Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang
Di Indonesia banyak mengalami transisi epidemiologi dengan
terjadinya penyakit menular dan penyakit tidak menular atau degeneratif.
Banyaknya penyakit yang kronis tidak mudah dihadapi bukan hanya
karena sifat penyakitnya atau perawatannya, melainkan karena penyakit
yang diderita untuk waktu lama. Penyakit kronis yang dialami oleh
masyarakat dewasa banyak memberikan dampak dan beban bagi keluarga,
bila penanganan dilakukan secara tidak intensif dan berkelanjutan. Dengan
berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional Sejak 2014, sesuai Undang-
undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, maka Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas) sebagai penunjang utama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk melaksanakan Prolanis,
melalui kerjasama dengan BPJS untuk pembinaan bagi penderita penyakit
Kronis (BPJS, 2019).
Pemerintahan Kesehatan telah mengeluarkan suatu program
kesehatan yang dapat membantu melayani masyarakat yang memiliki
berbagai penyakit kronis dengan PROLANIS. PROLANIS (Program
Pengelolaan Penyakit Kronis) adalah suatu sistem pelayanan kesehatan
dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang
melibatkan peserta, fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita
penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya
pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS Kesehatan, 2019).
Prevalensi penyakit tidak menular menurut Perkeni (2011)
meningkat sebanyak 6,9% pada tahun 2013 penderita diabetes melitus
menjadi 8,5% pada tahun 2018, dan hasil pengukuran darah atau hipertensi
dari 25,8% di tahun 2013 menjadi 34,1% pada tahun 2018. Pada provinsi
Jawa Tengah menduduki peringkat ke-2 dengan penyakit DM dengan hasil
14,24% dan meningkat sebesar 16,535% pada tahun 2014. Hasil tersebut
didapatkan dari jumlah kasus DM tergantung insulin tahun 2013 sebesar
9,376 kasus dan DM tidak tergantung insulin sebesar 42.925 kasus (Dinas
Kesehatan Jawa Tengah, 2014). Prevalensi DM tergantung insulin untuk
wilayah kabupaten kebumen pada tahun 2012 sebesar 163 jiwa dan untuk
prevalensi DM tidak tergantung insulin ada 1.652 jiwa (Dinkes Provinsi
Jawa Tengah). Dikabupaten Kebumen tahun 2015, DM mencapai 2.216
kasus (Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen). Sedangkan kasus hipertensi
Kabupaten Kebumen tahun 2015, terdapat 8.131 kasus hipertensi (Profil
Kesehatan Kabupaten Kebumen).
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang paling banyak
terjadi di masyarakat, selain dikarenakan tingginya biaya pengobatan, juga
menjadi salah satu penyebab dari angka kesakitan, kematian dan kecacatan
yang terjadi di seluruh dunia (WHO, 2015). Diabetes Melitus (DM)
merupakan penyakit yang timbul karena suatu gangguan dari pankreas,
yaitu organ tubuh yang menghasilkan insulin dan berperan dalam
metabolisme glukosa bagi sel tubuh. Diabetes Melitus merupakan sindrom
metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia karena defek pada sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronis pada DM dapat
diasoiasikan dengan terjadinya kerusakan jangka panjang disfungsi serta
kegagalan multi organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah (ADA, 2013).
Diabetes tergolong penyakit menahun, maka perlu adanya
pencegahan komplikasi lebih lanjut (Perkeni, 2011). Salah satu
pencegahan komplikasi adalah dengan menjaga stabilitas gula darah pada
diabetisi. Oleh karena itu, pemerintah melalui BPJS Kesehattan
memberikan pelayanan untuk menjaga stabilitas gula darah dengan
membentuk PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) untuk
diabetes melitus. Program PROLANIS yang dilaksanakan bagi penderita
diabetes melitus tipe 2 memiliki 4 pilar penatalaksanaan pengendalian
kadar gula darah yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani dan
intervensi farmakologis (Yunir et al, 2014). Menurut penelitian Primahuda
(2016) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan
mengikuti prolanis dengan stabilitas gula darah sehingga dapat diigunakan
sebagai acuan diabetisi dalam meningkatkan kepatuhan. Selain itu, Ari
(2016) mengatakan tentang hubungan yang signifikan antara domain
hubungan sosial dan lingkungan dengan kualitas hidup dalam mengikuti
kegiatan Prolanis, dan menurut Sofwan (2017) mengatakan bahwa
penelitan implementasi untuk beberapa tempat belum mencapai indikator
75% dalam kegiatan Prolanis.
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri
sistematik yang menetap di atas batas normal yang telah disepakati dengan
nilai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg dan salah satu pencetus
terjadinya penyakit jantung, ginjal dan stroke (Elokdyah, 2007). Hipertensi
merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai resiko
yang dimiliki seseorang. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia,
hipertensi adalah tekanan darah yang melebihi nilai lebih dari 140 (tekanan
darah tinggi) dan 90 (tekanan darah rendah) mmHg dengan pengukuran
berulang saat sedang dalam kondisi istirahat.
Dalam program Prolanis bertujuan untuk mendorong peserta
penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe 2 dan Hipertensi sesuai
panduan klini terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi
(BPJS, 2015). Bentuk aktifitas pelaksanaan yang meliputi konsultasi medis
/ edukasi, home visit, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan
dengan penanggung jawab program ada pada kantor Cabang BPJS
Kesehatan Bagian Manajemen Pelayanan Primer (BPJS Kesehatan, 2014).
BPJS Kesehatan selaku penyelenggara program bekerjasama
dengan Faskes tingkat 1 dalam pelaksanaan program Prolanis. Faskes
tingkar 1 BPJS Kesehatan antara lain Puskesmas, klinik, rumah sakit kelas
D dan praktik dokter atau dokter gigi. Salah satu unit tingkat 1 BPJS
Kesehatan ialah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas
memiliki posisi sentral di masyarakat dalam mendapatkan layanan
kesehatan, menurut Departemen Kesehatan RI dalam Kepmenkes RI No.
128 Menkes/SK/II/2004, Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja.
Banyaknya kasus penyakit kronis diabetes melitus tipe 2 dan
hipertensi yang ditangani Puskesmas membuat BPJS Kesehatan selaku
badan penyelenggara jaminan sosial menekankan kepada tiap faskes
tingkat 1 di Kecamatan Ayah mengoptimalkan dalam memberikan
pelayanan program pengelolaan penyakit kronis. Peran dari berbagai pihak
tenaga kesehatan yang hendaknya mengupayakan Prolanis dapat berjalan
sehingga dapat mengatasi kasus diabetes melitus pasien, dengan
menggunakan metode promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam
program tersebut tenaga kesehatan dapat melakukan promotif dengan
memberikan penyuluhan tentang penyakit yang dialami, preventif dengan
memberikan penyuluhan tentang pencegahan yang harus dilakukan klien
seperti melaksanakan diit. Tindakan kuratif dapat dilakukan dengan
kolaborasi dalam pemberian terapi. Dan rehabilitatif dapat dilakukan
dengan memberi dukungan pada pasien untuk sembuh, serta
mengembalikan kondisi pasien seperti sebelum sakit (BPJS Kesehatan,
2014). Dari pasien hendaknya lebih aktif dalam mengikuti program
tersebut sehingga dapat mengatasi diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi
yang dilihat dari jumlah rentang normal kadar gula darah dan tekanan
darah sistol maupun diastol. Mengingat bahwa penyakit yang bisa
dikatakan tidak akan pernah sembuh tetapi hanya saja untuk dapat
dipantau dan dijaga untuk tingkat urgensinya, oleh sebab itu Prolanis
sangat penting untuk dilaksanakan agar masyarakat yang menderita
penyakit diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi dapat selalu terkontrol
kesehatannya serta mencapai tingkat kesehatan yang lebih baik dalam
setiap harinya.
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 24 Januari 2019 di
Puskesmas Ayah 1 dengan jumlah keseluruhan 75 pasien penderita
diabetes melitus dan hipertensi yang mengikuti dan melihat keaktifan 56%
peserta diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi sebagai peserta PROLANIS
dan peserta hadir rutin setiap bulan sekali pada minggu ke empat. Sebagian
44% peserta masih ada yang belum melaksanakan keaktifan kegiatan
PROLANIS di Puskesmas Ayah 1. Dengan adanya PROLANIS di Faskes
tingkat 1, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti tentang pelaksanaan
kegiatan PROLANIS di Puskesmas Ayah 1.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang
timbul adalah “bagaimana pelaksanaan kegiatan program pengelolaan
penyakit kronis (PROLANIS) di Puskesmas Ayah 1?”.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan Program Pengelolaan
Penyakit Kronis (PROLANIS) di Puskesmas Ayah 1.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi karakteristik reponden pada peserta
Prolanis
b. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan program pengelolaan
penyakit kronis (PROLANIS) di Puskesmas Ayah 1
c. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan konsultasi medis peserta
Prolanis
d. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan edukasi peserta Prolanis
e. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan reminder SMS gateway
peserta Prolanis
f. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan home visit peserta
Prolanis
g. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan senam peserta Prolanis
h. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan
pemeriksaan fisik peserta Prolanis
i. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan pendidikan
kesehatan peserta Prolanis
j. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan skrining
kesehatan peserta Prolanis
D. Manfaan Penelitian
1. Manfaat bagi pengembang ilmu
Sebagai penambah pengetahuan tentang suatu pelaksanaan
kegiatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis
(PROLANIS).
2. Manfaat bagi Puskesmas
Sebagai bahan dan evaluasi untuk tingkan fakes 1 dalam
meningkatkan kualitas pelayanan dalam mengoptimalkan
prolanis.
3. Manfaat bagi praktisi
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memenui
sebagian tugas dan syarat guna mencapai gelar sarjana

Anda mungkin juga menyukai