DISUSUN OLEH :
1. SUKIAH
2. VIVI WIDYA ARIYANTI
3. WINKARDO
4. ROHAYATI
5. TIKA YANDINI
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya, karena hanya dengan karuniaNya itulah penyusunan
makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.........................................................................................1
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.............................................................................................34
4.2. Saran.......................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA
Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks
terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk -
rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang
menjadi dua cabang terminal :
1. arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior
menujudinding abdomen anterior.
2. arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang
menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus.
Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal
anterior :
1.satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,
2. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis.
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri
(Patriani, 2012).
Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam
limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus
parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan
diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani, 2012).
Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada
spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus
interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik
secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk
menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :
1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks (
intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles )
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis
2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua
berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum
dindingabdomen
2.2. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan
oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura
paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan
dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Sudoyo, 2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks
adalah trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat
dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.
2.3. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul
65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al.,
2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact)
yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling
(Sudoyo, 2010).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda.
Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3
berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk,
berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari
mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
2.4. Epidemiologi
Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat
semakin tinggi.Hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi
diiringi oleh peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks
secara langsungmenyumbang 20% sampai 25% dari seluruh kematian akibat
trauma, danmenghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya di
Amerika Serikatbegitu pula pada negara berkembang (Hudak, 2011).
Di Amerika Serikat penyebab paling umumdari cedera yang
menyebabkan kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimanakematian
langsung terjadi sering disebabkan oleh pecahnya dinding miokard atauaorta
toraks. Kematian dini (dalam 30 menit pertama sampai 3 jam) yangdiakibatan
oleh trauma toraks sering dapat dicegah, seperti misalnya disebabkanoleh
tension Pneumotoraks , tamponade jantung, sumbatan jalan napas,
danperdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena seringnya kasus trauma
toraksreversibel atau sementara tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukantindakan operasi, sangat penting untuk dokter yang bertugas di
unit gawat daruratmengetahui lebih banyak mengenai patofisiologi, klinis,
diagnosis, serta jenis penanganan lebih (Nugroho, 2015).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan
mengalami cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35%
kasus utama, dan 5% flail chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu
menunjukkan tanda klinis yang jelas dan sering dengan mudah saja diabaikan
selama evaluasi awal (Hudak, 2011).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks.
Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada
pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail
chest 69% (Hudak, 2011).
Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75%-80% dari
keseluruhan trauma toraks dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami
cedera ekstratoraks.Trauma tumpul pada toraks yang menyebabkan cedera
biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga mekanisme, yaitu trauma
langsung pada dada, cedera akibat penekanan, ataupun cedera deselarasi.
2.5. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar
oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara
pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur -
struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot -
otot yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat
terisi oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim
paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin
dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum
termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang
trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk
fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah
untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari
cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai
akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
Pathway
Thoraks
Akumulasi cairan
Ekspansi paru Hemathoraks dalam kavum pleura
Resiko infeksi
Ketidakefektifan kerusakan integritas
bersihan jalan kulit
napas
2.6. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak,
(2009) yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
2.7. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum
20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat
akanmenjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam
decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks
yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
- Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks
yangpaling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah
pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.
- Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah
nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat
bergerak.
- Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah
kostokondral.
- Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
- Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
- Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks
pada trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi
dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar
yang dapat menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada
Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
2.8. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan
pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with
care ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia
(Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan
harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani
kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas,
tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks
masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama
untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan
terapiutama dalam menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif
merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks.
Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan
takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube.
Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda
pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
2.9. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari
faktor penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya
banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma
tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda
tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012) .
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit M.Yunus
bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami kecelakaan bermobil.
Dari pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong mengatakan
dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah darah lalu
kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien mengalami
penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan
pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV, TD :
120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu : 38,7oC, akral teraba
dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas cuping
hidung.
3.1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A. Circulation : Ada nadi, nadi 110x/menit, TD : 120/80 mmHg, akral
teraba dingin dan tampak sianosis, gangguan perfusi
jaringan
d) Riwayat kesehatan
Perkusi : Snoring
h). Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i). Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j). Ekstremitas
- Atas :Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada
jejas ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri,
fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Bawah : Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k). Data tambahan pasien
1. Data psikologi
Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses
keperawatan
2. Data social
Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang
selalu menunggu klien.
3. Data spiritual
Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk
kesembuhan klien.
Diskontinuitas
jaringan
3.4. Diagnosa keperawatan
PENUTU
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
- VIII Jakarta: EGC
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit
dalam . yogjakarta : Nuha medika
38