Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, saat ini mempunyai banyak berbagai masalah yang serius
yang disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya pola hidup dan cara
pemeliharaan kesehatan yang kurang baik serta pola makan yang tidak sehat.
Decompensasi cordis yang dalam bahasa awam disebut juga gagal
jantung. Istilah gagal jantung paling sering digunakan apabila terjadi pada
gagal jantung kiri, kanan, kiri dan kanan. Penyakit Decompensasi cordis
biasanya disebabkan oleh kelainan otot jantung, arterosklerosis koroner,
hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif. Penyakit jantung lain seperti tamponade
perikardium, perikarditis, stenosis katub atrioventrikuler dan semiluner.
Yang diharapkan sekarang ini adalah pengobatan secara dini bila
timbul gejala-gejala seperti jantung berdebar-debar, cepat lelah, sesak nafas,
dan keinginan berkemih pada malam hari. Pada gagal jantung kanan biasanya
disertai oleh edema ekstremitas bawah, berat badan bertambah, nyeri pada
kuadran kanan atas, anoreksia, mual, muntah. Gagal jantung kiri disertai oleh
edema paru, hipertrofi pada ventrikuler kiri, dispnea, sedangkan pada gagal
jantung kiri kanan merupakan kombinasi dari tanda dan gejala gagal jantung
kiri dan kanan.
Peran perawat yang dilakukan dalam upaya menurunkan angka
kejadian ini adalah dengan memberikan informasi dan asuhan keperawatan
yang tepat dan benar kepada masyarakat maupun klien untuk mengurangi
aktivitas dengan banyak istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung,
pembatasan natrium untuk mencegah, mengatur atau mengurangi edema.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan minum obat-
obat jantung sehingga dapat menghindari komplikasi lebih lanjut.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit
Decompensasi cordis sebagai dasar untuk memberikan asuhan
keperawatan.

1
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Decompensasi cordis.
3. Memenuhi tugas ujian akhir program DIII Keperawatan.

C. Metode Penulisan
1. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur-literatur yang
berhubungan dengan penyakit Decompensasi cordis.
2. Studi kasus yaitu dengan pengamatan langsung pada pasien dengan
diagnosa medik Decompensasi cordis di unit Carolus.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari beberapa bab yang
diawali dengan kata pengantar dan daftar isi. Kemudian dilanjutkan dengan
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan. Adapun Bab II Tinjauan teoritis yang
berisi konsep dasar medik, konsep dasar asuhan keperawatan, dan
patoflowdiagram. Bab III pengamatan kasus yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi. Bab IV Pembahasan kasus serta Bab V kesimpulan dan diakhiri
dengan daftar pustaka.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP MEDIK
1. Definisi
Gagal jantung adalah:
- Suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. (Kapita Selekta Kedokteran, 2001 edisi 3 jilid
1).
- Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner, 2001,
edisi 8 vol. 2).
- Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh (Donna, 1999, edisi 3).

2. Anatomi Fisiologi
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada yaitu di antara
kedua paru-paru. Jantung terdiri dari 3 lapisan:
a. Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan
selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan
viseral yang bertemu di pangkal jantung membentuk kantung jantung.
Diantara kedua lapisan jantung terdapat cairan pelumas yang berfungsi
mengurangi gesekan pada gerakan memompa dari jantung itu sendiri.
b. Miokardium/lapisan tengah merupakan masa otot yang menjadi
kontraktil atau mengkerut pada ventrikel, ukurannya tebal, bahkan di
ventrikel kiri sangat tebal.
c. Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah
dalam yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang
melapisi permukaan rongga jantung.
Ruangan jantung bagian atas, atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan
jantung sebelah bawah atau ventrikel oleh suatu anulus fibrosus. Secara
fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri,

3
yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan darah bersih ke
peredaran darah sistemik.
Atrium Kanan
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan sebagai penyalur
darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan dan
kemudian ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk
ke dalam atrium kanan melalui vena kava superior, inferior, dan sinus
koronarius.
Ventrikel Kanan
Pada kontraksi ventrikel, maka tiap ventrikel harus menghasilkan
kekuatan yang cukup besar untuk dapat memompakan darah yang
diterimanya dari atrium ke sirkulasi pulmonar ataupun sirkulasi sistematik.
Yang berguna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah, yang cukup
untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar
merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan resistensi yang
jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel kanan, dibandingkan
tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri
karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada
ventrikel kiri.
Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari paru-paru
melalui keempat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri
tidak ada katub sejati. Karena itu, perubahan tekanan dalam atrium kiri
mudah sekali membalik retrograd ke dalam pembuluh paru-paru.
Peningkatan tekanan atrium kiri yang akut akan menyebabkan bendungan
paru-paru. Atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan rendah. Darah
mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitralis.
Ventrikel Kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk
mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran ke
jaringan-jaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal
dan bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan
tekanan yang tinggi selama ventrikel berkontraksi pada kontraksi, tekanan
ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi daripada tekanan
ventrikel kanan, bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel

4
(seperti pada kasus robeknya septum pasca infark miokardium), maka
darah akan mengalir dan kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya
jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta akan berkurang.
Impuls jantung biasanya dimulai dan berasal dari nodul sinoatrialis
(SA). Nodus SA ini disebut sebagai pemicu alami dari jantung. Nodus SA
terletak di dinding posterior atrium kanan dekat muara vena cava superior.
Impuls listrik kemudian mencapai nodus atrioventrikularis (AV) yang
terletak di atas septum interventrikularis dalam atrium kanan dekat muara
sinus koronaria, ada fungsi yang sangat penting.
Pertama impuls jantung ditahan di sini selama 0,08 sampai 0,12
detik guna meningkatkan pengisian ventrikel selama kontraksi atrium.
Kedua nodus AV mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel:
dari AV node menuju bekas his yaitu suatu berkas serabut yang tebal, yang
menjulang ke bawah sebelah kanan septum interventrikularis berkas ini
bercabang-cabang, berakhir sebagai jalinan serabut yang kompleks,
dikenal dengan sebutan sistem purkinje yang menyebar ke seluruh
permukaan dalam kedua ventrikel jantung.

3. Etiologi
Penyebab gagal jantung terbagi dalam 3 jenis:
a. Otot jantung mempunyai persamaan dengan peregangan gelang karet.
Ketika gelang karet diregangkan ia akan berkontraksi dengan lebih
cepat. Begitu pula dengan jantung, saat venous return menegangkan
jantung akan meningkatkan kontraktilitas. Tetapi ketika jantung dalam
keadaan overload, peregangan akan berlebih dan terjadi penurunan
kontraksi. Keadaan overload disebabkan oleh darah yang tidak dapat
meninggalkan ventrikel saat berkontraksi sehingga akan meningkatkan
beban kerja jantung untuk mencoba memindahkan darah. Preload
menunjukkan regangan serabut myocard ventrikel. Sebelum kontraksi
ventrikel, dan beban serta peregangan serabut ventrikel berhubungan
dengan volume dan tekanan end diastolik ventrikel. Pre load ditentukan
oleh kondisi katup jantung (khususnya katup mitral), volume darah,
daya regang dinding ventrikel dan tonus vena. Peningkatan preload
akan mengurangi kekuatan dan efisiensi kontraksi ventrikel dan akan

5
menurunkan cardiac output dan akan mengakibatkan gagal jantung.
Keadaan yang meningkatkan preload adalah:
- Regurgitasi dari salah satu katup
- Hipervolemia
- Kelainan kongenital (adanya saluran antara sisi kiri jantung ke sisi
kanan jantung)
- Ventrikel septal defek
- Atrial septal defek
- Paten duktus arteriosus
After load adalah tekanan dari jantung dalam memompa darah ke
sirkulasi. Afterload ditentukan oleh tonus arteriola sistemik, elastisitas
aorta dan arteri besar, ukuran dan ketebalan ventrikel, adanya stenosis
aorta, dan viskositas darah. Peningkatan afterload dalam waktu lama
akan mengakibatkan gagal jantung. Kondisi yang meningkat afterload:
- Stenosis katup aorta
- Stenosis katup mitral
- Stenosis katup pulmonal
- Hipertensi sistemik
- Hipertensi pulmonal
- Peningkatan tahanan pembuluh darah perifer
b. Fungsi otot abnormal
Kondisi yang berhubungan dengan otot jantung seperti myocard infark,
myocarditis, inflamasi myocard yang berhubungan dengan viral,
bakteri, jamur, kardiomiopati, dan aneurisma ventrikel. Kondisi ini
akan mengganggu fungsi kontraksi dari serabut myocard dan
menurunkan pengosongan ventrikel dan stroke volum.
Kadang kondisi eksternal menekan jantung akan menghambat
pengisian ventrikel dan kontraktilitas myocard. Gangguan yang
membatasi pengisian ruang jantung dan peregangan serabut myocard
seperti perikarditis kognitif dimana proses inflamasi dan fibrosis dari
kantung pericardium dan tamponade jantung dimana terjadi akumulasi
cairan atau darah dalam kantung perikardium.
c. Kondisi yang mencetuskan atau memburuk gagal jantung
 Stres fisik atau emosi

6
Latihan fisik yang berat dan emosi yang kuat (takut, cemas),
meningkatkan tonus saraf simpatetik dan pelepasan kasekolamin.
Ini meningkatkan kerja myocard dengan peningkatan heart rate,
kontraktilitas myocard dan tekanan darah.
 Disritmia
Kecepatan denyut jantung memperpendek waktu pengisian
ventrikel yang akan menurunkan cardiac output dan menurunkan
perfusi myocard.
 Infeksi
Infeksi sistemik meningkatkan kebutuhan oksigen dari jaringan
tubuh dan jantung harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ini.
 Anemia
Penurunan kapasitas pembawa oksigen dari darah akan
meningkatkan cardiac output untuk memenuhi kebutuhan tubuh
akan oksigen. Kondisi ini akan meningkatkan kerja jantung dan jika
jantung tidak mampu akan terjadi kegagalan.
 Gangguan tyroid
Tyrotoxicosis berhubungan dengan hypertiroid yang meningkatkan
kebutuhan metabolisme tubuh, mempercepat HR dan kerja jantung.
Pada hypotiroid, tyroid menghasilkan. Jumlah tiroxin yang tidak
adekuat keadaan ini secara tidak langsung menyebabkan gagal
jantung karena kecenderungan aterosklerosis.
 Kehamilan
Kehamilan meningkatkan kebutuhan metabolisme tubuh dengan
demikian akan meningkatkan kerja jantung.
 Paget’s disease
Pada beberapa kasus, penyakit paget’s meningkatkan kerja
myocard.
 Penyakit paru
Defisiensi theamisi mempengaruhi fungsi jantung dengan
penurunan kontraktilitas myocard dan menyebabkan tachycardi.
 Hipervolemia
Kelebihan cairan dalam sirkulasi darah dapat disebabkan oleh
kurangnya fungsi ginjal, penyakit jantung, obat-obatan seperti
steroid, atau masukan garam yang berlebihan, tindakan pemberian

7
cairan IV yang berlebihan. bertambahnya volume sirkulasi akan
meningkatkan venosus retum dan meningkatkan preload. Penyakit
jantung menyebabkan jantung tidak mampu memompa sehingga
meningkatkan preload dan gagal jantung dapat terjadi.

4. Patofisiologi
Jantung yang sehat dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk hidup
dengan menggunakan cadangan jantung. Cadangan jantung adalah
kemampuan jantung untuk meningkatkan output dalam merespon stres.
Normalnya jantung dapat meningkatkan output 5 kali lebih banyak dalam
keadaan istirahat. Tetapi apabila jantung mengalami kegagalan maka ia
tidak akan mampu memompa darah dan kehilangan cadangan jantung.
Jantung akan mempunyai keterbatasan kemampuan dalam merespon
kebutuhan tubuh untuk meningkatkan output dalam situasi stres.
Saat jantung mengalami kegagalan ia akan menggunakan 3
mekanisme kompensasi dalam memenuhi kebutuhan tubuh yaitu:
 Dilatasi ventrikel
Dilatasi ventrikel menunjukan perpanjangan dari serabut otot yang
meningkatkan volume dari ruang jantung. Dilatasi menyebabkan
peningkatan preload dan kemudian cardiac output karena peregangan
otot menyebabkan kekuatan secara penuh. Tetapi dilatasi mempunyai
batas mekanisme kompensasi lem serabut otot jika diregangkan secara
berlebihan akan menjadi tidak efektif. Selain itu dilatasi jantung
memerlukan lebih banyak oksigen. Dilatasi jantung dengan aliran darah
koroner normal dapat mengalami kekurangan oksigen dan hipoksia
jantung akan menurunkan kemampuan otot untuk berkontraksi.
 Hipertrofi ventrikel
Hipertropi ventrikel adalah peningkatan diameter. Serabut otot dalam
rangka meningkatkan kekuatan kontraksi otot. Seperti dilatasi
hipertrofi juga mempunyai keterbatasan sebagai mekanisme
kompensasi. Jantung yang hipertropi mengerjakan pekerjaan yang lebih
berat daripada jantung dengan ukuran normal dan sebagai
konsekuensinya akan meningkatkan kebutuhan oksigen. Sayangnya
peningkatan masa otot jantung ini tidak disertai dengan peningkatan
jumlah kapiler darah yang menyuplai sehingga akan mengakibatkan

8
hipoksia dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung. Hipertrofi
ventrikel juga dapat menghambat pengosongan ventrikel jika
pembesaran otot menghalangi daerah katup.
 Peningkatan stimulasi sistem saraf simpatetik
Peningkatan stimulasi sistem saraf simpatetik merupakan mekanisme
kompensasi yang kurang efektif karena banyak menimbulkan kerugian
daripada keuntungan. Aktivitas simpatetik menghasilkan konstriksi
vena dan arteriola sehingga meningkatkan tahanan perifer dan kerja
myocard. Selain itu stimulasi simpatetik menurunkan aliran darah
ginjal dan ginjal merespon dengan menahan air dan natrium. Volume
darah yang berlebihan meningkatkan beban jantung. Akhirnya, terjadi
takikardi sebagai respon jantung untuk distensi vena dan arteri seperti
halnya peningkatan katekolamin dalam sirkulasi.
Miokard dari ventrikel kiri dapat 1. Sakit dan tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi normal. 2. Normal tetapi tidak mampu
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan sirkulasi ketika kegagalan
pertama kali mulai ventrikel kiri gagal memompa darah yang cukup.
Mekanisme kompensasi untuk mengatasi ini dengan aktifasi sistem saraf
simpatetik untuk memelihara perfusi. Ketika mekanisme ini gagal,
sejumlah darah tertinggal di ventrikel kiri pada akhir peningkatan diastole.
Peningkatan darah akan menurunkan kapasitas ventrikel untuk menerima
darah dari atrium kiri. Atrium kiri akan bekerja lebih berat untuk
memompa darah dan terjadi dilatasi dan hipertrofi. Serta menyebabkan
ketidakmampuan untuk menerima darah dari vena pulmonal dan terjadi
peningkatan tekanan atrium kiri. Keadaan ini menyebabkan edema
pulmonal.
Di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan pada sistem
pembuluh darah pulmonal mengakibatkan dilatasi dan hipertrofi dan
meningkatkan beban kerja. Penumpukan di sistem vena kemudian akan
memperpanjang aliran balik menyebabkan gangguan pada gastrointestinal,
liver, rongga perut, ginjal, kaki dan sakrum, dengan manifestasi utama
edema. Kegagalan ventrikel kanan biasanya diikuti kegagalan ventrikel
kiri. Kadang-kadang kegagalan ventrikel kanan berkembang
terpisah/sendiri dan kegagalan ventrikel kiri.

9
5. Tanda dan Gejala
a. Gagal jantung kiri
- Dyspnea, nafas terengah-engah, pernafasan, cheyne stoke
- Batuk, kadang batuk pendek, dengan sputum berbusa atau ada
darah.
- Orthopnea, paraxymal nocturnal dyspnea
- Pucat, wheezing, sianosis, hipoksia
- Berkeringat
- Inspeksi dan palpasi precordial memperlihatkan pembesaran atau
nadi apical di lateral kiri.
- Bunyi jantung gallop / S4 atau S4.
- Gangguan memori, insomnia.
b. Gagal jantung kanan
- Edema perifer, sampai anasarka
- Hepatomegali
- Nyeri abdomen
- Anoreksia
- Nausea

6. Test Diagnostik
a. EKG:
Gambaran hipertrofi ventrikel, disritmia, iskemia myocard, infark
myocard.
b. Echocardiografi
Perubahan katup jantung, efusi pericardium, pembesaran ruang jantung,
hipertrofi ventrikel.
c. Chest X ray
Cardiomegali, hipertrophi dan dilatasi.
Pleura effusion umumnya tampak pada gagal kedua ventrikel.
d. AGD
Alkalosis respiratori.

7. Terapi dan Pengelolaan Medik


a. Posisi high fowler atau duduk
Untuk mengurangi kongesti vena pulmonal dan mengurangi dyspnea.

10
b. Oksigen
Pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi dengan masker atau canul
untuk mengurangi hipoksia dan dyspnea serta memperbaiki pertukaran
O2 dan CO2 .
c. Obat-obatan
- Digitalis: untuk meningkatkan kontraktilitas jantung.
- Dopamin dan dobutamin
- Diuretik, menurunkan preload dan kerja jantung
- Vasodilatasi meningkatkan kapasitas vena dan menurunkan preload.
d. Membatasi intake cairan dan natrium.

8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas dan otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitas sehingga mengakibatkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital.
b. Episode tromboemboli
Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan adanya gangguan
sirkulasi berperan dalam pembentukan trombus intrakardiac dan
intravaskuler.
c. Efusi dan tamponade perikardium

11
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Riwayat penyakit CAD, hipertensi, cardionyopathy, penyakit katup
jantung, penyakit jantung kongenital, DM, penyakit tyroid, penyakit
paru, denyut jantung yang cepat dan tidak teratur.
- Riwayat penggunaan otot jantung, diuretik, estrogen,
kortikosteroid, phenylbutazone, NSAID.
b. Pola nutrisi metabolik
- Intake natrium, mual, muntah, anoreksia, perut kembung, BB
bertambah, ascites, hepatomegali, splenomegali, distensi abdomen.
c. Pola eliminasi
Nokturia, penurunan urine output, konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
Dispnea, ortopnea, batuk, palpitasi, kelelahan, diaforesis, sianosis,
edema perifer, takikardi, ronchi, rales, wheezing, sputum dengan darah,
murmur, S3, S4.
e. Kelebihan tidur dan istirahat
Menggunakan beberapa bantal saat tidur, paroxysmal, nocturnal
dyspnea.
f. Pola persepsi kognitif
Nyeri dada, dada terasa berat, abdomen rasa tidak nyaman, perubahan
perilaku, bingung, penurunan perhatian atau ingatan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d. perubahan frekuensi, irama, konduksi
listrik jantung.
b. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan suplai O2 dan kelemahan.
c. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan curah jantung.
d. Resti terhadap kerusakan integritas kulit b.d. penurunan perfusi
jaringan.
e. Gangguan pertukaran gas b.d. peningkatan pre load, kegagalan
mekanik/mobilitas.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan.

12
3. Perencanaan
DP. 1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan frekuensi, irama, konduksi
listrik jantung.
HYD : - TTV dalam batas normal
- Bebas dari gejala gagal jantung
- Disritmia dapat terkontrol
- Aktivitas beban kerja jantung dalam keadaan normal (mis:
parameter hemodinamik dalam batas normal, aliran urine
adekuat)
Intervensi:
1) Monitor TTV (P, N, H R, S, TD)
R/ Perubahan dapat terjadi karena respon jantung.
2) Monitor nadi, frekuensi, irama jantung (dokumentasikan adanya
disritmia).
R/ Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
pengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikular).
3) Monitor TD.
R/ Pada gagal jantung yang lebih lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi.
4) Kaji adanya sianosis dan pucat.
R/ Pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi, dan anemia dan
juga dapat terjadi peningkatan kongesti vena.
5) Monitor aliran urine, catat penurunan aliran dan kepekatan/konsentrasi
urine.
R/ Ginjal berespon terhadap penurunan curah jantung dengan menahan
cairan dan atrium.
6) Kaji dan monitor terhadap perubahan sensori: seperti letargi, bingung,
disorientasi, cemas dan depresi.
R/ Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung.
7) Beri lingkungan yang tenang dan istirahat pada pasien.
R/ Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang meningkatkan
tekanan darah serta meningkatkan frekuensi kerja jantung.
8) Monitor perubahan EKG dan foto thorax

13
R/ Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan O 2 miokard, foto thorax dapat menunjukan
pembesaran kongesti pulmonar.
9) Beri O2 sesuai instruksi medik.
R/ Meningkatkan sediaan O 2 untuk kebutuhan miokard supaya tidak
terjadi iskemia atau hipoksia.
10) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
R/ Untuk mengidentifikasi perkembangan selanjutnya.

DP. 2. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan suplai O 2 dan


kelemahan.
HYD : - Kelemahan tidak terjadi.
- Memperlihatkan toleransi jantung ditandai dengan nadi, P, TD,
yang stabil.
- Peningkatan aktivitas.
Intervensi:
1) Monitor TTV sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, diuretik.
R/ Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilatasi, perpindahan cairan/diuretik).
2) Kaji respon abnormal terhadap peningkatan aktivitas, seperti yang
berikut; ditandai dengan: takikardia > 120 x/m, perubahan pada
tekanan darah sistolik, penurunan dan peningkatan berlebihan pada
frekuensi pernafasan, terjadi nyeri dada, pusing.
R/ Respon normal mengindikasikan intoleransi terhadap peningkatan
aktivitas.
3) Instruksikan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi tanda-
tanda kelebihan/hipoksia.
R/ Penghematan energi mencegah kebutuhan O 2 melebihi tingkat yang
dapat dipenuhi jantung.
4) Tingkatkan aktivitas bila nyeri berkurang atau setelah tindakan
pengurangan nyeri memberi efek.
R/ Meningkatkan fungsi fisiologis dan menurunkan hipoksia jaringan
jantung.

14
5) Jelaskan perlunya waktu istirahat sebelum dan sesudah aktivitas
tertentu.
R/ Penghematan energi mencegah kebutuhan O 2 melebihi tingkat yang
dapat dipenuhi jantung.

DP. 3. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan curah jantung.


HYD : - Volume cairan dalam batas normal.
- BB stabil
- Tidak ada edema
Intervensi:
1) Monitor intake, output selama 24 jam.
R/ Diuretik dapat disebabkan kekurangan cairan dengan tiba-
tiba/kelebihan/hipovolemia meskipun edema/asites masih ada.
2) Pantau aliran urine, catat jumlah dan warna saat diuresis terjadi.
R/ Aliran urine sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
3) Berikan posisi semi fowler selama masa akut.
R/ Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Timbang BB tiap hari bila perlu.
R/ Catat adanya hilangnya edema sebagai respon adanya terapi.
5) Ubah posisi sesering mungkin dan tinggikan kaki bila duduk.
R/ Pembentukan edema, sirkulasi lambat.
6) Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
R/ Pada gagal jantung kanan lanjut, cairan dapat berpindah ke aliran
darah peritoneal yang menyebabkan adanya asites.
7) Beri makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
R/ Penurunan motilitas gaster dapat memberikan efek merugikan pada
digestif dan absorbsi.
8) Berikan terapi sesuai dengan indikasi.
R/ Meningkatkan laju aliran urine.

DP. 4. Resti terhadap kerusakan integritas kulit b.d. penurunan perfusi


jaringan.
HYD : - Pertahankan integritas kulit.

15
- Klien dapat menyebutkan strategi untuk mengurangi kerusakan
kulit.
Intervensi:
1) Monitor adanya edema, area sirkulasi yang terganggu.
R/ Kulit beresiko karena gangguan perfusi perifer, imobilitas fisik,
gangguan status nutrisi.
2) Ubah posisi di tempat tidur setiap 2 jam, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.
R/ Meningkatkan aliran darah, menurunkan hipoksia jaringan.
3) Berikan perawatan kulit dan meminimalkan kelembaban.
R/ Terlalu kering/lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
4) Anjurkan untuk menggunakan pakaian katun yang longgar pada kulit.
R/ Pakaian longgar akan meminimalkan iritasi dan cidera pada
permukaan kulit.
5) Jelaskan pentingnya masukan nutrisi optimal.
R/ Memperbaiki jaringan dan melindungi diri dari infeksi.

DP. 5. Gangguan pertukaran gas b.d. peningkatan pre load, kegagalan


mekanik/mobilitas.
HYD : - Oksigenisasi adekuat.
- Tidak terjadi gejala distres pernafasan.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas, catat mengi.
R/ Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler.
R/ menurunkan konsumsi O 2 .
3) Anjurkan batuk dan latihan nafas dalam teratur.
R/ Meningkatkan ekspansi paru.
4) Anjurkan klien berubah posisi sesering mungkin.
R/ Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
5) Berikan O2 sesuai instruksi medik.
R/ Meningkatkan konsentrasi O2 alveolar, menurunkan hipoksemia
jaringan.

16
DP. 6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan program pengobatan.
HYD : - Menunjukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
- Menyatakan tanda/gejala yang memerlukan intervensi cepat.
Intervensi:
1) Ajarkan klien dan keluarga tentang kondisi dan penyebabnya.
R/ Penyuluhan menguatkan kebutuhan untuk memenuhi program
pengobatan (diit, aktivitas dan obat).
2) Jelaskan kebutuhan untuk mematuhi diet, rendah natrium dan
pembatasan cairan sesuai program.
R/ Kelebihan masukan natrium meningkatkan retensi cairan yang
akhirnya meningkatkan volume vaskuler dan beban kerja jantung.
3) Diskusikan obat, tujuan dan efek samping, berikan instruksi secara
verbal dan tertulis.
R/ Pemahaman penting upaya pelaporan efek samping yang dapat
mencegah terjadinya komplikasi obat.
4) Diskusikan ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik
cepat.
R/ Meningkatkan tanggung jawab pasien dalam pemeliharaan
kesehatan dan mencegah komplikasi.
5) Libatkan keluarga/orang terdekat dalam perawatan di rumah.
R/ Penyuluhan dapat meminimalkan kesalahan dan interpretasi dan
dapat meningkatkan kerjasama dan pengaturan pengobatan.

4. Discharge Planning
a. Menerima kenyataan bahwa pemakaian obat jantung akan dipakai
seumur hidup.
1) Minum obat yang sudah dianjurkan oleh dokter secara teratur dan
dosis yang tepat.
2) Kontrol secara rutin ke dokter bila obat yang diminum habis.
b. Membatasi garam sesuai dengan diit yang sudah dianjurkan
1) Baca dengan teliti rencana diit yang sudah dianjurkan oleh dokter.
2) Hindari makan/minum yang berlebihan.
c. Memeriksa kembali program aktivitas
1) Meningkatkan aktivitas secara bertahap agar tidak menyebabkan
kelelahan.

17
2) Secara umum dapat melakukan aktivitas tanpa menimbulkan gejala.
3) Mematuhi kunjungan ulang ke dokter sesuai dengan pengobatan.
d. Siaga terhadap gejala yang menunjukan kekambuhan gagal jantung
1. Peningkatan BB
2. Kehilangan nafsu makan
3. Nafas pendek setelah aktivitas
4. Edema pada daerah tumit kaki
5. Batuk yang tidak sembuh dan menimbulkan sesak nafas

18
19
BAB III
PENGAMATAN KASUS

Pengamatan dilakukan pada Ny. S berusia 68 tahun beragama Katolik.


Pasien masuk PK Sint Carolus tanggal 29 Januari 2005 di Unit Carolus dengan
diagnosa medik Decompensasi Cordis. Pengkajian dilakukan pada tanggal 1
Februari 2005 dengan diagnosa medik Decompensasi Cordis.
Adapun alasan klien masuk RS Sint Carolus karena sejak empat hari yang
lalu pasien mengeluh pusing, badan terasa lemas, mengeluh nyeri dada dan badan
terasa bengkak. Pasien kemudian berobat ke dokter dan diberikan obat terapi tidak
menolong. Pasien kemudian berobat ke UGD Sint Carolus dan dianjurkan dokter
untuk dirawat.
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung. Pasien mengatakan
pernah menderita penyakit Hepatitis dan klien berobat jalan di RS Rajawali. Pada
saat pengkajian keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis.
Observasi TD 14080 mmHg, N; 100 x/mnt, HR: 104 x/mnt, P: 21 x/mnt, S:
36,5oC. Pasien mengatakan badan terasa lemas, pusing dan nyeri dada. Pasien
tampak kooperatif dengan perawat. Kebutuhan pasien dibantu sebagian di tempat
tidur. Berat badan pasien 59 kg dan tinggi badan 145 cm. IMT: 28. Kesimpulan
berat badan berlebih (BBB). Klien tampak banyak bertanya tentang penyakit
jantung yang sedang dideritanya. Dari hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan
kesan cardiomegaly dengan elongasio aorta di sinus kostofrenikus kiri
DD/superposisi bayangan jantung dan mama infiltrat. Pemeriksaan laboratorium
Hb: 14,7 (12,0-18,0) g/dl, Ht: 45 (37-52) %, trombosit 319 (150-450.000) /uL,
Kalium 3,1 (3,5-5,5), bilirubin total 1,3 (0,3-1,0) mg/dL, bilirubin direk 0,7 (<
0,6) mg/dl, bilirubin indirek 0,6 (< 0,4) mg/dl, Fosfatase alkali log (35-135) u/I,
SGOT 23 (10-36) u/I, SGPT 24 (10-45) U/I, Gamma GT 88 (6-49) mg/dl, HDL
kolesterol 74 (> 40) mg/dl, LDL kolesterol 254 (<120) mg/dl, asam urat 7,2 (P:
3,4-7,0 W: 2,4-5,7) mg/dl. Pasien mendapat terapi Farsix 1x1, Letonal 3x100
NaCl 500 3x1, Fargoxin 1x1, Asam mefenemat 3x500. Diit yang didapat adalah
RG III.
Dari hasil pengamatan terdapat enam masalah yaitu risiko tinggi kelebihan
volume cairan, risiko tinggi penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, nyeri
dada, risiko tinggi perubahan nutrisi dan kurang pengetahuan. Dalam perencanaan

20
dan pelaksanaan yang dilakukan meliputi observasi TTV, memenuhi
kebutuhannya dengan pemberian terapi medik, dan memberi penjelasan serta
penyuluhan tentang perlunya mengurangi asupan cairan dan selalu menjaga
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh untuk mengurangi kerja jantung.
Evaluasi yang didapat dari pelaksanaan yang telah dilakukan adalah nyeri masih
ada, pusing masih ada, badan masih terasa lemas, dan pasien tampak cukup
mengerti tentang penyakit jantung untuk pengkajian dan implementasi lebih jelas,
tercantum dalam format pengkajian sampai evaluasi berikut ini.

21
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

22
BAB V
KESIMPULAN

Decompensasi cordis merupakan suatu keadaan patofisiologis berupa


kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Dekompensasi cordis dapat berakibat
kematian jika tidak ditangani dengan segera. Penyakit ini dapat menimbulkan
gejala seperti nyeri dada, dispnea (sesak nafas), mudah lelah, edema (penumpukan
cairan), anoreksia (tidak nafsu makan), nokturia (berkemih malam hari) dan
kecemasan.
Penyakit ini tidak dapat dikontrol pada tingkat normal. Gagal jantung
memiliki komplikasi yang serius, hal ini dapat terjadi karena tidak terkontrolnya
darah dan ketidakpatuhan pada diit yang menyebabkan penyakit ini bertambah
parah.
Prinsip utama pada gagal jantung adalah pengobatan dan diit yang teratur,
serta kontrol walaupun tidak ada keluhan, sehingga diharapkan klien dapat
melakukan kegiatan sehari-hari dengan ada batasnya. Oleh karena itu peran
perawat sangat penting, sebagai pendidik perawat dapat memberikan informasi
(penyuluhan) kepada pasien maupun keluarga guna meningkatkan pengetahuan
mereka, dan termotivasi untuk kooperatif selama perawatan. Sebagai pelaksana
(pemberi asuhan keperawatan) perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
secara optimal.
Diharapkan dengan memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga,
diharapkan pasien tidak putus asa dengan keadaannya saat ini. Dengan
memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga serta masyarakat umumnya,
dapat tercipta pola hidup sehat guna mencapai Indonesia Sehat 2010.

23

Anda mungkin juga menyukai