon, lasix, bumex, amilorid, dan
sebagainya. (Hurst, 2016).

2) Inhibator enzim pengubah angiotensin (ACE)


Jenis obat ini akan menekan sistem renin-angiotensin-aldosteron dan
menghambat ACE, yang mencegah pengubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II (vasokontrikto yang kuat). Inhibator enzim dapat bekerja
sebagai antihipertensi karena akan terjadi vasodilatasi sistemik untuk
menurunkan preload dan afterload pada gagal jantung. Contoh dari obat
inhibator enzim antara lain enalapril, fosinopril, lisinopril, dan
sebagainya (Hurst, 2016).

3) Glikosida digitalis
Digitalis dapat meningkatkan kekuatan otot kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Pemberian obat ini dapat
memimbulkan efek seperti peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang
mengeluarkan cairan dan mengurangi edema. (Smeltzer & Bare, 2013b).
Contoh dari obat digitalis adalah digoksin obat ini digunakan pada
kegagalan jantung simtomatik pada tahap akhir dengan perubahan
struktural (Hurst, 2016).

4) Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfer lingkungan. Tujuan dari
terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat
dalam darah untuk menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress
pada miokardium. Trasnpor oksigen ke jaringan dapat di pengaruhi oleh
faktor-faktor seperti curah jantung, kandungan oksigen arteri,
konsentrasi hemoglobin yang ade kuat, dan kebutuhan metabolik
(Smeltzer & Bare, 2013).

b. Non farmakologi
1) Diet natrium
Pembatasan natrium diberikan pada pasein gagal jantung kongestif
untuk mencegah, megatur, dan mengurangi edema. Sumber utama
natrium terdapat pada garam, selain itu pasien yang diet natrium harus
menghindari obat-obatan tanpa resep dokter, seperti antasida, sirup obat
batuk, pencahar, dan penenang (Smeltzer & Bare, 2013).

2) Istirahat
Istirahat diberikan untuk meningkatkan diuresis, memperlambat denyut
jantung, dan mengurangi sesak (Black & Hawks, 2014).

3) Latihan nafas dalam


Latihan nafas dalam di indikasikan untuk pasien dengan dyspnea.
Latihan ini akan meningkatkan inflasi alveoli secara maksimal,
menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna,
melambatkan frekuensi pernafasan, dan mengurangi kerja bernafas
(Smeltzer & Bare, 2013).

4) Posisi semi fowler


Posisi semi fowler merupakan posisi pilihan untuk orang yang
mengalami kesulitan pernafasan dan untuk orang yang mengalami
masalah jantung. Posisi semi fowler dapat membantu paru untuk
mengembang dan tekanan abdomen pada diafragma (Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2010).
9. Komplikasi
Mekanisme kompensasi yang dimulai pada gagal jantung dapat menyebabkan
komplikasi pada sistem tubuh yang lainya, seperti (LeMone et al., 2018):
a. Edema paru
Edema paru adalah akumulasi cairan abnormal dalam jaringan intersisial
dan alveoli paru. Sedangkan edema paru kardiogenik merupakan tanda
dekompensasi jantung berat.
b. Angina pektoris
Angina pektoris adalah nyeri dada yang terjadi akibat adanya penurunan
aliran darah koroner, yang menyebabkan keseimbangan temporer antara
suplai dan kebutuhan darah miokardium.
c. Disritmia
Disritmia jantung adalah gangguan atau ketidakaturan pada sistem listrik
jantung. Disritmia juga dapat terjadi karena trauma dan syok elektrik.
d. Syok kardiogenik
Syok kardiogenok adalah ketika kemampuan pompa jantung terganggu dan
pada kondisi yang tidak dapat mempertahankan curah jantung dan perfusi
jantung yang adekuat.
e. Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbon dioksida dalam darah akibat dari fungsi paru-paru yang
buruk atau pernafasan yang lambat (Dosen Keperawatan Medikal Bedah
Indonesia, 2017).
f. Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS)
Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS) merupakan bentuk berat
gagal nafas akut yang terjadi sebagai respons terhadap pulmonal atau
sistemik (Lemone, Burke, & Bauldoff, 2018).

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Penyakit atau kondisi yang dapat mencetuskan gagal jantung
2) Dispnea atau dispnea noktunal paroksimal
3) Edema perifer
4) Keletihan
5) Kelemahan
6) Insomnia
7) Anoreksia
8) Mual
9) Abdomen terasa penuh (terutama pada gagal jantung kanan)
10) Penyalahgunaan zat (alkohol, obat, tembakau)

b. Temuan Pemeriksaan Fisik


1) Batuk bersputum
2) Sianosis pada bibir dan dasar kuku
3) Kulit pucat, dingin, dan basah
4) Diaforesis
5) Distensi vena jugularis
6) Asites
7) Takikardi
8) Pulsus alternans
9) Hepatomegali, dan kemungkinan splenmegali
10) Penurunan tekanan darah
11) Bunyi jantung S3 dan S3
12) Crackles lembap dan bibasilar, ronkhi, dan mengi ekspiratori
13) penurunan oksimetri nadi
14) edema perifer
15) penurunan haluaran urine

c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
a) Immunoassay peptisida natriuretik tipe B meningkat
2) Pemcitraan
a) Foto thoraks menunjukan peningkatan tanda pulmoner, edema
intertisial, atau efusi pleura dan kardiomegali
3) Prodesur diagnostik
a) Elektrokardiografi memperlihatkan regangan atau pembesaran atau
iskemia jantung. Pemeriksaan ini juga dapat memperlihatkan
pembesaran atrium, takikardi, ekstrasistole, atau fibrilasi atrial
b) Pemantauan tekanan arteri pulmonal biasanya menunjukan
peningkatan arteri pulmonal dan tekanan baji arteri pulmoner,
tekanan akhir diastole ventrikel kiri pada gagal jantung kiri, dan
peningkatakn atrium kanan atau vena sentral pada gagal jantung
kanan (Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia, 2017).

2. Diagnosa Dan Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

Perawatan jantung ( I.02075 )


1 Penurunan curah Curah Jantung (L.02008)
Tindakan
jantung 1. Kekuatan nadi perifer
Observasi
2. Palpasi
a. Identifikasi tanda dan gejala primer
penurunan curah jantung ( meliputi
3. Bradikardi
dyspnea,
4. Takikardi
kelelahan,edema,ortopnea,paroxysmal
5. Gambaran EKG aritmia
nocturnal dyspnea, peningkatan CVP )
6. Lelah
b. Identifikasi tanda gejala sekunder
7. Edema
penurunan curah jantung ( Meliputi
8. Distensi vena jugularis
peningkatan berat badan,
9. Dipsnea
hepatomegaly,distensi vena jugularis,
10. Oliguria
palpitasi,ronkhi basah, oliguria, batuk,
11. Pucat/sianosis
kulit pucat )
12. Paroxymal nocturnal
c. Monitor tekanan darah ( termasuk
dipsnea (PND)
Tekanan darah ortostatik jika perlu )
13. Ortopnea
d. Monitor intake dan out put cairan
14. Batuk
e. Monitor berat badan setiap hari pada
15. Suara jantung S3
waktu yang sama
16. Suara jantung S4
f. Monitor saturasi oksigen
17. Murmur jantung
g. Monitor keluhan nyeri dada ( Mis.
18. Tekanan darah
Intensitas,
19. Capillary Refill Time
lokasi,radiasi,durasi,presivitasi yang
(CRT)
mengurangi nyeri )
h. Monitor EKG 12 sedapan
i. Monitor aritmia ( Kelainan irama dan
frekuensi )
j. Monitor nilai laboratorium jantung
( mis. Elektrolit, enzim
jantung,BNP,NT pro-BNP)
k. Monitor alat fungsi jantung
l. Periksa tekanan darah dan frekuensi
nadi sebelum dan sesudah aktifitas
m. Periksa tekanan darah dan frekuensi
sebelum pemberian obat
Terafeutik
a. Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki kebawah atau posisi
nyaman
b. Berikan deit jantung yang sesuai ( mis.
Batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan tinggi lemak )
c. Gunakan stocking elastis atau
pneumatic intermitten sesuai indikasi
d. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
e. Berikan terapi relaksasi unguk
mengurangi stress jika perlu
f. Berikan dukungan emosional dan
spiritual
g. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94
%
Edukasi
a. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi
b. Anjurkan beraktifitas secara bertahap
c. Anjurkan berhenti merokok
d. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
e. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan out put cairan harian
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiaritmia jika
perlu
b. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Manajemen Syok Kardiogenik (I.02051)


Tindakan
Observasi
a. Monitor status kardiopulmonal
(Frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
nafas, Td, MAP)
b. Monitor status oksigenasi ( Oksimetri
nadi, AGD)
c. Monitor Status cairan ( Masukan dan
keluaran, turgor kulit, CRT )
d. Monitor tingkat kesadaran dan respon
pupil
e. Periksa seluruh permukaan tubuh
terhadap adanya DOTS (Deformity /
Deformaties, Open Won / Luka terbuka,
tenderness/Nyeri teknan,
swelling/bengkak)
f. Monitor EKG 12 led
g. Monitor Rotgen Dada (Mis. Congesti
Paru, edema paru, pembesaran jantung)
h. Monitor enzim jantung (Mis. CK,
CKMB,Troponin)
i. Identifikasi penyebab masalah utama
(Mis. Volume, pompa atau irama)
Terapetik
a. Pertehankan jalan nafas paten
b. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
c. Persiapkan intubasi dan vertilisai
mekanis, jika perlu
d. Pasang jalur IV
e. Pasang kateter urin untuk mengetahui
produksi urine
f. Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung, jika perlu
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian inotropik (Mis.
Dobutamine), jika TDS 70 – 100
mmHg tanpa ditandai gejala syok
b. Kolaborasi pemberian Vasopresor (Mis.
Dopamine) , Jika TDS 70 - 100 mmHg
disertai tanda gejala syok
c. Kolaborasi pemebrian Vasopresor kuat
(Mis. Norepinprin), Jika TDS < 70
mmHg
d. Kolaborasi pemberian antiaritmia Jika
perlu
e. Kolaborasi pemberian intraorta jika
perlu
Pemantauan Respirasi (I.01014)
2 Gangguan pertukaran Pertukaran Gas
Tindakan:
gas (L.01003)
Observasi
1. Dispnea
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
2. Bunyi nafas tambahan
dan upaya nafas
3. Penglihatan kabur
b. Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
4. Diaforesis
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
5. Gelisah
cheynes-stokes, biot, ataksik)
6. Nafas cuping hidung
c. Monitor kemampuan batuk efektif
7. PCO2
d. Monitot adanya produksi sputum
8. PO2
e. Montor adanya sumbatan jalan nafas
9. Takikardi
f. Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
10. Sianosis
g. Auskultasi bunyi nafas
11. Pola nafas
h. Monitor saturasi oksigen
12. Warna kulit
i. Moniotr nilai AGD
j. Moniotr hasil X ray thoraks
Terapeutik
a. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Infomasikan hasil pemantauan
Terapi Oksigen (I.01026)
Tindakan
Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor alat oksigen secara periodic
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (Mis.
Oksimetri, AGD) jika perlu
e. Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan altelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
a. Bersihkan secret pada mulut, hidung
dan trachea jika perlu
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
d. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
e. Tetap berikan oksigen saat pasein
ditransportasi
f. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien

Edukasi
a. Ajarkan klien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktifitas dan/atau tidur
Perawatan Sirkulasi ( I.02079)
3 Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer (L.02011)
Tindakan
efektif 1. Kekutan nadi perifer
Observasi
2. Sensasi
a. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi
3. Warna kulit pucat
perifer, edema, pengisian kapiler,
4. Edema perifer
warna, suhu, anklebrachial indeks)
5. Nyeri ekstremitas
b. Identifikasi faktor resiko gangguan
6. Parastesia
sirkulasi (mis: diabetes, perokok, orang
7. Nekrosis
tua, hipertensi dan kadar kolesterol
8. Pengisian kapiler
tinggi)
9. Akral
c. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
10. Turgor kulit
bengkak pada ekstermitas
11. Tekanan darah sistolik
Terapeutik
12. Tekanan darah
a. Hindari pemasangan infus atau
diastolik
pengambilan darah di area keterbatasan
13. Tekanan arteri rata-rata
perfusi
14. Indeks ankle-brachial
b. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
c. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
d. Lakukan pencegahan infeksi
e. Lakukan perawatan kaki dan kuku
f. Lakukan hidrasi

Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok
b. Anjurkan berolahraga rutin
c. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
d. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
e. Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
f. Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
g. Anjurkan melakukan perawatan kulit
yang tepat (mis: melembabkan kulit
kering pada kaki)
h. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler

Terapi Oksigen (I.01026)


Tindakan
Observasi
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor alat oksigen secara periodic
dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (Mis.
Oksimetri, AGD) jika perlu
e. Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan altelektasis
h. Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
i. Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
a. Bersihkan secret pada mulut, hidung
dan trachea jika perlu
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
d. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
e. Tetap berikan oksigen saat pasein
ditransportasi
f. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
a. Ajarkan klien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktifitas dan/atau tidur
Hipervolemia (l.03114)
4 Hipervolemia Keseimbangan Cairan
Tindakan
(L.03020)
Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hipervolemia
(mis. Ortopnea, dispnea, edema,
1. Asupan cairan
JVP/CVP meningkat, refleks
2. Haluaran
hepatojugular positif, suara napas
3. Edema
tambahan).
4. Asites
b. Identifikasi penyebab hipervolemia
5. Tekanan darah
c. Monitos status hemodinamik (mis.
6. Denyut nadi radial
Frekuensi jantung, tekanan darah,
7. Tekanan arteri rata-rata
MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika
8. Turor kulit
tersedia.
9. Berat badan
d. Monitor intake dan output cairan.
e. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis.
Kadar nartium, BUN, hematokrit, berat
jenis urine).
f. Monitor tanda peningkatan tekanan
onkotik plasma (mis. Kadar protein,
dan albumin meningkat).
g. Monitor kecepatan infus secara ketat.
h. Monitor efek samping diuretik (mis.
Hipotensi, ortortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia).

Terapeutik
a. Timbang berat badan setiap hari pada
waktu yang sama.
b. Batasi asupan cairan dan garam.
c. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°.

Edukasi
a. Anjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5 ml/kg/jam dalam 6 jam.
b. Anjurkan melapor jika BB bertambah
>1 kg dalam sehari.
c. Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan.
d. Ajarkan cara membatasi cairan.

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian diuretik.
b. Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik.
c. Kolaborasi pemberian continuous renal
replacement therapy (CRRT), jika perlu

Pemantauan Cairan (I. 03121)


Tindakan :
Observasi :
a. monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. monitor frekuensi napas
c. monitor tekanan darah
d. monitor waktu pengisian kapiler
e. monitor elastisitas atau turgor kulit
f. monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
g. monitor kadar albumin dan protein
total
h. monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit,
natrium, kalium, BUN)
i. monitor intake dan output cairan
j. identifikasi tanda-tanda hipovolemi
(mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan darah menyempit, turgor kulit
menurun, membramukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi
urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
k. identifikasi tanda-tanda hipervolemia
(mis. Dyspnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojugular
positif, berat badan menurun dalam
waktu singkat)
l. identifikasi faktor resiko
ketidakseimbangan cairan (mis.
Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar,
aferesis, obstruksi intestinal,
peradangan pancreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi intestinal)

Terapeutik
a. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
b. dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
a. jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Manajemen Energi (I. 01025)


5 Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas
Tindakan
(L.05047)
Observasi
1. Frekuensi nadi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
2. Saturasi oksigen
yang mengakibatkan kelelahan
3. Kekuatan tubuh bagian
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
atas
c. Monitor pola dan jam tidur
4. Kekuatan tubuh bagian
d. Monitor lokasi dan ketidak nyamanan
bawah
selama melakukan aktifitas
5. Keluhan lelah
Terapeutik
6. Dispnea sebelum
a. Sediakan lingkungan nyaman dan
aktivitas
rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
7. Dispnea setelah
kunjungan)
aktivitas
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif
8. Perasaan lemah
dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah dan berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktifitas secara
bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

Dukungan ambulasi (I.06171)


Tindakan
Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi

Terapeutik
a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu (mis. Tongkat, kruk)
b. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,
jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi dini
c. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: Manajemen klinis
untuk hasil yang diharapkan. (A. Suslia, F. Ganiajri, P. P. Lestari, & R. W. A. Sari,
Eds.) (8th ed.). Jakarta: Elsevier.

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. (2017). Rencana asuhan keperawatan


medikal-bedah: diagnosa nanda-1 2015-2017 intervensu nic hasil noc. (D.
Yasmara, Nursiswati, & R. Arafat, Eds.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hurst, M. (2016). Belajar mudah keperawatan medikal-bedah, volume 1. (Q. Rahmah,


R. P. Wulandari, & M. T. Iskandar, Eds.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan: Konsep, proses, dan praktik. (E. Wahyuningsih, D. Yulianti, Y.
Yuningsih, & A. Lusyana, Eds.) (7th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Lemone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2018). Buku ajar keperawatan medikal
bedah: Gangguan respirasi (5th ed.). Penerbit Buku Kedokteran EGC.

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2018). Buku ajar keperawatan medikal
bedah: Gangguan kardiovaskular. (A. Linda, Ed.) (5th ed.). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan: Berdasarkan


diagnosa medis dan nanda nic-noc (2nd ed.). Yogyakarta: Penerbit Mediaction.

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku ajar: Keperawatan dasar volume 2.
(E. A. Mardella & D. Yulianti, Eds.) (10th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2017). Buku ajar keperawatan dasar. (E. A.
Mardella & D. Yulianti, Eds.) (10th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013a). Buku ajar: Keperawatan medikal-bedah


brunner & suddarth, volume 1. (M. Ester & E. Panggabean, Eds.) (8th ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013b). Buku ajar: Keperawatan medikal-bedah


brunner & suddarth, volume 2. (M. Ester, Ed.) (8th ed.). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia: Definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia: Definisi
dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia: Definisi
dan kriteria hasil keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai