Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PSIKOSOSIAL

DI PUSKESMAS HALMAHERA KOTA SEMARANG

Disusun oleh :
Nur Azizah Faelasufah
NIM P1337420918099

POLITEKKES KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2018
A. GANGGUAN CITRA TUBUH
Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara
sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk struktur, fungsi
keterbatasan, serta makna dan objek yang kontak secara terus-menerus (anting, make
up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik masa lalu maupun sekarang (Dalami dkk
dalam Fitria dkk., 2013).
Tanda dan Gejala:
1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi.
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
4. Persepsi negatif pada tubuh.
5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
6. Mengungkapkan keputusaaan.
7. Mengungkapkan ketakutan.

1. Citra yang mengalami distorsi, melihat diri sebagai gemuk, meskipun


pada keadaan berat badan normal atau angat kurus.
2. Penolakan bahwa adanya masalah dengan berat badan yang rendah.
3. Kesulitan menerima penguatan positif.
4. Kegagalan untuk mengambil tanggung jawab menurut diri sendiri.
5. Tidak berpartisipasi terhadap terapi.
6. Perilaku merusak diri sendiri, muntah yang dibuat sendiri;
penyalahgunaan obat-obatan pencahar dan diuretik, penolakan untuk makan.
7. Kontak mata hilang.
8. Alam peraaan yang tertekan dan pikiran-pikiran yang mencela diri sendiri
setelah episode dari pesta dan memicu perut.
9. Perenungan yang mendalam tentang penampilan diri dan bagaimana
orang-orang lain melihat diri mereka.
1. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan yang mungkin timbul (Fitria dkk, 2013):
a. Gangguan citra tubuh.
b. Koping individu tidak efektif.
c. Gangguan identitas personal.
d. Keputusasaan/ketidakberdayaan.
e. Harga diri rendah situaional.
Data yang perlu dikaji untuk masalah gangguan citra tubuh adalah sebagai berikut:
a. Data
Subjektif
Contoh:
“Saya tidak mau mendengarkan penjelasan perawat setelah payudara saya
dioperasi”
“Saya tidak mau menyentuh payudara saya sekarang”
“Payudara saya tidak bia berfungsi sediakala, saya malu.”
b. Data Objektif
1) Klien menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang telah
dioperasi.
2) Klien menolak penjelasan perubahan tubuh yang telah terjadi.
3) Klien berpersepsi negatif terhadap tubuhnya.

2. Rencana Tindakan Keperawatan (Fitria dkk, 2013)


Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
Gangguan citra Tujuan Jangka Panjang : 1. Membina hubungan
tubuh Klien menerima apa adanya perawat klien secara
perubahan tubuhnya secara terapeutik
positif. 2. Berikan pendidikan
kesehatan sesuai dengan
Tujuan Jangka Pendek : kebutuhan klien
1. Meningkatkan 3. Dorong klien untuk
keterbukaan dan rasa merawat diri dan berperan
saling percaya dalam proses keperawatan
2. Melibatkan peran secara bertahap dan berlanjut
serta klien sesuai dengan 4. Tingkatkan peran serta
kemampuan yang kelompok sesama klien yang
dimiliki memiliki masalah sama
3. Mengidentifiksi namum telah menyelesaikan
perubahan citra tubuh masalahnya dengan baik
4. Menerima perasaan 5. Tingkatkan dukungan
dan pikirannya keluarga klien terutama
5. Menetapkan masalah pasangan klien
yang dihadapinya 6. Bantu klien memutuskan
6. Mengidentifkasi alternative tindakan yang
kemampuan koping dan dapat mengurangi seminimal
sumber pendukung lain mungkin perubahan citra
7. Melakukan tindakan
tubuh
yang dapat 7. Lakukan rehablitasi
mengembangkan bertahap untuk beradaptasi
integritas diri terhadap perubahan.

B. KECEMASAN (ANSIETAS)
Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons(sumber seringkali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu); suatu perasaan takut akan terjadi sesuatu
yang diebabkan oleh antisipasi bahaya. Hal ini merupakan sinyal yang menyadarkan
bahwa peringatan tentang bahaya yang akan datang dan memperkuat individu dengan
mengambil tindakan menghadapi ancaman (NANDA, 2009, dalam Fitria dkk, 2013)
1. Tingkatan Ansietas
Tingkat ansietas menurut Stuart dan Sundeen (2007) adalah sebagai berikut (Fitria
dkk, 2013):
a. Ansietas Ringan.
Tingkat ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Ansietas Sedang
Tingkat sedang memungkinkan seeorang untuk memusatkan pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c. Ansietas Berat
Tingkat berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada suatu yang terinci, spesifik, dan tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada area lain.
d. Tingkat Panik
Tingkat ini berhubungan degan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian
terpecah dari proporsinya, tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi
peningkatkan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan
dengan orang lain, persepsi menyimpang, dan kehilangan pemikiran rasional.
Secara praktis kita dapat membedakan tingkatan ansietas ini dalam
kehidupan sehari-hari seperti berikut ini (Fitria dkk, 2013):
e. Tingkat Ringan
Seseorang yang menghadapi suatu masalah mencoba menjadikan stressor
yang ada sebagai media untuk meningkatkan koping dirinya dengan cara
menghadapi dan menyelesaikan masalah walaupun perlu beberapa waktu
secara mandiri untuk menghadapinya. Dalam kondisi ini individu tida
memerlukan oranglain yang membantu dirinya menghadapi masalah.
f. Tingkat Sedang
Seseorang mencoba menghadappi dan menyelesaikan masalah dengan
bantuan oranglain yang menjadi orang kepercayaan bagi dirinya, misalnya
sahabat, orangtua, dosen, dan lain-lain.
g. Tingkat Berat
Seseorang tidak sanggup mengahadapi dan menyelesaikan masalah walaupun
dengan bantuan orang lain yang sudah dipercaya. Dirinya merasa tidak
mampu dan hilang pengharapan untuk menyelesaikan masalah.
h. Tingkat Panik
Merupakan kelanjutan dari tingkat berat yang sudah mengalami gangguan
perilaku motorik misalnya mengamuk dan melakukan perilaku kekerasan
pada orang lain. Kondisi tersebut sudah semestinya memerlukan bantuan dari
pihak medis untuk menurunkan tingkat kecemasan karena secara umum
aktivitas sehari-hari sudah terganggu.

2. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2007) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
ansietas, di antaranya sebagai berikut (Fitria dkk, 2013):
a. Pandangan Psikoanalitik.
Teori ini beranggapan bahwa ansietas terjadi apabila konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencermikan hati
nurani dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi
menengahi tuntutan dari kedua elemenyang bertentangan, sedangkan fungsi
ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Pandangan Interpersonal
Teori ini beranggapan bahwa ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah
mudah mengalami perkembangan ansietas yang tepat.
c. Pandangan Perilaku.
Teori ini beranggapan bahwa ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap bahwa sebagai dorongan
belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan
berlebihan, lebih sering menujukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
d. Kajian Keluarga.
Teori ini beranggapan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan
ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis.
Menurut kajian secara biologis, otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiapine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA
juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya dengan endofrin. Ansietas mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stresor.

3. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi hal-hal berikut (Fitria dkk, 2013):
a. Ancaman terhadap integritas seseorang, meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan dating atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari.
b. Ancaman terhadap system diri, seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri, dan fungsi social yang terintegraso seseorang.

4. Strategi Koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis strategi koping sebagai
berikut (Fitria dkk, 2013) :
a. Reaksi yang Berorientasi pada Tugas
Reaksi yang berorientasi pada tugas berupa upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara realitas tuntutan situasi stress, misalnya
perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan
kebutuha, menarik diri untuk memindahkan dari sumber stress, kompromi untuk
mengganti tujuan, atau mengorbankan kebutuhan personal.
b. Mekanisme Pertahanan Ego
Mekanisme koping ini akan membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang,
tetapi berlangsung tidak sadar dan melibatkan penipuan diri, serta distorsi
realitas dan bersifat maldaptif.

5. Data Yang Perlu Dikaji (Nanda, 2009-2011, dalam Fitria dkk, 2013)
a. Perilaku.
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata buruk, gelisah,
melihat sesuatu, pergerakan berlebihan (seperti: foot shuffing, pergerakan
tangan/lengan) , ungkapan perhatian berkaitan dengan mengubah peristiwa
dalam hidup, insomnia, dan perasaan gelisah.
b. Afektif
Menyesal, iritiabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan,
nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap, gemertak,
ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan
tidak adekuat, ketakutan, tertekan, dan perasaan gelisah.
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat (simpatis), kesegaran berkemih (parasimpatis), nadi meningkat
(simpatis), dilatasi pupil (simpatis), reflex-refleks meningkat (simpatis), nyeri
abdomen (parasimpatis), gangguan tidur (parasimpatis), perasaan geli pada
ekstermitas (parasimpatis), eksitasi kardiovaskular (simpatis), peluh
meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar (simpatis), diare
(parasimpatis), keragu-raguan berkemih (parasimpatis), kelelahan
(parasimpatis), mulut kering (simpatis), kelemahan (simpatis), nadi berkurang
(parasimpatis), wajah bergejolak (simpatis), vasokonstriksi superfisial
(parasimpatis), berkedutan (simpatis), tekanan darah menurun (parasimpatis),
mual (parasimpatis), keseringan berkemih (parasimpatis), pingsan
(parasimpatis), sukar bernapas (simpatis), tekanan darah meningkat
(parasimpatis).
d. Kognitif
Hambatan berpikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian
lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung
menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang untuk
memecahkan masalah dan belajar, serta kewaspadaan terhadap gejala
fisiologis.

6. Faktor Yang Berhubungan


Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai/tujuan
hidup, hubungan kekeluargaan/ keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi,
interpersonal transmisi/penularan, krisis situasional/maturasi, ancaman kematian,
ancaman terhadap atau perubahan dalam: status peran , status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, lingkungan, dan status ekonomi (Fitria dkk, 2013).

7. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan yang dapat timbul antara lain sebagai berikut (Fitria dkk,
2013):
a. Kecemasan/ansietas
b. Ketidakefektifan koping.
c. Gangguan citra tubuh.
d. Kurangnya pengetahuan.
e. Harga diri rendah situasional.
f. Gangguan pola tidur.

a. Data Subjektif
Contoh:
“Perasaan saya tidak enak saat menghadapi ujian sidang skripsi minggu depan”
“Badan saya terasa gemuk saat bangun tidur”
“Saya merasa sulit berkonsentrasi belajar, apalagi harus menuntaskan
proposal penelitian yang harus selelsai minggu ini”
b. Data Objektif
1) Laju (rate) respirasi klien di atas batas normal (RR = 30x/menit).
2) Klien terlihat lesu dan tidak bersemangat dalam mengikuti aktivitas.

8. Rencana Tindakan
No Tingkat Tujuan Tujuan Jangka Intervensi
Kecemasa Jangka Pendek
n Panjang
1. Berat dan Klien dapat 1. Membina 1. Dengarkan
panik mengurangi hubungan keluhan klien
kecemasanny saling percaya 2. Dukung klien
a sampai untuk
tingkat mendiskusikan
sedang atau perasaannya
ringan 3. Jawab
pertanyaan klien
secara langsung
4. Tanyakan sikap
menerima klien
tanpa pamrih
5. Hargai pribadi
klien
2. Menyadari 1. Bersikap
dan mengontrol terbuka
perasaan 2. Terima perasaan
sendiri positif maupun
negatif termasuk
perkembangan
kecemasannya
3. Pahami
perasaan klien
dengan cara
terapeutik
3. Meyakinka 1. Terima dan
n klien tentang berikan dukungan
manfaat pada klien tanpa
mekanisme menentang
koping yang keyakinannya
bersifat 2. Sadari tentang
melindunginya keyakinan rasa sakit
yang dikaitkan
dengan mekanisme
koping
3. Beri umpan
balik pada klien
mengenai perilaku
stressor,penilaian
dan sumber koping
4. Beri batasan
perilaku maladaptif
dengan cara yang
mendukung.
4. Mengidenti 1. Tunjukkan sikap
fikasi situasi yang tenang
yang dapat perawat di depan
menyebabkan klien
kecemasan 2. Ciptakan situasi
dan lingkungan
yang tenang
3. Batasi interaksi
klien lain untuk
mengurangi
rangsangan yang
dapat menimbulkan
kecemasan
4. Identifikasi dan
modifikasi situasi
yang tepat
5. Beri bantuan
terapi fisik seperti
mandi,
dipijat/masase.
5. Menganjurk 1. Beri aktivitas
an klien yang bersifat
meningkatkan mendukung atau
aktivitas sehari- menguatkan
hari perilaku sosial yang
produktif
2. Beri latihan
fisik sesuai bakat
dan kemampuan
3. Rencanakan
jadwal aktivitas
yang dapat
dilakukan sehari-
hari
4. Libatkan
keluarga dan system
pendukung lainnya
6. Meningkatk 1. Kolaborasi
an kesehatan dengan dokter
fisik dan pemberian obat
kesejahteraan untuk menrunkan
klien kondisi tidak
nyaman pada klien
2. Amati efek
samping obat
3. Berikan
pendidikan
kesehatan pada
klien mengenai obat
yang telah diberikan
2. Sedang Klien dapat 1. Menjalin dan 1. Jadilah pendengar
menyelesaika mempertahanka yang baik bagi klien
n masalahnya n hubungan 2. Beri waktu yang
dan saling percaya cukup pada klien
mengatasi untuk berespons
stress 3. Berikan dukungan
pada klien untuk
mengeksplorasi
perasaan dirinya
2. Membantu 1. Kenali perasaan
klien untuk klien
menyadari dan 2. Identifkasi pola
mengenal stress perilaku klien yang
dapat menimbulkan
perasaan negative
akibat pendekatan
perawat
3. Bersama dengan
klien, gali perilaku
maladaptive
sehingga klien
dapat belajar dan
berkembang
3. Membantu 1. Bantu klien
dirinya untuk mengidentifikasi
mengenal dan
kecemasannya mengungkapkan
perasaannya
2. Kaitkan perilaku
klien dengan
perasaannya
3. Validasi kesimpulan
dan asumsi klien
4. Gunakan teknik
konfrontasi yang
positif
4. Memperluas 1. Bantu klien dalam
kesadarannya menjelaskan situasi
terhadap dan interaksi yang
perkembangan mendahului
kecemasan timbulnya
kecemasan
2. Bersama dengan
klien tinjau kembali
penilaian klien
terhadap stressor
yang dapat
mengancam dan
menimbulkan
konflik
3. Kaitkan
pengalaman
sekarang dengan
pengalaman masa
lalu klien yang
sesuai
5. Membantu 1. Gali klien
dirinya mengenai cara
mempelajari untuk mengurangi
respon koping kecemasan yang
baru yang terjadi pada masa
efektif lalu
2. Gali klien
mengenai tindakan
apa yang harus
dilakukan pada
masa lalu untuk
mengurangi
kecemasan
3. Tunjukkan
akibat perilaku
maladaptive dan
dekstruktif dari
respon koping
sekarang
4. Beri dorongan
pada klien untuk
menggunakan
respon koping
adaptif di masa lalu
5. Pusatkan
tanggung jawab
pada perubahan dari
klien
6. Terima peran
aktif klien
7. Bantu klien
mengidentifikasi
cara untuk
menyusun kembali
pikiran dan
modifikasi perilaku
8. Gunakan
sumber koping dan
mencoba rspon
koping yang baru
9. Latih klien
untuk menghadapi
masalah dengan
kecemasan ringan
untuk aspek
perkembangan diri
10. Berikan
aktivitas fisik untuk
menyalurkan energy
11. Libatkan pihak
yang
berkepentingan
sebagai sumber dan
dukungan social
dalam membantu
klien menggunakan
respons yang baru
6. Meningkatkan 1. Gunakan teknik
respons relaksasi untuk
relaksasi mengurangi
kecemasan klien
2. Ajarkan klien
latihan relaksasi
untuk meningkatkan
kontrol dan rasa
percaya diri

C. HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL


Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, serta merasa gagal mencapai keinginan
sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang
sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif. Misalnya, seseorang yang mengalami
kecelakaan, cerai, putus sekolah, perasaan malu karena sesuatu, dsb. Harga diri
rendah situasional bila tidak diatasi dapat menyebabkan harga diri rendah kronis
(Fitria dkk, 2013.
1. Faktor Penyebab
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang memengaruhi harga diri diantaranya adalah penolakan
orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, ketergantungan pada orang
lain dan ideal diri yang tidak realistis.
2) Faktor yang memengaruhi performa peran adalah steriotif peran
gender, tuntutan peran kerja, nilai-nilai budaya yang tidak dapat diikuti oleh
individu.
3) Faktor yang memengaruhi identitas pribadi adalah ketidakpercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi
1) Trauma, seperti mengalami hal yang tidak menyenangkan atau
menyaksikan peristiwa yang mengancm kehidupan.
2) Ketegangan peran, individu mengalami frustasi ketika dihadapkan
dengan situasi yang berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan.
Ada tiga jenis transisi peran :
a) Transisi peran perkembangan, perubahan normatif terkait dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu, keluarga, nilai dan norma budaya, serta tekanan
untuk menyesuaikan diri.
b) Transisi peran situasi, perubahan karena bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga.
c) Transisi peran sehat-sakit, perubahan yang terjadi akibat dari
keadaan sehat menjadi sakit. Dapat dicetuskan oleh hal-hal seperti
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh, serta
prosedur medis dan keperawatan.
2. Tanda dan Gejala
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri, misalnya karena perubahan fisik yang
disebabkan oleh penyakit.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, menyalahkan, mengkritik, mengejek diri
sendiri
c. Merendahkan martabat diri sendiri.
d. Gangguan hubungan sosial.
e. Kurang percaya diri, sukar mengambil keputusan.
f. Mencederai diri.
g. Mudah marah, mudah tersinggung.
h. Apatis, bosan, jenuh dan putus asa.
i. Kegagalan menjalankan peran sehingga menjadi proyeksi (menyalahkan
orang lain).
Proses seseorang mengalami harga diri rendah situasional biasanya
diakibatkan oleh koping seseorang yang tidak efektif dalam mengahadapi
gangguan citra tubuh atau gangguan identitas personal. Bila harg diri rendah itu
tidak teratasi seseorang terebut akan merasa tidak berdaya dan timbul
keputusasaan.

3. Data yang Perlu Dikaji


a. Data Subjektif
“Saya merasa malu dan tidak percaya diri setelah tangan saya diamputasi”
“Saya tidak dapat menjadi kepala keluarga yang berguna setelah saya
mengalami kelumpuhan”
“Saya merasa bodoh karena saya tidak bisa lagi sekolah akibat penyakit yang
saya alami”
b. Data Objektif
1) Perasaan negatif terhadap diri sendiri
2) Menarik diri dari kehidupan
3) Kritik terhadap diri sendiri
4) Destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
5) Mudah tersinggung dan marah
6) Produktivitas menurun
7) Penolakan terhadap diri sendiri
8) Keluhan fisik

4. Diagnosa Keperawatan
a. Harga diri rendah situasional
b. Ketidakefektifan koping
c. Gangguan citra tubuh
d. Gangguan identitas personal
e. Ketidakberdayaan
f. Keputusasaan
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
Harga diri rendah Tujuan Jangka Panjang : 1. Mengidentifikasi
Harga diri klien meningkat
situasional kemampuan dan aspek
dalam menghadapi masalah
positif yang masih
berat yang dialami klien.
dimiliki klien dan
Tujuan Jangka Pendek : membantu klien menilai
1. Klien dapat
kemampuannya
mengidentifikasi 2. Membantu klien
kemampuan dan aspek dalam memilih kegiatan
positif yang dimiliki sesuai kemampuan klien
2. Klien dapat menilai 3. Melatih kegiatan
kemampuan diri yang yang sudah klien pilih
dapat digunakan sesuai dengan
3. Klien dapat memilih
kemampuannya
kegiatan sesuai 4. Memabantu klien
kemampuan agar dapat
4. Klien dapat melatih
merencanakan kegiatan
kegiatan yang telah dipilih
yang sudah dipilih dan
dilatih oleh klien dan
beri kesempatan pada
klien untuk
mencobanya.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:

Trans Info Media.

Fitria, N. dkk. 2013. Laporan Pendahuluam tentang Masalah Psikososial. Jakarta:

Salemba Medika.

Maramis, W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan 9. Surabaya:

Airlangga University Press.

Satya, J. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif:

Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Videbeck, S. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Edisi revisi. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai