Anda di halaman 1dari 21

Truncus Arteriosus

A. Definisi

Truncus Arteriosus adalah malformasi kardiovaskular kongenital dimana hanya terdapat satu
pembuluh arteri utama yang keluar dari basis jantung dan mengalirkan darah kearteri koroner,
pulmonal dan sitemik, serta hanya terdapat satu katup (trunkus) semilunar. Kelainan ini jarang
ditemukan. Definisi diatas meng-eksklusikan kelainan kongenital tidak adanya arteri-arteri
pulmonal dan paru mendapat perdarahan dari pembuluh kolateral (tipe IV klasifikasi Collet dan
Edwards).

Jenis kelamin tidak berpengaruh dalam insidensi penyakit ini, walaupun pasien pria lebih sering
ditemukan dibanding wanita. Biasanya, Truncus arteriosus inisering tidak diketahui, tapi pada
kesempatan tertentu dapat ditemukan bersamaan dengananomali pada sistem organ yang lain,
terutama DiGeorge’s Syndrome.

Collet dan Edward membedakan truncus menjadi 4 tipe berdasarkan anatomi arteri
pulmonal,yaitu :

1. Tipe I : Mean Pulmonar Artery keluar dari trunkus dan membagi menjadi Right Pulmonary Artery
dan Left Pulmonar Artery.
2. Tipe II : Mean Pulmonar Artery tidak ada, orifisium Right Pulmonary Artery dan LeftPulmonar
Artery terletak berdekatan, biasanya keluar dari bagian posterior trunkus
3. Tipe III : orifisium Right Pulmonary Artery dan Left Pulmonar Artery terpisah jauh dan biasanya
keluar dari sisi lateral trunkus yang berbeda
4. Tipe IV : paru diperdarahi oleh cabang arteri pulmonal yang keluar dari aorta desendens,tipe ini
dianggap bagian dari Tetralogy Of Fallot dg Pulmonar Atresia.

B. Klasifikasi

Arteri paru mungkin timbul dari batang umum dalam salah satu dari beberapa pola, yang sering
digunakan untuk mengklasifikasikan subtipe arteriosus truncus. Beberapa skema klasifikasi telah
diusulkan, tidak ada yang ideal.

Klasifikasi yang paling awal, yang dikembangkan oleh Collett dan Edwards pada tahun 1949,
termasuk truncus jenis arteriosus I-IV, sebagai berikut:

1. Truncus arteriosus tipe I ditandai dengan asal batang paru tunggal dari aspek lateral kiri batang
umum, dengan percabangan arteri paru kiri dan kanan dari batang paru.
2. Truncus arteriosus tipe II ini ditandai dengan asal terpisah tapi terdekat cabang kiri dan kanan
arteri paru dari aspek posterolateral batang arteri umum.
3. Dalam truncus arteriosus tipe III, arteri cabang paru berasal independen dari batang arteri
umum atau lengkung aorta, paling sering dari aspek lateral kiri dan kanan bagasi. Hal ini sesekali
terjadi dengan asal satu arteri paru dari bawah lengkung aorta, biasanya dari duktus arteriosus.
4. Tipe IV truncus arteriosus, awalnya diusulkan oleh Collett dan Edwards sebagai bentuk lesi
dengan tidak cabang arteri paru yang timbul dari trunk, kini diakui menjadi bentuk atresia
pulmonal dengan defek septum ventrikel daripada truncus arteriosus.
Collett dan Edwards menjelaskan variasi dari masing-masing jenis. Pada tahun 1965, Van
Praaghs mengusulkan skema klasifikasi sering dikutip lainnya yang juga mencakup 4 jenis
utama, sebagai berikut: [2]

1. Tipe A1 adalah identik dengan jenis I Collett dan Edwards.


2. Tipe A2 mencakup Collett dan Edwards tipe II dan sebagian besar kasus tipe III, yaitu orang-
orang dengan asal yang terpisah dari cabang arteri paru dari aspek lateral kiri dan kanan batang
umum.
3. Tipe A3 termasuk kasus dengan asal salah satu cabang arteri paru-paru (biasanya kanan) dari
trunk, dengan pasokan darah pulmonal ke paru-paru lain yang disediakan baik oleh arteri paru
yang timbul dari arkus aorta (suatu subtipe Collett dan Edwards tipe III) atau sistemik untuk
agunan arteri paru.
4. Tipe A4 Jenis didefinisikan bukan oleh pola asal cabang arteri paru, melainkan oleh koeksistensi
sebuah lengkungan aorta terganggu. Pada sebagian besar kasus A4 jenis, yang jatuh ke dalam
tipe I dari Collett dan Edwards, arteri paru muncul sebagai batang paru tunggal yang kemudian
cabang. Dalam salah satu pola-pola ini, stenosis intrinsik, hipoplasia, atau keduanya mungkin
ada dalam salah satu atau kedua paru arteri cabang, yang mungkin memiliki efek pada
manajemen dan hasil.

Van Praagh skema dikombinasikan dengan jenis Collett dan Edwards pada gambar 1.
(Lampiran)

C. Epidemiologi

Kelainan truncus arteriosus merupakan kelainan yang jarang ditemukan. BWIS (Baltimore-
Washington Infant Study) melaporkan prevalensi terjadinya kelainan truncus arteriosus
sekitar 0,006 dari 1000 kelahiran hidup dan terhitung sebanyak 1,2 % dari semua kelainan
jantung kongenital. Yang lebih menarik adalah mereka melaporkan distribusi kasus yang sama
besar antara laki-laki dan perempuan, dengan sedikit perbedaan antara insidensi pada pasien kulit
putihdengan pasien kulit hitam.

1. Frekuensi

Amerika Serikat. Truncus arteriosus merupakan 1-2% dari cacat jantung bawaan pada bayi
lahir hidup. Berdasarkan perkiraan kejadian penyakit jantung bawaan dari 6-8 per 1.000
anak lahir hidup, truncus arteriosus terjadi pada sekitar 5-15 dari 100.000 kelahiran hidup.
Di antara janin dan bayi lahir mati dibatalkan dengan anomali jantung, truncus arteriosus
mewakili hampir 5% dari cacat.

Internasional. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian truncus arteriosus
dicatat antara mereka yang dilahirkan di Amerika Serikat dibandingkan dengan negara lain.

2. Mortalitas / Morbiditas

Sejarah alami arteriosus truncus tanpa intervensi bedah tidak baik ditandai. Dalam seri
sebelumnya banyak, median umur kematian tanpa operasi berkisar antara 2 minggu sampai 3
bulan, dengan hampir 100 kematian% pada usia 1 tahun. Kasus pasien bertahan menjadi dewasa
dengan arteriosus truncus diperbaiki dilaporkan, tapi mereka sangat jarang. Penyebab kematian
pada pasien diperbaiki biasanya serangan jantung atau kegagalan beberapa organ dalam
menghadapi perfusi sistemik yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh; asidosis metabolik progresif dan hasil disfungsi miokard.

Saat ini, untuk pasien yang menjalani perbaikan lengkap dalam periode neonatal atau bayi dini,
kematian pascaoperasi awal umumnya kurang dari 10%. Ini merupakan peningkatan yang
substansial dari era sebelumnya, baru-baru ini 20 tahun yang lalu, tingkat kematian dini setelah
perbaikan selesai lebih tinggi dari 25% pada seri yang paling. Di antara pasien yang masih hidup
periode pascaoperasi awal, tingkat kelangsungan hidup pada 10 – untuk 20-tahun tindak-up yang
lebih tinggi dari 80%, dengan kebanyakan kematian akibat gejala sisa perbaikan akhir (penyakit
paru obstruktif vaskular), reinterventions, atau sisa / berulang kelainan fisiologis.

Meskipun jarang digunakan saat ini, bedah paliatif oleh banding dari arteri pulmonalis untuk
melindungi tempat tidur vaskular paru adalah strategi yang sering digunakan sampai 1970-an dan
awal 1980-an. Praktek ini menghasilkan hanya perbaikan kecil dalam riwayat alami penyakit,
dengan substansial tingkat kematian dini dan menengah.

3. Ras

Berdasarkan data yang terbatas, tidak ada predileksi ras jelas.

4. Seks

Meskipun banyak seri laporan dominasi laki-laki sedikit, tidak ada predileksi yang signifikan
berdasarkan jenis kelamin jelas.

5. Umur

Truncus arteriosus adalah anomali kongenital yang hadir dari awal kehamilan embrio. Saat ini,
truncus arteriosus didiagnosis menggunakan ultrasonografi prenatal dalam persentase kecil
pasien. Di antara pasien yang didiagnosis setelah kelahiran, usia rata-rata pada presentasi
umumnya merupakan beberapa hari, yang secara signifikan lebih awal dari yang terjadi 20 tahun
lalu atau lebih. Kadang-kadang, pasien tidak terdiagnosis sampai kemudian pada masa bayi,
masa kanak-kanak, atau bahkan dewasa, meskipun kasus tersebut sangat jarang di Amerika
Serikat dan Eropa.

D. Patofisiologi

Hampir seluruh pasien meninggal karena CHF sebelum mencapai usia 6-12 bulan. Harapan
hidup lebih besar pada pasien dengan PBF normal. Hanya 50% yang dapat melewati usia
1 bulan, 30% melewati 3 bulan, 18 % pada 6 bulan, dan hanya 12% yang melewati 12 bulan.
Perbaikan klinis terjadi bila pasien mengalami peningkatan resistensi vaskuler paru yang
dapatterjadi pada usia 3-4 bulan, akan tetapi akhirnya akan meninggal akibat Eisenmenger
padadekade 2 atau 3 kehidupannya. Insufisiensi katup trunkus akan semakin berat. Harapan
hidup yang lebih besar bila terdapat pulmonary stenosis.

Patofisiologi truncus arteriosus ditandai dengan sianosis dan kelebihan ventrikel volume yang
sistemik. Keluar dari kedua ventrikel diarahkan ke bagasi arteri umum. Aliran darah paru berasal
dari keluaran ventrikel gabungan, dan besarnya tergantung pada rasio resistensi mengalir di
tempat tidur vaskular paru dan sistemik. Karena pencampuran (meskipun tidak lengkap) output
ventrikel kiri dan kanan yang terjadi terutama selama sistol dan pada tingkat batang arteri umum,
saturasi oksigen arteri sistemik bawah normal adalah umum. Demikian pula, karena sirkulasi
sistemik dan paru dasarnya secara paralel, aliran darah paru biasanya minimal 3 kali lipat lebih
tinggi dari aliran darah sistemik, dengan overcirculation paru dan peningkatan kerja miokard
yang menghasilkan permintaan oksigen meningkat beristirahat dan penurunan cadangan
metabolik.

Penderita Persisten Truncus Arteriosus mengalami kelainan anatomi pada jantung dimana hanya
terdapat satu pembuluh darah yang membawa darah keluar dari jantung, hal ini memungkinkan
terjadinya hal-hal berikut:

1. Pada PTA, hanya ada satu arteri utama yang keluar jantung, Mean Pulmonar Artery atau
cabangnya kemudian keluar dari trunkus, dan trunkus melanjutkan diri sebagai aorta. VSD
besar selalu ada pada kelainan ini. Kelainan hemodinamik yang muncul antara lain:

 Selalu terjadi pencampuran yang sempurna dari darah vena dan darah bersih dalamventrikel,
dan saturasi oksigen pada dua arteri utama selalu sama.
 Tekanan pada kedua ventrikel sama.
 Kadar saturasi pada sirkulasi sistemik (besarnya sianosis) tergantung pada besarnya aliran ke
paru (PBF).
 Besarnya PBF tergantung pada diameter total penampang PA.
 Meningkatnya PBF secara pasif akan menyebabkan terjadinya kelainan vaskular pulmonal yang
dapat irreversibel sebelum usia 6 bulan.

1. Bila PBF besar maka bayi tidak begitu sianotik akan tetapi dapat mengalami CHF, bila PBFkecil
maka bayi akan sianosis berat.
2. Selama resistensi paru masih tinggi pada neonatus; biasanya sirkulasi sistemik dan paru
beradadalam keadaan seimbang (balance). Bila resistensi paru menurun maka akan terjadi CHF
olehkarena aliran darah akan menuju ke sirkulasi pulmonal selama sistolik dan diastolik.
Seringkaliterjadi aliran retrograde dari aorta abdominal (dari hepar, renal dan mesenterik)
selama diastoleke pulmonal. Aliran retrograde diperbesar bila disertai adanya insufisiensi katup
trunkus.
3. Adanya aliran retrograde pada aorta akan menyebabkan turunnya tekanan perfusi
koroner sehingga mengakibatkan pasien berisiko mengalami infark miokardium.

E. Manifestasi Klinis

Pada kebanyakan penderita truncus arteriosus, penyakit jantung congenital dapat diketahui
selama proses persalinan. Sejak tahun 1990-an, diagnosis kelainan ini sudah mungkin dilakukan
yaitu dengan menggunakan fetal echocardiogram.
Manifestasi klinis yang timbul tergantung pada aliran darah ke paru-paru. Sejak minggu pertama
kehidupan, peningkatan resistensi arteriol pulmonary yang persisten muncul sewaktu janin lahir
dapat menyebabkan sianosis ringan dengan sedikit tanda dekompensasi jantung, kecuali
insufisiensi katup truncus, kecuali jika terjadi insufisiensi katup truncus yang parah. Sementara
resistensi pulmonary berangsur-angsur menurun dan aliran darahke paru-paru meningkat,
sianosia dapat hilang, namun takipnea, takikardia, keringat berlebihan,kurang nafsu makan dan
tanda-tanda lain dari gagal jantung bisa timbul secara sekunder akibat peningkatan aliran balik
ke jantung yang disebabkan oleh aliran darah yang berlebihan melalui sirkulasi pulmonal. Jika
insufisiensi katup trunkus yang berat terjadi, tanda dan gejala gagal jantung dapat muncul segera
setelah lahir dan volume darah tambahan yang dihasilkan oleh keadaan tersebut selalu akan
meningkatkan beban kerja jantung akibat peningkatan aliran pulmonal. Pada keadaan tertentu
dimana bayi mengalami stenosis arteri pulmonal, sianosis akan terlihat jelas ketika lahir dan
semakin parah seiring bertambahnya usia, hal ini merupakan akibat dari syndrome eisenmenger.
Pasien juga sering mengalami dispnea saat menyusui.

F. Pemeriksaan Diaknostik
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan Jantung yang hiperaktif, tanda-tanda sianosis, CHF
dalam berbagai tingkat. Teraba pulsasi perifer “bounding” dan melebar. Bunyi click sistolik
seringterdengar pada apeks dan ULSB, S2 tunggal. Murmur sistolik regurgitan kasar grade 2-4/6
dariVSD dapat terdengar di sepanjang left sternal border. Jika PBF besar akan terdengar
rumbleapikal dengan atau tanpa irama gallop. Regurgitasi katup trunkus terdengar sebagai
murmur decresendo pada awal diastolik.

Pemeriksaan Penunjang

 EKG

Gambaran electrocardiogram menunjukkan Aksis QRS normal (+50 sampai +120 derajat).
CVHditemukan pada 70% kasus; RVH atau LVH saja lebih jarang ditemukan. Kadangkala
terjadi LAH.

Gambar echocardiographic truncus arteriosus ditampilkan pada gambar 2.

Echocardiographic gambar truncus arteriosus (TA). Gambar atas adalah dari jendela koronal
subcostal (SC COR) dan menunjukkan batang umum (TR) yang timbul dari ventrikel kiri (LV),
override septum interventriculare. Cabang-cabang batang umum ke batang paru-paru dan aorta
menaik (AO). Arteri paru-paru kiri (LPA) dapat dilihat percabangan dari batang paru. RA atrium
= kanan; RPA = arteri paru-paru kanan. Pada gambar bawah, yang dari jendela sagital takik
suprasternal, asal trunkal dan perjalanan batang paru dan arteri paru kiri dapat dihargai. DAO =
aorta menurun; IV = innominate vena; LA = atrium kiri.

 Foto Ro toraks
Pada foto rotgen thorak selalu terlihat kardiomegali dengan peningkatan vaskulerisasi
paru(plethora). Segmen pulmonal menghilang. 30% kasus terlihat arkus aorta di kanan.

 Ekokardiografi

Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat ditemukan 3 penemuan diagnostik, yaitu:

1. Sebuah pembuluh arteri besar yang keluar dari jantung (trunkus arteriosus), termasuk tipe, letak
dan ukuran PA.
2. VSD besar yang ditemukan tepat di bawah trunkus.
3. Hanya terdapat sebuah katup trunkus tanpa ditemukannya katup pulmonal.

 Kateterisasi

Pemeriksaan kateterisasi (angiografi) dibutuhkan untuk memperlihatkan letak dan


susunan pembuluh pulmonal dan bila terdapat kecurigaan adanya kelainan vaskular pulmonal
(hipertensi pulmonal/Eisenmenger).

G. Penatalaksanaan

1. Farmakologi

Terapi farmakologis pada pasien dengan truncus arteriosus tergantung pada berbagai faktor,
termasuk status klinis, lesi yang terkait, dan di mana di kursus manajemen (misalnya, pra
operasi, pasca operasi awal) pasien adalah ketika terapi obat disediakan. Kelas-kelas utama obat
jantung diberikan kepada pasien dengan arteriosus truncus termasuk diuretik, digoksin, agen
mengurangi afterload, obat inotropic, dan antiaritmia jika perlu.

a. Inotropic agen

Agen ini menyediakan inotropic dan dukungan chronotropic pada periode pasca operasi awal,
ketika edema dan iskemia miokard pasca operasi cedera reperfusi-dapat mengakibatkan berbagai
derajat disfungsi ventrikel residu. Juga digunakan pada dosis rendah untuk mengoptimalkan
perfusi ginjal untuk memfasilitasi diuresis.

Dopamin (Intropin)

Merangsang reseptor adrenergik dan dopaminergik, dengan efek dopaminergic dominan pada
dosis rendah, efek beta-adrenergik dan dopaminergic pada dosis menengah, dan terutama alfa-
adrenergik efek pada dosis tinggi.

b. Agen diuretik
Obat-obat ini digunakan untuk mobilisasi edema pada periode pascaoperasi awal dan
memfasilitasi homeostasis cairan. Mereka juga digunakan untuk pengobatan hipertensi.

 Furosemid (Lasix)

Meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu klorida-mengikat sistem cotransport, yang, pada
gilirannya, menghambat reabsorpsi natrium dan klorida di ascending loop Henle tubulus ginjal
dan distal.

c. Glikosida jantung, antiarrhythmic

Agen ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard, untuk memperlambat waktu
konduksi simpul atrioventrikular, dan untuk mempotensiasi efek furosemide.

· Digoxin (Lanoxin, Lanoxicaps)

Kisah Para Rasul secara langsung pada otot jantung, meningkatkan kontraksi sistolik miokard.
Its tidak langsung tindakan mengakibatkan peningkatan aktivitas syaraf sinus karotis dan
penarikan simpatik ditingkatkan untuk setiap peningkatan tekanan diberikan dalam arteri rata-
rata.

d. ACE inhibitor, agen mengurangi afterload

Agen ini digunakan untuk menurunkan resistensi vaskular sistemik, yang bermanfaat pada pasien
dengan hipertensi, gangguan fungsi ventrikel, atau aorta / trunkal regurgitasi katup.

Captopril (Capoten)

Menghambat aktivitas enzim angiotensin-converting, mencegah konversi angiotensin I menjadi


angiotensin II, yang merupakan vasokonstriktor kuat. Penurunan kadar angiotensin II
menyebabkan aktivitas renin plasma meningkat dan penurunan beredar aldosteron.

2. Nonfarmakologi

a. Diet

Tidak ada pertimbangan diet khusus ditunjukkan pada pasien dengan arteriosus truncus, selain
diet yang mungkin ditentukan oleh kondisi yang terkait.

Lanjutkan makanan enteral setelah pasien hemodinamik stabil.

Lanjutkan menyusui mulut ketika pasien telah dihapus dari dukungan ventilasi mekanis dan
cukup waspada untuk mengambil lisan menyusui dengan aman. Pada pasien dengan
penghapusan pada 22q11 band, insufisiensi atau langit-langit sumbing velopharyngeal sering
hadir, dan pemberian makan oral harus dilanjutkan dengan bantuan spesialis makan
b. Aktivitas

 Pembatasan tertentu pada aktivitas yang tidak diindikasikan pada pasien dengan arteriosus
truncus.
 Pasien dengan arteriosus truncus diperbaiki dan baik cacat sisa atau regurgitasi dari ventrikel
kanan ke arteri pulmonalis saluran mungkin memiliki kapasitas latihan yang terbatas terbaik
ditangani secara individual.

H. Komplikasi Post-operatif

 RV failure following ventrikulotomi


 Eksaserbasi hipertensi pulmonal

1. Setelah post operatif perlu kunjungan secara teratur tiap 4-6 bulan untuk mendeteksi adanya
komplikasi:

 Insufisiensi progresif dari katup trunkus. Dapat memerlukan tindakan operasi penggantian
katup.
 Keperluan untuk mengganti konduit karena sudah terlalu kecil, biasanya pada usia2-3 tahun.
 Dapat terjadi kalsifikasi pada daun katup konduit dalam waktu 1-5 tahun yang memerlukan re-
operasi.
 Dapat terjadi aritmia ventrikuler akibat tindakan ventrikulotomi

1. Pemberian profilaksis SBE bila terdapat indikasi.


2. Perlu pembatasan aktifitas untuk kegiatan fisik berat atau olahraga

I. Pencegahan

Tidak ada metode yang dikenal untuk mencegah perkembangan arteriosus truncus pada janin
dikenal.

Pada skrining USG temuan obstetrik, 4-ruang dan pemandangan kapal besar yang cukup untuk
mengidentifikasi bahwa anomali jantung yang hadir. Dalam peristiwa seperti itu, orang tua harus
dirujuk untuk echocardiography janin, yang anatomi arteriosus truncus dapat lebih sepenuhnya
didefinisikan. Diagnosis dalam kandungan memungkinkan untuk pilihan orang tua yang lebih
besar, dan dapat memfasilitasi pengiriman direncanakan di sebuah pusat perawatan tersier dan
stabilisasi neonatal langsung, sehingga mencegah sequelae hemodinamik potensial yang dapat
hasil dari sejarah alam lesi.

Ontogeni jantung dan sirkulasi fetal.


a. Ontogeni jantung
Jantung terbentuk dari lapisan mesoderm laterale lamina viscerale. Pembentukan yang
pertama kali terjadi yaitu pembentukan endocardial tube yang dimulai dari pembentukan
mesoderm laterale lamina viserale. Kemudian angiogenetic cell cluster yang akan membentuk
endocardial tube. Setelah terbentuk endocardial, kemudian kedua endocardial tube menyatu.
Perkembangannya mula-mula merupakan suatu pipa yang luas kemudian terbentuk pelebaran
bulboventrikularis di dalam cavum pericardii yang merupakan bagian yang akan membentuk
atrium dan pembuluh darah yang berada di luar cavum pericardii.
Perkembangan selanjutnya bulboventrikularis yaitu bulbus cordis pada bagian cranial
menyempit sepertiga proksimal yang akan membentuk ventrikel kanan. Bagian distal bulbus
menjadi truncus arteriosus sebagai pangkal aorta dan arteri pumonalis. Ventrikel sederhana akan
membentuk ventrikel sinistra.

Pembentukan septum pada atrium dimulai dari pembentukan septum primum kemudian
ostium primum. Setelah itu, akan terbentuk septum secundum yang akan membentuk foramen
ovale. Sedangkan pembentukan septum pada ventrikel dimulai dari pembentukan balok-balok
mesenchym dari dalam selanjutnya akan terbentuk perkembangan otot-otot dinding ventrikel
yang akan membentuk septum interventrikulare yang terdiri dari pars membranasea dan pars
muscularis.

b. Sirkulasi fetal
Pada janin, aliran darah tidak mengikuti rute yang sama dengan rute setelah lahir.
Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi setelah lahir adalah penyesuaian terhadap
kenyataan bahwa janin tidak bernapas, sehingga paru tidak berfungsi. Janin memperoleh O2 dan
mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak
perlu mengalir ke paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada janin terdapat dua jalan
pintas: foramen ovale ~suatu lubang di septum antara atrium kanan dan kiri~ dan duktus
arteriosus ~suatu pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya
keluar dari jantung.

Peran jalan-jalan pintas ini dapat digambarkan dengan jelas apabila kita mengikuti aliran
darah melalui jantung janin. Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena
umbilikalis dan diteruskan ke dalam vena kava inferior janin. Dengan demikian, ketika
dikembalikan ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik, darah adalah campuran dari darah
beroksigen tinggi dari vena umbilikalis dan darah yang beroksigen rendah yang kembali dari
jaringan janin, karena tingginya resistensi yang diakibatkan oleh paru-paru yang kolaps, tekanan
di separuh kanan jantung dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada diseparuh kiri jantung dan
sirkulasi sistemik, situasi yang terbalik dibandingkan dengan setelah lahir. Karena perbedaan
tekanan antara atrium kanan dan kiri, sebagian darah campuran yang beroksigen cukup yang
kembali ke atrium kanan segera disalurkan ke atrium kiri melalui foramen ovale. Darah ini
kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa ke luar ke sirkulasi sistemik.

Selain memperdarahi jaringan, sirkulasi sistemik janin juga mengalirkan darah melalui
arteri umbilikalis agar terjadi pertukaran dengan darah ibu melalui plasenta. Sisa darah di atrium
kanan yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan, yang memompa
darah ke arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih besar daripada tekanan di
aorta, darah dialihkan dari arteri pulmonalis ke aorta melalui duktus arteriosus mengikuti
penurunan gradient tekanan. Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa ke luar dari
ventrikel kanan yang ditujukan ke sirkulasi paru segera dialihkan ke dalam aorta dan disalurkan
ke sirkulasi sistemik, mengabaikan paru yang nonfungsional.

2. Patofisiologi terjadinya sianosis.


Sianosis mengacu kepada warna kulit dan membran mukosa yang kebiruan sebagai akibat
dari peningkatan kadar hemoglobin tereduksi (reduce hemoglobin) atau derivat hemoglobin
dalam kapiler kulit pada daerah tersebut yang lebih dari 5 g%. Biasanya gejala sianosis terlihat
paling mencolok di daerah bibir, dasar kuku, telinga, dan eminensia malar. Derajat sianosis
dimodifikasi oleh kualitas pigmen kutaneus dan ketebalan kulit, serta dengan keadaan kapiler
kutaneus.

Peningkatan jumlah hemoglobin yang menurun dalam pembuluh-pembuluh darah kulit


menimbulkan sianosis dapat diterima oleh peningkatan kuantitas darah vena di kulit sebagai hasil
dilatasi venula dan ujung vena kapiler atau oleh pengurangan saturasi oksigen di daerah kapiler.
Umumnya gejala sianosis tampak dengan nyata kalau konsentrasi rata-rata hemoglobin tereduksi
di dalam pembuluh darah kapiler melebihi 5g/dL. Hal yang penting dalam menimbulkan sianosis
adalah jumlah absolut hemoglobin tereduksi dan bukan jumlah relatif. Jadi, pasien anemia berat,
jumlah relatif hemoglobin tereduksi di dalam darah vena mungkin sangat besar bila
diperhitungkan terhadap jumlah total hemoglobin.
Namun demikian, karena konsentrasi total hemoglobin ini sangat menurun, maka jumlah
absolut hemoglobin tereduksi mungkin tetap kecil dan dengan demikian pasien anemia berat
yang bahkan dengan desaturasi arterial yang mencolok tidak memperlihatkan sianosis.
Sebaliknya semakin tinggi kandungan total hemoglobin, semakin besar kecenderungan ke arah
sianosis. Jadi, pasien dengan polisitemia vera yang nyata akan cenderung untuk mengalami
sianosis pada tingkat saturasi oksigen arterial yang lebih tinggi bila dibandingkan pasien dengan
nilai hematokrit yang normal. Demikian pula, kongesti pasif setempat yang menyebabkan
peningkatan umlah total hemoglobin tereduksi di dalam pembuluh darah pada suatu daerah
tertentu dapat menyebabkan sianosis. Sianosis juga terlihat kalau terdapat hemoglobin
nonfungsional seperti methemoglobin atau sulfhemoglobin di dalam darah.

Sianosis sejak lahir berkaitan dengan penyakit jantung kongenital. Sianosis yang timbul
akut dapat terjadi pada penyakit saluran pernapasan yang berat, terutama obstruksi akut pada
saluran napas. Pada pasien dengan anemia berat, di mana kadar hemoglobin turun secara
bermakna, sianosis mungkin tidak dijumpai. Beberapa pekerja, seperti tukang las listrik,
menghirup kadar toksik gas nitrogen yang dapat menimbulkan sianosis dengan
methemoglobinemia. Methemoglobinemia herediter adalah suatu kelainan hemoglobin primer
yang menyebabkan sianosis kongenital.

3. Perbedaan sianosis sentral dan sianosis perifer.


Secara singkat perbedaan sianosis sentral dan sianosis perifer adalah sebagai berikut :
Sianosis Sentral Sianosis Perifer
 Kelainan jantung dengan pirau kanan  Insufisiensi Jantung
ke kiri  tidak terjadi kenaikan
 Sumbatan aliran darah
tekanan parsial O2 yang menyolok

 Curah jantung ↓
 Penyakit paru dengan oksigenasi
yang berkurang  tekanan parsial
 Vasospasme
O2 ↑ 100-150 mmHg atau lebih
Aliran darah yang melambat di
Kurangnya saturasi O2 arteri
daerah sianotik  Kontak darah
sistemik lebih lama dengan jaringan 
Pengambilan O2 lebih banyak dari
*Biasnaya terlihat di mukosa bibir,
normal
lidah dan konjungtiva
Vasokonstriksi sebagai kompensasi
COP yang rendah

Gangguan sirkulasi seperti renjatan

*Biasanya terlihat di daun telinga,


ujung jari dan ujung hidung

Pada tipe sentral, terdapat darah arteri yang tidak mengalami saturasi atau derivat
hemoglobin abnormal, dan membrana mukosa dan kulit terkena. Sianosis perifer disebabkan
oleh perlambatan aliran darah ke area dan ekstraksi oksigen besar secara abnormal dari darah
arteri tersaturasi secara normal. Sianosis ini disebabkan oleh vasokonstriksi dan aliran darah
perifer yang berkurang, seperti terjadi paparan dingin, syok, gagal kongestif dan penyakit
vaskuler perifer. Sering pada kondisi ini, membrana mukosa rongga mulut atau semua yang ada
di bawah lidah dapat terhindar. Perbedaan klinis antara sianosis perifer dan sentral tidak selalu
sederhana, dan pada kondisi seperti syok kardiogenik dengan edema paru mungkin terdapat
campuran kedua tipe ini.

Sianosis Sentral

Ada beberapa penyebab timbulnya sianosis sentral, yaitu :

a. Penurunan saturasi oksigen arterial

1) Penurunan tekanan atmosfer di tempat tinggi

2) Gangguan fungsi pulmoner

o Hipoventilasi pulmonalis
o Hubungan yang tidak setara antara ventilasi dan perfusi pulmonalis
3) Pintasan anatomik

o Tipe tertentu penyakit jantung kongenital


o Fistula arteriovenosa pulmonalis
o Pintasan intrapulmoner yang kecil-kecil dan multipel
b. Abnormalitas hemoglobin

1) Methemoglobinemia herediter, akuisita

2) Sulfhemoglobinemia akuisita

3) Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis sejati)

Penurunan saturasi oksigen arterial terjadi akibat pengurangan yang nyata pada tekanan
oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi dengan adanya penurunan tekanan
oksigen di dalam udara inspirasi tanpa hiperventilasi alveoler kompensatif yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen alveoler.

Fungsi paru yang terganggu dengan serius, melalui hipoventilasi atau perfusi alveolar
pada daerah paru yang ventilasinya jelek, merupakan penyebab sianosis sentral yang sering
ditemukan. Keadaan ini dapat terjadi secara akut seperti pada pneumonia yang luas atau edema
pulmonalis, atau pada penyakit paru kronik misalnya emfisema. Pada keadaan tertentu,
polisitemia umumnya ada, dan clubbing jari dapat terjadi. Bagaimanapun, pada banyak tipe
penyakit paru kronik dengan fibrosis dan obliterasi bantalan vaskuler kapiler, sianosis tidak
terjadi karena terdapat sedikit perfusi area yang mengalami ventilasi.

Penyebab lainnya yang menimbulkan penurunan saturasi oksigen arterial adalah


pintasan darah dari sistem vena sistemik ke dalam sirkuit arterial. Bentuk-bentuk tertentu
penyakit jantung kongenital akan disertai dengan sianosis. Karena darah mengalir dari daerah
yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, maka agar pada defek jantung terjadi
pintasan kanan ke kiri, keadaan ini biasanya harus disertai dengan lesi obstruktif di sebelah distal
defek tersebut atau dengan kenaikan resistensi vaskuler pulmonalis. Kelainan jantung kongenital
yang paling sering ditemukan dengan sianosis pada orang dewasa adalah kombinasi ventrikular
septal defek dengan obstruksi saluran keluar pulmonalis (tetralogi fallot). Semakin parah
obstruksi, semakin besar derajat pintasan kanan ke kiri dan sianosis resultan. Mekanisme untuk
peningkatan resistensi vaskuler paru yang dapat menimbulkan sianosis pada keadaan adanya
komunikasi ekstrakardiak dan intrakardiak tanpa stenosis pulmonalis.

Sianosis dapat disebabkan oleh methemoglobin yang terdapat dalam jumlah kecil di
dalam darah dan oleh sulfhemoglobin dengan jumlah yang lebih kecil lagi. Meskipun merupakan
penyebab sianosis yang jarang dijumpai, pigmen hemoglobin yang abnormal ini harus dicari
lewat pemeriksaan spektroskopi kalau gejala sianosis bukan disebabkan oleh malfungsi sistem
sirkulasi ataupun respirasi.

Sianosis Perifer

Penyebab sianosis perifer adalah Penurunan curah jantung, Terkena hawa dingin,
Redistribusi aliran darah dari ekstremitas, Obstruksi arterial, dan Obstruksi venous

Barangkali penyebab sianosis perifer yang paling sering ditemukan adalah


vasokonstriksi generalisata yang terjadi akibat terkena air atau udara dingin. Keadaan ini
merupakan respons yang normal. Kalau curah jantungnya rendah, seperti yang terlihat pada
gagal jantung kongestif atau pada keadaan syok, vasokonstriksi kulit akan terjadi sebagai
mekanisme kompensasi agar aliran darah dapat dialihkan dari kulit ke bagian yang lebih vital
seperti sistem saraf pusat serta jantung. Pada keadaan ini terjadi sianosis intensif yang disertai
dengan ekstremitas yang dingin. Meskipun darah arterial mengalami saturasi secara normal,
namun berkurangnya aliran darah yang melewati kulit dan menurunnya tekanan oksigen pada
ujung vena sistem kapiler akan mengakibatkan sianosis.

Obstruksi pembuluh arteri pada ekstremitas sebagaimana yang terjadi dengan emboli
atau pun konstriksi arteriol, seperti pada vasospasme yang timbul karena hawa dingin, umumnya
akan menimbulkan gejala pucat dan dingin tetapi dapat disertai dengan sianosis. Bila terdapat
obstruksi pada pembuluh vena dan kongesti ekstremitas, sebagaimana yang terjadi pada stagnasi
aliran darah, sianosis juga ditemukan. Hipertensi vena yang bisa lokal seperti pada tromboflebitis
atau sistemik seperti pada penyakit katup trikuspidal atau pada perikarditis konstriktif akan
menimbulkan dilatasi pleksus pembuluh vena subpapilaris dan dengan demikian memperbesar
gejala sianosis.
4. Sianosis hanya terlihat pada bibir dan kuku
Sebenarnya sianosis terjadi di seluruh kapiler tubuh tetapi sianosis dapat terlihat jelas
pada bibir dan kuku. Sianosis hanya terlihat pada bibir dan kuku karena daerah tersebut
merupakan bagian tubuh yang lebih dingin dan memiliki lapisan yang lebih tipis sehingga
sianosis akan terlihat jelas.

5. Sianosis bertambah bila anak menangis atau bermain.

Sianosis bertambah bila bermain karena otot-otot yang bekerja memerlukan peningkatan
ekstraksi oksigen dari darah sehingga saturasi osgen menurun dan bermanifestasi dalam bentuk
kulit dan membran mukosa bertambah biru.

Sianosis bertambah bila menangis karena pada saat menangis, terjadi spasme otot-otot
outflow trunk sehingga aliran darah ke paru-paru berkurang. Akibatnya, semakin sedikit darah
yang dioksigenasi di dalam paru-paru sehingga saturasi oksigen berkurang dan sianosis akan
bertambah.

6. Anak sering jongkok bila capek bermain.

Anak sering jongkok bila capek bermain karena dengan posisi skuating (lutut-dada) anak
akan merasa nyaman/lebih baik sebab sianosis akan berkurang. Mekanisme terjadinya hal
tersebut, yaitu jongkok akan menurunkan aliran darah balik yang kurang kandungan oksigennya.
Akibatnya, resistensi sistemik akan meningkat sehingga pirau kanan ke kiri akan menurun dan
aliran darah paru meningkat. Saturasi oksigen pun meningkat dan sianosis berkurang.

7. Differential Diagnosis (DD) dan penatalaksanaannya.


a. Differential Diagnosis
 Tetralogi Fallot (TF)
 Transposisi of Great Arteri (TGA)
 Atrial Septal Defek (ASD)
 Ventrikel Septal Defek (VSD)
 Koartasio Aorta (KoA)
 Paten Duktus Arteriosus (PDA)
 Pulmonal Stenosis (PS)

b. Penatalaksanaan
 Non Farmakologis
 Menghilangkan faktor pemberat
 Mengurangi faktor resiko
 Farmakologis
 Intervensi Bedah

G. Tujuan pembelajaran Selanjutnya


Tujuan pembelajaran selanjutnya, yaitu:
1. Mengetahui lebih dalam tentang penyakit-penyakit yang termasuk penyakit jantung bawaan.
2. Mengetahui penatalaksanaan penyakit-penyakit yang termasuk penyakit jantung bawaan.

G. Informasi Baru
1. Penyakit-penyakit yang termasuk penyakit jantung bawaan.
a. Tetralogi Fallot
Secara anatomi malformasi yang terdiri dari stenosis katup pulmonal (umumnya stenosis
subinfundibular), defek septum ventrikel, deviasi katup aorta ke kanan sehingga kedua ventrikel
bermuara ke aorta (overriding aorta), hipertrofi ventrikel kanan. Defek septum ventrikel, defek
biasanya tunggal, besar, dan bersifat non-restriktif, 80% bersifat perimemban. Stenosis
pulmonal, pada sebagian besar kasus stenosis subinfundibular, katup biasanya abnormal,
walaupun biasanya bukan sebagai penyebab utama obstruksi. Dapat juga terjadi atresia dari
infundibulum atau katup, serta hipoplasia dari arteri pulmonal.
b. TGA
Kelainan ini biasanya 50% disertai oleh kelainan kongenital lain. Defek septum ventrikel
paling sering menyerta kelainan ini, disusul obstruksi muara aorta dan koarktasio aorta.
Pada kelainan ini terdapat pemindahan tempat aorta dan arteri pulmonalis. Aorta berasal
dari ventrikel kanan, arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Septum ventrikel merupakan tempat
orientasi. Penyebab kelainan ini masih belum diketahui dengan pasti.

c. Atrial Septal Defek


Defek septum atrium merupakan keadaan dimana terjadi defek pada bagian septum antar
atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan kanan. Septum atrium yang
sesungguhnya adalah dalam lingkaran fosa ovalis. Akibat yang timbul karena adanya defek
septum atrium sangat tergantung dari besar dan lamanya pirau serta resistensi vaskular paru.
Ukuran dari defek sendiri tidak banyak berperan dalam menentukan besaran dan arah pirau.
d. Ventrikel Septal Defek
Merupakan kelainan jantung dimana terjadi defek sekat antar ventrikel pada berbagai
lokasi. Merupakan kelainan kongenital yang tersering sesudah kelainan aorta bikuspidalis,
sekitar 20% dalam 1000 persalinan, tidak ada perbedaan kejadian antara laki-laki dan
perempuan.
Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna, akibatnya adalah darah
dari ventrikel kiri langsung mengalir ke ventrikel kanan dan sebaliknya. Kelainan ini umumnya
kongenital tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Besarnya defek bervariasi dari diameter
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
e. Koartasio Aorta
Merupakan stenosis atau penyempitan lokal atau segmen hipoplastik yang panjang.
Lokasi tersering dari kelainan ini ditemukan pada pertemuan arkus aorta dan aorta desenden,
segera sesudah muara dari arteri subklavia kiri. Pada keadaan tertentu, tetapi jarang dapat juga
ditemukan pada aorta abdominalis.
Diagnosisnya amat sederhana. Dengan menentukan tekanan darah pada lengan dan
tungkai, arah diagnosis dapat diketahui. Walaupun demikian sering tidak dikenal yaitu karena
pemeriksaan tubuh tidak cermat; variasi banyak bergantung pada tempat koarktasio aorta.
f. Patent Duktus Arteriosus
Merupakan suatu kelainan dimana vaskular yang menghubungkan arteri pulmonal dan
aorta pada fase fetal, tetap paten sampai lahir. Lokasi muara duktus terletak lebih ke kiri
percabangan arteri pulmonalis, sedangkan ujung aorta duktus terletak pada bagian bawah aorta
setinggi arteri subklavia kiri. Bentuk duktus mengecil pada lokasi arteri pulmonal, sehingga
berbentuk kerucut karena penutupan dimulai dari daerah pulmonal.
Faktor apa sebagai penyebab menutupnya duktus dalam keadaan normal, masih belum
dapat diketahui. Berkembangnya paru pada waktu lahir dan perubahan tekanan oksigen darah
pada waktu yang sama merupakan faktor yang sudah pasti. Bagaimana kontraksi duktus terjadi
hingga kini belum diketahui secara pasti. Juga faktor keturunan, infeksi memegang peranan
penting. Rubeola dikenal sebagai salah satu penyebab.
g. Stenosis Pulmonal
Stenosis mungkin terdapat berbagai tempat seperti di valvulus atau infundibulum.
Stenosis pulmonal valvular sering terdapat tanpa keluhan lain sedangkan stenosis infundibular
sering dengan kombinasi ventrikel septum defek.
Berbagai faktor sangat berpengaruh terhadap kelainan katup jantung, yaitu antaranya
faktor genetik, infeksi, trauma dan faktor yang lain. Kelainan katup pulmonal relatif jarang
terdapat dan bisa merupakan kelainan yang baik kongenital ataupun didapat.

2. Penatalaksanaan penyakit jantung bawaan.


a. Tetralogi Fallot (TF)
Pada serangan sianosis, diberikan oksigen dan morfin. Untuk mencegah serangan lainnya,
untuk sementara waktu bisa diberikan propanolol. Pembedahan untuk meperbaiki kelainan
jantung ini biasanya dilakukan ketika anak berumur 3-5 tahun. Pada kelainan yang lebih berat,
pembedahan bisa dilakukan lebih awal.
b. Transposisi of Great Arteri (TGA)
Pada TGAyang tidak disertai lubang dekat sekat, dapat dibuat lubang di dekat serambi
melalui metode non bedah yang disebut Balloon Atrial Septostomy (BAS). Sementara menunggu
persiapan untuk melakukan prosedur ini, PDA yang bermanfaat untuk menjamin pencampuran
darah bersih perlu dipertahankan, yakni dengan memberikan Prostaglandin E-1. Namun semua
itu hanya bersifat sementara, bila kondisi pasien membaik operasi untuk menukar posisi
pembuluh darah yang terbalik perlu dilakukan.
c. Atrial Septal Defek (ASD)
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan non bedah : Amplatser Septal Occluder
(ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan
paha. Namun, sebagian kasus tidak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan
pembedahan.
d. Ventrikel Septal Defek (VSD)
Pada VSD tertentu dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan penyumbat
Amplatzer, namun sebagian besar kasus memerlukan pembedahan.
e. Koartasio Aorta (KoA)
Pada koartasio aorta yang berat perlu diberikan prostaglandin E1 untuk mempertahankan
pembukaan duktus arteriosus. Untuk selanjutnya, tindakan pelebaran dengan balon atau
pembedahan perlu dilakukan.
f. Paten Duktus Arteriosus (PDA)
PDA juga dapat ditutup dengan tindakan non bedah menggunakan penyumbat Amplatzer,
namun bila PDA sangat besar tindakan bedah masih merupakan pilihan utama. PDA pada bayi
baru lahir yang prematur dapat dirangsang penutupannya dengan menggunakan indomethacine.
g. Pulmonal Stenosis (PS)
Penanganan medis yang dapat dilakukan adalah pelebaran katup dengan balon (Balloon
Pulmonal Valvotomy)

G. Analisis Informasi

Pada kasus, seorang anak perempuan 10 tahun datang dengan keluhan : bibir dan kuku
terlihat kebiruan. Hal ini sudah dialami sejak masa bayi. Bila menangis atau bermain, anak
terlihat bertambah biru. Anak sering jongkok bila capek bermain.

Informasi yang tertera pada modul merupakan informasi yang sangat umum, gejala-gejala
yang muncul merupakan gejala umum pada penyakit jantung bawaan sehingga pengambilan
diagnose yang pasti merupakan hal yang kurang bijak dan tidak tepat. Oleh karena itu dengan
berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat dimunculkan beberapa diagnose banding yang masih
memerlukan tahap-tahap tertentu seperti pemeriksaan penunjang lainnya yang memungkinkan
munculnya kausa penyakit dan penegakan diagnose yang tepat. Diagnosa banding yang diambil
adalah :

 Tetralogi Fallot (TF)


 Transposisi of Great Arteri (TGA)
 Atrial Septal Defek (ASD)
 Ventrikel Septal Defek (VSD)
 Koartasio Aorta (KoA)
 Paten Duktus Arteriosus (PDA)
 Pulmonal Stenosis (PS)
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh penderita dalam pasien, maka dapat
dianalisis sebagai berikut:

DD
TF TGA ASD VSD KoA PDA PS
Kata Kunci
Perempuan 10 tahun + + + + + + +
Sianosis sejak bayi + - - - - - -
Sianosis pada bibir
+ + + + + + +
dan kuku
Sianosis bertambah
bila menangis dan + + + + + + +
bermain
Jongkok bila capek
+ - - - - - -
bermain

Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, maka dapat ditetapkan bahwa Differensial
Diagnosis utama adalah Tetralogi Fallot. Namun, dalam penetapan diagnosis tetap harus
dilakukan pemeriksaan penunjang karena manifestasi klinis yang diberikan skenario sangatlah
umum. Pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu elektrokardiogram (EKG), pemeriksaan
laboratorium, foto toraks, dan ekhokardigram.

Pada elektrokardiogram tampak deviasi aksis kanan dan hipertrofi ventrikel kanan.
Kadang disertai hipertrofi atrium kanan. Pada pemeriksaan darah lengkap menunjukkan adanya
peningkatan jumlah sel darah merah dan hematokrit. Pada foto toraks, didapatkan gambaran
pembuluh darah paru berkurang (oligemia) dan konfigurasi jantung yang khas yakni seperti
sepatu boot (boot shape).

Anda mungkin juga menyukai