Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN

VERTIGO

Disusun oleh :
Rifka Nur Anisa
4118396100013

Pembimbing :
dr. Ika Yulieta, Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus dipersiapkan mengenai Vertigo.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
stase Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai


pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :

1. dr. Ika Yulieta, Sp.S selaku pembimbing presentasi kasus dipersiapkan ini.
2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.

3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat


Fatmawati Jakarta.

Dalam proses penyelesaiannya, makalah presentasi kasus dipersiapkan ini


masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan
saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis ataupun


pembaca, baik untuk menambah wawasan di bidang kedokteran umumnya, sertadi
bidang ilmu penyakit saraf khususnya. Terima kasih.

Jakarta, 15 November2021

Penulis

i
BAB I

ILUSTRASI KASUS

KASUS PERTAMA

I. IDENTITAS PASIEN

RM :018014XX
Nama : TN. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 57 th
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : Tamat SLTA
Alamat : Cilandak,Jakarta Selatan

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pusing berputar sejak 3 hari SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RSUP Fatmawati untuk kontrol
post stroke, saat datang pasien mengaku mengalami keluhan pusing
sempoyongan, keluhan disertai nyeri kepala vas 5, pasien sempat
melihat bintik hitam ketika nyeri kepala datang. Keluhan nyeri
kepala berkurang ketika pasien mengkonsumsi paracetamol 2 tablet
sekaligus namun kerap muncul lagi selang beberapa jam
mengkonsumsi obat tersebut. Keluhan pusing berputar dirasakan
memberat jika pasien berubah posisi dari terlentang ke duduk atau
berdiri sehingga pasien hanya berbaring saja dikamar akhir-akhir ini.
Pasien sempat berobat ke puskesmas terdekat diberikan betahistin

2
dan keluhan berkurang namun saat ini pasien masih merasa
sempoyongan ketika beraktifitas.

Keluhan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran


disangkal oleh pasien, kejang ataupun trauma sebelumnya disangkal.
Pasien juga mengeluhkan mual dan perasaan tidak nyaman pada ulu
hati sejak 2 hari terakhir, pasien belum meminum obat untuk keluhan
mual tersebut. Pasien juga merasa tangan dan kaki kanan masih lemas
meski sudah jauh membaik dibandingkan ketika terjadi stroke.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan ini dirasakan pertama kalinya. Pasien memiliki
riwayat darah tinggi sejak tahun 15 tahun terakhir dan tidak rutin
mengkonsumsi obat hipertensinya, hanya rutin setelah pasien
dinyatakan stroke ketika dirawat. Riwayat stroke 1 bulan yang lalu,
dirawat sekitar seminggu di RSUP Fatmawati.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien meninggal karena stroke, dan ibu pasien


meniggal karena penyakit jantung.

d. Riwayat sosial dan Kebiasaan


Pasien tinggal bersama istri dan dua anak nya. Kebiasaan
makan 2-3x/hari dengan porsi normal, pasien juga suka
mengkonsumsi makanan yang berlemak. Pasien sering ngemil
makanan ringan. Pasien merokok sebungkus perhari, pasien tidak
mengkonsumsi narkotika maupun meminum alkohol. Pasien jarang
berolahraga.

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

b. Kesadaran : GCS E4M6V5


c. Keadaan gizi : BB = 65 kg, TB = 170 cm, BMI =
22.4kg/m2

d. Tekanan darah :143 /72 mmHg


e. Nadi : 78 x/menit
f. Suhu : 36,8oC
g. Pernapasan : 20 x/menit

Status Generalis
 Kepala : Normosefali, rambut hitam sebagian putih
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), ptosis (-/-),
lagoftalmus

(-/-)
 Telinga : Normotia (+/+), darah (-/-), serumen (-/-)
 Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)
 Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

 Leher : Trakea di tengah, JVP 5+2 cmH2O, tidak ada perbesaran


KGB, tidakada perbesaran kelenjar tiroid.

 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 2 jari lateral midclavicula
sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternal


dekstra, batas jantung kiri pada ICS V 2 jari lateral MCL
sinistraAuskultasi: SI dan SII reguler, murmur (-), gallop (-)

 Paru

4
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vocal fremitus kanan kiri sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi basah halus


pada bagian atas paru kanan dan kiri, wheezing (-/-).
 Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) epigastrik, hepar dan lien tidak
teraba, rovsing sign (-), psoas sign (-)

Perkusi : Timpani
 Ekstremitas : Kedua ekstremitas akral hangat (+/+), edema (-).

Status Neorologis
GCS : E4M6V5

 Tanda rangsang meningeal


Kaku kuduk : (-)
Laseque : >70°/>70°
Kernig : >135°/>135°
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)

 Pupil
Bulat, isokor, diameter 3 mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+.

 Saraf-saraf Kranialis

5
N. I
Normosmia

N.II Kanan Kiri

Acies visus : 3/60 3/60


terbatas ruang terbatas ruang

Visus campus : Normal Normal

Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III, IV, VI

Kanan Kiri

Kedudukan bola mata : Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata :

M.levator palpebra : Ptosis (-) Ptosis (-)

Eksoftalmus : (-) (-)

Nistagmus : (+) (+)


Horizontal Horizontal

Akomodasi : (+) (+)

6
N.V

Kanan Kiri

Cabang motorik

M.maseter : Normal Normal

M.temporalis : Normal Normal

Cabang Sensorik

Opthalmika : Normostesis Normostesis

Maxilla : Normostesis Normostesis

Mandibularis : Normostesis Normostesis

N.VII Kanan Kiri

Motorik :

M. Frontalis : Simetris Simetris

M. Orbicularis oculi : Simetris Simetris

M. Buccinator : Simetris Simetris

M. Orbicularis oris : Simetris Simetris

Pengecap lidah : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7
N.VIII

Kanan Kiri

Rhine : Normal Normal

Weber : Tidak ada Tidak ada


lateralisasi
lateralisasi

Swabach : Normal Normal

N.IX, X

Uvula : Tidak ada deviasi

Arcus Faring : Tidak ada deviasi

Palatum Mole : Tidak ada deviasi

N.XI

Kanan Kiri

Mengangkat bahu : Normal Normal

Menoleh : Normal Normal

N. XII

Saat Statis : Tidak ada deviasi

Pergerakan Lidah : Tidak ada deviasi

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)

8
 Sistem Motorik
Kekuatan motorik

4444 5555
4444 5555

Trofik : Eutrofi/Eutrofi
Tonus : Normotonus/Normotonus

 Refleks-refleks Fisiologis
+2 +2 +2 +2
+2 +2 +2 +2

 Refleks-refleks Patologis
Hoffman Tromner : - / -

Babinsky : - / -

Chaddock : - / -

Oppenheim : - / -

Gordon : - / -

Gonda : - / -

Schaeffer : - / -

Klonus Lutut : - / -

Klonus Tumit : - / -
 Sistem Sensorik
Proprioseptif : baik

Eksteroseptif : baik

Raba : baik

Nyeri : baik

9
 Fungsi Otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik

 Fungsi Cerebellar dan Koordinasi


- Uji Romberg : Baik
- Test Romberg Dipertajam : Baik
- Uji pronasi supinasi : Disdiadokinesia
- Finger to nose test : Baik
- Uji Unterbenger : Baik
- Past-pointing test : Baik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
- Hemoglobin 12.0 11.7-15.5 g/dl
- Hematokrit g/dl 35.0 - 47.0 %
- Leukosit 38.7 5-10 ribu/ul
- Trombosit % 150 - 440 ribu/ul
- Eritrosit 7.3ribu/ul 3.80-5.20 jt/ul

318 ribu
4.18juta
VER/HER/KHER/RDW
- VER 86.1fl 80.0-100.0 fl
- HER 26.6 pg 26.0-34.0 pg
- KHER 31.0 g/dl 32.0-36
- RDW 15.9 % 11.5-14.5 %

10
HITUNG JENIS
- Basofil 0% 0 -1
- Eosinofil 0% 1-3
- Neutrofil 58 % 50-70
- Limfosit 17 % 20-40
- Monosit 3% 2-8
- Luc 1% <=5
- Jumlah Limfosit absolut 860 /uL >=1500
- Rasio Neutrofil Limfosit 11.7
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
- SGOT
11.7 <=32 U/I
- SGPT
U/I7 <=33U/I
U/I
FUNGSI GINJAL
- Ureum Darah
13.3 mg/dl 16.6 - 48.5 mg/dl
- Kreatinin Darah
0.58 mg/dl 0.51 - 0.95 mg/dl
ELEKTROLIT

- Natrium 137 mmol/l 135 – 147 mmol/l


- Kalium 3.6 mmol/l 3.10 -5.10 mmol/l 95-109ol/l
- Klorida 98 mmol/l
DIABETES
- Glukosa Sewaktu 113mg/dL 70-140

11
V. RESUME
Tn M 57 tahun datang ke poli saraf RSUP Fatmawati bersama
istrinya untuk kontrol post stroke dengan keluhan saat ini pusing
berputar sejaak 3 haari terakhir, keluhan disertai nyeri kepala vas 5.
pasien sempat melihat bintik hitam ketika nyeri kepala datang, pasien
sudah mengkonsumsi paracetamol dan untuk memperingan keluhannya.
Keluhan juga disertai sensasi berputar, pasien sudah mengkonsumsi
betahistine yang didapatkan dari puskesmas namun saat ini pasien masih
merasa sempoyongan ketika beraktifitas. Gangguan penglihatan dan
pendengaran disangkal. Nyeri kepala disangkal. keluhan ini pertama
kali.

Ayah pasien meninggal karena stroke, dan ibu pasien meninggal


karena penyakit jantung. Pasien tinggal bersama suami dan anak nya.
Kebiasaan makan 2-3x/hari dengan porsi Normal, pasien juga suka
mengkonsumsi makanan yang berlemak. Pasien sering ngemil makanan
ringan. Pasien merokok sebungkus perhari, tidak mengkonsumsi
narkotika maupun meminum alkohol. Pasien jarang berolahraga.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang.


Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 143/71 mmHg, Nadi

68 x/menit, pernafasan 20x/ menit. Pada pemeriksaan antopometri


didapatkan IMT 22,4 normoweight. Pemeriksaan fisik generalis
didapatkan adanya nyeri tekan pada abdomen epigastric, rovsing sign (-
), psoas sign (-) Pemeriksaan neurologis didapatkan GCS E4M6V5
hemiparese dextra, uji pronasi dan supinasi didapatkan disdiadokinesia,
hasil laboratorium dalam batas normal.

12
VI. DIAGNOSIS
 Diagnosis Klinis : Hemiparesis dextra, vertigo central,
nausea, nistagmus.

 Diagnosis Topis : vestibular, cerebellum


 Diagnosis Etiologis : Stroke iskemik
 Diagnosis Patologis : Trombosis
 Diagnosis Kerja :
 Post CVD SI (1 bulan yang lalu)
 Cefalgia
 Vertigo sentral
 Hipertensi grade 1
 Nausea
 Dispepsia
VII. TATALAKSANA

• Betahistin 3x12mg

• Paracetamol 3x500 mg
• atorvastatin 1x20 mg
• Amlodipin 1x5 mg
• Clopidogrel 1x75mg
• Omeprazole 2x20mg
• Antasida 3x1 cth

Non- Medika mentosa


 Edukasi mengenai penyakitnya dan prognosisnya
 Vestibuller excerise (manuver brabdr-daroff), gait excercise.

13
VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : Dubia ad bonam
 Ad functionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad malam

14
DAFTAR PUSTAKA

1. DEFINISI

Vertigo merupakan suatu sensasi gerakan dari tubuh berupa rotasi tanpa ada sensasi
perputaran yang sebenarnya. Penderita akan merasakan sekelilingnya berputar atau
badannya yang berputar. Vertigo berasal dari Bahasa latin “vetere yaitu memutar. Keadaan
ini masuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening,
sempoyongan dan rasa seperti melayang.

II. ANATOMI

Jaringan saraf yang terkait dalam proses sindrom vertigo :

1. Reseptor alat keseimbangan tubuh: reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di


retina, reseptor mekanis di kulit, otot, dan persendian.
2. Saraf aferen, berperan menghantarkan impuls ke pusat-pusat keseimbangan di otak:
saraf vestibular, saraf optic, saraf spinoserebelaris.
3. Pusat-pusat keseimbangan inti vestibulum, serebelum, korteks serebri, hipotalamus,
pusat saraf otonom di batang otak, inti okulomotorius, formation retikularis.

III. FISIOLOGI

Sistem keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai


reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah informasinya, selain
itu fungsi penglihatan dan proprioceptif juga berperan dalam memberikan informasi
rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan
mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.

Keseimbangan merupakan salah satu persepsi kita akan lingkungan yang diatur
oleh sistem vestibular. Sistem vestibular adalah sistem yang bertanggung jawab
terhadap orientasi tubuh kita dalam ruangan, baik ketika kita duduk, berdiri, dan dalam
15
posisi lainnya. Adanya sistem vestibular kita bisa menjaga keseimbangan tubuh kita
karena ada suatu sistem yang mengatur bagaimana tubuh harus diposisikan
berdasarkan gerakan dan posisi kepala, atau leher. Sistem vestibular berfungsi untuk
menjaga keseimbangan, koordinasi serta mengontrol pergerakan tubuh. Sistem ini
bekerja sama dengan sistem penglihatan, sistem sensorik serta sistem motoric.

Sistem keseimbangan pada manusia semuanya dipengaruhi oleh telinga dalam,


mata, otot dan sendi jaringan lunak untuk menyampaikan informasi yang dapat
dipercaya tentang pergerakan dan orientasi tubuh saat perubahan posisi. Jika sistem
keseimbangan seperti telinga dalam, sistem visual atau sistem proprioseptif
mengalami gangguan, maka orang tersebut akan mengalami gangguan keseimbangan
atau vertigo. Penyebab gangguan keseimbangan dapat merupakan suatu kondisi
anatomis yang jelas atau suatu reaksi fisiologis sederhana terhadap kejadian hidup
yang tidak menyenangkan.

Sistem vestibular terletak pada tulang temporal telinga dan terdiri dari:

1. Labirin yang terdiri dari utrikulus sakulus, dan tiga kanalis semisirkularis yang
mempunyai reseptor dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh. Impuls
reseptor labirin tersebut membentuk lengkung reflex yang berfungsi untuk
mengkoordinasikan otot ekstrakuler, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tersebut
tetap terjaga pada segala posisi dan pada pergerakan kepala.

2. Saraf vestibulokochlearis yang berasal dari batang otak yang membawa serabut aferen
somatic khusus dari saraf vestibularis untuk keseimbangan dan pendengaran. Impuls ini
berjalan pada kedua saraf melalui kanalis auditorius interna kemudian menembus ruang
subarachnoid, menuju nucleus vestibularis di batang otak.

3. Nukleus vestibularis di batang otak akan mengantar impuls menuju serebelum


yang berfungsi sebagai sistem proprioseptif yang bisa mengatur sikap atau
posisi tubuh, keseimbangan, dan koordinasi gerakan otot yang disadari.

4. Serebelum (Otak kecil) merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang terletak
di atas batang otak yang memiliki fungsi utama sebagai mengontrol gerakan
dan keseimbangan serta membantu belajar dan mengingat kemampuan
motoric.
16
IV. PATOFISIOLOGI

Kondisi ketika system keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak
normal atau adanya gerakan yang abnormal dan berlebihan sehingga tidak terjadi proses
pengolahan input yang wajar dan menyebabkan vertigo. Selain itu, terjadi pula respons
penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal pada
mata (nistagsum), unsteadiness/ ataksia sewaktu berdiri/ berjalan dan seperti gejala
lainnya.

Ada beberapa teori di antaranya :

1. Teori rangsangan berlebihan (overstimulasi)

Teori ini didasari suatu asumsi bahwa makin banyak dan semakin cepat
rangsangan, makin berpeluang menimbulkan sindrom vertigo akibat gangguan
fungsi Alat Keseimbangan Tubuh (AKT). Jenis rangsangan ini yang ada pada
saat ini antara kursi putar Barany, faradisasi/ galvanisasi dan irigasi telinga, serta
kendaraan laut dan darat. Menurut teori ini sindrom vertigo timbul akibat
rangsangan berlebihan terhadap kanalis semisirkulasi menyebabkan hiperemi
dari organ ini sehingga bisa muncul sindrom vertigo (vertigo, nistagmus, mual
dan muntah).

2. Teori konflik sensori

Keadaan normal (fisiologi), impuls yang diterima akan diperbandingkan


antara sisi kiri dengan kanan, antara impuls yang berasal dari penglihatan dengan
proprioseptik dan vestibular secara timbal balik. Pengolahan informasi berjalan
secara reflektoris lewat proses yang normal dengan hasil akhir terjadinya
penyesuaian otot-otot penggerak/ penyangga tubuh dan otot penggerak bola
mata. Oleh karena itu, maka tubuh dan kepala tetap tegak serta berjalan lurus
(tidak sempoyongan atau tidak melawan arah) serta dapat melihat objek
penglihatan dengan jelas meskipun sedang bergerak (jalan lari). Disamping itu
juga tidak ada keluhan vertigo dan gejala lainnya. Menurut teori konfliks sensori
ini dari kedua sisi (kanan-kiri) antara masukan dari ketiga jenis (vestibulum,
visus, proprioseptik) atau reseptor AKT. Keadaan ini bisa sebagai akibat
rangsangan berlebihan, dari lesi sistem vestibular sentral atau perifer sehingga
bisa menyebabkan pusat pengolah data di otak mengalami kebingunan dan

17
selanjutnya proses masuknya sensori yang menempuh jalur tidak normal.

Proses tidak normal ini akan menimbulkan perintah (keluaran) dari pusat AKT
menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan keadaan yang sedang dihadapi dan
membangkitkan tanda kegawatan. Perintah/ keluaran yang tidak sesuai akan
menimbulkan refleks antisipatif yang salah dari otot-otot ekstremitas (deviasi
jalan sempoyongan), penyangga tubuh (deviasi saat berposisi tegak) otot, dan otot
penggerak mata (nistagmus). Tanda kegawatan berupa vertigo yang bersumber
dari korteks otak dan keringat dingin serta mual muntah yang berasal dari
aktivitas sistem saraf otonom. Teori konflik sensori ini belum dapat mengungkap
terjadinya vertigo akibat kelainan psikis, dan terjadinya habituasi/adaptasi yang
bermanfaat untuk penanganan vertigo.

Kelamahan teori konflik sensori ini deperbaiki oleh teori Neural Mismatch dan
teori sinaps. Jika dalam keadaan normal, informasi untuk alat keseimbangan
tubuh di tangkap oleh tiga jenis reseptor, yaitu reseptor vestibular, penglihatan
dan propioseptik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masuknya sensorik
yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata, vestibulum
dan propiosepti atau ketidakseimbangan masuknya sensorik dari sisi kanan dan
kiri. Ketidakcocokan tersebut bisa menimbulkan kebingungan sensorik di sentral
sehingga menimbulkan respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola
mata). Ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibular serebelum) atau rasa
melayang berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).

3. Teori neural mismatch

Dikemukakan oleh Reason, seorang pakar psikologi di University of


Leicester yang tekun meneliti mabuk gerakan, bahwa timbulnya gejala
disebabkan oleh terjadinya mismatch (ketidak sesuaian/discrepancy) antara
pengalaman gerakan yang sudah disimpan di otak dengan gerakan yang sedang
berlangsung/ dihadapi. Teori ini merupakan pengembangan teori konflik
sensorik. Menurut teori ini otak mempunyai memori/ ingatan tentang pola
gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/
tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari
susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
18
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbul gejala.

4. Teori Otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai


usaha adaptasi gerakan atau perubahan posisi gejala klinis timbul jika siatem
simpatis terlalu dominan, sebaliknya, akan hilang jika sistem parasimpatis mulai
berperan.

5. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau perasaan


neurotranamisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses
adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan
memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor). Peningkatan kadar CRF
selanjutnya akan mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya
aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerapkan gejala penyerta
yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf

V. PENYEBAB VERTIGO

1. Otologi

Otologi ini merupakan 24-61 kasus vertigo (paling sering), dapat disebabkan oleh
BPPV (benign paroxysmal positional vertigo), penyakit Meniere, parase N.
VIII (vestibulokoklearis) maupun otitis media.

2. Neurologis Merupakan 23-30%

A. Gangguan serebrovaskular batang otak, serebelum

B. Ataksia karena neuropati

19
C. Gangguan visus

D. Gangguan serebelum

E. Seklerosis multiple yaitu suatu penyakit saat sistem kekebalan tubuh


menggerogoti lapisan pelindung saraf

F. Malformasi chiari, yaitu anomaly bawaan di mana serebelum dan medulla


oblongata menjorok ke medulla spinalis melalui foramen magnum.

G. Vertigo servikal.

3. Interna

Kurang lebih 33% dari keseluruhan kasus terjadi karena gangguan


kardiovaskuler. Penyebabnya biasanya berupa tekanan darah yang naik atau
turun, aritma kordis, penyakit jantung koroner, infeksi, hipoglikemia, serta
intoksikasi obat, misalnifedipin, benzodiazepine, Xanax.

4. Psikiatrik

Terdapat pada lebih dari 50% kasus vertigo. Biasanya pemeriksaan klinis dan
laboratoris menunjukkan hasil dalam bebas normal. Penyebabnya biasanya
berupa depresi, fobia, ansietas, serta psikosomatis.

5. Fisiologis

vertigo yang timbul ketika melihat ke bawah saat kita berada di tempat tinggi.

VI. KLASIFIKASI VERTIGO

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran


vestibular dan non vestibular yang mengalami kerusakan, Vertigo dapat
dibagi menjadi dua yaitu:

20
1. Vertigo Vestibular
Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga
keseimbangan. Vertigo timbul pada gangguan sistem vestibular, yang
menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodic, diprovokasi oleh gerakan
kepala, dan bias disertai rasa mual muntah.

2. Vertigo non vestibular


a. Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh penyakit tertentu

misalnya diabetes militus, hipertensi dan jantung. Sementara itu,

b. vertigo neurologik adalah gangguan vertigo yang disebabkan oleh gangguan saraf.

c. Keluhan vertigo yang disebabkan oleh gangguan mata atau berkurangnya daya

penglihatan disebut vertigo ophtamologis,

d. sedangkan vertigo yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi alat pendengaran

disebut vertigo otolaringologis.

e. Selain penyebab dari segi fisik penyebab lain munculnya vertigo adalah pola hidup

yang tidak teratur, seperti kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu masalah

hingga stres. Vetigo yang disebabkan oleh stres atau tekanan emosional disebut

psikogenik.

21
Perbedaan vertigo vestibular dan non vestibular sebagai berikut:

Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:

1. Vertigo vestibular perifer

Vertigo perifer terjadi jika terdapat gangguan di saluran yag disebut kanalis
simirkularis, yaitu telinga bagian tegah yang bertugas mengontrol keseimbangan.
Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala seperti:

a. Pandangan mata gelap

b. Rasa lelah dan stamina menurun c. Jantung berdebar

d. Hilang keseimbangan

e. Tidak mampu berkonsentrasi

f. Perasaan seperti mabuk

g. Otot terasa sakit

h. Muan dan muntah

i. Daya pikir menurun

j. Berkeringat

22
Gangguan kesehatan berhubungan dengan vertigo perifer antara lain penyakit (Benign
Proxymal Postional Vertigo) atau BPPV (gangguan keseimbangan karena ada perubahan
posisi kepala), minire disease (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan
hilangnya pendengaran), vestibular neuritis (peradangaan pada sel-sel saraf keseimbangan)
dan labyrinthis (radang di bagian dalam pendengaran).

2. Vertigo vestibular sentral

Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di
bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan mengalami hal
tersebut di antaranya ialah:

a. Penglihatan ganda

b. Sukar menelan

c. Kelumpuhan otot-otot wajah d. Sakit kepala yang berat

e. Kesadaran terganggu

f. Tidak mampu berkatakata

g. Mual dan muntah

h. Tubuh terasa lemah

Gangguan kesehatan yang berhubugan dengan vertigo sentral termasuk antara lain,
stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang bekalang dan otak), tumor, trauma di bagian
kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative illnesses (penyakit
kemunduran fungsu saraf) yang menimbulkan damak pada otak kecil.

Penyebab dan gejala keluhan vertigo biasanya datang mendadak, diikuti gejala klinis
tidak nyaman seperti banyak berkeringat, mual dan munahfaktor penyebab vertigo adalah
Sistemik, Neurologik, Ophatalmogik, Otolaringologi, Psikogenik, dan dapat disingkat
SNOOP, sedangkan perbedaan vertigo vestibular perifer dan sentral sebagai berikut
(Sutarni, Rusdi & Abdul, 2019).

23
Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer Dengan Sentral:

VII. DIAGNOSIS

A. ANAMNESIS

Pemeriksa menanyakan bentuk vertigonya seperti adakah sensasi melayang, goyang,


berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan
yang memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan
ketegangan. Profil wakti, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronikm progresif atau membaik. Apakah juga ada gangguan pendengaran
yang biasanya menyertai. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin,
salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya
penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan
kemungkinan trauma akustik.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

 Gejala objektif daripada vertigo ialah adanya nistagmus


Nistagmus mempunyai ciri sesuai gerakannya (misalnya “jerk” dan
pedunlar), menurut bidang gerakannya (horizontal, rotatoar, vertical,
campuran), arah gerakan, amplitude dan lamanya nistagmus berlangsung.
Dianggap berasal dari susunan saraf pusat (sentral) yaitu nistagmus yang
vertikal murni, nistagmus yang berubah arah, nistagmus yang sangat aktif
24
namun tanpa vertigo. Didapat pada gangguan vestibular perifer yaitu
nistagmus yang rotatoar.

 Tes Romberg dipertajam


Pada tes ini penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang
lainnya, tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya
(tandem). Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang
normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik
atau lebih

 Tandem gait.

Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung


jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan
menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

 Uji Unterberger

Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

 Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat
lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa.
Hal ini dilakukan berulang- ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

 Uji Babinsky-Weil

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

25
2. Fungsi Vestibuler

 Uji Dix Hallpike

Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke sisi kanan dan kiri, dilakukan dari
posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat,
sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo
dan nystagmus. Dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Pada lesi perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang
dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-
ulang beberapa kali (fatigue). Pada lesi sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan
vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula
(non-fatigue).

 Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis
dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan
air hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit.
Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya
nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance
ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga,
baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional
preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di
masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

 Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam
gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis
secara kuantitatif.

26
3. Fungsi Pendengaran

 Tes Garpu Tala

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes
Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber
lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek.

 Audiometri

Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI,
Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies
visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan fungsi
menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi,
parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan).

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem
Auditory Evoked Potential (BAEP).

4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).

VIII. TATALAKSANA

1. Terapi kausal
Obati penyebab dasarnya

2. Terapi simptomatik (medikamentosa)


Penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat
terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan
:

27
 ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang
dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas
antikholinergik sentral ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk).
Diphenhidramin: 1,5mg/im-oral dapat diulang tiap 2 jam b. Dimenhidrinat: 50-
100 mg/6 jam.

 ANTIKOLINERGIK
Mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatorik kolinergik ke
nervus vestibularis yang bersifat kolinergik mengurangi respon nervus
vestibularis terhadap rangsang. Efek samping: mulut kering, dilatasi pupil,
sedasi, gangguan akomodasi menghambat kompensasi. Tidak dianjurkan
pemakaian kronis. Sulfas atropine: 0,4mg/im dan Skopolamin: 0,6mg iv dapat
diulang tiap 3 jam.

 CA ENTRYBLODSKER:
Mengurangi eksitatori SSP dengan menekan pelepasan glutamate dan bekerja
langsung sebagai depressor labirin. Bisa untuk vertigo central atau periver.

contoh: flonarizin

 MONUAMINERGIK
Merangsang jaras inhibitori monuamenergik pada n.vestibularis, sehingga berakibat
mengurangi eksatibilitas neuron.

Contoh: amfetamin. Efedrin.

 ANTIDOPAMINERGIK
Bekerja pada chemoreseptor trigger zone dan pusat muntah

dimedula. contoh: klopromazin, haloperidol.

 BENZODIAZEPINE
Golongan ini termasuk obat sedative, menurunkan resting aktivitas neuron pada

n.vestibularis dengan menekan reticular paskilitatori sistem. Contoh: diazepam

28
 HISTAMINIC
Bekerja dengan cara menginhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis
lateraris. Contoh: betahistin mesilat.

 ANTIEPILEPTIK
Mekanisme kerjanya yaitu dengan meningkatkan ambang, husunya pada vertigo
akibat epilepsi lobus temporalis contoh: karbamezepin, fenitoin

29
DAFTAR PUSTAKA

Joesoef AA. Etiologi dan patofisiologi vertigo. Dalam: Leksmono P, Islam MS,
Yudha H, editor. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah nasional ii nyeri kepala,
nyeri dan vertigo. Jakarta: Airlangga University Press; 2006. hlm. 209–14.

Joesoef AA. Vertigo. Dalam: Harsono, editor. Kapita selekta neurologi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. hlm. 341–59.

Bashiruddin J. Vertigo posisi paroksismal jinak. Dalam: Arsyad E, Iskandar N,


editor. Telinga, hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi Ke-6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2008. hlm. 104-9.

Isman M, Buku rambai kinesia, vertgo, tim penulis UI Cabang Gorontalo, 2014
Duus, Peter, 2010; Diagnosis Topic Neurologi DUUS; edisi 4, Goettingen and

Freiburg, Germany.
Soepardi EA, Iskandar N, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

30

Anda mungkin juga menyukai