Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

Penyakit Arteri Perifer


Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu
syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
Islam Jemursari Surabaya

Disusun oleh:
Wahyu Firmansyah
6130015035

Pembimbing:
Fanty Filianovika., dr., Sp.JP

Departemen / SMF Dermatologi dan Venereologi


Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
RSI Jemursari Surabaya
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat
Terapi Vitamin D untuk Dermatologi

Oleh :
Wahyu Firmansyah

Referat “Penyakit arteri perifer” ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSI Jemursari Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya.

Surabaya, 29 Desember 2019


Mengesahkan,
Dokter Pembimbing

Fanty Filianovika., dr., Sp.JP


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit arteri perifer (PAD) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh
darah setelah keluar dari jantung dan aortailiaka meliputi ke empat ekstremitas, arteri
karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua percabangan setelah keluar dari
aotailiaka, hal ini disebabkan oleh perubahan struktur dan fungsi arteri-arteri yang
menyuplai darah ke daerah-daerah tersebut. Prevalensi PAD sekitar 8 juta laki-laki
dan perempuan di US, laki-laki lebih banyak dari perempuan, 12% populasi dewasa
dan sampai 20 % pada orang lanjut usia.
PAD merupakan marker aterosklerosis sistemik dan sering ditemukan diantara
orang-orang dengan faktor resiko kardiovaskuler yang jelas, khususnya usia tua (> 40
tahun), merokok, diabetes melitus, dislipidemia, hipertensi, hiperhomosistemia.
Pasien yang menderita penyakit ini mungkin memiliki gejala tetapi juga bisa
asimptomatik. Namun sebagian besar PAD sekitar 70%-80% asimptomatik. PAD
simptomatik, gejala yang paling sering adalah klaudikasio intermiten ditandai oleh
nyeri dan kelemahan sewaktu berjalan atau melakukan aktivitas dan berkurang bila
beristirahat. Pasien dengan klaudikasio dapat menurunkan kualitas hidup disebabkan
terbatasnya pegerakan atau mobilisasi. Pasien dengan PAD menunjukkan 2 sampai 6
kali lipat meningkatkan resiko kematian akibat penyebab vaskuler dan resiko besar
amputasi ekstremitas daripada pasien-pasien tanpa PAD. Individu dengan PAD
juga memiliki angka kematian pertahun akibat kardiovaskuler sekitar 2,5% dan
peristiwa kardiovaskuler mayor (21,1%) disebabkan oleh meningkatnya kejadian
aterotrombus dibandingkan pasien dengan panyakit arteri coroner (1,9% dan 15,2% )
atau dengan beberapa penyakit serebrovaskuler (2,1% dan 14,5%).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi pembuluh darah


Dinding arteri terdiri dari tiga tunika yakni tunika luar atau tunika adventisia,
tunika tengah atau tunika media. dan tunika dalam atau tunika intima. Tunika
adventisia mengandung serabut saraf dan pembuluh darah yang menyuplai dinding
arteri serta terdiri dari jaringan ikat yang memberi kekuatan penuh pada dinding
arteri. Tunika media tersusun dari kolagen, serat otot polos dan ellastin yang
bertanggungjawab penuh dalam mengontrol diameter pembuluh darah saat dilatasi
dan kostriksi. Tunika intima adalah tunika halus sel-sel endotel yang menyediakan
permukaan nontrombogenik untuk aliran darah. Tunika intima dan media mendapat
makanan dari proses difusi aliran darah arteri. Tunika adventisia dan bagian terluar
tunika media mandapat makanan dari vasa vasorum, “pembuluh di dalam pembuluh”
yaitu pembuluh darah kecil yang masuk ke dalam dinding arteri terluar.
Berdasarkan ukuran dan strukturnya, arteri dibagi manjadi tiga tipe: (1) arteri
besar, atau elastis termasuk aorta cabang besarnya (terutama inominata, subklavia,
karotis komunis, dan iliaka), dan arteri pulmonalis; (2) arteri ukuran sedang, atau
muskular termasuk cabang lain aorta (misal, arteri koronaria dan arteri renalis); dan
(3) arteri kecil (garis tengah kurang dari 2 mm) dan arteriol (garis tengah kurang 20
sampai 100 µm), yang terletak di dalam substansi jaringan dan organ.
Dalam arteri elastik, media yang elastik dan kaya serat akan mengembang
saat sistol; recoil dinding vaskuler selama diastol mendorong darah ke sistem vaskuler
perifer. Dalam arteri muskular, arteri kecil, dan arteriol, media terutama terdiri atas sel
otot polos. Dalam pembuluh ini, aliran darah regional dan tekanan darah diatur oleh
perubahan ukuran lumen melalui kontraksi (vasokonstriksi) atau relaksasi
(vasodilatasi) sel otot polos. Di arteriol, kontraksi sel otot polos media menyebabkan
perubahan drastis diameter lumen yang mengendalikan tekanan darah arteri sistemik
dan secara bermakna mempengaruhi distribusi aliran darah di antara berbagai jaringan
kapiler. Karena resistensi suatu aliran/tabung terhadap aliran cairan berbanding
terbalik dengan pangkat empat garis tengahnya (yaitu mengurangi garis tengah
menjadi separuhnya akan menyebabkan peningkatan resistensi 16 kali lipat),
perubahan kecil dalam ukuran lumen arteri kecil akibat perubahan struktura atau
vasokonstriksi dapat menimbulkan efek mencolok pada aliran darah. Oleh karena itu,
arteriol merupakan titik utama resistensi faali terhadap aliran darah, memicu
penurunan tajam tekanan dan kecepatan serta perubahan dari aliran berdenyut menjadi
aliran tetap.

2. Definisi
Peripheral artery disease (PAD) adalah penyumbatan arteri perifer yang
dihasilkan dari proses artherosklerosis atau proses inflamasi yang mengakibatkan
lumen menyempit (stenosis) atau dari pembentukan thrombus (bisasnya terkait
dengan faktor resiko yang menjadi dasar timbulnya artherosklerosis) . Ketika kondisi
ini muncul terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
penurunan tekanan perfusi ke area distal dan laju darah. Tempat tersering terjadinya
PAD adalah tungkai bawah. Sirkulasi pada tungkai bawah berasal dari arteri femoralis
yang merupakan lanjutan dari arteri eksternal iliaka. Sirkulasi pada tungkai bawah
berasal dari arteri femoralis yang merupakan lanjutan dari arteri eksternal iliaka.
Pecabangan utama dari arteri femoralis adalah arteri femoralis distal (yang biasanya
dimaksudkan sebagai sreri femoralis superfisial) yang berlanjut ke bagian bawah
tungkai dan menjadi arteri popliteal tepat diatas lutut. Dua arteri utama pada akhir
popliteal arteri adalah arteri posterior dan anterior tibial yang menyuplai darah
kebagian bawah tungkai dan kaki. Berikut adalah gambar vaskularisasi tungkai
3. Etiologi
Penyebab dari oklusi arteri perifer adalah adanya stenosis (penyempitan) pada
arteri yang disebabkan oleh reaksi artherosklerosis atau reaksi inflamasi pembuluh
darah yang menyebabkan lumen menyempit. Di artherosklerosis plaque akan
menempel di dinding pembuluh darah dan akan mengurangi aliran darah.
Artherosklerosis bisa dan biasanya terjadi di seluruh arteri. Dinamakan peripheral
artery disease apabila terjadi di arteri yang mensuplai ke tungkai bawah.
4. Epidemiologi
Prevalensi penyakit arteri perifer pada populasi umum adalah 12-14%, yang
meningkat hingga 20% dari mereka lebih dari 70.2 70% -80% dari individu yang
terkena tidak menunjukkan gejala; hanya minoritas pernah membutuhkan
revaskularisasi atau amputasi. Peripheral artery disease mempengaruhi 1 dari 3
penderita diabetes di atas usia 50 tahun. Di Amerika Serikat peripheral artery disease
mempengaruhi 12-20 persen dari orang Amerika usia 65 dan lebih tua. Sekitar 10 juta
orang Amerika memiliki PAD. Meskipun prevalensi dan implikasi risiko
kardiovaskular, hanya 25 persen pasien PAD sedang menjalani pengobatan. Insiden
meningkat PAD simptomatik dengan usia, dari sekitar 0,3% per tahun untuk laki-laki
berusia 40-55 tahun sekitar 1% per tahun untuk laki-laki berusia di atas 75 tahun.
Prevalensi PAD bervariasi tergantung pada bagaimana PAD didefinisikan, dan usia
populasi yang sedang dipelajari. Diagnosis sangat penting, sebagai orang-orang
dengan PAD memiliki resiko empat sampai lima kali lebih tinggi dari serangan
jantung atau stroke.
5. Manifestasi Klinis
50% orang datang dengan PAD tanpa gejala. Tapi beberapa orang
mengeluhkan sakit di kaki ketika berjalan. (klaudikasi). Gejala dari klaudikasi
meliputi sakit pada otot terutamaa kaki di picu saat aktivitas dan hilang saat pasien
istirahat. Lokasi dari sakit tergantung dari lokasi dimana arteri mengalami
penyempitan. Klaudikasi yang sudah parah dapat menyebabkan pasien susah berjalan
dan melakukan aktivitas sehari-hari.
Ciri lain dari peripheral artery disease adalah
 Sakit di tungkai bawah yang muncul saat berktivitas (berjalan, menaiki
tangga) biasa di sebut klaudikasi
 Bagian kaki yang terkena akan lebih dingin di bandingkan dengan kaki yang
sehat.
 Luka pada kaki yang tidak akan sembuh
 Pulsasi pada kaki yang terkena akan lemah bahkan sampai tidak ada
 Disfungsi ereksi pada pria
Apabila PAD sudah makin parah maka pasien bisa mengelukan sakit saat istirahat
atau saat berbaring.
6. Faktor Resiko
Orang yang merokok dan memiliki diabetes memiliki resiko yang lebih besar
untuk peripheral artery disease (PAD). Faktor resiko lain dari peripheral artery
disease adalah
 Hipertensi
 Obesitas
 High Blood Cholesterol
 Diabetes Mellitus
 Dislipidemia
7. Patofisiologi
PAD merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri
multiple yang disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degeneratif,
kelainan displasia, inflamasi vaskuler (arteritis), trombosis in situ, dan tromboemboli.
Dari sekian proses patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAD yang
paling banyak di dunia adalah aterosklerosis. Aterosklerosis biasanya didahului oleh
adanya disfungsi endotel. Endotelium sehat, normalnya berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan menghambat kontraksi sel otot
polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi monosit. Endotel memiliki
peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam pembuluh darah yang
normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik yang menghambat agregasi
platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium normal mengatur proses
trombosis melalui pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang menghambat aktivasi
trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan kegiatan antitrombotik.
Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar factor risiko penyakit
kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi
aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan
dengan faktor- faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai
zat paling yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat
Oksida(NO). NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi
mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan mencegah adhesi leukosit pada
endotel. Aktivitas biologis NO ternyata terganggu pada pasien dengan penyakit
vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah perifer.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Ankle Brachial Indeks
Pemeriksaan ABI adalah uji noninvasif yang cukup akurat untuk mendeteksi
adanya PAD dan untuk menentukan derajat penyakit ini. ABI merupakan
pengukuran non-invasif ABI didefinisikan sebagai rasio antara tekanan darah
sistolik pada kaki dengan tekanan darah sitolik padalengan. Kriteria diagnostik
PAD berdasarkan ABI diinterpretasikan sebagai berikut:

b. Toe-Brachial Index (TBI)


TBI juga merupakan suatu pemeriksaan noninvasif yang dilakukan pada
pasien diabetes dengan PAD khususnya pada pasien yang mengalami kalsifikasi
pada pembuluh darah ekstremitas bawah yang menyebabkan arteri tidak dapat
tertekan dengan menggunakan teknik tradisional (ABI, indeks ABI > 1,30)
sehingga pemeriksaan ini lebih terpercaya sebagai indikator PAD dibandingkan
ABI. Nilai TBI yang ≥ 0,75 dikatakan normal atau tidak terdapat stenosis arteri.
c. Segmental Pressure dan Pulse Volume Recordings (PVR)
Pulse volume recording (PVR) yang juga disebut plethysmography merupakan
suatu tes yang mengukur aliran darah arteri pada ekstremitas bawah dimana
pulsasi yang mewakili aliran darah pada arteri diperlihatkan oleh monitor dalam
bentuk gelombang. PVR juga dapat digunakan pada pasien PAD yang mengalami
kalsifikasi pada arteri bagian medial (ABI > 1,30) yang biasa ditemukan pada
pasien usia tua, pasien yang menderita diabetes cukup lama atau pasien yang
menderita penyakit ginjal kronik. Pada pasien dengan PAD berat, PVR juga dapat
memprediksi apakah kaki yang terkena PAD ini memiliki cukup aliran darah atau
tidak untuk bertahan atau jika akan dilakukan amputasi pada kaki tersebut.
Interpretasi dari tes ini dapat menyediakan informasi mengenai derajat obstruksi
PAD secara spesifik. Pada arteri yang masih sehat, gelombang pulsasi akan
terlihat tinggi dengan puncak yang tajam yang menunjukkan aliran darah mengalir
dengan lancar. Namun jika arteri tersebut mengalami penyempitan atau obstruksi
maka akan terlihat gelombang yang pendek dan memiliki puncak yang kecil dan
datar. Tingkat keakuratan pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis PAD
berkisar antara 90-95%.
d. Ultrasonografi dupleks
Ultrasonografi dupleks memiliki beberapa keuntungan dalam menilai sistem
arteri perifer. Pemeriksaan yang noninvasif ini tidak memerlukan bahan kontras
yang nefrotoksik sehingga alat skrining ini digunakan untuk mengurangi
kebutuhan akan penggunaan angiografi dengan kontras (Elgzyri, 2008). Modalitas
diagnostik ini juga dapat digunakan sebagai alat pencitraan tunggal sebelum
dilakukan intervensi pada sekitar 90% pasien dengan PAD dimana sensitivitas dan
spesifisitas untuk mendeteksi dan menentukan derajat stenosis pada PAD berkisar
antara 70% dan 90% (Favaretto et al, 2007) Dupleks ultrasonografi juga dapat
menggambarkan karakteristik dinding arteri sehingga dapat menentukan apakah
pembuluh darah tersebut dapat diterapi dengan distal bypass atau tidak. Selain itu,
alat ini juga dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu plak pada arteri
tersebut merupakan suatu resiko tinggi terjadinya embolisasi pada bagian distal
pembuluh darah pada saat dilakukan intervensi endovascular.
e. Computed Tomographic Angiography (CTA)
Penggunaan CTA untuk mengevaluasi sistem arteri perifer telah berkembang
seiring perkembangan multidetector scanner (16- atau 64-slice).Sensitivitas dan
spesifisitas alat ini untuk mendeteksi suatu stenosis  50% atau oklusi adalah
sekitar 95-99%. Seperti halnya ultrasonografi dupleks, CTA juga menyediakan
gambaran dinding arteri dan jaringan sekitarnya termasuk mendeteksi adanya
aneurisma arteri perifer, karakteristik plak, kalsifikasi, ulserasi, trombus atau plak
yang lunak, hiperplasia tunika intima, in-stent restenosis dan fraktur stent. CTA
tetap memiliki keterbatasan dalam hal penggunaannya pada pasien dengan
insufisiensi renal sedang-berat yang belum menjalani dialysis.
f. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
MRA merupakan pemeriksaan noninvasif yang memiliki resiko rendah
terhadap kejadian gagal ginjal. Pemeriksaan yang memiliki rekomendasi dari
ACC/AHA (Class I Level of Evidence A)ini dapat memberikan gambaran
pembuluh darah yang hampir sama dengan gambaran pembuluh darah pada
pemeriksaan angiografi (Hirsch et al, 2006). Modalitas pemeriksaan ini tidak
menggunakan radiasi dan media kontras yang digunakan (gadolinium-based
contrast) tidak terlalu nefrotoksik dibandingkan dengan kontras yang digunakan
pada CTA maupun angiografi kontras. Sensitivitas dan spesifisitas alat ini untuk
mendeteksi stenosis arteri dibandingkan dengan angiografi kontras adalah sekitar
80-90%.
g. Contrast Angiography
Walaupun MRA merupakan modalitas pemeriksaan yang cukup aman dan
merupakan teknologi yang cukup menjanjikan namun pemeriksaan yang masih
merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis PAD adalah angiografi
kontras.Pemeriksaan ini menyediakan informasi rinci mengenai anatomi arteri dan
direkomendasikan oleh ACC/AHA (Class I, Level of Evidence A) untuk pasien
PAD khususnya yang akan menjalani tindakan revaskularisasi. Seperti halnya
pemeriksaan yang menggunakan media kontras, prosedur angiografi kontras juga
memerlukan perhatian khusus mengenai resiko terjadinya nefropati kontras.
Pasien dengan insufisiensi ginjal sebaiknya mendapatkan hidrasi yang cukup
sebelum tindakan. Pemberian n-acetylcysteinesebelum dan setelah tindakan pada
pasien dengan insufisiensi ginjal (serum kreatinin lebih dari 2,0 mg/dl) dapat
dilakukan sebagai tindakan pencegahan perburukan fungsi ginjal. Selain itu pasien
diabetes yang menggunakan obat metformin memiliki resiko menderita asidosis
laktat setelah angiografi. Metformin sebaiknya dihentikan sehari sebelum tindakan
dan 2 hari setelah tindakan untuk menurunkan resiko asidosis laktat. Insulin dan
obat hipoglikemik oral sebaiknya dihentikan penggunaannya pada pagi hari
menjelang tindakan. Evaluasi klinis termasuk pemeriksaan fisik dan pengukuran
fungsi ginjal direkomendasikan untuk dilakukan dua minggu setelah prosedur
angiografi untuk mendeteksi adanya efek samping lanjut seperti perburukan
fungsi ginjal atau adanya cedera pada daerah akses kateter pembuluh darah.
9. Tata Laksana
Tujuan pengobatan PAD adalah untuk mengurangi gejala klinis seperti
klaudikasio, meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi, serangan
penyakit jantung , stroke dan amputasi . pengobatan dilakukan berdasarkan gejala
klinis yang ditemukan, faktor resiko dan dari hasil pemeriksaan klinis dan penunjang.
3 pendekatan utama pengobatan PAD adalah dengan mengubah gaya hidup, terapi
farmakologis dan jika dibutuhkan, dilakukan terapi intervensi dengan operasi.
a. Terapi Non-farmakologi
 Perubahan pola hidup
o Berhenti merokok
o Menurunkan berat badan pada penderita obesitas (diet dan olahraga)
o Menurunkan tekanan darah
o Menurunkan kadar kolesterol dalam darah
o Menurunkan kadar gula darah jika beresiko diabetes
o Olahraga teratur
 Terapi suportif
o Perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan
memberikan krim  pelembab.
o Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pasa dari bahan sintetis
yang berventilasi
o Hindari penggunaan bebat plastik karena mengurangi aliran darah ke
kulit
o Latihan fisik (exercise) berupa jalan-jalan kaki kira-kira selama 30-40
menit

b. Terapi farmakologis
Terapi Farmakologi dapat diberikan untuk menurunkan faktor resiko
yang ada seperti menurukan tekanan darah, kadar kolesterol dan untuk
mengobati diabetes. Selain itu, terapi farmakologis juga diberikan untuk
mencegah terjadinya thrombus pada arteri yang dapat menyebabkan serangan
jantung, stroke, serta untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien ketika berjalan.
 Anti cholesterol
Terapi penurun lipid mengurangi risiko baru atau memburuknya gejala
klaudikasio intermiten. Statin menjadi terapi penurun lipid lini pertama.
HMG-Co A reductase inhibitor (Simvastatin) secara signifikan
mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular iskemik sebesar 23%.
Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa statin juga meningkatkan
jarak berjalan bebas rasa sakit dan aktivitas rawat jalan
 Anti hipertensi
Pemilihan obat antihipertensi harus individual. Diuretik thiazide, beta
blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEIs), angiotensin
receptor blocker (ARB), dan calcium channel blockers semua efektif.
Penggunaan beta blockers aman dan efektif; mengurangi kejadian koroner
baru sebesar 53% pada mereka dengan MI sebelumnya dan gejala PAD
yang bersamaan.
 Anti platelet
Telah terbukti manfaatnya dalam menurunkan resiko terjadinya MI,
stroke dan kematian vascular pada pasien PAD. ACC/AHA guidelines
telah merekomendasikan penggunaan antiplatelet (aspirin [ASA], 75 to
325 mg daily, or clopidogrel, 75 mg daily) pada pasien PAD dengan
aterosklerosis pada ekstrimitas bawah.
Cilostazol (Pletal), adalah reversible phosphodiesterase inhibitor yang
menghambat agregasi platelet, pembentukan thrombin dan proliferasi otot
polos pembuluh darah, memicu vasodilatasi dan meningkatkan HDL dan
menurunkan kadar TG. Pedoman ACC / AHA telah memberikan
cilostazol sebagai rekomendasi grade IA kelas untuk pasien dengan
klaudikasio intermiten dengan dosis 100 mg dua kali sehari (diminum pada
saat perut kosong setidaknya ½ jam sebelum atau 2 jam setelah sarapan
dan makan malam). Efek samping yang umum dari cilostazol termasuk
sakit kepala (30% pasien), diare dan gangguan lambung (15%), dan
palpitasi (9%). Efek samping hanya berjangka pendek dan jarang
dilakukan penghentian obat. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan
gagal jantung.

c. Operasi
 Angioplasti
Tujuannya untuk melebarkan arteri yang mulai menyempit atau
membuka sumbatan dengan cara mendorong plak ke dinding arteri.
 Operasi By-pass
Bila keluhan semakin memburuk dan sumbatan arteri tidak dapat
diatasi dengan         angioplasti. Bagi yang sudah menjalani operasi ini
biasanya bebas dari gejala dan tidak mengalami komplikasi apapun
sesudahnya
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai