Anda di halaman 1dari 16

Koarktasio Aorta

a. Pengertian
Koarktasio berasal dari bahasa latin coartatio (tarikan atau tekanan). Koarktasio
aorta didefinisikan sebagai penyempitan pada lumen aorta dan menyebabkan obstruksi
aliran darah. Koarktasio aorta merupakan stenosis atau penyempitan lokal atau segmen
hipoplastik yang panjang. Pertama kali ditemukan oleh Morgagni pada tahun 1760 pada
autopsi dari seorang rahib, kemudian dijelaskan secara rinci patoanatominya oleh Jordan
(1827) dan Reynaud (1828). Kelainan ini terjadi karena kontriksi atau penyempitan
lumen aorta, terutama di daerah distal arteri subklavia kiri, didekat insersi dari
ligamentum arteriosum.

Gambar. Koarktasio aorta


b. Etiologi
Sebuah teori dikemukakan sebagai penyebab koarktaslo aorta, dalam hal ini
termasuk kontriksi postnatal, translokasi jaringan duktus ke aorta, penurunan jumlah
aliran darah intrauterin sehingga aliran ke arkus aorta berkurang dan
membentukkoerktasio. Etiologi pasti dari koarktasio aorta tidak diketahui.
Beberapa faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini, diantaranya:
1. Genetik: koarktasio aorta tujuh kali lebih sering pada orang kulit putih daripada orang
asia. Penyakit ini juga lebih sering pada orang dengan kelainan genetic, misalnya
sindrom turner. Hal ini juga bisa disebabkan oleh defek pada katup aorta.
2. Lingkungan: lingkungan dan yang bervariasi dianggap mempengaruhi perkembangan
penyakit ini. Sebuah studi menunjukkan bahwa koarktasio aorta meningkat pada
kelahiran di akhir musim gugur dan musim semi.
Koarktasio aorta bisa muncul disertai kelainan jantung kongenital lain, seperti:
1. Defek pada katup aorta dan katup bikuspidal (25-50% kasus), yang mengakibatkan
stenossis katup aorta (setelah umur 25 tahun) disertai endokarditis bacterial, defek
septum fentrikel, dan lain-lain.
2. Malformasi intrakardiak: patent ductus arteriosus (PDA) sekitar 33%, ventricular
septal defect (VSD) sekitar 15%, aorta, insufisiensi aorta, atrial septal defect (ASD).
3. Malformasi nonkardiak (13%)
Mekanisme yang mendasari terjadinya koartasio aorta masih belum jelas diketahui,
terdapat dua hipotesis yang sering dikemukakan yaitu teori ductal tissue dan teori
reduced flow.
1. Ductal tissue
Jaringan ductus arteriosus mengivasi aorta desenden pada distal ismus aorta. Ketika
ductus arteriosus mengalami kontraksi, terjadilah koartasio.
2. Reduced flow
Berdasarkan teori ini, defek berkembang akibat gangguan hemidinamik berupa
penularan aliran darah pada sisi koartasio.
c. Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya koarktasio aorta belum dapat dimengerti
sepenuhnya. Hipotesis yang paling sering dikaitkan dengan kelainan ini adalah teori
hemodinamik dan jaringan duktus ektopil. Pada teori hemodinamik, aliran preduktal yang
abnormal atau sudut abnormal antara duktus dan aorta dengan peningkatan aliran duktus
right to left dan penurunan aliran istmus berpotensi dalam perkembangan koarktasio.
Jaringan duktus ektopil, Juga dihubungkan dengan pembentukan koarktasio aorta, juga
yang disertai penutupan duktus. Teori tidak dapat menjelasakn derajat hipoplasia dari
istmus dan arkus aorta yang dikaitkan dengan koarktasio aorta.
d. Manifestasi Klinis
Sangat tergantung pada derajat koarktasio aorta dan adanya kelainan
kardiovaskuler penyerta. Pada pasien yang tidak diobati, 60% koarktasio aorta berat
tanpa penyerta dan 90% yang disertai kelaianan jantung penyerta, akan meninggal pada
tahun-tahun pertama kehidupan.
Masalah yang mungkin timbul nantinya dapat berupa dan mungkin sebagai
penyebab kematian gagal jantung kiri (28%), perdarahan intracranial (12%), endokarditis
bakterialis (18%), rupture atau diseksi aorta (21%), dan penyakit jantung koroner yang
lebih awal. Gejala khas akibat tekanan darah tinggi pada bagian atas dapat berupa sakit
kepala, perdarahan hidung, melayang, tinnitus, tungkai dingin, angina abdomen,
kelelahan tungkai pada saat latihan bahkan perdarahan intracranial.

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
EKG pada neonates atau bayi dengan koarktasio aorta sejakmawal akan
menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini didapatka karena pada
kehidupan intrauterine ventrikel yang berperan dominan adalah ventrikel kanan.
2. Chest Roentgen
Dua pertanda Koarktasio aorta adalah lesi pada tepi bawah kosta ( rib notching) dan
gambaran angka tiga (figure tri sign) pada bagian proksimal aorta disendens.
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi menggambarkan anatomi intrakardiak beserta anomali-anomali
lainnya.
4. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat menggambarkan lokasi pasti dan derajat penyempitan, anatomi arkus
aorta dan adanya aliran kolateral.
5. Kateterisasi Jantung
Alat diagnostik non invasive seperti ekokardiografi dan MRI jantung telah banyak
menggser kateterisasi jantung sebagai penunjang diagnosis.
f. Komplikasi
Pasien yang dioperasi sebelum berumur satu tahun memiliki resiko yang lebih
tinggi mengalami re-koarktasio disbanding pasien lebih berusia tua. Hipertensi
merupakan komplikasi yang sering pada koarktasio aorta. Hal ini dihubungkan dengan
usia pasien saat operasi yag pertama kalinya dimana usia lebih tua memiliki probalilitas
yang lebih tinggi mengalami re-koarktasio.
g. Penatalaksanaan
 Terapi dini : atasi gagal jantung dengan diuretik, digoksin, prostaglandin E1. Bila
penderita stabil disarankan terapi bedahTatalaksana dapat dibagi menjadi 2 yaitu
medikal dan intervensi.
 Medikal:
a) Prostaglandin E1 untuk menjaga supaya duktus arteriosus tetap terbuka.
b) Obat-obat inotropik (dopamin, dobutamin), diuretik, ACE inhibitor
c) Pada anak besar perlu perawatan gigi dan pencegahan subacute bacterial
endokarditis (SBE)
 Intervensi:
a) Non bedah (balloon angioplasti) dilakukan pada bayi sakit dengan risiko
tingi, sedang pada anak lebih besar masih kontroversi.
b) Bedah:
 end to end anastomose
 aortoplasti dengan flap arteri subklavia
 patch aortoplasti
 Pada koartasio ringan dengan perbedaan takanan < 20mmHg bila
perbedaan tekanan meningkat dengan latihan.
 komplikasi: residual obstruksi, rebound hipertensi, pada anak besar dapat terjadi
anurisma aorta post balloon angioplasti
 follow up:
▪ kontrol tiap 6-12 bulan untuk melihat rekurens
▪ kemingkinan terjadinya hipertensi
▪ dipertimbangkan bila koartasio aorta kembali lagi
▪ pemeberian antibiotik profikaktik untuk SBE
Gambar. Terapi intervensi non bedah dan bedah pada koarktasio aorta

Stenosis Pulmonal

a. Pengertian
Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis.
Tahanan yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel knan dan
penurunan aliran darah paru. Stenosis arteri pulmonal bisa terjadi pada begian valvuler,
supra valvuler maupun infundibuler. Sangat jarang kelainan ini disebabkan oleh
reaktivasi rema, tapi umumnya merupakan kelainan jantung konginental, yang dibawa
sejak lahir. Stenosis pulmonal tipe valvuler lebih banyak ditemukan pada anak
dibandingkan dengan tipe infundibuler. Sementara itu, stenosis pulmonal tipe
infundibuler jarang sekali ditemukan sebagai kelainan yang berdiri sendiri, tetapi
biasanya menyertai kelainan jantung yang lain, seperti pada tetralogi fallot. Demikian
pula stenosis pulmonal tipe supravalvuler sangat jarang ditemukan tersendiri, tapi justru
merupakan salah satu bagian dari suatu kelainan konginental yang lebih kompleks, seperti
sindrom noonan, sindrom wiliam, atau rubella konginental. (Rika Yenni, 2013)
Pada stenosis pulmonal yang ringan, umumnya pasien asimptomatik dan tidak
memburuk oleh bertambahnya usia. Tumbuh kembang pun tidak terganggu. Tapi
sebagaimana halnya dengan kelainan jantung konginental yang lain, profilaksis antibiotic
terhadap endokarditis bacterial perlu diperhatikan. Pada stenosis pulmonal yang moderat
atau cukup berat, berbagai keluhan dan komplikasi dapat berkembang lebih buruk di
waktu-waktu mendatang.(Rika Yenni, 2013)

Gambar. Stenosis pulmonal

b. Prevalensi
Stenosis pulmonal murni sebagian besar berupa stenosis valvular dan merupakan
10% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Lebih banyak terjadi pada perempuan.
c. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor–faktor tersebut
antara lain :
Faktor endogen
 Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
 Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan.
Faktor eksogen
 Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obat-
obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin,
amethopterin, jamu)
 Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
 Pajanan terhadap sinar –X

d. Patofisiologi
Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal ( tipe valvuler ), atau pada
pangkal arteri pulmonal ( tipe supravalvuler ), atau pada infundibulum ventrikel kanan (
tipe subvalveler ), maka ventrikel kanan akan menghadapi beban tekanan berlebihan yang
kronis. Dilatasi pasca stenotik pada arteri pulmonal merupakan pertanda yang
karakteristik bagi stenosis pulmonal tipe valvuler dan tidak ditemukan pada tipe stenosis
pulmonal yang lain. Katup pulmonal tampak doming pada waktu systole, tebal dan
mengalami fibrosis, tapi jarang sekali disertai klasifikasi. Jika ditemukan proses
klasifikasi, biasanya disebabkan oleh infiksi endokarditis bacterial. (Park MK, 2002)
Adanya hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup
signifikan. Bagian infundibuler akan mengalami hipertrofi pula dan hal ini akan
memperberat stenosis pulmonal. Tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kanan pun
meninggi. Elastisitas miokard berkurang dan akhirnya timbul gejala gagal jantung
kanan.(Park MK, 2002)
Severitas stenosis pulmonal umumnya dibedakan sebagai stenosis pulmonal yang
ringan, yang moderat dan yang berat, walaupun perbedaan ini hanya bersifat arbitrer dan
sering overlapping, bahkan mengalami perubahan yang progresif. Pada stenosis pulmonal
yang ringan, tekanan sistolik di ventrikel kanan biasanya kurang dari 50 mmHg dan itu
berarti kurang dari 50% tekanan sistemik. Pada stenosis pulmonal yang moderat, tekanan
sistolik ventrikel kanan berkisar antara 50-75% dari tekanan sistemik, atau antara 50-
75mmHg. Dan stenosis pulmonal dianggap berat, apabila tekanan sistolik ventrikel kanan
lebih dari 75% tekanan sistemik, atau lebih dari 75 mmHg. Kemudian stenosis pulmonal
dianggap sudah kritis apabila tekanan sistolik ventrikel kanan melebihi tekanan
sistemik.(Park MK, 2002)
Pada pasien PS, tentu dapat dilakukan upaya agar pembukaannya dapat lebih
lebar. Pertama dengan jalan operasi. Tetapi dalam 15 tahun terakhir ini dapat dilakukan
pula dengan upaya non-bedah yakni dengan balonisasi katup untuk melebarkan katup
yang sempit tersebut (pasien datang pagi hari, dan pulang keesokan harinya). Dapat
dilakukan di RS2 yang ada fasilitas kateterisasi dan dilakukan dokter jantung yang
berpengalaman melakukan tindakan ini.(Park MK, 2002)

e. Tanda dan Gelaja


Pasien stenosis pulmonal biasanya asimtomatik, kecuali keluhan cepat capek
karena curah jantung berkurang. Apabila stenosis pulmonal cukup berat, disertai dengan
defek septum atrium atau defek septum ventrikel, maka kelainan seperti itu dapat
memberikan gejala sianosis yang signifikan, yang disebabkan oleh terjadinya pirau aliran
darah dari kanan ke kiri. (Zipes. Braunwald’s, 2005)
Pemeriksaan Fisik
 Palpasi : pada stenosis sedang atau berat teraba getaran bising di sela iga ke 2 tepi
kiri sternum
 Bunyi jantung I normal diikuti klik ejeksi, yang menandakan daun katup masih
cukup leluasa bergerak.
 Klik terdengar di sela iga II parasternal kiri dan terdengar lebih keras saat ekspirasi.
Bila klik tidak terdengar lagi menunjukkan katup pulmonal displastik atau tidak
leluasa bergerak
 Bunyi jantung II terdengar split yang makinm melebar dengan bertambah beratnya
stenosis
 Komponen pulmonal bunyi jantung II (P2) terdengar lemah. Bila obstruksi sangat
berat maka bunyi jantung II terdengar tunggal
 Bising sistolik kasar derajat 3/6, punctum maksimum di sela iga II parasternal kiri
dan menjalar ke sepanjang garis sternum kiri dan apeks. Pada stenosis pulmonal
murni makin berat stenosis makin keras derajat bisingnya.
Gambar. Sistolik ejection pada stenosis pulmonal

Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventikel kanan karena beban


tekanan berlebih. Gelombang P tampak tinggi, karena hipertrofi atrium kanan. Foto
thorak pada stenosis pulmonal tanpa kelainan konginental yang lain, biasanya
memberikan gambaran jantung yang relative normal, dengan vaskulerisasi paru yang
normal pula. Pada stenosis pulmonal yang sangtat berat apalagi disertai pirau dari kanan
ke kiri-vaskularisasi paru bisa tampak oligemik. Hanya konus pulmonal tampak sangat
menonjol, yang disebabkan oleh dilatasai pasca stenotik. Apabila hipertrofi ventrilkel
kanan sudah begitu lanjut, bahkan mulai timbul gejala gagal jantung kanan, maka
rekaman foto thorak menunjukkan dilatasi ventrikel kanan dean atrium kanan, disertai
tanda-tanda bendungan pada paru.(Zipes. Braunwald’s, 2005)
Pada stenosis pulmonal yang ringan, elektrokardiografi dan foto torak mungkin
tidak berubah dan masih berada dalam batas-batas normal. Kadang-kadang beberapa
kelainan memberikan gejala yang mirip dengan stenosis pulmonal, seperti straight back
syndrome, dilatasi ideopatik arteri pulmonal, dan sebagainya.(Zipes. Braunwald’s, 2005)
Manifestasi klinis pada stenosis pulmonal. (Rika Yenni, 2013):
 Gangguan fungsi miokard : Takikardi, keletihan, kelemahan, gelisah, anoreksia,
ekstrimitas pucat dan dingin, denyut nadi perifer lemah, penurunan tekanan darah,
irama gallop, kardiomegali
 Kongesti paru : Takipnea, dispnea, retraksi ( bayi ), pernapasan cuping hidung,
intoleransi terhadap latihan fisik, ortopnea, batuk, suara serak, sianosis, mengi, suara
, seperti mendengkur ( grunting )
 Kongesti vena sistemik : pertambahan berat badan, hepatomegali, edema perifer,
periorbital, asites, distensi vena leher ( pada anak-anak )

f. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan ekokardiografi
Dengan posisi pengambilan aksis bujur dan aksis lintang parasternal atau
subsifoid, dapat direkam kedua pembuluh darah besar (aorta dan pulmonal) dan
hubungannya dengan kedua ventrikel tempat asal keluarnya. Tampak kedua
pembuluh darah besar berjalan paralel pada rekaman aksisi bujur para sternal. Pada
rekaman aksis lintang parasternal, tampak posisi katup aorta justru berada disebelah
anterior dan katub pulmonal di sebelah posterior.dan apabila transduser kemudian
lebih diarahkan ke posterior pada aksis lintang itu, maka akan tampak percabangan
dari pembuluh darah yang berada di sebelah posterior dan percabangan ini
menunjukkan bahwa pembuluh darah itu adalah arteri pulmonal.
Dimensi ventrikel kanan biasanya besar dan ventrikel kiri dalam batas
normal, kecuali sudah terjadi hipertrofi biventrikuler. Pada pemeriksaan
ekokardiografi, identifikasi morfologi tiap ruang ventrikel sangat penting
dipehatikan, seprti bentuk trabekelnya, ada tidaknya infundibulum, jumlah daun
katup, dan jumlah otot papiler yang dimiliki ruangan itu.

2. Penggunaan kateterisasi
Pada stenosis pulmonal yang ringan dan asimtomatik, kateterisasi tidak perlu
segera dilakukan. Tapi pada stenosis pulmonal yang cukup berat, kateterisasi harus
segera dilakukan untuk mengetahui gradient tekanan antara ventrikel kanan dengan
arteri pulmonal, perbedaan saturasi antar ruang dan kemungkinan adanya kelainan
jantung yang lain.(Jacobs ML, 2007)
Tekanan di ventrikel kanan tampak meningkat, tapi tekanan dalam arteri
pulmonal relative normal atau bahkan berkurang, sehingga terjadi gradient tekanan
sistolik antara kedua ruangan itu diatas 10mmHg. Tekanan ventrikel kanan biasanya
kurang dari 50mmHg, tapi belum melebihi tekanan sistemik, dianggap stenosis
pulmonal masih moderat. Dan stenosis pilmonal dianggap berat, apabila tekanan di
ventrikel kanan menyamai atau bahkan sudah melebihi tekanan sistemik, sementara
tekanan rata-rata dalam arteri pulmonal rendah sekali.
Angiografi ventrikel kanan dengan posisi lateral dapat memperlihatkan
letaknya stenosis. Katop pulmonal tampak tebal, doming, dengan pancaran kontras
yang nyata pada saat systole melalui lubang katup yang kecil. Dengan jelas tampak
pula dilatasi arteri pulmonal pasca stenotik. (Jacobs ML, 2007)
Pemeriksaan kateterisasi menunjukkan bahwa saturasi oksigen di aorta
umumnya lebih rendah dari arteri pulmonal. Tekanan diventrikel kiri relatif sama
atau bahkan bisa lebih rendah dibandingkan dengan ventrikel kanan.(Jacobs ML,
2007)
Ventrikulografi harus dilakukan pada kedua ventrikel dengan posisi
pengambilan laterak dan frontal, untuk mengetahui hubungan transposisi ventrikulo-
arterial itu dan kemungkinan adanya kelainan kongenital lainnya. Angiografi aorta
dilakukan untuk melihat adanya duktus arteriosus atau koartasio aorta yang mungkin
menyertainya pula. Dan seperti halnya dengan kelainan jantung kongenital sianotik
lainnya, kadang-kadang terlihat berkembangnya MAPCA pada transposisi pembuluh
darah besar yang mampu bertahan hidup sampai usia 1-2 tahun (Jacobs ML, 2007).
Pada waktu kateterisasi, hendaknya dilakukan septostomi atrial dengan
kateter balon rashkind ataupun septektomi atrial menurut blalock-harlon, sebagai
tindakan paliatif untuk memungkinkan terjadinya percampuran pada tingkat atrium.
Dengan demikian, percampuran darah pada tingkat ventrikel dapat dikurangi dengan
operasi penutupan defek septum ventrikel atau pengikatan (banding) arteri pulmonal,
untuk mengatasi gejala-gejala gagal jantung kongestif. Apabila transposisi pembuluh
darah besar disertai dengan stenosis pulmonal yang berat, maka perlu dilakukan
anastomosis lebih dahulu antara pembuluh darah sistemik dengan arteri pulmonal
secara blalock-taussig, potts atau waterston, sebelum tidakan komisurotomi pulmonal
dipertimbangkan dikemudian hari. (Jacobs ML, 2007)
3. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl
dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan
PH. pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
4. Radiologis
Pada stenosis pulmonal berat tampak arteri pulmonalis dilatasi post stenosis.
Gambaran pembesaran ventrikel dan atrium kanan tampak pada stenosis pulmonal
berat.

Gambit. Rontgen thorax pada stenosis pulmonal


5. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai pulmonal (Alwi M, 1999)

g. Penatalaksanaan
Pada stenosis pulmonal ringan : tidak perlu tindakan apapun, pemamtauan secara
berkala meliputi pemeriksaan fisik, EKG, ekokardiografi. Pada stenosis pulmonal sedang
sampai berat dilakukan Baloon Pulminary Vavulotomy. Pencegahan terhadap
endokarditis infektif.
Gambar. Ballon valvuloplasty pada stenosis pulmonal

Stenosis Aorta

a. Pengertian
Penyempitan pada jalur keluar pada ventrikel kiri pada katup aorta ataupun pada
area diatas maupun dibawah katup aorta yang mengakibatkan perbedaan tekanan antara
ventrikel kiri dan aorta.

Gambar. Stenosis aorta

b. Prevalensi
Terjadi pada 3-8% pada penyakit jantung bawaan. Peningkatan insiden setara
dengan usia.
c. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya dibagi atas :
 Stenosis valvular
 Stenosia subvalvular
 Stenosis supravalvular
Berdasarkan berat ringannya stenosis , dibagi menjadi ;
 Stenosis aorta ringan dengan gradien katup < 25 mmHg
 Stenosis aorta sedang dengan gradien katup antara 25-60 mmHg
 Stenosis aorta berat dengan gradien katup > 65 mmHg
 Stenosis aorta kritis dengan gradien katup > 100 mmHg
d. Patofisiologi
Katup aorta normal mempunyai tiga daun katup. Pada Stenosis bentuk daun katup
kadang tidak beraturan, terjadi penyatuan sebagian, kalsifikasi dan kaku. Hal ini
mengakibatkan keterbatasan gerakan pembukaan katup, sehingga menyebabkan
kesukaran alira darah dari ventrikel kiri ke aorta. Katup aorta yang tidak membuka
sempurna menyebabkan aliran turbulensi, hal ini yang menyebabkan bising. Tekana
ventrikel kiri akan meningkat bila belanjut menyebabkan penebalan dinding ventrikel.
Pada hipetrofi yang berat dan obstruksi katup dapat menyebabkan terbatasnya curah
jantung, berkurangnya perfusikoroner, dan peningkatan pemakaina oksigen miokardium.
Peningkatan tekanan akhir distolik ventrikel menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan kapiler arteri pulmonalis, penurunan fraksi pancaran serta curah jantung dan
dapat terjadi gagal jantung kongestif. Penurunan curah jantung dapat mengakibatkan
terjadi sinkop atau kematian mendadak.
e. Manifestasi klinis
 Stenosis aorta valvular : gagal jantung konegtif pad minggu pertama pada neonatus,
pada anak yang lebih besar : tiba –tiba berhenti dari aktivitas sambil memegangi
dada karena nyeri dada, intoleransi aktivitas.
 Stenosis aorta supravalvular dengan sindrom Williams: wajah khas (Elfin), masalah
pada gigi, retardasi mental, pertumbuhan terlambat, intoleransi aktivitas, angina dan
sinkop

f. Pemeriksaan fisik
 Stenosis aorta valvular : gizi baik, nadi perifer kecil dan tekanan nadi lebih rendah
dari normal, thrill sistolik pada fosa suprasternal, klik sistolik mendahului bising
sistolik kresendi dekresendo. Bisisng terdengar di sela II iga kanan. Klik ejeksi
disepanjang aksis aorta dan sering terdenngar di apeks. Suara jantung IV
menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri. Pada neonatus didapatkan tanda syok
berupa kulit warna abu-abu, nadi keciil tidak teraba, dengan perfusi jelek. Takikardi,
nafas cepat.
 Stenosis aorta supravalvular, selain sinrom Williams, terdapat bisisng sistolik pada
basis jantung yang menjalar sampai leher. S2 terdengar lebih keras
g. Pemeriksaan penunjang
 Foto thorax
Stenosis valvular : dilatasi aorta ascenden pasca stenosis, pembesaran jantung kiri
Stenosis subaorta : yidak didapatkan dilatasi aorta ascenden maupun pembesaran
jantung
Stenosis supravalvular : kardiomegali
 EKG
Pada stenosis ringan : EKG normal, pada stenosis berat : segmen ST dan gelombang
T pada prekordial kiri, menunjukkan adanya hipertrofi ventrikelkiri
 Ekokardiografi
Dengan ekokardigrafi dapat menilai jumlah katup, ukuran aorta ascenden, perbedaan
tekanan maksimal di seberang katup, evaluasi fungsi ventrikel dan fungsi katup
 Kateterisasi
Untuk menentukan tingkat keparahan stenosis dan untuk melebarkan obstruksi katup
Indikasi : kejadian pingsan, nyeri dada, perubahan segmen ST dan gelombang T,
perbedaan tekanan ekokardiografi > 60 mmHg
h. Penatalaksanaan
 Medikamentosa : untuk gagal jantung kongestif : diuretika dan digoksin
 Operatif : ballon valvulotomy, operasi penggantian katup

Anda mungkin juga menyukai