Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


“ASKEP TRAUMA DADA”

Dosen Pengajar : Ns.Rebby permata sari M.kep

Disusun Oleh:

Kelompok 4 :

1. Rosfika Ira Merliana (17101050108)


2. Somia Pratama (17101050111)
3. Cyntia Iswari (1710105045)
4. Silvia Anggraini (17101050110)
5. Baiq maziza adawiach.M (1710105081)
6. Tania fadhira (17101050113)
7. Melati ananda (1710105051)
8. Qistina bazla (1710105024)
9. Yolanda dwi putri (1710105077)
10.Rinna
11.Muhammad Fiqhy (1710105055)

Keperawatan VB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ALIFAH PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas Rahmat dan Karunia-Nyalah, kami
selaku penulis makalah yang berjudul “ASKEP TRAUMA DADA”  alhamdulillah dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga dapat
digunakan untuk membantu perbaikan di waktu  mendatang dan atas perhatian dan kerja
samanya kami  ucapkan terimakasih.

Padang,Desember
2019

Penulis 
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
gawat thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh
kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun
yang disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma
toraks di amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan
kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15%
penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian
besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman
kematian (Sudoyo, 2010).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu lintas
atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga
paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga
akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang
luka akan mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak
merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010)
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik sehingga
dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang dewasa. Di dalam
thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma Thorak serta asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah Trauma
Thoraks.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma Thoraks.
b. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Trauma Thoraks.
c. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma Thoraks
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi Fisiologi

Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam
rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe (Patriani, 2012).

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta
berfungsi melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan
Lien (Patriani, 2012).

Gambar 2.1.1 Batas tulang pada dinding toraks

Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap spatium
interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan. Setiap otot pada
kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka masingmasing:

1. m.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial

2. m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal dan profundal


Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi yang
samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak pada dinding
torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk - rusuk yang
bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (Nugroho, 2015).

Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan


m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya semakin
banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini memanjang dari
permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan internarusuk kedua atau
ketiga di bawahnya (Nugroho, 2015).

Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam dinding toraks


anterior dan berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal profunda. Muskulus
torakal transversus muncul dari aspek posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior
badan sternum, dan kartilage kosta rusuk sejati di bawahnya.

Gambar 2.1.2 Batas tulang pada dinding toraks

Suplai Arterial

Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks terutama


terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan mengelilingi
dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk - rusuk yang bersebelahan
(Hudak, 2011).

Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang berhubungan


dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior yang paling atas
pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang turun memasuki toraks
sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher. Trunkus kostoservikal
merupakan suatu cabang posterior dari arteri subklavian. Sembilan pasang arteri
interkostal posterior sisanya berasal dari permukaan posterior aorta torakalis (Hudak,
2011).

Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang menjadi
dua cabang terminal :

1. Arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior menujudinding


abdomen anterior.
2. Arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati diafragma,
dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri interkostal anterior yang
menyuplai enam spatium interkostal teratas muncul sebagai cabang lateral dari
arteri torakal internal, sedangkan yang menyuplai spatium yang lebih bawah
berasal dari arteri muskuloprenikus. Pada tiap spatium interkostalis, biasanya
terdapat dua arteri interkostal anterior :
a. satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya,
b. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian bertemu
dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal posterior Distribusi
pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan posterior saling tumpang tindih
dan dapat berkembang menjadi hubungan anastomosis.

Suplai Vena

Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai
arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan didrainase
menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan vena
brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal posterior pada sisi kiri akan
bergabung dan membentuk vena interkostal superior kiri, yang akan didrainase ke
dalam vena brakhiosefalik kiri (Patriani, 2012).
Drainase Limfatik

Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam limfonodi


yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus parasternal), dengan kepala
dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan diafragma (nodus diafrgamatikus)
(Patriani, 2012).

Innervasi

Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang merupakan


ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada spatium interkostalis di
antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus interkostal berakhir sebagai cabang
kutaneus anterior, yang muncul baik secara parasternal, di antara kartilage kosta yang
bersebelahan, ataupun secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior,
untuk menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :

1. Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks (intercostal,


subcostal, and transversus thoracis muscles)
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.

Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas disuplai
oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher. Selain menginnervasi
dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi area lainnya:

1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis


2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua berkontribusi kepada
innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum dinding abdomen

2.2. Definisi

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya
karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)

Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma
yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma
tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.

2.3. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat
kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).

Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang


lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma
toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya,
yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan
pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma
toraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa
menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).

Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat
terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo,
2010).

2.4. Epidemiologi

Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat semakin
tinggi.Hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi diiringi oleh
peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks secara
langsungmenyumbang 20% sampai 25% dari seluruh kematian akibat trauma,
danmenghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya di Amerika
Serikatbegitu pula pada negara berkembang (Hudak, 2011).

Di Amerika Serikat penyebab paling umum dari cedera yang menyebabkan


kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimana kematian langsung terjadi sering
disebabkan oleh pecahnya dinding miokard atau aorta toraks. Kematian dini (dalam
30 menit pertama sampai 3 jam) yang diakibatan oleh trauma toraks sering dapat
dicegah, seperti misalnya disebabkan oleh tension Pneumotoraks , tamponade
jantung, sumbatan jalan napas, dan perdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena
seringnya kasus trauma toraks reversibel atau sementara tidak mengancam nyawa
dan tidak memerlukan tindakan operasi, sangat penting untuk dokter yang bertugas di
unit gawat darurat mengetahui lebih banyak mengenai patofisiologi, klinis, diagnosis,
serta jenis penanganan lebih (Nugroho, 2015).

Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan mengalami
cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35% kasus utama, dan 5%
flail chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu menunjukkan tanda klinis yang
jelas dan sering dengan mudah saja diabaikan selama evaluasi awal (Hudak, 2011).

Berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan
yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada
aktivitas menyelam (Hudak, 2011).

Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya
trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma.
Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%,
Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Hudak, 2011).

Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75%-80% dari keseluruhan trauma


toraks dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami cedera ekstratoraks.Trauma
tumpul pada toraks yang menyebabkan cedera biasanya disebabkan oleh salah satu
dari tiga mekanisme, yaitu trauma langsung pada dada, cedera akibat penekanan,
ataupun cedera deselarasi
2.5. Patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi


pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot
pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari
intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama
inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda dari dinding
toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada,
rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dinding dada termasuk tulang
- tulang dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009).

Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk
paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami
kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung,
aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara
normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardio pulmonerdalam
menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan
pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul
akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).

Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain
yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien
trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung
(Sudoyo, 2009).

Trauma thorax

Mengenai rongga thorax Terjadi robekan pembuluh darah

sampai rongga pleura,udara intercostal, pembuluh darah jaringan

bila masuk (pneumothorax) paru-paru


karena tekanan negatif intrapleura terjadi perdarahan : (perdarahan

maka udara luar akan terhisap jaringan interstitium, perdarahan

masuk kerongga pleura (sucking intraalveolar, diikuti kolaps kapiler

wound). Kecil-kecil dan ateleksasi)

 Open pneumothorax tekanan perifer pembuluh paru naik


 Close pneumothorax (aliran darah turun).
 Tension pneumothorax - Ringan < 300 cc = di punksi
- Sedang 300-800 cc = di Drain
- Berat > 800 cc = torakotomi
Tekanan pleura meningkat terus

Tekanan pleura meningkat terus

 Sesak napas yang progresif mendesak paru-paru (kompresi &


 Nyeri bernapas dekompresi).
 Bising napas berkurang hilang
 Bunyi napas sonor/hipersonor
 Photo thorax gambaran udara lebih
¼ dari rongga thorax. pertukaran gas berkurang

 Sesak napas yang progresif


 Nyeri bernapas/pernafasan asimetris/adanya
jejas/trauma
 Bising napas tak terdengar
 Nadi cepat/lemah, anemis/pucat.
 Photo thorax 15-35%

WSD (Water Seal Drain)

 Terdapat luka pada WSD - kerusakan integritas kulit


 Nyeri pada luka bila bergerak - resiko terhadap infeksi
 Perawatan WSD harus diperhatikan - perubahan kenyamanan
 Inefektif kebersihan jalan nafas nyeri
- ketidakefektifan pola pernafasan
gangguan mobilitas fisik

2.6. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)
yaitu :

1. Temponade jantung

a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung


b. Gelisah

c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)

d. Pekak jantung melebar

e. Bunyi jantung melemah

f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure

g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead

h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)

2. Hematothorax

a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD

b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)


3. Pneumothoraks

a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas

b. Gagal pernapasan dengan sianosis

c. Kolaps sirkulasi

d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali

e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik

2.7. Komplikasi

Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,


pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%.
Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS.
Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih
merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka
kematian 20-43% (Nugroho, 2015).

 Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling
sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks, perdarahan masif
dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit, subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta.
 Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat
pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
 Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
 Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai
dengan fraktur kosta multipel.
 Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
 Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu

2.8. Penatalaksanaan

Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical
spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan
E: Exposure without causing hypothermia (Nugroho, 2015).

Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus


dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade
perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).

Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama
untuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan terapi
utama dalam menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif merupakan
salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks.

Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan


takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).

Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani


dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube.
Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan
tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).

2.9 Farmakologi/Terapi Pengobatan


a.       Nyeri biasanya berkurang dengan analgetik oral, seperti :
Hidrokodon atau kodein dengan kombinasinya aspirin atau asetaminofen
setiap 4 jam.
b.      Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat
fraktur iga.
1.      Bupivakain (Marcaine), 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n.
interkostalis pada iga yang fraktur, serta iga-iga di atas dan di bawah
yang cidera.
2.      Tempat penyuntikan dibawah tepi bawa iga, antara tempat fraktur dan
prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah
interkostales dan parenkim paru.
c.      Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan. Sabuk iga yang mudah dilepas, dikaitkan dengan Velcro dapat
memberikan rasa nyaman, tetapi pasien harus diingatkan tentang perlunya
bernapas dalam dan panjang secara periodic untuk mencegah hipoaerasi,
retensi secret, dan pnemounia.
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan
otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cidera yang lebih hebat,
perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan rasa nyeri,
penanganan batuk, pengisapan endotrakeal.
1.         Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif
(analgetika)
2.         Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
3.         Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ
intratoraks lain, adalah:
• Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
• Bronchial toilet
• Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
• Cek Foto Ro berkala
2.10. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami
pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta
menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan
keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012)

Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Biodata
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik
medik, alamat.
 Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada
dada dan gangguan bernafas.
 Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien,
Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety (S) yaitu posisi yang sesuai
untuk mengurangi nyeri dan dapat membuat klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri.
 Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
terdapat riwayat sebelumnya.
3. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Penurunan kesadaran dan sesak

Kesadaran : composmentis

TTV :

Tekanan Darah :

Frekuensi Nadi :

Pernapasan : ≥ 30 x/i

Suhu :

a). Kepala

Inspeksi : Distribusi rambut, bentuk kepala

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan


b). Mata

Inspeksi :Lihat apakah Anemis, skelera an ikterik,


bentuk simetris.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

c). Hidung

Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-


otot pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d). Telinga

Inspeksi : Bentuk telinga

Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan


e). Mulut

Inspeksi : Lihat apakah ada sianosis

f). Leher

Inspeksi : Bentuk, lihat apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid,


tidak dicurigai fraktur cervikal.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan


g). Toraks

Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan


dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan.

Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan

Auskultasi : Bunyi napas ronchi, suara ngorok, frekuensi napas 30x/menit

Perkusi : Snoring

h). Abdomen

Inspeksi : Bentuk

Palpasi : apakah ada nyeri tekan


Auskultasi : Bising usus

Perkusi : Tympani

i). Genetalia
Inspeksi : lihat kebersihan genitaliaa klien

j). Ekstremitas

- Atas :Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

- Bawah : Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkak


Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

1. Sistem pernafasan
 Sesak napas
 Nyeri, batuk-batuk.
 Terdapat retraksi klavikula/dada.
 Pengambangan paru tidak simetris.
 Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
 Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks
 Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
 Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
 Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
 Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
 Takhikardia, lemah
 Pucat, Hb turun /normal.
 Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
 Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
 Tidak ada kelainan
5. Sistem Pencernaan :
 Tidak ada kelainan
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
 Kemampuan sendi terbatas.
 Ada luka bekas tusukan benda tajam.
 Terdapat kelemahan.
 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrin :
 Terjadi peningkatan metabolisme.
 Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
 Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

3. Pemeriksaan Diagnostik :
 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

2.2.1. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak

maksimal karena akumulasi cairan/udara

2.2.3 Intervensi keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Pola Nafas tidak NOC: NIC:


efektif berhubungan  Respiratory status :  Membuka jalan napas
dengan : Ventilation  Memposisikan pasien untuk
- Hiperventilasi
 Respiratory status : mendaptkan ventilasi maksimal
- Penurunan
Airway patency  Mengeluarkan sekret dengan
energi/kelelahan
 Vital sign Status batuk efektif atau suction
- Perusakan/
 Mengajarkan batuk efektif
pelemahan
Setelah dilakukan tindakan
muskulo-skeletal  Auskultasi suara napas
keperawatan selama
- Kelelahan otot ………..pasien  Memonitor status respiratori daan
menunjukkan keefektifan oksigenasi
pernafasan
pola nafas, dibuktikan
- Hipoventilasi dengan kriteria hasil:
sindrom  Mendemonstrasikan  Terapi oksigen
- Nyeri batuk efektif dan suara  Memebersihkan sekresi pada
- Kecemasan nafas yang bersih, tidak mulut, hidung dan trakea
- Disfungsi ada sianosis dan  Memelihara kepatenan jalan
Neuromuskuler dyspneu (mampu napas
- Obesitas mengeluarkan sputum,  Memberikan suplemen oksigen
- Injuri tulang mampu bernafas dg  Memonitor aliran oksigen
belakang mudah, tidakada  Memonitor kemampuan pasien
pursed lips) dalam memelihara oksigen
DS:
 Menunjukkan jalan  Mengobservasi tanda terjadinya
- Dyspnea
nafas yang paten (klien hipoventilasi
- Nafas pendek
tidak merasa tercekik,
DO:  Memonitor kecemasan pasien
- Penurunan irama nafas, frekuensi
 Mngajarkan pada pasoen dan
tekanan pernafasan dalam
keluarga bagaimana
inspirasi/ekspirasi rentang normal, tidak
menggunakan oksigen dirumah
- Penurunan ada suara nafas
 Posisikan pasien untuk
pertukaran udara abnormal)
memaksimalkan ventilasi
per menit  Tanda Tanda vital dalam
 Pasang mayo bila perlu
- Menggunakan otot rentang normal (tekanan
 Lakukan fisioterapi dada jika
pernafasan darah, nadi, pernafasan)
perlu
tambahan
 Keluarkan sekret dengan batuk
- Orthopnea
atau suction
- Pernafasan
 Auskultasi suara nafas, catat
pursed-lip
adanya suara tambahan
- Tahap ekspirasi
 Berikan bronkodilator :
berlangsung
sangat lama -…………………..
- Penurunan …………………….
 Berikan pelembab udara Kassa
kapasitas vital
basah NaCl Lembab
- Respirasi: < 11 –
 Atur intake untuk cairan
24 x /mnt
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
 Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang
paten
 Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Dilakukan sesuai dengan intervensi

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


1. Menunjukkan ketidakefektifan pola pernapasan
2. menunjukkan inefektif bersihan jalan napas
3. Adanya perubahan kenyamanan : Nyeri akut
4. Tidak adanya gangguan mobilitas fisik
5. Tidak adanya kerusakan integritas kulit

ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit M.Yunus
bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami kecelakaan bermobil.
Dari pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong mengatakan
dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah darah lalu
kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien mengalami
penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan
pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV, TD :

o
120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu : 38,7 C, akral teraba

dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas cuping


hidung.

3.1. Pengkajian

a) Identitas klien

Nama : Tn. D

Jenis kelamin : Laki-laki


Umur : 30 tahun
Alamat : Pagar dewa
Agama : Islam
Bahasa : Melayu
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sopir travel
Golongan darah : B

No. register :

Tanggal MRS : 21 Mei 2018

Diagnosa medis: Pulmonalis embolus


b) Identitas penanggung jawab :

Nama : Ny. D Jenis


kelamin : Prempuan
Alamat : Pagar dewa
Agama : Islam
Hubungan dengan pasien : Istri

c) Keluhan utama

Pasien datang ke RSUD Dr. M. Yunus kota bengkulu, dengan


kecelakaan bermobil, pasien mengalami penurunan kesadaran dan
ada bengkak dan jejas di bagian dad sebelah kiri.

d) Riwayat kesehatan

1. Riwayat penyakit sekarang

Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke


rumah sakit karena mengalami kecelakaan bermobil. Pasien
mengalami penurunan kesadaran. Penolong mengatakan dada
korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah
darah lalu kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di
IGD klien mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan
dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan pasien ngorok.
Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil
pemeriksaan TTV, TD : 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR :

o
35x/menit, suhu : 38,7 C, akral teraba dingin, tanpak sianosis,

penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas cuping hidung.

2. Riwayat penyakit dahulu

Keluarga mengatakan pasien sudah berberapa kali


mengalami kecelakaan tetapi belum perna separah ini sampai
mengaami penurunan kesadaran serta pasien tidak memiliki
riwayat penyakit apapun

3.2. Pemeriksaan fisik (Head to toe)

Keadaan umum : Penurunan kesadaran dan sesak

Kesadaran : Sopor

TTV :

Tekanan Darah :120/80 mmHg


Frekuensi Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 35x/menit
o
Suhu : 38,7 C

a). Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan


b). Mata

Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.


Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

c). Hidung

Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-


otot pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d). Telinga

Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah

Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan


e). Mulut

Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan

lendir

f). Leher

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,


tidak dicurigai fraktur cervikal.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan


g). Toraks

Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan


dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan.

Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan

Auskultasi : Bunyi napas ronchi, suara ngorok, frekuensi napas 30x/menit

Perkusi : Snoring

h). Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas


Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani

i). Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j). Ekstremitas

- Atas :Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada


jejas ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri,
fleksi dan ekstensi (-)

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

- Bawah : Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan


Palpasi : Tidak ada nyeri
tekan k). Data tambahan pasien

1. Data psikologi

Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam


proses keperawatan

2. Data social

Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga


yang selalu menunggu klien.

3. Data spiritual

Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk


kesembuhan klien.
Circulation : Ada nadi, nadi 110x/menit, TD : 120/80 mmHg, akral
teraba dingin dan tampak sianosis, gangguan perfusi
jaringan

Airway : Pernapasan ada , napas ronchi, cepat dan dangkal dengan


RR 35x/menit, tampak gelisa dan sesak, ketidakefektifan bersihan jalan napas.

Breathing : Pernapasan cuping hidung, pasien ngorok, penggunaan otot


– otot pernapasan, pasien sesak dengan RR 35x/menit,
gangguan pola napas.

Disability : Penurunan kesadaran, kesadaran sopor GCS 8 (E2V2M4)

Exposure : Terdapat bengkak dan jejas di bagian dada sebelah kiri, akral
teraba dingin, tampak sianosis dan bagian tubuh lain nya baik.
3.3. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds :- Penolong mengatakan pasien Hematoraks Ketidakefek
muntah darah Tifan
Do : - suara napas ngorok Ekspensi paru Bersihan
- Terdapat lendir dan gumpalan jalan napas

- Frekuensi napas 35x/menit ventilasi

2 Ds : - Penolong mengatakan dada Trauma thorak Gangguan


korban membentur stir mobil pola napas
sebelum mengalami penurunan Reabsorsi darah

- Penolong mengtakan pasien Hemathorak


bernapas cepat (sesak)

- Pasien bernapas menggunakan


cuping hidung dan oto-otot Gangguan
Pernapasan ventilasi
- Frekuensi napas 30x/menit
3 Ds : - penolong mengatakan bahwa Trauma thorak Gangguan

pasien sebelum tak sadarkan pertukaran


diri mengalami muntah darah gas
Perdarahan
Do : - Terdapat gumpalan darah di
jaringan
area mulut dan menggangu
intersitium
proses ventilasi

- Suara napas ngorok

Reabsorsi darah
- Pasien tampak sesak, pucat

Hemathorak
- Napas cepat dan dangkal
dengan frekuensi nadi
Ekspensi paru
35x/menit
4 Ds : - penolong mengatakan bahwa Trauma tajam dan Gangguan

pasien mengalami trauma tumpul perfusi


kecelakaan bermobil jaringan
dengan posisi dada
membentur stir mobil
kemudian mengalami Trauma thorak
penurunan kesadaran

Do :- Pasien mengalami penurunan


kesadaran
Perdarahan
- Terdapat bengkak dan jejas di jaringan
dada intersitium

- Pemeriksaan gcs 8 kesadaran


sopor
Reabsorsi darah
- Tampak sianosis, dan pucat
22
bengkak dan jejas di dada sebela
h kiri
23
3.4. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret yang


berlebih, gumpalan darah yang menghalangi pernapasan

2. Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan penurunan


kemampuan paru

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi dan perfusi

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadi sumbatan dan


suplai oksigen turun dalam jaringan

5. Nyeri dada berhubungan dengan bengkak, jejas dan infark paru-paru

3.5. Tindakan keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


keperawatan (Nic)
1 Ketidakefektifan Status - Pastikan kebutuhan
bersihan jalan napas pernapasan : oral/suction
berhubungan dengan pertukaran gas - Auskultasi suara
secret yang berlebih, Airway status napas sebelum dan
gumpalan darah Kriteria hasil : sesudah suction
yang menghalangi Suara napas - Berikan oksigen
pernapasan bersih, tidak ada menggunakan nasal
Definisi : sianosis, mampu Kanul
Ketidakmampuan bernapas dengan - Monitor status napas
untuk membersihkan mudah dan oksigen
sekresi atau Menunjukan - Buka jalan napas
obstruksi dari jalan napas yang gunakan tekhnik
saluran pernapasan pasten (irama chin lift
untuk napas dalam - Posisikan pasien
mempertahankan rentang normal, Untuk
kebersihan jalan tidak ada suara Memaksimalkan
napas napas abnormal) Ventilasikeluarkan
Mampu secret dengan cara

24
mengidentifikasi suction
dan mencegah - Monitor respirasi
faktor yang dan status oksigen
menghambat
jalan napas
2 Gangguan pola Respiratory Airway Management
napas, dispneu Status : - Buka jalan nafas,
berhubungan dengan ventilation gunakan teknik chin
penurunan Respiratory lift atau jaw thrust
kemampuan paru Status : airway bila perlu

Definisi : Inspirasi Vital Sign untuk


dan / ekspirasi yang memaksimalkan

ventilasi Status
Mendemonstrasi - Lakukan fisioterapi
kan batuk dada jika perlu
efektif dan suara - Keluarkan secret
napas yang dengan batuk atau
bersih, tidak ada suction
sianosis dan - Posisikan pasien
- Auskultasi suara
dyspneu
nafas, catat adanya
(mampu suara tambahan
mengeluarkan
- Atur intake untuk
pat mampu
sputum,
cairan
bernafas
ency dngan
mengoptimalkan
mudah, tidak
keseimbangan
ada pursed lips)
- Monitor respirasi
jalan nafas yang Respiratory Monitoring
paten (klien - Monitoring rata-
tidak merasa rata,kedalaman,
tercekik, irama irama dan usaha
25
napas, frekuansi Respirasi
pernafasan - Catat gerakan dada,
dalam, rentang amati kesimetrisan,
normal, tidak penggunaan otot
ada suara nafas tambahan, retraksi
abnormal) otot supraclavicular
dan intercostals
Tanda tanda vital
dalam rentang - Monitor suara nafas
normal seperti dengkur
(tekanan darah,
- Auskultasi suara
nadi,
nafas, catat area
pernafasan)
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan

Auskultasi suara paru


setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.
3 Gangguan Respiratory Airway Management
pertukaran gas Status : Gas - Buka jalan nafas,
berhubungan dengan exchange gunakan teknik chin
ketidakseimbangan Respiratory lift atau jaw thrust
ventilasi dan perfusi Status : bila perlu
ventilation - Posisikan pasien
Definisi: kelebihan Vital Sign Untuk
atau defisit pada Status Memaksimalkan
oksigenasi dan/atau Kriteria Hasil : Ventilasi
eliminasi karbon
dioksida pada Mendemonstrasi - Lakukan fisioterapi
membran alveolar- kan peningkatan dada jika perlu
kapiler. ventilasi dan
- Keluarkan secret
oksigenasi yang
dengan batuk atau
adekuat
26
Memelihara - Auskultasi suara
kebersihan paru nafas, catat adanya
paru dan bebas suara tambahan
dari tanda tanda
distress - Atur intake untuk
pernafasan cairan
mengoptimalkan
Mendemonstras
keseimbangan
ikan batuk
- Monitor respirasi
suara nafas Respiratory Monitoring
yang bersih, - Monitoring rata-
tidak ada rata,kedalaman,
sianosis dan irama dan usaha
dyspneu respirasi
(mampu
- Catat gerakan dada,
mengeluarkan
amati kesimetrisan,
sputum, mampu
penggunaan otot
bernafas dengan tambahan, retraksi
mudah, tidak otot supraclavicular

Tanda tanda vital - Monitor suara nafas


dalam rentang seperti dengkur
normal.
- Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan

- Auskultasi suara

paru setelah tindakan


untuk mengetahui
hasilnya.
27
4 Gangguan perfusi Energy activity therapy
jaringan conservation - Kolaborasikan
berhubungan dengan Activity dengan tenaga medis
suplai oksigen dalam tolerance dalam merencanakan
jaringan. Self care : program terapi yang
ADLs Tepat
Definisi : Kriteria hasil : - Bantu klien untuk
Ketidakcukupan Berpartisipasi Mengidentifikasi
energi psikologis dalam aktivitas aktivitas yang
atau fisiologis untuk fisik tanpa mampu dilakukan
melanjutkan atau disertai - Bantu untuk memilih
menyelesaikan peningkatan aktivitas konsisten
aktifitas kehidupan tekanan darah, yang sesuai dengan
sehari-hari yang nadi dan RR kemampuan fisik,
harus atau yang Mampu psikologi dan social
ingin dilakukan. melakukan - Bantu untuk
aktivitas sehari- mendapatkan alat
hari (ADLs) bantuan aktivitas
secara mandiri seperti kusi roda,
Tanda-tanda Krek
vital normal - Bantu untuk
Energy membuat jadwal
psikomotor latihan diwaktu
Level Luang
kelemahan - Bantu
Manpu pasien/keluarga
berpindah : Untuk
denangan atau Mengidentifikasi
tanpa bantuan kekurangan dalam
alat beraktivitas.
Status
kardiopulmonari
28
adekuat
Sirkulasi status
baik

5 Nyeri dada Pain level Pain management


berhubungan dengan Pain control - Lakukan pengkajian
infark paru-paru . Comfort level nyeri secara
Kriteria hasil : Komprehensif
Definisi: Mampu termasuk lokasi,
pengalaman sensori mengontrol karakteristik, durasi,
dan emosional yang nyeri (tahu frekuensi, kualitas
tidak menyenangkan penyebab nyeri, dan faktor presipitasi
yang muncul akibat mampu - Observasi reaksi
kerusakan jaringan mengguanakan nonverbal dari
yang aktual atau tehnik Ketidaknyamanan
potensial atau nonfarmakologi - Gunakan tehnik
digambarkan dalam untuk Komunikasi
hal kerusakan mengurangi teraupetik untuk
sedimikian rupa nyeri, mencari Mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri
Melaporkan Pasien
bahwa nyeri - Kaji kultur yang
berkurang Mempengaruhi
dengan respon nyeri
menggunakan - Evaluasi
manajemen pengalaman nyeri
nyeri masa lampau
Mampu - Evaluasi bersama
mengenali nyeri pasien dan tim
(skala, kesehatan lain
intensitas, Tentang
frekuensi dan Ketidakefektifan
29
tanda nyeri) kontrol nyeri masa
Menyatakan Lampau
rasa nyaman Analgesic administration
setelah nyeri - Tentukan lokasi,
berkurang karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat

- Cek intruksi dokter


tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi

- Cek riwayat alergi

- Pilih analgesik yang


diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu

- Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri

- Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal

Pilih rute pemberian


secara IV, IM untuk
30
3.6. Implementasi dan Evaluasi

Tanggal No Implemmentasi Evaluasi Paraf


Dx. - Mempastikan kebutuhan S : - Keluarga
1 oral/suction mengatakan suara
- Mengauskultasi suara napas pasien
napas sebelum dan sudah tidak
sesudah suction ngorok lagi dan
- Memberikan oksigen sesak sudah
menggunakan nasal berkurang
kanul O : - Bersihan jalan
- Memonitor status napas napas pasien
dan oksigen tampak bersih
- Membuka jalan napas A : Masalah teratasi
gunakan tekhnik chin lift sebagian
- Momposisikan pasien P : Lanjutkan intervensi
untuk memaksimalkan
ventilasikeluarkan secret
dengan cara suction
Memonitor respirasi dan
- status oksigen
Dx. - Membuka jalan nafas, S : - keluarga
2 gunakan teknik chin lift mengatakan
atau jaw thrust bila perlu pasien masih

Memposisikan pasien sesak


untuk memaksimalkan - Keluarga pasien
ventilasi mengatakan
- Melakukan fisioterapi gerakan dinding
dada jika perlu dada masih tidak
Mengauskultasi suara setabil
- nafas, catat adanya suara
O : - klien tampak sesak

31
tambahan - RR : 30x/m
- Mengatur intake untuk A : masalh belum teratasi
cairan mengoptimalkan
keseimbangan P : lanjutkan intervensi

- Memonitor respirasi dan


status O2.

- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi

- Mencatat gerakan dada,


amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals

- Memonitor suara nafas


seperti dengkur

- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan

- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
Dx. - untuk mengetahui
Membuka jalan nafas, S :- Klien mengatakan
3 gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu sudah tidak sakit
kepala lagi pada saat
- Memposisikan pasien
bangun tidur dan
untuk memaksimalkan
tidak kesulitan lagi
32
ventilasi bernapas
- Melakukan fisioterapi O : Tampak klien tidur
dada jika perlu dengan nyenyak dan
tidak mengalami
- Mengeluarkan secret pusing dan kesulitan
dengan batuk atau bernapas
suction
A : Masalah teratasi
- Mengauskultasi suara sebagian
nafas, catat adanya suara
P : Lanjutkan intervensi
tambahan

- Mengatur intake untuk


cairan mengoptimalkan
keseimbangan

- Memonitor respirasi dan


status O2.

- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi

- Mencatat gerakan dada,


amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals

- Memonitor suara nafas


seperti dengkur

- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
33
untuk mengetahui
hasilnya.

Dx. - Mengkolaborasikan S : - Klien tidak


4 dengan tenaga medis
dalam merencanakan mengeluhkan pusing
program terapi yang tepat dan sakit kepala
- Membantu klien untuk
- Klien mengatakan
mengidentifikasi aktivitas
sudah merasa tenang
yang mampu dilakukan
- Membantu untuk O : Tingkat kesadaran
memilih aktivitas pasien
konsisten yang sesuai komposmetis
dengan kemampuan fisik, (GCS 12)

A : Masalah teratasi
- Membantu untuk
mendapatkan alat
P : Intervensi selesai
bantuan aktivitas seperti
kusi roda, krek

- Membantu untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang

- Membantu
pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
Dx. - Melakukan pengkajian S : - - keluarga
5 nyeri secara
komprehensif termasuk mengatakan pasien
lokasi, karakteristik, sudah bisa
durasi, frekuensi, kualitas menenangkan nyeri
yang dialaminya
34
dan faktor presipitasi - Pasien
- Mengobservasi reaksi mengatakan nyeri
nonverbal dari berkurang setiap
ketidaknyamanan selesai diberikan
- Menggunakan tehnik obat
komunikasi teraupetik O : - Luka pasien tampak

pengalaman nyeri pasien - Bengkak pada


- Mengkaji kultur yang pasien sudah
mempengaruhi respon mengecil
nyeri A : Masalah teratasi
sebagian
- Mengevaluasi
P : lanjutkan intervensi
pengalaman nyeri masa
lampau

- Mengevaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan
lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau

- Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat

- Mengecek intruksi dokter


tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi

- Mengecek riwayat alergi

- Memilih analgesik yang


diperlukan atau
35
- Menentukan pilihan

analgesik tergantung tipe


dan beratnya nyeri

- Menentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal

Pilih rute pemberian


secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
DAFTAR
PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi
V. Jakarta: Interna Publishing

Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan


Holistik. Edisi

- VIII Jakarta: EGC

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan


keperawatana gawat darurat. Padang : Medical book

Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC -NOC , jilid 1.
jogjakarta : penerbit buka Mediaction.

Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada.


http://asuhan- keperawatan-
patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses
pada tanggal 02 Januari 2019

Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah


penyakit dalam . yogjakarta : Nuha medika

Anda mungkin juga menyukai