Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

DI RUANG CVCU MUSI RSUD dr. SAIFUL ANWAR

Departemen Keperawatan Medikal Bedah 6-11 November 2023

Oleh : Syahrul Gunawan

Nim : 2330040

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKes
KEPANJEN MALANG
2023/2024

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ADHF di Ruang CVCU MUSI RSUD Dr. Saiful Anwar, Oleh :
Nama : Syahrul Gunawan
NIM : 2330040
Prodi : Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Keperawatan Profesi, yang
dilaksanakan pada tanggal 6 – 11 November 2023, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Malang, November 2023

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

……………………… ………………………

2
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

1. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) disebut dengan gagal jantung
dekompensasi merupakan suatu kondisi perburukan dengan gagal jantung kronik,
terjadi secara akut/subakut maupun indolen dengan gejala memburuk secara bertahap
dalam beberapa hari atau minggu (Yuniadi, Y, 2017).
Penderita gagal jantung biasa mengeluhkan berbagai gejala, salah satunya
yang sering muncul adalah sesak napas (dyspnea), penderita tidur dengan kepala yang
dielevasi untuk mengurangi dyspnea yang muncul secara spesifik dalam keadaan
terlentang, terlebihlagi dyspnea yang muncul dalam keadaan terlentang pada sisi kiri
(trepopnea), paroxymal nocturnal dyspnea merupakan salah satu indikator yang dapat
dipercaya dari gagal jantung(Yuniadi, Y, 2017).
2. Anatomi Fisilogi

Jantung manusia berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti
piramida terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada
diatas. Berat jantung manusia normalnya 250-350 gr pada orang dewasa. Jantung
terletak pada rangga dada (cavum thorax) tepatnya pada rongga mediastinum diantara
paru-paru kiri dan kanan.
a. Lapisan Jantung
 Lapisan perikardium
Lapisan paling atas dari jantung terdiri dari fibrosa dan serosa,
berfungsi sebagai pembungkus jantung, lapisan ini terdiri dari
perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium
visceral (lapisan yang langsung menmpel pada jantung). Diantara
perikardium perietal dan visceral terdapatruang perikardium berisi
3
cairan serosa 15-50 ml berfungsi sebagai pelumas.

 Lapisan epikardium
Merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung
 Lapisan miokardium
Merupakan lapisan fungsional jantung yang memungkinkan jantung
bekerja sebagai pompa. Miokardium memiliki keistimewaan yakni
bekerjasecara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot
rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik. Ventrikel kiri
mempunya lapisan miokardium yang paling tebal, karena mempunyai
beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang
mempunayi tahanan aliran darah lebih besar. Miokardium terdiri dari
dua berkas otot termasuk sinsitium atrium dan sinsitrium ventrikel.
Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi untuk
mempercepat hantaran implus pada setiap sel otot jantung. Antara
sinsitium atrium dan ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anolus
fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari
atrium ke ventrikel.

 Lapisan endokardium
Merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan
merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran
darah.

b. Katup – katup Jantung


 Katup AV (Atrioventrikular)
Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup AV anatara atrium dektra
dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium
sinistra dan ventrikel sisnistra adalah katup bipuspidialis (mitral).
Katup AV hanya membuka satu arah (ke ventrikel) karena berfungsi
mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium pada sistol.
 Katup SL (Semilunar)
Terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung.
Katup SL terdiri dari katup pulmonal yang terdapat atara ventrikel
kanan dengan
4
arteri pulmonalis dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri
dan aorta.

c. Pembuluh Darah Besar Pada Jantung


 Vena cava superior
Merupakan vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh bagian
atas menuju atrium kanan
 Vena cava inferior
Merupakan vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan
 Sinus conaria
Merupakan vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantungsendiri
 Trunkus pulmonalis
Merupakan pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi
dua yakni kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary
trunk ke paru-paru
 Vena pulmonalis
Dibagi menjadi dua yakni kanan dan kiri yang membawa darah bersih
darikedua paru-paru ke atrium kiri
 Aorta asendens
Merupakan pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang
bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas
 Aorta desendens
Merupakan bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah

d. Sirkulasi Darah
 Sirkulasi siskemik

5
Merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh (kecuali
paru- paru). Sirklasi siskemik diawali dari keluarnya darah ventrikel
kiri ke aortakemudian ke seluruh tubuh melalui berbagai percabangan
arteri. Selanjutnya kembali ke jantung (atrium kanan) melalui vena
cava. Darah dari bagian atas kembali ke jantung melalui vena cava
superior dan darah dari tubuh bagian bawah kembali ke jantung
melalui vena cava inferior.

 Sirkulasi pulmonal
Merupakan peredaran darah antara jantung dengan paru-paru, sirkulasi
pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-
parumelalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melaui vena-
vena pulmonalis.

3. Etiologi
a. Disfungsi miokard
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna yang
mengakibatkan isis sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac
output) menurun.
b. Beban tekanan berlebihan – pembebanan sistolik (systolic overload)
Mengakibatkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga curah
ventrikelmenurun
c. Beban volume berlebihan – pembebanan diastolik (diastolic overload)
Menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam ventrikel
meninggi.
d. Peningkatan kebutuhan metabolik- peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload)
Beban kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya kerja
jantung dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan
gagal jantungwalaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e. Gangguan pengisian (hambatan input)

6
Karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada aliran balik vena
akan menyebabkan pengeluaran ventrikel berkurang dan curah jantung
menurun.
f. Kelainan otot jantung
Pada penderita kelaninan otot jantung menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung.
g. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung.
h. Hipertensi siskemik/pulmonal
Meingkatkan beban kerja jantung dan dapat mengakibatkan hipertropi serabut
ototjantung
i. Peradangan dan penyakit miokardium
Kondisi ini dapat secara lansgung merusak serabut jantung, sehingga
menyebabkankontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis kontruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor siskemik
Seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen siskemik. Hipoksia dan anemia dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit
juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

4. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan
Amerika Heart Association (AHA) terbagi atas 4 stadium bedasarkan kondisi
predisposisipasien dan derajat keluhannya yakni :
a. Stage A
Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda
dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau
obesitas.

7
b. Stage B
Penyakit jantung struktural dan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis.
Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi injeksi LV
rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
c. Stage C
Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau
sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatingue,
dan penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D
Gagal jantung simptomatis berat atau refrekter, gejala dapat muncul saat
istirahat meski terapi maksimal namun pasien tetap memrlukan rawat inap.

5. Manifestasi Klinis (Tanda dan gejala)


a. Sesak napas (dyspnea) muncul saat istirahat dan beraktivitas
b. Ortopnea yakni sesak nafas saat berbaring
c. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND) yakni tiba-tiba pada malam hari
mengalamisesak napas dan disertai batuk
d. Takikardia
e. Batuk-batuk terjadi karena edema pada broncus dan penekanan broncus oleh
atriumkiri yang dilatasi. Batuk sering berupa yang basah, berbusa dan disertasi
bercak darah. Bunyi napas tambahan seperti ronkhi disebabkan oleh
penumpukan cairan di paru akibat aliran balik darah ke paru-paru
f. Mudah lelah (fatique)
g. Penumpukan cairan pada jaringan atau edema. Edema disebabkan oleh aliran
darah yang keluar dari jantung melambat, sehingga darah balik ke jantung
menjadi terlambat. Hal tersebut mengakibatkan cairan menumpuk di jaringan.
Kerusakan ginjal yang tidak mampu mengeluarkan natrium dan air juga
menyebabkan retensi cairan dalam jaringan. Penumpukan cairan di jaringan
dapat terlihat dari bengkak di kaki maupun pembesaran perut (Wijaya & Putri,
2013).

8
6. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronikasimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF
dapat bersumberdari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta
dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada
jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot
jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel
sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah
jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme
neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan system adrenergik, renin angiotensin san aldosteron sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokontriksi ateriol dan retensi natrium dan air
(Ulfiyah, 2015).
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya dalam keadaan gagal jantung asimptomatik, dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa
dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila
telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi
sehingga muncul tanda dan gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena
sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan
menyebabkan kontraksi miokard manurun dan tidak efektifmaupun memompa darah.
Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan
curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di
daerah ventrikel kiri) akan meningkatkan beban ventrikel kiri. Hal ini desebabkan
karena penurunan kontraktilitas miokard disertai peningkatan vena balik. Hal ini akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. Bendungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru.
Oedema paru akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru. Sedangkan apabila
cyrah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi
melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah
jantung ke arah normal. Jika tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka
penurunan curah jantung akan memicu

9
penurunan aliran darah ke jaringan berlajut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke
ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron.
Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dnegan peningkatan
tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume
cairan yangberujung pada oedema perifer (Ulfiyah, 2015).

7. Pathway

10
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
 Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
 Enzim jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
 Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine lengkap

b. SGOT, SGPT
 Gula darah
 Kolesterol, trigliserida
 Analisa gas darah

c. Elektrokardiografi
 Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
 Pembesaran jantung (LVH : Left Ventricular Hypertrophy)
 Aritmia
 Perikarditis

d. Foto rotgen thorax


 Edema alveolar
 Edema intersitials
 Efusi pleura
 Pelebaran vena pulmonalis
 Pembesaran jantung

e. Ekokardiografi

1) Ekokardiografi model M, berguna untuk mengevaluasi volume balik dan


kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditanyakan bersama
EKG

2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)

3) Ekokardiografi dopoler berguna untuk memberikan pencitraan dan


pendekatan transesofageal terhadap jantung
11
f. Radionuklir
 Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
 Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard

g. Pemantauan hemodinamika
 Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
 Mengetahui saturasi oksigen di ruang – ruang jantung
 Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
 Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
 Mengetahui beratnya lesi katup jantung
 Mengidentifikasi penyempitan arteri coroner
 Angiografi ventrikel kiri

9. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Pemberian diuretik : untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal

b. Pemberian morphin : untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi


perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan
ansietas karena dyspnea berat
c. Reduksi volume darah sirkulasi : dengan metode plebotomi, yakni prosedur
yang bermanfaat untuk pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan
ini dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral,
menurunkan aliran balikvena dan tekanan pengisian serta sebaliknya.
d. Terapi vasodilator : obat-obat vasodilator merupakan pengobatan utama pada
penatalaksanaan gagal jantung, berfungsi memperbaiki pengosongan ventrikel
kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru
dengan cepat
e. Terapi digitalis : digitalis merupakan obat utama yang diberikan untuk
meningkatkan kontraktilitas (intropik) jantung dan memperlambat frekuensi
ventrikel serta peningkatan curah jantung.
f. Inotropik positif
 Dopamin : pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg untuk memperbaiki
kontraktilitas curah jantung dan isi sekuncup

12
 Dobutamin : merangsang hanya betha adrenergik.
 Dukungan diet (pembatasan natrium)
2. Nonfarmakologis

Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup,
pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta pencegahan
kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko. Seperti tirah baring dalam posisi
semi fowler dan memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.

10. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengakjian
 Identitas klien : Nama, Usia, Jenis kelamin, Alamat, Agama,
Pendidikan, Pekerjaan, nomor RM, Tanggal masuk rumah sakit.
Identitas penanggung jawab : nama, hubungan dengan klien, pekerjaan,
pendidikan
 Keluhan utama : keluhan klien dengan gagal jantung akan merasakan
sesak napas, sesak napas saat beraktivitas, badan lemas, batuk tidak
kunjung sembuh berdahak hingga berdarah, nyeri pada dada, nafsu
makan menurun,bengkak pada kaki
 Riwayat penyakit dahulu : menanyakan adanya riwayat penyakit
jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung, pernah
dirawat dengan penyakit jantung, DM, infrak miokard kronis
 Riwayat kesehatan saat ini : adanya gejala dsypnea, orthopnea,
paroxymal nocturnal dyspnea, batuk dan edema pulmonal akut
 Pemeriksaan fisik :
- B1 Sistem pernapasan
- B2 Sistem kardiovaskuler
- B3 Sistem persyarafan
- B4 Sistem perkemihan
- B5 Sistem pencernaan
- B6 Sistem muskuloskeletal
- B7 Sistem integumen
- B8 Sistem endokrin

13
b. Diagnosa keperawatan
 Penurunan curah jantung
 Hipervolemia
 Bersihan jalan napas tidak efektif
 Intoleransi aktivitas

c. Intervensi keperawatan
Diagnosa SLKI & SIKI
Keperawatan
SLKI SIKI
Penurunan Curah Jnatung Setelah dilakukan Perawatan Jantung
(D.0008) intervensi (I.02075)
keperawatan Observasi
b.d diharapkan Curah 1. Identifikasi
1. Perubahan irama Jantung (L.02008) tanda/gejala primer
jantung meningkat dengan penurunan curah
2. Perubahan frekuensi kriteria hasil : jantung
jantung 1. Kekuatan nadi 2. Identifikasi
3. Perubahan perifer tanda/gejala
kontraktilitas meningkat sekunder
4. Perubahan preload 2. Ejection penurunan curah
5. Perubahan afterload fraction (EF) jantung
meningkat 3. Monitor tekanan
d.d : 3. Cardiac index darah
1. Palpitasi (CI) 4. Monitor intake dan
2. Lelah meningkat output cairan
3. Dispnea 4. Left 5. Monitor berat
4. Paroxymal nocturnal ventricular badan setiap hari
dyspnea stroke work dalam waktu yang
5. Orthopnea index sama
6. Batuk (LVSWI) 6. Monitor saturasi
7. Cemas meningkat oksigen
8. Gelisah 5. Stroke volume 7. Monitor keluhan
9. Bradikardia/takikardia index (SVI) nyeri dada
10. Gambaran EKG meningkat 8. Monitor EKG 12
aritmia atau gangguan 6. Palpitasi sadapan
konduksi menurun 9. Monitor aritmia
11. Edema 7. Bradikardia 10. Monitor nilai
12. Distensi vena menurun laboratorium
jugularis 8. Takikardia jantung
13. Central venous menurun 11. Monitor fungsi alat
pressure 9. Gambaran pacu jantung
meningkat/menurun EKG aritmia 12. Periksa tekanan
14. Hepatomegali menurun darah dan
15. Tekanan darah 10. Lelah menurun frekuensi nadi
meningkat/menurun 11. Edema sebelum dan
menurun

14
16. Nadi perifer teraba 12. Distensi vena sesudah
lemah jugularis beraktivitas
17. Capillary refill time > menurun 13. Perikasa tekanan
3 detik 13. Dispnea darah dan
18. Oliguria menurun frekuensi nadi
19. Warna kulit pucat dan 14. Oliguria sebelum
sianosis menurun pemberian obat
20. Terdengar suara 15. Pucat/sianosis
jantung S3 dan/atau menurun Teraputik
S4 16. Paroxymal 1. Posisikan pasien
21. Ejection fraction (EF) nocturnal semi fowler atau
menurun dyspnea fowler dengan kaki
22. Murmur jantung menurun ke bawah atau
23. Berat badan 17. Ortopnea posisi nyaman
bertambah menurun 2. Berikan diet
24. Pulmonary artery 18. Batuk jantung yang
wedge pressure menurun sesuai
(PAWP) menurun 19. Suara jantung 3. Gunakan stocking
25. Pulmonari vascular S3 menurun elastis atau
resistence (PVR) 20. Suara jantung pneumatik
meningkat/menurun S4 menurun interminten, sesuai
26. Systemic vaskular 21. Murmur indikasi
resistence (SVR) jantung 4. Fasilitasi pasien
meningkat/menurun menurun dan keluarga untuk
27. Cardiac Index (CI) 22. Berat badan modifikasi gaya
menurun menurun hidup sehat
28. Left ventricular 23. Hepatomegali 5. Berikan terapi
sstroke work index menurun relaksasi untuk
(LVSWI) menurun 24. Pulmonary mengurangi stress,
29. Stroke Volume Index vascular jika perlu
(SVI) menurun resistance 6. Berikan dukungan
menurun emosional dan
25. Systemic spiritual
vascular 7. Berikan oksigen
resistance untuk
menurun mempertahankan
26. Tekanan darah oksigen > 94%
membaik
27. CRT membaik Edukasi
28. Pulmonary 1. Anjurkan
artery wedge beraktivitas fisik
pressure sesuai toleransi
membaik 2. Anjurkan
29. Central venous beraktivitas secara
pressure bertahap
membaik

15
3. Anjurkan berhenti
merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga untuk
mengukur intake
dan output cairan
harian

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika
perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

Hipervolemia (D.0022) Setelah dilakukan Manajemen


intervensi Hipervolemia (I.03114)
b.d keperawatan
1. Gangguan mekanisme diharapkan Observasi
regulasi Keseimbangan 1. Periksa tanda dan
2. Kelebihan asupan cairan (L.05020) gejala
cairan meningkat dengan hipervolemia
3. Kelebihan asupan kriteria hasil : 2. Identifikasi
natrium 1. Asupan cairan penyebab
4. Gangguan aliran balik meningkat hipervolemia
vena 2. Keluaran urin 3. Monitor status
5. Efek agen meningkat hemodinamik
farmakologis 3. Kelembapan 4. Monitor intake dan
membran output cairan
d.d mukosa 5. Monitor tanda
1. Ortopnea meningkat hemokonsentrasi
2. Dispnea 4. Asupan 6. Monitor tanda
3. Paroxymal noctural makanan peningkatan
dyspnea meningkat tekanan onkotik
4. Edema anasarka 5. Edema plasma
dan/atau perifer menurun 7. Monitor kecepatan
5. Berat badan 6. Dehidrasi infus secara ketat
meningkat dalam menurun 8. Monitor efek
waktu singkat 7. Asites samping diuretik
6. Jugular venous menurun
pressure dan/atau 8. Konfusi Terapeutik
menurun

16
central venous 9. Tekanan darah 1. Timbang berat
pressure meningkat membaik badan setiap hari
7. Refleks hepatojugular 10. Denyut nadi dalam waktu yang
positif radial sama
8. Distensi vena membaik 2. Batasi asupan
jugularis 11. Tekanan arteri cairan dan garam
9. Terdengar suara napas rata rata 3. Tinggikan kepala
tambahan membaik tempat tidur 30-400
10. Hepatomegali 12. Mata cekung
11. Kadar Hb/Ht turun membaik Edukasi
12. Oliguria 13. Turgor kulit 1. Anjurkan melapor
13. Intake lebih banyak membaik jika haluaran urin <
dari output 14. Berat badan 0,5Ml/kg/jam
14. Kongesti paru membaik dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor
jika BB bertambah
> 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran cairan
4. Ajarkan cara
membatasi cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian diuretik
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
3. Kolaborasi
pemebrian
continous renal
replacement
therapy, jika perlu

Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


efektif (D. 0149) intervensi (I.01011)
b.d : keperawatan Observasi
Fisiologi diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas
1. Spasme jalan napas jalan napas (L.01001) 2. Monitor bunyi
2. Hipersekresi jalan napas meningkat dengan napas
3. Disfungsi neuromuskuler kriteria hasil : 3. Monitor sputum
4. Benda asing dalam jalan 1. Batuk efektif (jumlah, warna,
napas meningkat aroma)

17
5. Adanya jalan napas buatan 2. Produksi Terapeutik
6. Sekresi yang tertahan sputum 1. Pertahankan
7. Hiperplasia dinnding jalan menurun kepatenan jalan napas
napas 3. Mengi dengan head tiit dan
8. Proses infeksi menurun chin lift
9. Respon alergi 4. Wheezing 2. Posisikan semi fowler
10. Efek agen farmakologis menurun atau fowler
5. Mekonium 3. Berikan minum air
Situasional menurun hangat
1. Merokok aktif 6. Dispnea 4. Lakukan fisioterapi
2. Merokok pasif menurun dada, jika perlu
3. Terpajan polutan 7. Ortopnea 5. Lakukan penghisapan
menurun lendir kurang dari 15
d.d : 8. Sulit bicara detik
1. Batuk tidak efektif menurun 6. Lakukan
2. Tidak mampu batuk 9. Sianosis hiperoksigenasi
3. Sputum berlebih menurun sebelum penghisapan
4. Mengi, wheezing atau 10. Gelisah endotrakeal
ronkhi kering menurun 7. Keluarkan sumbatan
5. Mekonium jalan napas 11. Frekuensi benda padat dengan
6. Dispnea napas forcep Mc Gill
7. Sulit bicara membaik 8. Berikan oksigen, jika
8. Ortopnea 12. Pola napas perlu
9. Gelisah membaik
10. Sianosis Edukasi
11. Bunyi napas menurun 1. Anjurkan asupan
12. Pola napas berubah cairan 2000 ml/hari
13. Frekuensi nafas 2. Ajarkan teknik batuk
betambah efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Intoleransi aktivitas (D. Setelah dilakukan Manajemen energi


0056) intervensi (I.05178)
b.d keperawatan Observasi
1. Ketidakseimbangan antara diharapkan toleransi 1. Identifikasi gangguan
suplai dan kebutuhan oksigen aktivitas (L.05047) fungsi tubuh yang
2. Tirah baring meningkat dengan mengakibatkan kelelahan
3. Kelemahan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik
4. Imobilitas 1. Frekuensi nadi dan emosional
5. Gaya hidup monoton meningkat

18
2. Saturasi 3. Monitor pola dan jam
d.d : oksigen tidur
1. Mengeluh lelah meningkat 4. Monitor lokasi dan
2. Frekuensi jantung 3. Kemudahan ketidaknyamanan selama
meningkat >20% dari dalam melakukan aktivitas
kondisi istirahat melakukan
3. Dispnea saat/setelah aktivitas Terapeutik
aktivitas sehari-hari 1. Sediakan lingkungan
4. Merasa tidak nyaman meningkat yang nyaman dan rendah
setelah beraktivitas 4. Kecepatan stimulus
5. Merasa lemah berjalan 2. Lakukan latihan
6. Tekanan darah meningkat rentang gerak pasif
berubah >20% dari 5. Jarak berjalan dan/atau aktif
kondisi istirahat meningkat 3. Berikan aktivitas
7. Gambaran EKG 6. Kekuatan distraksi yang
menunjukkan aritmia tubuh bagian menenangkan
saat/setelah aktivitas atas meningkat 4. Failitasi duduk di sisi
8. Gambaran EKG 7. Kekuatan tempat tidur, jika tidak
menunjukkan iskemia tubuh bagian dapat berpindah atau
9. Sianosis bawah berjalan
meningkat
8. Toleransi Edukasi
dalam menaiki 1. Anjurkan tirah baring
tangga 2. Anjurkan melakukan
meningkat aktivitas secara bertahap
9. Keluhanlelah 3. Anjurkan menghubungi
menurun perawat jika tanda dan
10. Dispnea saat gejala kelelahan tidak
aktivitas berkurang
menurun 4. Ajarkan strategi koping
11. Dispnea mengurangi kelelahan
setelah
aktivitas Kolaborasi
menurun 1. Kolaborasi dengan
12. Perasaan ahli gizi tentang cara
lemah meningkatkan asupan
menurun makanan
13. Aritmia saat
aktivitas
menurun
14. Aritmia
setelah
aktivitas
menurun
15. Sianosis
menurun

19
16. Warna kulit
membaik
17. Tekanan darah
membaik
18. Frekuensi
napas
membaik
19. EKG iskemia
membaik

d. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan komponen keempat dari proses
keperawatan setelah merumuskan rencana asuhan keperawatan. Implementasi
merupakan bagian dari proses keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untukmencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dalam asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2010). Intervensi keperawatan
yang sudah direncanakan bedasarkan Standart Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) dilaksanakan pada tahap implementasi keperawatan.
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan fase kelima atau terakhir dalam
proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil
evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yakni menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai mendapat informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subjektif, Objektif,
Assasment dan Planning) (Arsyadi, 2010). Adapun komponen SOAP yakni S
(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang
bedasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara lansgung pada
pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assasment) adalah interpretasi data
subjektif dan objektif. P (Planning) adalah perencanaan keperawatan yang
akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dari rencana
tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya (Rohman, 2012).

20
DAFTAR PUSTAKA
Heardman, H. T. (2012) Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC
Hidayat, A. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dari Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Lam C, Reinstra M, Tay W, Liu L, Hummel Y, Boer R. Atrial Fibrillation in Heart Failure
with Preserved Ejection Fraction : Association with Exercise Capacity, Left
Ventricular FillingPressure, Natriuretic Peptides, and Left Atrial Volume. Journal of
American College of Cardiology. 2017 : 5(2): p. 92-98
PPNI (2016) Standart Diagnosa Keperawatan Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2016) Standart Intervensi Keperawatan Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2016) Standart Luaran Keperawatan Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
HasilDiagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai