Trauma Thoraks
Disusun Oleh:
Erlangga Permadi Yudha
Noval Febri Indrawan
Pembimbing :
dr. Dini Sapardini W , Sp.B
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas refrat yang berjudul “Trauma Thoraks”. Tugas
ini ditulis untuk menambahkan pengetahuan dan wawasan dan merupakan salah
satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Bedah
Fakultas Kedokteran Unswagati Cirebon.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan tugas ini dari awal hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan saran
demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga tugas ini dapat berguna bagi
kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS……………………………………………. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 9
3.1 Anatomi.............................................................................................. 9
3.2 Fisiologi............................................................................................... 15
3.3 Definisi trauma thorax...................................................................... 15
3.4 Etiologi................................................................................................ 16
3.5 Mekanisme trauma............................................................................ 16
3.6 Initial Assessment dan Pengelolaan................................................. 18
BAB III Kesimpulan................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 32
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3.1 Anatomi
Toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah
lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru-paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru-paru, di
dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu; sistem
pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu;
esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan kelenjar getah bening.1
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri
dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir
dianterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang.
Tulang kosta berfungs melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-
paru, hati dan Lien.2
5
a. Kerangka dinding thorax
Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada
osteokartilagineus yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa
organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka toraks terdiri dari : di
posterior, terdiri dari 12 vertebra toraksika beserta discus
intervertebralisnya, di lateral dinding tersusun atas tulang costa (12
pasang) dan 3 lapis musculus pipih yang terletak di spatium intercostale, di
antara costae yang berdekatan untuk menggerakkan costae dan menyangga
spatium intercostale. Di anterior, dinding tersusun dari sternum yang
terdiri atas manibrium sterni, corpus sterni, dan processus xyphoideus.3,4
1. Costae
Costae adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan
membatasi bagian terbesar sangkar dada. Tujuh atau delapan kosta
pertama disebut costae sejati (vertebrosternal) karena menghubungkan
vertebra dengan sternum melalui kartilago kostalisnya. Costae VIII
sampai costae X adalah costae tak sejati (vertebrokondral) karena
kartilago kostalis tepat diatasnya. Costae XI dan XII adalah costae
bebas atau costae melayang karena ujung kartilago kostalis masing-
masing costae berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal. Cartilago
costalis memperpanjang costae kearah ventral dan turut menambah
kelenturan dinding thorax. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya
fraktur pada sternum atau costae karena benturan. Costae berikut
cartilago costalis-nya terpisahdari satu yang lain oleh spatium
intercostale yang berisi muskulus interkostalis, arteria interkostalis,
vena interkostalis, dan nervus intercostalis. Bagian costae terlemah,
terletak tepat ventral terhadap angulus costae. Fraktur costae umumnya
terjadi secara langsung karena benturan, atau secara tidak langsung
karena cedera yang mememarkan. Ruda paksa langsung dapat
menyebabkan fraktur di sembarang tempat pada costae, dan ujung
patahan dapat mencederai organ dalam (misalnya paru-paru dan atau
limpa).5
6
2. Sternum
Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi
bagian ventral sangkar dada. Sternum terdiri dari tiga bagian :
manubrium sterni, korpus sterni, dan processus xyphoideus.
Manubrium sterni berbentuk seperti segitiga, terletak setinggi vertebra
T-III dan vertebra T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit, dan
lebih tipis dari manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra
(T-V) - (T-IX).
Processus xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling variabel,
berupa tulang rawan pada orang muda, tetapi pada usia lebih daripada
40 tahun sedikit banyak menulang. Fraktur sternum umum terjadi
setelah kompresi traumatik pada dinding thorax (misalnya pada
kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi terdorong pada batang
kemudi). Umumnya korpus sterni yang mengalami fraktur, dan
biasanya bersifat fraktur komunitiva artinya terpecah berkeping-
keping. Pemasangan kantong udara dalam kendaraan otomotif telah
menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah. Untuk memasuki
kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh besar, sternum
dibelah dalam bidang median. Corpus sterni seringkali dimanfaatkan
untuk biopsy sumsum tulang dengan jarum karena lebarnya dan
letaknya yang superfisial.5
3. Appertura thoracis
Cavitas thoracis berhubungan dengan leher melalui apertura
thoracis superior yang berbentuk seperti ginjal. Apertura thoracis
superior ini yang terletak miring, dilalui oleh struktur yang memasuki
atau meninggalkan cavitas thoracis, yakni tenggorok (trakea)
kerongkongan (esofagus), pembuluh dan saraf. Cavitas torasis
berhubungan dengan abdomen melalui apertura torasis inferior yang
ditutup oleh diafragma. Struktrur-struktur yang berlalu ke dan dari
kavitas torasis, dari dan ke kavitas abdominis melewati diafragma
(misalnya vena kava inferior) atau di belakangnya (misalnya aorta).5
7
4. Otot saraf dan vaskularisasi dinding thoraxSpatium intercostale yang
khas berisi tiga lapis muskulus interkostalis. Lapis paling superfisial
dibentuk oleh muskulus intercostalis eksternus, lapis kedua oleh
muskulus intercostalis internus, dan lapis paling profunda oleh
muskulus intercostalis intimus.
8
terletak paling dalam (terkranial) dalam sulcus costa. Di masing-
masing sisi terdapat 11 vena intercostalis posterior dan satu vena
subcostalis. Vena intercostalis posterior beranastomosis dengan vena
intercostalis anterior yang merupakan anak cabang vena thoracica
interna. Vena intercostalis terbanyak berakhir dalam vena azygos yang
membawa darah ke venosa ke vena cava inferior.5
b. Pleura
9
melumasi permukaan pleura dan memungkinkan lembar-lembar pleura
menggeser secara lancar satu terhadap yang lain pada pernapasan.5
Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum, dan
diafragma. Pleura parietalis mencakup bagian-bagian berikut:4
1. Pleura kostal menutupi permukaan dalam dinding thorax (sternum,
cartilage costalis, costa, musculus intercostalis, membrana
intercostalis, dan sisi-sisi vertebra thoraxika)
2. Pleura mediastinal menutupi mediatinum;
3. Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal diafragma;
4. pleural servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke dalam
leher, dan puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk di atas apeks
pulmonis.
10
3.2 Fisiologi
11
3.3 Definisi Trauma Thorax
Trauma thorax adalah luka atau cedera mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum
thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut.7
3.4 Etiologi
a. Trauma tembus (tajam)
Pada trauma tembus terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi)
langsung akibat penyebab trauma, terutama akibat tusukan benda tajam
(pisau, kaca, peluru, dsb). Sekitar 10-30% dari trauma tembus memerlukan
operasi torakotomi.8
b. Trauma tumpul
Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
Penyebabnya antara lain kecelakaan lalu lintas, terjatuh, cedera olahraga,
dsb. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
<10% trauma jenis ini memerlukan operasi torakotomi.8
3.5 Mekanisme Trauma
a. Akselarasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab
trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan
(akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi
juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak
dari trauma tersebut).
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak
tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata
militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan
kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar
lubang masuk peluru.
12
Deselerasi Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi
dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba
terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma,
organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ
visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat
tumbukan pada dinding thorax/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan
dari jaringan pengikat organ tersebut.
Torsio dan Rotasi Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya
diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian
strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta,
bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang
tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar
dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.
Blast injury Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa
adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan
bom. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran
gelombang energi. Faktor lain yang mempengaruhi:
1. Sifat jaringan tubuh Jenis jaringan tubuh bukan merupakan
mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada
akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga
pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding
bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau
sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau
orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding
pria, dsb.
2. Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang
menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka
tembus pada daerah pre-kordial.
3. Arah trauma Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga
sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau
jaringan yang terjadi. Perlu diingat adanya efek pantulan dari
penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya: trauma yang
13
terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan
peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau
organ apa yang terkena sulit diperkirakan.
4. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis Hipoksia jaringan merupakan
akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh
karena hipovolemia (perdarahan), pulmonary ventilation/perfusion
missmatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan
perubahan dalam tekanan intrathorax (contoh: tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh
tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau
penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolic disebabkan oleh
hipoperfusi dan jaringan (syok).
3.6 Initial Assessment dan Pengelolaan
a. Primary survey
d. Perawatan definitif
2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada cedera toraks,
14
yang tinggi terhadap adanya cedera toraks yang bersifat khusus.
didasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada pasien
yang terluka parah, terapi tetap harus diberikan berdasarkan orioritas.Tanda vital
pasien harus dinilai secara cepat dan efisien.Pengelolaan pasien berupa primary
survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi
a. Airway
dada serta inspeksi pada daerah orofaring untuk sumbatan airway oleh
supraklavikular.5
gejala klinis yang ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena cedera
15
yang menyebabkan gangguan bermakna pada airway dan pernapasan
Hal ini juga dapat menyebabkan cedera pembuluh darah pada ekstremitas
adanya tanda berupa perubahan dari kualitas suara (jika penderita masih
dapat bicara), dan cedera yang luas pada dasar leher dengan terabanya
tekanan yang cukup besar pada trakea. Yang paling penting, reposisi
melakukan reposisi fraktur secara manual. Cedera seperti ini bila dilakukan
posisi berbaring.5
b. Breathing
Dada leher penderita harus terbuka selama penilaian breathing dan vena-
16
observasi, palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari cedera
Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma. Tetapi
jaringan adekuat atau airway adekuat. Jenis cedera toraks yang penting dan
1. Tension pneumothorax
(fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru atau dari luar
melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat
keluar lagi. Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak
perlukaan parenkim paru yang tidak menutup atau setelah salah arah pada
defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension
pneumothorax jika salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan
17
pembalut udara occlusive dressing) yang kemudian akan menimbulkan
a. Manifestasi Klinis
suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan
dapat membedakannya.5
b. Penatalaksanaan
18
besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena.
tube) pada sela iga ke-5 (setinggi putting susu) dari anterior dari garis.
Gambar 7. Thorakocintecis.5
Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan
menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada lebih
dari 2/3 diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui
19
Gambar 7. Pneumothorax terbuka. Mediastinum bergerak dari kiri kekanan dan
sebaliknya (gerak bandul).5
1. Penatalaksanaan
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa oklusif steril yang
diharapkan akan terjadi efek katup (flutter type valve) di mana saat
inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari
keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada yang
harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan
d. Flail chest
tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga
dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen
20
flail chest yaitu cedera pada parenkim paru yang mungkin terjadi
(kontusio paru).5
1. Manifestasi klinis
dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan
Flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting dengan
abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis.
Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang
21
Gambar 8. Gambaran Flail chest.2
2. Penatalaksanaan
yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka
diperlukan. Sampai diagnosis dan pola cedera yang terjadi pada penderita
22
tersebut lengkap. Indikasi waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi
e. Hemotoraks massif
akan mempercepat timbulnya syok dan akan dibahas lebih lanjut pada
1. Etiologi
Penyebab utama hematothorax adalah trauma, seperti luka
penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.
Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan hematothorax
karena laserasi pembuluh darah internal.9
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothorax antara lain:
a. Penetrasi pada dada
b. Trauma tumpul pada dada
c. Laserasi jaringan paru
d. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
e. Laserasi arteri mammaria interna.9
2. Patofisiologi
Hemothorax adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura
(antara pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan
robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau
selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah
mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan
pada paru.9
23
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Rongga hemithorax dapat menampung 3 liter cairan,
sehingga pasien hematothorax dapat syok berat (kegagalan sirkulasi)
tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan
masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga thorax. 9
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir
semua gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur
intrathoracic. Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax
diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan pernafasan.
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan
kehilangan darah. 9
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah
perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga
750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan
perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL
pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok, yaitu
takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah. 9
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang
buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-
2000 mL). Karena rongga pleura seorang pria 70kg dapat menampung
4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal
dari kehilangan darah. 9
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma,
paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan
beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak
lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis
bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai. 9
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga
pleura. Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien
osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang
menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara
24
ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang
menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah. 10
3. Klasifikasi
Hematothorax dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:
a. Hematothorax kecil: yang tampak sebagian bayangan
kurang dari 15 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga
IX. Jumlah darah sampai 300 ml.
b. Hematothorax sedang: 15–35 % tertutup bayangan pada foto
rontgen, perkusi pekak sampai iga VI. jumlah darah sampai
800 ml.
c. Hematothorax masif: lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi
pekak sampai kranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari
1500 ml.7
4. Gejala Klinis
Hemothorax tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang
berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak
menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik
merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis
pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis,
takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti
dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung. 7
Adapun tanda dan gejala adanya hemothorax dapat bersifat
simptomatik namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik
didapatkan pada pasien dengan hemothorax yang sangat minimal
sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan gejala, diantaranya 7:
1) Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada.
2) Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah,
pucat, dan akral dingin.
3) Dyspnea.
4) Hypoxemia.
5) Takipneu.
6) Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
25
7) Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama
(paradoxical).
8) Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang
terkena.
9) Adanya krepitasi saat palpasi. 11
5. Diagnosa
Penegakkan diagnosis hemothorax berdasarkan pada data yang
diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesa didapatkan penderita hemothoraks
mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa didapatkan keterangan
bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan pada dada. Pada
pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan,
mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena
perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak jelas,
sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau
bahkan menghilang. 12
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik,
diantaranya:
a. Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan
akumulasi cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena dan
adanya mediastinum shift (menunjukkan penyimpangan struktur
mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi penegak diagnostik
yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya. 13
26
Gambar 10. Chest xray Hematothorax.8
27
6. Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan
hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang
dapat dilakukan dengan cara10:
a. Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube
thoracostomy drainage merupakan terapi utama untuk
pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube melalui
dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan paru ke ukuran normal. Indikasi untuk
pemasangan thoraks tube antara lain:
1) Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax).
2) Perdarahan di rongga dada (hemothorax).
3) Post operasi atau trauma pada rongga dada
(pneumothorax atau hemothorax).
4) Abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube
thoracostomy adalah sebagai berikut:
1) Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg.
2) Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidone iodine pada ICS
VI atau ICS VII posterior Axillary Line.
3) Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn
lidokain.
4) Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line.
5) Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan
selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed
Drainage).
6) Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube. 13
28
Gambar 11. Pemasangan chest tube. 13
3. Circulation
arteri dorsalis pedis mungkin tidak teraba oleh karena volume yang kecil.
Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai
melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperature. Vena
leher harus dinilai apakah distensi atau tidak. Distensi vena leher mungkin
4. Disability
neurologis secara cepat yang meliputi tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
29
intravena yang sudah dihangatkan. Selama primary survey, keadaan yang
bersamaan (simultan).5
30
BAB III
KESIMPULAN
Trauma toraks adalah suatu cedera pada toraks, bisa disebabkan oleh luka
tumpul atau luka tusuk yang bisa mengakibatkan kerusakan pada organ dalam
thorax.Trauma thorax yang tidak diketahui (luput) masih tetap menjadi momok
Diagnosis yang tepat tidak terlalu dibutuhkan, yang penting adalah adanya
31
DAFTAR PUSTAKA
32