Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit aorta merupakan spektrum penyakit arteri yang meliputi aneurisma aorta,
sindroma aorta akut berupa diseksi aorta, hematoma intramural, penetrating
atherosclerosis ulcer (PAU) dan cedera aorta akibat trauma, pseudoaneurysm, rupture
aorta, aterosklerosis dan inflamasi, termasuk penyakit genetic (sindroma Marfan) dan
penyakit kongenital seperti koarktasi aorta. Menurut Globa Burden Disease 2010
project, angka kematian global akibat aneurisma aorta dan diseksi aorta meningkat dari
2,49 per 100.000 menjadi 2,78 per 100.000 penduduk antara 1990 dan 2010 dengan
angka kematian yang lebih tinggi pada pria. Presentasi diseksi aorta dapat berupa nyeri
dada yang kadang sulit dibedakan dengan angina akibat sindrom coroner akut. Akan
tetapi, nyeri dada dengan penjalaran ke punggung yang berat harus memberikan sinyal
bahwa kecurigaan diseksi aorta lebih memungkinkan dibandingkan sindrom coroner
akut, sehingga pemeriksaan fisik yang terarah berupa pemeriksaan tekanan darah pada 4
ekstermitas dapat mengarahkan suspek lokasi aneurisma/diseksi aorta torakalis atau
abdominalis dimana penanganan terhadap kedua kondisi tersebut sangatlah berbeda
terutama pemberian fibrinolitik yang notabene merupakan kontraindikasi pemberian
terhadap diseksi aorta. Peranan echocardiography pada kasus demikian sangatlah krusial
dimana gambaran diseksi aorta terutama dengan adanya fase lumen baik di aorta
descendens maupun abdominalis dapat mendukung diagnose diseksi aorta pada level
instalasi gawat darurat sebelum pemeriksaan penunjang yang lebih definitive dilakukan
seperti CT aortography.

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Jantung


Menurut Syaifuddin (2009), sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulasi darah
yang terdiri dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang
diperlukan dalam proses metabolisme. Sistem kardiovaskuler memerlukan banyak
mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas jaringan
dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di arahkan pada
organ-organ vital seperti jantung daan otak yang berfungsi memelihara dan
mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.
Jantung berbentuk seperti pir/ kerucut seperti piramida terbalik dengan apeks
(superior-posterior: C-II) berada di bawah dan basis (anterior-inferior ICS-V) berada
diatas. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan
bawah dan pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di
sebelah rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya
pada mediatinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat memeriksa dibawah
papilla mamae 2 jari setelahnya. Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram
(Syarifuddin, 2006).
B. Diseksi Aorta
Diseksi aorta merupakan suatu kondisi yang megancam jiwa dimana darah dari
lumen pembuluh darah aorta melewati robekan di intima ke dalam lapisan medial dan
menjalar disepanjang arteri. (Ballester et al., 2018). Diseksi aorta akut merupakan
penyebab utama kematian pada penyakit kardiovaskular (Mabun, 2016). Angka kejadian
diseksi aorta diperkirakan sekitar 3 kasus per 100.000 orang per tahun (Melvinsdottir et
al., 2016). Sulit menentukan angka pasti kejadian diseks aorta karena banyak pasien
meninggal sebelum kondisi ini dikenali (Braveman AC, 2015). Tingkat kematian
sangat tinggi untuk diseksi aorta yang tidak diobati kira-kira 1% per jam untuk 48 jam
pertama dan 90% pada tiga bulan (Cameron et,al,2015), tetapi dengan pengenalan dan
pengobatan dini ini dapat dikurangi menjadi sekitar 30% tergantung pada klasifikasi
diseksi (Evangelista et al., 2018).
Diseksi diklasifikasikan dari lokasi anatomi menggunakan sistem klasifikasi Stanford.
Terdapat dua jenis diseksi yaitu diseksi tipe A dan tipe B. Tipe A meliputi aorta
ascending, sedangkan tipe B aorta descending. Sistem ini juga membantu menentukan
penatalaksanaan. Umumnya, diseksi tipe A membutuhkan tindakan bedah, sedangkan
tipe B dapat ditangani dengan medis (Mabun,2016). Manajemen yang optimal sangat
bergantung pada pemeriksaan yang tepat. Evaluasi awal meliputi pemeriksaan medis
lengkap dan pemeriksaan fisik. Gejala klasik dari nyeri dada atau punggung yang parah
dan tiba-tiba merupakan ciri khas dari diseksi toraks. Pertanyaan menyeluruh
mengenai onset, durasi,luas, dan karakterisasi nyeri adalah penting, seperti halnya
riwayat aneurisma. Namun sulit untuk membedakan antara nyeri akibat penyakit
jantung koroner (Mabun, 2016). Memahami perkembangan dan luasnya penyakit aorta
penting karena pendekatan pengobatan sangat bergantung pada tingkat keparahan
penyakit aorta. Skrining pasien dengan aneurisma aorta toraks dapat memungkinkan
identifikasi dini pasien yang mungkin berisiko tinggi mengalami komplikasi yang
mengancam jiwa (Mokashi & Svensson, 2019).

C. Patologis dan Klasifikasi


Sindroma aorta akut terjadi karena gangguan intima yang menyebabkan darah
berpenetrasi dari lumen aorta ke media atau ketika rupturnya vasa vasorum ke lapisan
media. Respon inflamasi di dalam lapisan media menyebabkan dilatasi dan rupture aorta.
Berdasarkan klasifikasi dapat dikategorikan akut bila <14 hari, subakut 15-90 hari dan
kronis bila > 90 hari .

Gambar 2.1 Klasifikasi diseksi aorta berdasarkan Stanford dan De Bakey


D. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan D-dimer biasanya meningkat drastic terutama dalam 1 jam pertama. D-
dimer dapat mengalami penurunan nilai setelah 6 jam dari gejala diseksi aorta.
Kenaikan nilai troponin dapat dijumpai pada diseksi aorta dan sindrom coroner akut,
akan tetapi diabetes militus merupakan factor yang memproteksi diseksi aorta oleh
karena efek metabolic terhadap penurunan sekresi metaloproteinase.
2. Ekoardiofrafi
Sensitivitas dan spesifisitas TTE berada dalam kisaran 77-80% dan 93-96%, terutama
untuk keterlibatan aorta ascendens. TTE hanya bisa mendeteksi diseksi distal aorta
torakalis sekitar 70%. Intimal flap dapat dideteksi dengan color doppler berupa zat
yang melewati flap disertai dengan aliran spiral di aorta descendens. Kriteria lain
berupa obstruksi total false lumen, pergeseran sentral klasifikasi intima, pemisahan
intima dari thrombus dan pulsasi di lapisan aorta.
3. Computed tomography
Merupakan modalitas yang paling sering digunakan di klinis dengan informasi yang
jelas mengenai etiologi penyakit aorta, termasuk ukuran diameter, propagasi, entry
point dan exit point intimal flap, true lumen dan false lumen serta lokasi malperfusi
organ. Sensitivitas CT mencapai 95% dengan spesifisitas 98%. Deskripsi false lumen
biasanya ditandai dengan aliran darah yang lebih lambat dan diameter yang lebih
besar disertai adanya thrombu. Untuk tipe A Stanford, false lumen biasanya terletak
di anterolateral kanan dinding aorta ascendens dengan ektensi distal ke dinding
posyerolateral aorta descendens.
4. Magnetic resonance imaging
Sensitivitas dan spesifisits mencapai 98%. Identifikasi intimal flap biasanya dijumpai
pada gambar T1 di mana true lumen biasanya berupa void signal, sedangkan false
lumen menunjukan intensitas yang meningkat akibat aliran turbulensi.
5. Aortografi
Modalitas non invasive dimana penentuan intimal flap dilakukan dengan ada
tidaknya 2 lumen (true lumen dan false lumen), atau melalui kontur aorta (ireguler),
penebalan dan regurgitasi aorta.

Anda mungkin juga menyukai