Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Coronary Artery Disease (CAD) atau di kenal dengan penyakit jantung koroner
(PJK) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah
untuk dinding jantung mengalami pengerasan dan penyempitan (Lyndon, 2014).
Pada Saat aliran darah yang melewati arteri koronaria tertutup sebagian atau
keseluruhan oleh plak, dapat menyebabkan iskemia atau infark pada otot jantung
( Ignatavicius & Workman, 2010). Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan
oksigen pada jaringan jantung yang digambarkan dengan depresi segmen ST,
inversi glombang T, atau keduanya. Infark adalah kematian jaringan yang
digambarkan dengan gelombang Q patologis pada pemeriksaan EKG (Shirley A.
Jones, 2016)
Data World Healh Organisasi (WHO) menunjukkan bahwa penyakit jantung
koroner menempati urutan pertama penyebab kematian di dunia selama 15 tahun
(2000-2015). Dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan kematian akibat
penyakit jantung koroner secara terus menerus. Tahun 2000 tercata kematian akibat
penyakit jantung koroner sebanyak 6,8 juta orang, tahun 2005 sebanyak 7,5 juta
orang, tahun 2010 sebanyak 8,2 juta orang dan tahun 2015 sebanyak 8,7 juta orang.
Penyakit jantung menjadi penyebab kematian di beberapa negara – Negara. Di
negara Amerika Serikat diperkirakan 16.300.000 orang atau 7% dari populasi
penduduk Amerika Serikat yang berumur lebih dari 20 tahun terdiagnosa penyakit
jantung koroner. Dari angka tersebut 18,3% pria dan 6,1% wanita (Roger dkk.,
2011). Hasil survei dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan
prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia sebesar 1,5% atau diperkirakan
sekitar 2.650.340 orang. Provinsi dengan jumlah penderita penyakit jantung Koroner
tertinggi di Nusa Tenggara Timur (4,4%) dan diprovinsi Jawa Timur sebanyak 1,3%
atau sekotar 375.127 orang. Sedangkan jumlah prevalensi paling sedikit yaitu
diprovinsi Papua Barat yaitu 6.690 orang (Kemenkes RI, 2013). Kemudian prevalensi
penyakit jantung koroner meningkat seiring bertambahnya usia, tertinggi pada usia
65-74 tahun 3,6% (Kemenkes, 2013).
Pada tahun 2008 berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita (PJNHK) tercatat 1.065 pasien mengalami infark miokard akut
(Departement of Cardiology and vascular medicine Universitas Indonesia, 2010).
Prevalensi penyakit jantung koroner infark miokard akut di RSHS Bandung
setiap tahunya maengalami kenaikan. Pada tahun 2016 tercatat 278 orang
mengalami Infark miokard akut, Pada tahun 2017 tercatat 350 orang dan pada tahun
2018 tercatat 417 orang. Pada tiga tahun terakhir penyakit infark miokard akut paling
banyak dialami pada pasien yang berusia antara 45-65 tahun. Tingkat kematian
akibat infark miokard akut setiap tahunnya mengalami peningkatan, tahun 2016
tercatat 17 orang, tahun 2017 tercatat 22 orang dan tahun 2018 tercatat 28 orang.
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian, kecacatan,
penderitaan dan kerugian materi, serta menyebabkan keterbatasan fisik dan sosial
yang memerlukan penataan kehidupan, komplikasi – komplikasi yang ditimbulkan
oleh penyakit jantung koroner tidak hanya masalah bagi pasien tapi juga pada
keluarga. Penyakit jantung koroner merupakan kondisi patologis arteri koroner yang
ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa
di dinding pembuluh darah, yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi
arteri sehingga penurunan aliran darah ke jantung (Glassman & shapiro, 2014).
Otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah yang kaya akan oksigen
dari arteri koroner agar jantung dapat berkontraksi dan memompa darah ke seluruh
tubuh secara normal. Namun jika terjadi penyumbatan arteri yang semakin buruk
terutama arteri koroner, maka otot jantung dapat mengalami iskemi (berkurangnya
pasokan darah) sehingga menyebabkan kerusakan jantung. Iskemi miokard terjadi
saat aliran darah koroner tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen miokard.
Hal ini menyebabkan sel miokard mengalami perubahan metabolisme aerob menjadi
metabolisme anaerob dengan kerusakan progresif pada fungsi metabolik, fungsi
mekanis dan fungsi elektrik (M. Asikin et al, 2016).
Angina pektoris terjadi akibat stimulasi dan kimia pada ujung saraf aferen
sensorik pada pembuluh darah koroner dan miokard. Nyeri disebabkan hasil
metabolisme anaerob asam laktat yang terkumpul dalam otot jantung, serta
perenggangan miokard abnormal yang mengiritasi serta saraf miokard. Saraf
simpatis aferen masuk kemedula spinalis dan berperan dalam angina. Ateroslekrosis
merupakan penyebab paling sering pada stenosis arteri koroner sehingga
menimbulkan angina pektoris (M. Asikin et al, 2016).
Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemi miokardium. Reseptor
syaraf nyeri dirangang oleh metabolic yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia yang
belum diketahui atau oleh stress mekanik local akibat kontraksi miokard yang
abnormal. Secara khas nyeri digambarkan sebagai suatu tekanan subternal,
terkadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri (Muttaqin, 2009)
Angina pektoris merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman seperti rasa
tertekan didaerah dada dan menjalar ke area lain disekitarnya yang berkaitan, yang
disebabkan oleh iskemia miokard, tetapi tidak sampai terjadi nektosis. Rasa tidak
nyaman tersebut sering kali digambarkan sebagai rasa tertekan, rasa terjerat, rasa
penuh, rasa terbakar, rasa bengkak, dan rasa seperti sakit gigi. Rasa tidak nyaman
tersebut biasanya berkisar 1-5 menit diarea retrosternal, tetapi dapat juga menjalar
ke rahang, leher, bahu, punggung, dan lengan kiri. Keluhannya dapat berupa cepat
lelah, sesak napas pada saat beraktifitas, yang disebabkan oleh gangguan fungsi
akibat iskemia miokard (M. Asikin et al, 2016).
Angina pektoris biasanya berkaitan dengan penyakit jantung koroner
artetosklerosis tetapi dalam sejumlah kasus dapat merupakan kelanjutan dari
hipertrofi ventrikel kiri akibat stenosis aorta berat, insufisiensi atau hipertrofi
kardiomiopati tanpa disertai obstruksi, peningkatan kebutuhan metabolik (misalnya
hipertiroidisme atau setelah pengobatan tiroid) anemia berat, takikardia paroksimal
dengan frekuensi ventrikuler cepat, emboli, atau spasme koroner (M. Asikin et al,
2016).
Pada saat metabolisme asam laktat yang meningkat dan berkumpul di otot
jantung menyebabkan perenggangan miokard pada pasien maka akan menimbulkan
masalah keperawatan nyeri akut. Nyeri akut pada pasien Coronary Artery Disease
(CAD) adalah pengalama sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan.
Penyebab nyeri akut adlah agen pencedera fisiologis misalnya iskemik (SDKI, 2017)
Dalam asuhan keperawatan perawat memiliki peran kolaborasi dengan tim
kesehatan lain dengan pemberian obat-obatan yang termasuk beta bloker, yaitu
atenolol, metoprolol dan propranolol (M. Asikin et al, 2016). Atenolol adalah obat
untuk mengatasi tekanan darah tinggi (hipertensi). Metoprolol bekerja dengan
menghambat suatu zat dalam tubuh yang dinamakan epinephrine (adrenalin), yaitu
zat yang dapat membuat jantung berdenyut lebih cepat, mempersempit pembuluh
darah, dan memperkuat kontraksi pada jantung. Propranolol digunakan untuk
mencegah migrain dan nyeri dada (angina), menurunkan tekanan darah membantu
mencegah stroke, serangan jantung, dan masalah ginjal.
Pemberian obat lainnya yaitu Morfin, Oksigen, Nitrat, dan Aspirin atau disingkat
menjadi (MONA). Morfin digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang parah
dan berkepanjangan atau kronis, seperti misalnya nyeri pada kanker stadium lanjut.
Morfin bekerja pada saraf dan otak sehingga tubuh tidak merasakan rasa sakit.
Oksigen dapat membantu menghilangkan sesak yang terjadi karena serangan.
Nitrogliserin atau glyceryl trinitrate (GTN) adalah obat golongan nitrat yang
digunakan untuk mengurangi intensitas serangan angina (nyeri dada), terutama
pada penderita penyakit jantung koroner. Aspirin dapat membantu mencegah
serangan jantung, tetap saja pasien tidak boleh meminum obat aspirin setiap hari
tanpa anjuran dokter. Biasanya dokter akan memberikan aspirin sebagai pengencer
darah
Dalam masalah keperawatan nyeri akut, perawat memiliki peran kolaborasi
dengan pemberian terapi obat-obatan. Selain peran kolaborasin perawat dapat
memberikan tindakan mandiri manajemen nyeri yaitu aromaterapi, edukasi
menejemen nyeri, edukasi teknik napas, kompres dingin atau panas, terapi relaksasi,
teknik distraksi, terapi musik, terapi humor, terapi murattal, terapi sentuhan, terapi
pemijatan (SIKI, 2018). Di sini penulis memilih terapi pemijatan Foot Hand Massage
sebagai terapi non farmakologis terhadap masalah nyeri akut Coronary artery
disease (CAD) karena terapi Foot Hand Massage ) sangat jarang sekali dilakukan
untuk menurunkan intensitas nyeri.
Menurut pendapat Stillwell (2011) penanganan nyeri dengan foot hand massage
sangat efektif untuk mengatasi nyeri, foot hand massage sendiri adalah bentuk
massage pada kaki atau tangan yang didasarkan pada premis bahwa
ketidaknyamanan atau nyeri diarea spesifik kaki atau tangan berhubungan dengan
tubuh atau gangguan. Menurut furlan, et, al (2004) massage telah ditemukan untuk
menghasilkan respon relaksasi dan massage berdampak positif untuk mengurangi
nyeri sering dijelaskan pada teori control gerbang, dengan pijatan merangsang
serabut saraf berdiameter besar yang memiliki input penghambatan pada sel-T
(Mariah and Ruth 2010).
Dengan data hasil penelitian dengan massage atau pijat , mengubah posisi
dapat menurunkan nyeri punggug pada pasien infark miokard akut dan dan didukung
penenlitin lainnya tentang efektifitas massage untuk mengatasi nyeri diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Abbaspoor , et al. (2013) menyebutkan bahwa
nyeri dapat diturunkan dengan menggunakan foot hand massage dan juga penelitian
oleh chang. (2008) menyebutkan bahwa terapi pijat tangan mempunyai efek positif
pada penurunan rasa sakit pada pasien di rumah sakit serta penelitian oleh Lu wa,
et.al. (2011) dengan hasil penelitian pijat kaki berdampak pada penurunan tekanan
darah. Hasil penelitian Awan, et al, (2015) pada pasien infark miokard akut yang
diberikan Foot Hand Massage selama 4 kali 20 menit dalam 2 hari bersama dengan
pengobatan standart dapat memberikan respon fisiologis nyeri pada tekanan darah
sistol, diastole, nadi, respirasi, intensitas nyeri menurun skala ringan .
Selain masalah keperawatan nyeri akut, masalah keperawatan yang di
akibatkan angina pektoris adalah Intoleransi aktivitas. Intoleransi aktivitas adalah
ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penyebab dari
intoleransi aktivitas adalah ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen (SDKI,
2017).
Penanganan yang dapat dilakukan sebagai seorang perawat adalah pemberi
asuhan keperawatan. Perawat memiliki peran kolaborasi dengan tim kesehatan lain
yaitu ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makan pada pasien penyakit
jantung koroner. Selain peran kolaborasi perawat memiliki peran edukasi,
mengajarkan melakukan aktivitas secara bertahap. Perawat dapat memberikan
tindakan mandiri manajemen energi, manajemen energi adalah mengidentifikasi dan
mengelola penggunaan energi untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan proses pemuliha (SIKI, 2018)
Masalah keperawatan lain yang disebabkan infark miokard adalah resiko
penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung adalah beresiko mengalami
pemompaan jantung yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Factor resiko penurunan curah jantung perubahan afterload, perubahan
frekuensi jantung, perubahan irama jantung, perubahan kontraktilitas, dan perubahan
preload (SDKI, 2017)
Peran perwat dalam pemberian asuhan keperawatan perawat berperan pemberi
tindakan keperawaran perawatan jantung akut. Perawatan jantung akut adalah
mengidentifikasi dan mengelola pasien yang baru mengalami episode ketidak
seimbangan antara kesediaan dan kebutuhan oksigen miokard. Selain pemberi
tindakan keperawatan perawat memiliki peran kolaborasi dengan tim kesehatan lain
dalam pemberian antiplatelet, antiangina, pemberian obat morfin, inotropic dan obat
antikoagulan. Peran perawat lainnya perawat memiliki peran edukasi mengajarkan
teknik menurunkan kecemasan dan ketakutan (SIKI, 2018)
Masalah keperawatan lain yang disebabkan menurunya fungsi ventrikel kiri
resiko perfusi miokard tidak efektif. Resiko perfusi miokard tidak efektif adalah
beresiko mengalami penurunan sirkulasi arteri koroner yang mengganggu
metabolism miokard. Factor resiko perfusi miokard tidak efektif hipertensi,
hiperlepidemia, hiperglikemi, hipoksemia, hipoksia, spasme arteri koroner
temponade jantung, dan riwayat penyakit kardiovaskuler pada keluarga (SDKI,
2017).
Peran perawat memberi tindakan asuhan keperawatan untuk pasien resiko
perfusi miokard tidak efektif adalah manajemen aritmia. Manajeman aritmia adalah
mengidentifikasi dan mengelola gangguan irama dan frekuensi jantung yang
berpotensi mengganggu hemodinamik atau mengancam nyawa. Selain memberikan
tindakan keperawatan perawat memiliki peran kolaborasi dengan tim kesehatan ain
dalam pemberian antiaritmia, pemberian kardioversi dan pemberian defibrilasi (SIKI,
2018).
Peran perawat selain sebagai kolaborasi dan care giver, perawat berperan
sebagai edukasi. Upaya perawat dalam pemberian edukasi kepada pasien menutur
WHO (2007) terdiri dari perubahan gaya hidup meliputi penghentian merokok, peru
bahan pola makan, pengontrolan berat badan, aktivitas fisik, dan kurangi konsumsi
minuman beralkohol. Untuk itu pencegahan sekunder sangat diperlukan
walaupun pasien telah mendapat penanganan medis terlebih dahulu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun
karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman
pada pasien CAD (Coronery Artery Disease) Di RSHS Bandung”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Plaksanaan Asuhan Keperawatan Ganguan Rasa Nyaman
Pada Pasien CAD (Coronery Artery Disease)?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Memperoleh informasi dan gambaran asuhan keperawatan Ganguan Rasa
Nyaman pada pasien CAD (Coronery Artery Disease)?
2. Tujuan khusus
1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien CAD (Coronery
Artery Disease)
2) Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien CAD (Coronery
Artery Disease)
3) Mampu membuat perencanaan/intervensi pada pasien CAD (Coronery
Artery Disease)
4) Mampu melaksanakan implementasi pada pasien CAD (Coronery Artery
Disease)
5) Mampu mengevaluasi pada pasien CAD (Coronery Artery Disease)
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,
khususnya studi kasus tentang Asuhan Keperawatan Ganguan Rasa Nyaman
pada pasien CAD (Coronery Artery Disease)
2. Bagi tempat penelitian
Menambah wawasan, inovasi dan dapat memberikan masukan bagi para
tenaga kesehatan khususnya perawat dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan Asuhan Keperawatan Ganguan Rasa Nyaman pada pasien CAD
(Coronery Artery Disease)
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Memperluas serta membudayakan ilmu keperawatan dalam Asuhan
Keperawatan Ganguan Rasa Nyaman pada pasien CAD (Coronery Artery
Disease)

Anda mungkin juga menyukai