Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

DISEKSI AORTA

Oleh :

Andy Rafdi Al Bagiz, S.Ked

K1B1 21 008

Pembimbing

dr. Ilham Arif, M.Kes., Sp.B.Subsp.BVE(K), FINACS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Andy Rafdi Al Bagiz, S.Ked

NIM : K1B1 21 008

Judul Referat : Diseksi Aorta

Telah menyelesaikan tugas refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2022

Mengetahui :

Pembimbing,

dr. Ilham Arif, M.Kes., Sp.B.Subsp.BVE(K), FINACS

ii
DISEKSI AORTA

Andy Rafdi Al Bagiz, Ilham Arif

A. Latar Belakang

Diseksi aorta tetap menjadi salah satu penyebab nyeri dada yang jarang

namun mengancam jiwa yang datang ke unit gawat darurat. Indeks kecurigaan

yang tinggi diperlukan untuk diagnosis yang cepat dari kasus-kasus yang

datang ke UGD. Gejala dapat bervariasi dengan luas dan perkembangan diseksi

dan selanjutnya dapat mempersulit diagnosis. Dengan demikian, pasien dapat

datang dengan MI akut, CVA, atau iskemia organ lainnya. Hipertensi pada

presentasi mungkin menjadi petunjuk penting untuk diagnosis diseksi yang

mendasari. Pada pasien berisiko rendah, D dimer dapat menjadi alat skrining

yang berguna. Pada pasien dengan indeks kecurigaan yang tinggi, pilihan

pemeriksaan akan tergantung pada stabilitas keseluruhan pasien dan luasnya

iskemia organ akhir. Pasien yang stabil dapat mengambil manfaat dari CT

angiografi karena ketersediaannya yang luas dan kecepatan perolehannya.

Diagnosis mungkin sulit bagi pasien yang hemodinamik tidak stabil di pusat-

pusat di mana sumber daya terbatas. Ekokardiografi transesofageal dapat

memberikan diagnosis pada pasien tersebut di samping tempat tidur atau di

unit gawat darurat. Investigasi yang cepat diperlukan untuk secara akurat

menentukan jenis dan tingkat kerusakan sehingga pasien menerima tindakan

penyelamatan jiwa pada waktu yang tepat.1

1
Diseksi aorta adalah suatu kondisi dimana terbentuk bendungan darah di

tempat yang tidak seharusnya, yaitu di antara lapisan paling dalam dan tengah

dinding aorta, menyebabkan kedua lapisan tersebut menjadi terpisah. Kondisi

ini paling sering dicetuskan oleh robekan pada lapisan paling dalam dinding

aorta atau perdarahan dalam dinding aorta. Diseksi aorta merupakan kondisi

emergensi yang paling umum pada aorta dan sering menyebabkan kematian

pada pasien. Penyebab kematian disebabkan oleh ruptur diseksi aorta pada

sepertiga pasien yang dirawat di rumah sakit. Insidensi diseksi aorta sekitar

2000 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat dan 3000 kasus di Eropa.

Secara umum, diseksi aorta cukup jarang ditemukan. 1,2

Bahaya dari diseksi aorta adalah ketika bendungan darah dalam dinding

aorta semakin meluas dan menyebabkan berbagai komplikasi seperti pecahnya

aorta yang mengakibatkan perdarahan aktif, ataupun sumbatan aliran darah

normal akibat penekanan bendungan darah dalam dinding aorta. Risiko

terjadinya kondisi ini meningkat pada penderita hipertensi, perokok, kolesterol

tinggi, penumpukan lemak dalam pembuluh darah, kelainan bawaan genetik

seperti sindroma Marfan, kondisi kehamilan, kecelakaan kecepatan tinggi yang

melibatkan trauma dada, juga pada pengguna kokain, dan pengangkat beban

berat. 1

B. Definisi

Diseksi aorta merupakan robekan tunika intima yang menyebabkan

sebagian darah mengalir pada tunika media yang disebabkan oleh perdarahan

intramural, menyebabkan pemisahan dinding aorta serta pembentukan true

2
layer dan false layer menyebabkan sindrom malperfusi dan meningkatkan

risiko aneurisma. 3

Diseksi aorta merupakan robekan yang memisahkan bagian dinding aorta,

terutama intima dan media dengan adventitia. Kerusakan dimulai pada lapisan

intima dan dapat mencapai lapisan media, darah mengadakan penetrasi ke

lapisan media, membelah kedua lapisan tersebut secara longitudinal dan darah

tersebut membentuk lumen baru ( false lumen) pada dinding aorta. Hal ini

menyebabkan penekanan pada muara cabang-cabang aorta atau menimbulkan

penekanan pada struktur di sekitar ruang palsu tersebut. Robekan awal pada

intima biasa terjadi di daerah aortic root atau isthmus aorta dan dapat

menimbulkan robekan luas yang mengenai daerah sepanjang aorta. 3,4

C. Epidemiologi

Sulit menentukan angka pasti kejadian diseksi aorta karena banyak

pasien meninggal sebelum kondisi ini dikenali. Diseksi aorta merupakan salah

satu kegawatdaruratan dan dianggap sebagai salah satu penyebab kematian

penyakit aorta tertinggi.5

Walau jarang, diseksi aorta akut sangat mematikan. Angka kejadian

diseksi aorta diperkirakan sekitar 3 kasus per 100.000 orang per tahun. Diseksi

aorta asenden terjadi paling sering pada usia 50-60 tahun, sedangkan aorta

desenden paling sering terjadi pada usia 60- 70 tahun. Diseksi aorta setidaknya

terjadi dua kali lebih sering pada laki-laki daripada wanita, meskipun wanita

cenderung muncul kemudian dan mengalami hasil yang lebih buruk. 6

3
Lebih dari dua per tiga pasien memiliki riwayat hipertensi. Frekuensi

serangan meningkat pada pagi hari, kemungkinan karena siklus sirkadian

tekanan darah. Jika tidak segera ditangani, rata-rata 50% pasien meninggal

dalam 48 jam.7

D. Etiologi

Diseksi aorta dapat diakibatkan oleh baik faktor kelainan kongenital

maupun kelainan didapat. Diseksi aorta lebih umum terjadi pada pasien dengan

hipertensi, gangguan jaringan penyambung, stenosis aorta kongenital atau

stenosis katup bikuspid, serta pada orang- orang dengan riwayat pembedahan

toraks.6

Kelainan aorta dapat disebabkan oleh beberapa kelainan herediter berikut:6

1. Sindrom Marfan

2. Sindrom Ehlers-Danlos

3. Annuloaortic ectasia

4. Riwayat keluarga

5. Penyakit polikistik ginjal

6. Sindrom Turner

7. Sindrom Noonan

8. Osteogenesis imperfekta

9. Stenosis katup bikuspid

10. Koarktasio aorta

11. Gangguan jaringan penyambung

12. Gangguan metabolisme (homosistinuria, hiperkolesteromia)

4
Hipertensi merupakan faktor predisposisi penting pada diseksi aorta.

Pasien dengan diseksi aorta 70% memiliki tekanan darah tinggi. Hipertensi

atau aliran darah berdenyut dapat menyebarkan diseksi tersebut. Kehamilan

juga dapat menjadi faktor risiko diseksi aorta, terutama pada pasien dengan

sindrom Marfan. Diperkirakan 50% dari semua kasus diseksi aorta terjadi

pada wanita hamil dengan usia kurang dari 40 tahun. Kebanyakan kasus

terjadi pada trimester ketiga atau pada periode awal postpartum pada

kehamilan, karena hiperdinamik metabolisme dan efek hormonal pada

pembuluh darah.6

E. Patomekanisme

Diseksi aorta terjadi ketika lapisan intima robek dan menyebabkan darah

masuk pada lapisan antara intima dan adventitia. Nekrosis kistik medial

pelemahan tunika media dan hipertensi berkontribusi dalam proses ini

yaitu sebanyak 75%. Peningkatan tekanan arteri dapat menyebabkan

penebalan lapisan intima" fibrosis" dan kalsifikasi. Proses ini dapat

mengurangi suplai darah dinding arteri" sehingga matriksekstraselular

mengalami modifikasi kehilangan kemampuan elastisitasnya (elastolisis) dan

apoptosis. Nekrosis pada sel otot polos dan fibrosis pada struktur elastis

yangterdapat pada tunika media menyebabkan pembuluh darah akan tegang

dindingnya"rapuh" dan mudah mengalami robekan. Sebanyak 90% seluruh

kasus diseksi terjadi pada dinding lateral kanan bagian proksimal as!

hending aorta" sisanya terjadi padadistal arteri subklavia kir

Dua hipotesis utama terjadinya diseksi aorta, yaitu: 5

5
1. Diawali dengan robekan sirkumferensial atau transversal pada tunika intima

aorta yang menyebabkan darah dari lumen menembus masuk ke dalam

media menyebabkan diseksi, dan menciptakan lumen palsu dan sebenarnya.

2. Diawali dari ruptur vasa vasorum, diikuti perdarahan ke media,

menyebabkan hematoma dalam dinding aorta, diikuti robekan intima.

Tekanan dari darah yang mengalir di dalam dinding aorta menyebabkan

ukuran diseksi membesar. Distensi lumen palsu menyebabkan intimal flap

menekan dan mempersempit ukuran lumen sebenarnya, dapat menyebabkan

gejala-gejala akibat gangguan perfusi. Kondisi apapun yang mempengaruhi

integritas normal tunika media dapat menjadi faktor predisposisi diseksi aorta.

Degenerasi dapat disebabkan oleh hipertensi kronik, penuaan, atau kondisi

degenerasi medial sistik (seperti pada sindrom Marfan dan sindrom Ehler-

Danlos). Selain itu, trauma tumpul dada, katup aorta bikuspid, iatrogenik

(seperti tindakan kateterisasi arteri atau pembedahan jantung), dan pengguna

kokain juga menjadi faktor predisposisi. Faktor risiko tersering pada pasien

usia kurang dari 40 tahun adalah sindrom Marfan dan kehamilan.

F. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi telah dikembangkan untuk kalsifikasi diseksi aorta.

Dua klasifikasi yang paling umum digunakan ialah sistem klasifikasi Stanford

dan klasifikasi De bakey. perjalanan alamiah dari lesi tergantung hampir

sepenuhnya pada ada tidaknya keterlibatan aorta pars ascendens. Sistem

klasifikasi Stanford jauh lebih sederhana dan hanya berdasarkan ada tidaknya

6
keterlibatan aorta pars descendens terlepas dari primer lokasi robekan tunika

intima dan perluasan diseksi ke distal. 8

Klasifikasi Stanford membagi diseksi aorta ke dalam dua tipe yaitu

1. Tipe A diseksi aorta meliputi aorta ascenden dan desenden (diseksi

proksimal)

2. Tipe B diseksi aorta hanya terjadi di aorta desenden (diseksi distal).

Klasifikasi De Bakey mengkategorikan pasien dengan diseksi aorta menjadi 3

kelompok, berdasarkan lokasi dan perluasan dari diseksi. 8

1. Tipe I Diseksi melibatkan seluruh bagian aorta.

2. Tipe II Diseksi hanya melibatkan aorta ascenden.

3. Tipe III Diseksi hanya melibatkan aorta descenden.

Beberapa penelitian terkini menunjukkan bahwa perdarahan intramural,

hematoma intramural dan ulkus aortic merupakan tanda'tanda yang menyertai

suatu proses diseksi. Klasi0ikasi terkini membagi diseksi aorta kedalam lima

tipe. Klasifikasi De Bakey yang diperbarui8

1. Tipe I Diseksi aorta klasik dengan katup pada lapisan intima yang terletak

diantara True lumen dan False lumen.

2. Tipe II pembentukan hematom intramular

3. Tipe III diseksi tanpa hematom, membentuk gelembung pada lokasi

diseksi aorta.

4. Tipe IV :uptur plak yang diikuti oleh ulserasi aorta dan dikelilingi oleh

hematom, biasanya di lapisan subadventisia.

5. Tipe V diseksi iatrogenik dan traumatik.

7
Diseksi aorta akut tipe B klasifikasi Stanford memiliki tingkat mortalitas yang

lebih rendah dibanding tipe A. pasien dengan diseksi aorta tipe B tanpa

komplikasi, angka mortalitasnya 10% dalam 30 hari. Pasien yang mengalami

komplikasi iskemik pada organ ginjal atau visceral hingga.7

Gambar 1. Klasifikasi diseksi aorta7

G. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala diseksi aorta tergantung pada luasnya diseksi dan kompresi

struktur vaskular yang berdekatan. 9

1. Gejala

8
a. Nyeri dada

Gejala yang paling umum adalah nyeri hebat yang tiba-tiba,

digambarkan oleh pasien sebagai jenis menusuk atau merobek tajam.

Bila nyeri terlokalisasi pada dinding dada anterior, leher, atau rahang,

titik asal diseksi aorta adalah dari aorta asendens, dan bila nyeri

terlokalisasi pada daerah interskapular, abdomen, dan punggung,

biasanya melibatkan aorta desendens. Nyeri yang terlokalisasi pada

perut harus meningkatkan kemungkinan keterlibatan arteri mesenterika.

Dalam beberapa kasus pasien mungkin datang dengan nyeri pleuritik

jika terjadi perdarahan perikardial. Diseksi dapat muncul jarang tanpa

rasa sakit saja dan kebanyakan pada pasien yang lebih tua dalam kasus

yang melibatkan aorta asendens. Pasien tersebut juga memiliki lebih

banyak kasus stroke, gagal jantung, dan sinkop. 9

b. Sinkop

Sinkop adalah gejala awal yang signifikan dari diseksi aorta terjadi

sekitar 15% dari pasien dengan tipe A dan di 5% dari mereka yang

mengalami tipe B. Halini terkait dengan peningkatan risiko kematian

di rumah sakit karenaseringkali hal ini terkait dengan komplikasi

yang mengancam jiwa seperti tamponade jantung atau diseksi

pembuluh darah supra aorta Biasanya terjadi pada diseksi aorta dengan

tamponade jantung atau keterlibatan pembuluh darah brakiosefalik dan

terjadi pada 10% pasien.9

2. Tanda

9
a. Hipertensi

Terjadi pada 30% penyakit tipe A dan 70% penyakit tipe B. Separuh

dari keseluruhan pasien dengan diseksi aorta yang akut mengalami

hipertensi yang signifikan pada saat datang (tekanan darah sistolik

>150mmHg), memuat hal ini sebagai salah satu tanda diagnostik yang

umum. pada saat datang hipertensi dapat berat atau bahkan sangat berat

dengan tekanan darah sistolik berkisar 180-200 mmHg. Prevalensi

hipertensi berbeda secara signifikan pada masing-masing tipe diseksi.

Dapat juga dijumpai takikardi yang disertai dengan hipertensi jika

pasien sudah memiliki riwayat hipertensi primer. Takikardi dan

hipotensi sebagai hasil dari ruptur aorta, tamponade jantung, regurgitasi

aorta, dan infark miokard akut. 9,10

b. Hipotensi

Terjadi pada diseksi aorta asendens dan mungkin karena ruptur aorta

yang menyebabkan tamponade karotis (lebih banyak pada wanita),

regurgitasi aorta akut, infark miokard akut, hemotoraks, atau

hemoperitoneum.9

c. Transient pulse deficits

Ini hasil dari penutupan intima atau hematoma yang menghalangi atau

menekan arteri. Hal ini sering terjadi pada diseksi yang melibatkan arkus

aorta dan aorta toraks dan abdomen. Pasien yang mengalami defisit nadi

memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami hipotensi, koma,

10
atau defisit neurologis. Pasien tersebut juga memiliki tingkat komplikasi

dan kematian yang lebih tinggi. 9

d. Murmur jantung

Diseksi aorta yang melibatkan katup aorta menyebabkan regurgitasi

aorta dan murmur diastolik awal pada titik ERB (murmur Austin Flint).

Ini terjadi pada sekitar 50-75% dari semua diseksi aorta asendens. 9

e. Defisit neurologis fokal

Terjadi ketika diseksi aorta melibatkan cabang arteri proksimal dan

kompresi struktur yang berdekatan. Defisit dapat berupa:

 Stroke/perubahan kesadaran

 Sindrom Horner (kompresi ganglia simpatis servikal)

 Suara serak (kompresi nervus laringeus rekuren kiri)

 Paraplegia akut (iskemia sumsum tulang belakang akibat kompresi

pembuluh darah interkostal)

H. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium 8

Dapat terjadi leukositosis, hemoglobin rendah dan hematokrit menunjukkan

perdarahan (diseksi bocor atau pecah). Peningkatan kreatinin dan BUN

mungkin menunjukkan keterlibatan arteri ginjal (dalam skenario seperti itu

Anda akan mengharapkan hematuria, oliguria, atau anuria), atau mungkin

menunjukkan dehidrasi karena kehilangan darah pra-ginjal (diseksi bocor

atau pecah). Troponin I dan T mungkin meningkat jika diseksi telah

melibatkan arteri koroner dan menyebabkan iskemia miokard. LDH (laktat

11
dehidrogenase) dapat meningkat karena hemolisis di lumen palsu. D dimer:

nilai prediksi negatif yang tinggi. Diseksi aorta lebih kecil kemungkinannya

jika D dimer negatif

2. Foto Toraks

Foto toraks berguna untuk skrining, mungkin menjadi petunjuk awal

diseksi aorta. Gambaran abnormal dapat ditemukan pada 87,6% pasien.

Gambar 2. Foto toraks pasien diseksi

akut tipe A. Terlihat gambaran aorta

asenden, aorta desenden, dan

mediastinum yang melebar (tanda

panah).2

Penelitian terakhir melaporkan peningkatan frekuensi hasil foto toraks

normal.„Gambaran abnormal yang paling sering ditemukan adalah

perubahan kontur aorta. Gambaran mediastinum melebar makin jarang.

12
Selain itu, dapat juga ditemukan efusi pleura. Kesan foto toraks normal

tidak dapat menyingkirkan dugaan diseksi aorta.„„

3. Ekokardiografi

Gambaran ekokardiografi adalah adanya undulasi intimal flap di dalam

lumen aorta yang memisahkan kanal palsu dan sebenarnya. Transthoracic

echocardiography (TTE) memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 93-96%.

Sensitivitasnya jauh lebih rendah (31-55%), dibandingkan pencitraan

lainnya untuk diagnosis diseksi aorta distal. TTE juga memiliki keterbatasan

pada pasien dengan gangguan struktur dinding dada, celah interkosta

sempit, obesitas, emfisema, dan pasien dengan bantuan ventilasi mekanik.10

Keterbatasan tersebut sudah diatasi dengan transesophageal

echocardiography (TEE). TEE memiliki akurasi tinggi untuk evaluasi

diagnosis diseksi aorta akut, dengan sensitivitas 98% dan spesifitas 95%.5

Kelebihan TEE adalah dapat dilakukan secara cepat di IGD saat pasien

sedang mendapat terapi intensif. Keterbatasannya adalah kurangnya tenaga

ahli dan ketersediaan setiap saat.2,10,11„

4. Computed Tomography scan (CT scan)

Diagnosis dengan CT scan didasarkan pada ditemukannya dua lumen yang

dipisahkan oleh intimal flap atau dua lumen dengan opasitas berbeda. CT

scan dengan kontras memiliki akurasi tinggi, dengan sensitivitas 98% dan

spesifisitas 100%, jika tanpa kontras, diseksi aorta dapat tidak terdeteksi.

Keterbatasan utama adalah perlunya memindahkan pasien untuk CT scan

dan potensi nefrotoksik kontras. 2,10,11„

13
5. Magnetic Resonance Imaging

Kriteria diagnosis MRI sama seperti CT scan. MRI memiliki akurasi sama

atau lebih tinggi dibandingkan CT scan. Kelemahan MRI adalah

kontraindikasi pada pasien dengan alat-alat implan seperti pacemaker dan

defibrilator. MRI juga terbatas pada keadaan darurat dan membutuhkan

waktu lebih lama untuk memperoleh hasil gambar. MRI jarang digunakan

untuk pemeriksaan awal pasien diseksi aorta. MRI dapat digunakan untuk

alternatif evaluasi. 2,10,11„

6. Aortografi

Aortografi memiliki risiko tindakan invasif, dosis kontras tinggi, dan waktu

lebih lama. Diagnosis dengan aortografi didasarkan pada ditemukannya

gambaran dua lumen, dan/atau adanya intimal flap. Aortografi memiliki

sensitivitas 90% dan spesifisitas 94%. Aortografi bersifat invasif dan tidak

memberikan gambaran tiga dimensi seperti pada CT scan, MRI, atau TEE.

Dahulu digunakan sebagai gold standard diagnosis, tetapi saat ini sudah

jarang dilakukan karena ada pencitraan lain yang lebih cepat, non-invasif,

dan aman. 2,10,11„

I. Penatalaksanaan

Diseksi aorta merupakan kegawatdaruratan medis dan harus diobati

dengan prioritas tinggi. Terapi optimal harus diberikan pada pasien-pasien

dengan diseksi aorta, pada saat diagnosa ditegakkan. Terapi obat-obatan yang

cepat yang diikuti dengan terapi bedah yang tepat berkaitan dengan perbaikan

angka harapan hidup yang signifikan. Semua pasien yang disangkakan

14
mengalami diseksi aorta harus dievaluasi dan diobati secara emergensi. Tujuan

awal ialah menstabilisasi perambatan diseksi dan mencegah ruptur. Tanpa

memperhatikan lokasi diseksi, semua pasien harus mendapatkan terapi

Farmakologis secepat mungkin. Pasien-pasien yang disangkakan diseksi aorta

harus segera mungkin dirawat diruang ICU untuk monitoring ketat tekanan

arteri dan vena, jumlah pengeluaran urine dan perubahan gambaran

elektrokardiogram.3,10,11

Terapi Medikamentosa

Penurunan tekanan arteri secara cepat tercapai secara efektif dengan

penggunaan sodium nitroprusidde (2- 10 mg/kgBB/menit IV). Dosis dititrasi

sampai sesuai respons tekanan darah. Pembrian beta blocker secara rutin

digunakan. Pemberian propanolol intra vena (1-2 mg/ 5 menit, sampai respons

memuaskan) digunakan untuk menjaga frekuensi jantung pada kisaran 60-70

kali permenit. Ketika keadaan stabil tercapai, pasien harus dipersiapkan untuk

pemeriksaan pencitraan aorta dan dikonsultasikan dengan ahli bedah

kardiovaskular. 3,10,11

Terapi obat-obatan merupakan satu- satunya terapi pada pasien'pasien

diseksi aorta pars ascending dengan keadaaan serius yang menjadi

kontraindikasi tindakan operatif. 3,10,11

Tatalaksana Emergensi

Diseksi aorta tipe A dan tipe B yang mengalami komplikasi harus

dilakukan tatalaksana pembedahan. Penanganan awal pada diseksi aorta

thorakal adalah menurunkan tegangan pada dinding aorta dengan mengkontrol

15
denyut jantung dan tekanan darah serta meredakan nyeri. Tujuan primer nya

adalah mereduksi kontraksi ventrikel kiri tanpa mempengaruhi perfusi. Ketika

GCS pasien kurang dari 8 atau tidak stabil secara hemodinamik, maka

merupakan indikasi intubasi dan ventilasi.

manajemen Awal Diseksi Aorta 11

 Oksigen (indikasi ABC)

 Lengkapi riwayat penyakit dahulu dan pemeriksaan 0isik lengkap (jika

mungkin)

 Monitor denyut nadi, tekanan darah, dan Spo2

 EKG 12 lead (dokumentasi iskemia)

 Obat nyeri

 Infus IV secara hati-hati (2 kateter )

 Tekanan darah diturunkan sampai 110- 120 dengan beta blocker –

 Sodieum nitropruside

 Pemeriksaan penunjang (CT,MRI, dll)

 Transfer menuju pusat bedah kardiothoraks untuk pembedahan

Ketika semua kontraindikasi sudah di eksklusi, penggunaan beta blocker

IV harus diinisisasi untuk mencapai target denyut jantung sebanyak 60 kali

denyut/menit.Pertama, pasien diberikan esmolol IV. Titrasi sampai dengan

denyut jantung 60/menit. Diikuti dengan pemberian mitroprusside IV dititrasi

untuk mereduksi MAP sampai dengan 60-70 mmHg. Bika obat-obatan tersebut

tidak tersedia, maka berikan labetolol IV 10-40 mg tiap 5 menit sampai

dengan tekanan darah dan denyut nadi tercapai. Pada pasien dengan

16
kontraindikasi beta blocker, pemberian nonhidopiridin kalsium channel blocker

dapat dignakan sebagai alternatif. 3

Pada kondisi tekanan sistolik >120 mmHg setelah terapi untuk

mengkontrol denyut jantung sudah dilakukan, maka gunakan ACE inhibitor

atau vasodilator lainnya secara intravena untuk menurunkan tekanan darah.

Penggunaan beta blocker harus digunakan dengan hati hati pada regurgitasi

aorta karena dapat menghilangkan mekanisme kompensasi takikardi.

Tatalaksana nyeri dapat diberikan opiat IV yakni Fentanyl 50-100 mikrogram.

Tindakan Operatif

Tujuan dari tindakan operatif ialah mencegah kematian akibat ruptur aorta

dan untuk membentuk kembali aliran darah ke arteri yang tertutup oleh diseksi.

Tujuan berikutnya ialah untuk mengkoreksi regurgitasi aorta yang timbul.

Tindakan operatif ini diindikasikan untuk. 2

1. Diseksi Aorta Tipe A

Diseksi aorta tipe A akut dioperasi tanpa penundaan, karena ruptur dapat

segera terjadi. Kemungkinan kontraindikasi termasuk paraplegia dan

komorbiditas parah yang tidak dapat disembuhkan. Keterlibatan neurologis,

asidosis metabolik, dan gangguan ginjal akut berhubungan dengan

prognosis yang buruk. 2

Tujuan terapi bedah adalah untuk mencegah ekstensi, eksisi robekan

intima, dan mengganti segmen aorta yang rentan pecah dengan interposition

synthetic graft (Elephant trunk technique). Gabungan katup aorta dan

penggantian aorta asendens dengan re-implantasi arteri koroner

17
menggunakan cangkok komposit dilakukan jika katup aorta tidak dapat

diselamatkan. 2,12

Open surgical repair untuk pasien tipe A melibatkan reseksi aneurisma

diseksi dan pengangkatan robekan intima, penutupan lumen palsu dan

perbaikan aorta menggunakan cangkok sintetis, dan perbaikan/penggantian

katup aorta. Perbaikan lengkung aorta mungkin juga diperlukan tergantung

pada luasnya patologi. 2,12

Pasien dengan penyakit genetik seperti Marfan yang menyebabkan

regurgitasi aorta, katup aorta bikuspid atau aorta memerlukan penggantian

katup aorta. 12

Alternatif untuk open surgical repair pada pasien tipe A dengan

komplikasi iskemik seperti iskemia ginjal, mesenterika, dan perifer adalah

pencangkokan stent endovaskular.12

Intervensi bedah darurat merupakan pilihan terapi terhadap seluruh pasien.

Namun terdapat pertimbangan tertentu, termasuk usia tua (usia >85 tahun)

dan pasien-pasien dengan keadaan mengancam nyawa lainnya. Diseksi aorta

akut tipe A memiliki angka kematian 50% dalam 48 jam pertama jika tidak

dioperasi. Meskipun perbaikan dalam teknik bedah dan anestesi, kematian

perioperatif (25%) dan komplikasi neurologis (18%) tetap tinggi. Namun,

operasi mengurangi mortalitas 1 bulan dari 90% menjadi 30%. Keuntungan

dari operasi selama terapi konservati0 sangat jelas dalam Follow up jangka

panjang. 2

18
Berdasarkan bukti itu, semua pasien dengan diseksi aorta tipe A harus

dikirim untuk operasi. Namun, koma, syok sekunder hingga tamponade

perikardial, malperfusi arteri koroner atau perifer, dan stroke merupakan

faktor prediktif penting untuk mortalitas pascaoperasi. Tujuan dilakukan

operasi pada diseksi aorta akut adalah untuk mencegah rupture aorta ke

dalam ruang pericardium atau pleural dan mencegah keterlibatan ostium

koroner atau katup aorta. Keunggulan operasi daripada pengobatan

konservatiF telah dilaporkan, bahkan pada pasien dengan presentasi yang

tidak menguntungkan dan atau komorbiditas utama. 2

2. Diseksi Aorta TIPE B

Terapi diseksi aorta tipe B menurut ESC Guideline 2014 dibagi

menjadi penanganan diseksi aorta tipe B tanpa komplikasi dan yang dengan

komplikasi. Pada diseksi aorta tipe B tanpa komplikasi terapi

medikamentosa dipilih guna mengatasi nyeri, mengontrol tekanan darah dan

denyut nadi, serta pemantauan progresivitas penyakit. Pengulangan

pemeriksaan imaging CT scan dan MRI dapat dipertimbangkan.

Pengendalian tekanan darah secara medikamentosa dengan target tekanan

darah sistolik 100 mmHg- 120 mmHg. Pilihan terapi antihipertensi utama

dengan golongan beta-blocker (seperti propanolol dan metoprolol) selama

tidak ada kontraindikasi seperti penyakit paru obstruktif dan gagal jantung;

beta blocker bisa diganti dengan non-dihidropyridine calcium antagonist

(verapamil, diltiazem). Dari 579 kasus diseksi aorta tipe B, survival rate

meningkat pada yang diterapi awal dengan beta blocker, juga pada

19
penggunaan calcium channel blocker, sedangkan penggunaan ACE Inhibitor

tidak menghasilkan perubahan.13

Pasien telah mendapat tiga obat antihipertensi, yaitu valsartan 160 mg,

amlodipine 10 mg, dan hydrochlorothiazide 25 mg; tekanan darah terendah

pasien 125/70 mmHg dengan frekuensi nadi 68 kali per menit.

Antihipertensi golongan beta-blocker tidak menjadi pilihan pada pasien ini

karena sifatnya kronotropik negatif yang merupakan kontraindikasi

bradikardi. Setelah tekanan darah terkontrol intervensi thoracic

endovascular aortic repair (TEVAR) harus dipertimbangkan (kelas IIa),

meskipun secara klinis tidak terdapat perbedaan signifikan antara TEVAR

dan terapi medikamentosa. Intervensi TEVAR dilakukan untuk

menstabilkan diseksi dan mencegah proses remodelling aorta dengan cara

memasang stent pada bagian aorta yang mengalami diseksi.13

Diseksi aorta akut tipe B dengan komplikasi memerlukan tindakan

segera untuk menutup lumen palsu, dilakukan dengan thoracic endovascular

aortic repair (TEVAR) atau pembedahan. Thoracic endovascular aortic

repair (TEVAR) bertujuan untuk menstabilisasi diseksi aorta, untuk

mencegah komplikasi akhir dengan menginduksi proses remodeling aorta.

Menahan robekan intima proksimal oleh implantasi membran tertutup stent

graft mengalihan aliran darah ke True Layer sehingga meningkatkan perfusi

distal.13

Pendekatan pembedahan dilakukan pada diseksi aorta tipe A (kelas I,

level of evidence B); pada tipe B intervensi pembedahan dipertimbangkan

20
apabila TEVAR tidak dapat dikerjakan karena penyulit kelainan berat arteri

iliaka, angulasi tajam lengkung aorta, dan tidak ada akses untuk

pemasangan stent graft.13

Beberapa metode pembedahan adalah

 Penggantian bagian yang rusak dengan tube graft, ketika tidak ada

kerusakan pada katup aorta.

 Penggantian bagian yang rusak dari aorta dan penggantian katup aorta.

 Penyisipan stent graFt (stent tertutup, TEVAR (thoracic endovascular

aortic repair). Hal ini biasanya dikombinasikan terapi medis.

 Penggantian bagian yang rusak dari aorta dengan cangkok vaskuler

sutureless konektor diperkuat cincin dacron. Vascular cincin konektor

(VRC) adalah sebuah cincin digunakan sebagai stent di cangkok

vaskuleruntuk mencapai anastomosis.

J. Prognosis

Diseksi aorta masih membawa angka kematian yang sangat tinggi.

Setidaknya 30% pasien meninggal setelah mencapai ruang gawat darurat dan

bahkan setelah operasi, angka kematian bervariasi dari 20-30%. 14

Pasien yang tidak diobati dengan diseksi tipe A memiliki angka kematian

1-2% per jam karena berhubungan dengan risiko tinggi komplikasi ruptur

aorta, tamponade, regurgitasi aorta, komplikasi iskemik infark miokard, dan

stroke. 8

Pasien tipe B tanpa komplikasi memiliki tingkat kelangsungan hidup

keseluruhan 90% dengan manajemen medis segera dengan kontrol tekanan

21
darah yang efektif [36]. Namun pada pasien tipe B dengan komplikasi ruptur

aorta, perluasan diseksi atau komplikasi iskemik hipoperfusi organ, angka

kematiannya tinggi.8

Bagi mereka yang selamat dari operasi, komorbiditas juga memakan

korban dan kualitas hidup buruk. kematian tertinggi dari diseksi aorta akut

adalah dalam 10 hari pertama. Pasien dengan diseksi kronis cenderung

memiliki prognosis yang lebih baik, tetapi bahkan harapan hidup mereka lebih

pendek dibandingkan dengan populasi umum.8

Setelah pasien dipulangkan, tindak lanjut medis dengan fokus pada kontrol

tekanan darah yang ketat harus dilakukan secara teratur. Surveilans pencitraan

aorta serial direkomendasikan. Mortalitas 10 tahun keseluruhan adalah sekitar

55% pada pasien yang dirawat. Kematian di rumah sakit tetap tinggi, meskipun

ada kemajuan baru-baru ini. Tingkat kelangsungan hidup ditingkatkan dengan

pencegahan, diagnosis yang cepat, dan manajemen yang tepat waktu.14

K. Komplikasi

Komplikas yang dapat terjadi yaitu

 Hipotensi dan syok yang mengakibatkan kematian

 Tamponade perikadial akibat hemoperikardium

 Regurgitasi akut aorta

 Edema paru akibat regurgitasi aorta akut

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasim, B., Mohammad, A., Zafar, S., Mathew, L., Sajjad, A., Shaikh, A.,
Naroo, G. 2019. Aortic Dissection. IntechOpen. Volume (1): 1-16
2. Chandra H, Ekowati A, Artsini E. 2016. Diseksi Aorta Ascendens Tipe
Stanford A Dengan Hemiparese Kiri. Jurnal Radiologi Indonesia. Volume 2
(1): 22-30
3. Erbel R, Victor A, Catherine B, Et Al. 2014. Guidelines On The Diagnosis
And Treatment Of Aortic Diseases. Document Covering Acute And Chronic
Aortic Diseases Of The Thoracic And Abdominal Aorta Of The Adult 2014.
4. Hiratzka Lf, Bakris Gl, Beckman Ba, Et Al.2010.Guidelines For The
Diagnosis And Management Of Patients With Thoracic Aortic
Disease(Exeecutife Summary. A Report Of The American College Of
Cardiology Foundation/Americanh Heart Association Task Force On Practice
Guidelines 2010: Vol.55 (14-18)
5. Mabun Jmh. 2016. Diseksi Aorta: Kegawatdaruratan Kardiovaskular Cdk-
247/ Vol. 43 (12)
6. Mancini, Mary Et Al. 2011. Aorta Dissection. Diakses Dari
Http://Emedicine.Medscape.Com Pada Tanggal 30 Maret 2012.
7. Wiesenfarth, John M Et Al. 2011. Emergent Management Of Acute Aortic
Dissection. Diakses Dari Http://Www.Medscape.Com Pada Tanggal 30 Maret
2012.
8. Wahyudi, Dendi. Endovascular Stent Graft Pada Diseksi Aorta Tipe B.
Burnal Kardiologi Indonesia. 2007

23
9. Nasim B., Mohammad A., Zafar S., Mathew L., Sajjad A., Shaikh A., Naroo
G. 2019. Aortic Dissection. Doi:
Http://Dx.Doi.Org/10.5772/Intechopen.89210. 2019
10. Hebbali R, Swanevelder J. Diagnosis And Management Of Aortic Dissection.
Continuing Education In Anaesthesia. Critical Care And Pain 2009.Vol 9:14-
18
11. Fritz DA. Current Diagnosis And Treatment On Emergency Medicine, 7th
Ed.United States: Mc Graw Hill; 2011
12. Swanevelder J., Hebballi R. Diagnosis And Management Of Aortic
Dissection Continuing Education In Anaesthesia, Critical Care & Pain J.
Volume 9 (1): 15-20
13. Dewi NLP, Aryasa A, Dharma KS.2019. Diseksi Aorta Akut Stanford Tipe
B Dengan Gejala Akut Abdomen Laporan Kasus. Cdk-273/ Vol. 46 (2): 117-
121.
14. Levy D., Goyal A.,  Grigorova Y.,  Farci F., Jacqueline K. 2021 Aortic
Dissection. Statpearls. Ncbi

24

Anda mungkin juga menyukai