C. PATOFISIOLOGI
Tekanan darah tinggi, regangan jaringan ikat dan adanya kelainan pada tunika
intima
(aterosklerosis) menyebabkan robekan mendadak pada tunika intima. Darah masuk
kelapisan diantara tunika intima dan media, dan tekanan yang tinggi menyebabkan
darah
mengalir kearah longitudinal sepanjang aorta, kearah depan dan belakang dari
titik masuk,
membentuk lumen palsu.
Darah dalam lumen palsu bisa membeku atau tetap cair dengan sedikit aliran.
Diseksi
dibagi menjadi dua tipe, tergantung dari ada tidaknya keterlibatan aorta
asendens.
Tipe a: titik robekan intima ada pada aorta asendens. Disesksi biasanya menjalar
kearah
distal mengenai aorta desendens kemudian kearah proksimal merusak
aparatus
katup aorta dan masuk kedalam perikardium.
tipe B: titik robekan intima terdapat pada aorta desendens, biasanya tepat
dibawah ujung
awal arteri subklavia sinistra robekan jarang menyebar kearah proksimal.
D. TANDA DAN GEJALA DISEKSI AORTA
Penderita mengalami nyeri yang sangat luar biasa, yang muncul secara tiba-
tiba.
Sebagian besar penderita menggambarkan dadanya seperti dicabik-cabik atau
dirobek.
Nyeri juga sering dirasakan di punggung, diantara kedua bahu. Nyeri sering
mengikuti
jalannya pembelahan di sepanjang aorta.
Pembelahan terus berlanjut, bisa menyebabkan terututupnya daerah dimana satu
atau
beberapa arteri berhubungan dengan aorta. Tergantung kepada arteri mana yang
tersumbat,
bisa terjadi stroke, serangan jantung, nyeri perut mendadak, kerusakan saraf yang
menyebabkan kesemutan dan ketidakmampuan menggerakan anggota badan.
Tanda dan gejala yang dialami pada penderita penyakit diseksi aorta sebagai
berikut:
1. Nyeri dada secara tiba- tiba atau nyeri punggung atas
2. Kesulitan berbicara, kehilangan penglihatan, lemah atau kelumpuhan satu sisi
tubuh
seperti memiliki stroke
3. Sesak nafas
4. Berkeringat
5. Kehilangan kesadaran
E. GAMBARAN KLINIS
a. EKG (elektrokardiogram)
EKG mungkin dalam batas normal, kelainan yang sering ditemukan berupa
perubahan
segmen ST dan gelombang T non spesifik. Dan ditemukan kesan hipertofi
ventrikel
kiri pada pasien dengan hipertensi kronik.
b. RO THORAKS
Foto thoraks pada diseksi akut terlihat gambaran aorta asenden, aorta
desenden dan
mediastinum yang melebar.
Gambaran abnormal yang paling sering ditemukan adalah perubahan kontur aorta.
Gambaran mediastinum melebar makin jarang, selain itu juga ditemukan efusi
pleura.
Kesan foto thoraks normal tidak dapat menyingkirkan dugaan diseksi aorta.
c. EKOKARDIOGRAFI
Gambaran ekokardiografi adalah adanya undulasi intimal flap didalam lumen
aorta
yang memisahkan kanal palsu dan sebenarnya.
d. CT SCAN (Computed Tomography Scan)
Diagnosis dengan CT scan didasarkan pada dua lumen yang dipisahkan oleh
intimal
flap atau dua lumen dengan kapasitas berbeda. CT scan dengan kontras memiliki
akurasi tinggi dengan sensitivitas 98%, jika tanpa kontras diseksi aorta
dapat tidak
terdeteksi.
e. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI memiliki akurasi sama atau lebih tinggi dari CT scan. Kelemahan MRI
adalah
kontra indikasi pada pasien dengan alat alat implan seperti pacemaker dan
defibrilator.
F. TATALAKSANA
Pasien diseksi aorta akut memerlukan terapi intensif segera, baik terapi
definitif
maunpun untuk stabilisasi, sampai dapat dilakukan pembedahan.
Tatalaksana awal mencakup stabilisasi pasien, menurunkan tekanan darah dan
kekuatan kontraksi ventrikel kiri dan mengontrol nyeri.
Terapi lini pertama adalah beta bloker untuk menurunkan kekuatan kontraksi
ventrikel kiri, tekanan darah, dan frekuensi jantung sebaiknya 60 kali/menit atau
kurang.
Dan tekanan darah sistolik 100-120 mmhg.
Pilihan obat adalah beta bloker kerja cepat esmolol atau beta dan alfa bloker
labetalol
intravena.
Propanolol atau metoprolol oral atau intravena juga dapat digunakan. Jika
terdapat
kontraindikasi terhadap beta bloker, pemyekat kanal kalsium non-dihidropiridin,
seperti
diltiazem dan verapamil dapat sebagai alternatif.
Nitrogliserin sebagai vasolidator diberikan secara intravena, untuk membantu
menurunkan
tekanan darah. Nikardipin, nitrogliserin dan fenoldopam juga dapat menjadi pilihan.
Sebelum
administrasi vasolidator, beta bloker harus diberikan lebih dulu karena
vasodilatasi dapat
menyebabkan refleks katekolamin yang dapat meningkatkan kekuatan kontraksi
ventrikel
kiri.
Diseksi aorta dapat bertambah luas dengan cepat saat tekanan darah atau kekuatan
kontraksi jantung meningkat. Betabloker dan vasodilator diberikan untuk menurunkan
risiko
tersebut, tanpa melihat tipe diseksi, atau indikasi operasi, terapi harus dimulai
keluhan nyeri
perlu ditangani dengan analgesik yang adekuat seperti opiat. Rangsangan nyeri dapat
meningkatkan tekanan darah.
G. PROGNOSIS
Sekitar 75% penderita yang tidak diobati akan meninggal dalam 2 minggu
pertama.
60% penderita yang diobati dan bertahan dalam 2 minggu pertama, bertahan hidup
sampai
5 tahun setelah pengobatan; 40% bertahan hidup sampai 10 tahun setelah
pengobatan.
Penderita yang meninggal dalam 2 minggu pertama, sekitar 30% meninggal
karena
komplikasi diseksi dan sisanya meninggal karena penyakit lainnya. Diberikan
terapi obat
jangka panjang untuk menjaga tekanan darah tetap rendah sehingga mengurangi
tekanan
terhadap aorta.
DAFTAR PUSTAKA