Disusun Oleh:
Kelompok 4 :
Keperawatan VB
ALIFAH PADANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas Rahmat dan Karunia-Nyalah, kami
selaku penulis makalah yang berjudul “ASKEP TRAUMA DADA” alhamdulillah dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga dapat
digunakan untuk membantu perbaikan di waktu mendatang dan atas perhatian dan kerja
samanya kami ucapkan terimakasih.
Padang,Desember
2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam
rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe (Patriani, 2012).
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta
berfungsi melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan
Lien (Patriani, 2012).
Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap spatium
interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan. Setiap otot pada
kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka masingmasing:
Suplai Arterial
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang menjadi
dua cabang terminal :
Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai
arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan didrainase
menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan vena
brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal posterior pada sisi kiri akan
bergabung dan membentuk vena interkostal superior kiri, yang akan didrainase ke
dalam vena brakhiosefalik kiri (Patriani, 2012).
Drainase Limfatik
Innervasi
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas disuplai
oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher. Selain menginnervasi
dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi area lainnya:
2.2. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya
karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma
yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma
tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.
2.3. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat
kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat
terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo,
2010).
2.4. Epidemiologi
Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat semakin
tinggi.Hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi diiringi oleh
peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks secara
langsungmenyumbang 20% sampai 25% dari seluruh kematian akibat trauma,
danmenghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya di Amerika
Serikatbegitu pula pada negara berkembang (Hudak, 2011).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan mengalami
cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35% kasus utama, dan 5%
flail chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu menunjukkan tanda klinis yang
jelas dan sering dengan mudah saja diabaikan selama evaluasi awal (Hudak, 2011).
Berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan
yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada
aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya
trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma.
Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%,
Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Hudak, 2011).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk
paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami
kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung,
aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara
normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardio pulmonerdalam
menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan
pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul
akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain
yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien
trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung
(Sudoyo, 2009).
Trauma thorax
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)
yaitu :
1. Temponade jantung
2. Hematothorax
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
2.7. Komplikasi
Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling
sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks, perdarahan masif
dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit, subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta.
Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat
pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai
dengan fraktur kosta multipel.
Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
2.8. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical
spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan
E: Exposure without causing hypothermia (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama
untuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan terapi
utama dalam menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif merupakan
salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks.
1. Biodata
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik
medik, alamat.
Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada
dada dan gangguan bernafas.
Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien,
Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety (S) yaitu posisi yang sesuai
untuk mengurangi nyeri dan dapat membuat klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri.
Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
terdapat riwayat sebelumnya.
3. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : composmentis
TTV :
Tekanan Darah :
Frekuensi Nadi :
Pernapasan : ≥ 30 x/i
Suhu :
a). Kepala
c). Hidung
f). Leher
Perkusi : Snoring
h). Abdomen
Inspeksi : Bentuk
Perkusi : Tympani
i). Genetalia
Inspeksi : lihat kebersihan genitaliaa klien
j). Ekstremitas
1. Sistem pernafasan
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrin :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
3. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit M.Yunus
bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami kecelakaan bermobil.
Dari pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran. Penolong mengatakan
dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah darah lalu
kemudian pasien tidak sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien mengalami
penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan
pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV, TD :
o
120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu : 38,7 C, akral teraba
3.1. Pengkajian
a) Identitas klien
Nama : Tn. D
No. register :
c) Keluhan utama
d) Riwayat kesehatan
o
35x/menit, suhu : 38,7 C, akral teraba dingin, tanpak sianosis,
Kesadaran : Sopor
TTV :
a). Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
c). Hidung
lendir
f). Leher
Perkusi : Snoring
h). Abdomen
i). Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j). Ekstremitas
1. Data psikologi
2. Data social
3. Data spiritual
Exposure : Terdapat bengkak dan jejas di bagian dada sebelah kiri, akral
teraba dingin, tampak sianosis dan bagian tubuh lain nya baik.
3.3. Analisa data
Reabsorsi darah
- Pasien tampak sesak, pucat
Hemathorak
- Napas cepat dan dangkal
dengan frekuensi nadi
Ekspensi paru
35x/menit
4 Ds : - penolong mengatakan bahwa Trauma tajam dan Gangguan
24
mengidentifikasi suction
dan mencegah - Monitor respirasi
faktor yang dan status oksigen
menghambat
jalan napas
2 Gangguan pola Respiratory Airway Management
napas, dispneu Status : - Buka jalan nafas,
berhubungan dengan ventilation gunakan teknik chin
penurunan Respiratory lift atau jaw thrust
kemampuan paru Status : airway bila perlu
ventilasi Status
Mendemonstrasi - Lakukan fisioterapi
kan batuk dada jika perlu
efektif dan suara - Keluarkan secret
napas yang dengan batuk atau
bersih, tidak ada suction
sianosis dan - Posisikan pasien
- Auskultasi suara
dyspneu
nafas, catat adanya
(mampu suara tambahan
mengeluarkan
- Atur intake untuk
pat mampu
sputum,
cairan
bernafas
ency dngan
mengoptimalkan
mudah, tidak
keseimbangan
ada pursed lips)
- Monitor respirasi
jalan nafas yang Respiratory Monitoring
paten (klien - Monitoring rata-
tidak merasa rata,kedalaman,
tercekik, irama irama dan usaha
25
napas, frekuansi Respirasi
pernafasan - Catat gerakan dada,
dalam, rentang amati kesimetrisan,
normal, tidak penggunaan otot
ada suara nafas tambahan, retraksi
abnormal) otot supraclavicular
dan intercostals
Tanda tanda vital
dalam rentang - Monitor suara nafas
normal seperti dengkur
(tekanan darah,
- Auskultasi suara
nadi,
nafas, catat area
pernafasan)
penurunan/tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
- Auskultasi suara
- Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
- Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
31
tambahan - RR : 30x/m
- Mengatur intake untuk A : masalh belum teratasi
cairan mengoptimalkan
keseimbangan P : lanjutkan intervensi
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
- Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
Dx. - untuk mengetahui
Membuka jalan nafas, S :- Klien mengatakan
3 gunakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu sudah tidak sakit
kepala lagi pada saat
- Memposisikan pasien
bangun tidur dan
untuk memaksimalkan
tidak kesulitan lagi
32
ventilasi bernapas
- Melakukan fisioterapi O : Tampak klien tidur
dada jika perlu dengan nyenyak dan
tidak mengalami
- Mengeluarkan secret pusing dan kesulitan
dengan batuk atau bernapas
suction
A : Masalah teratasi
- Mengauskultasi suara sebagian
nafas, catat adanya suara
P : Lanjutkan intervensi
tambahan
- Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi
- Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
33
untuk mengetahui
hasilnya.
A : Masalah teratasi
- Membantu untuk
mendapatkan alat
P : Intervensi selesai
bantuan aktivitas seperti
kusi roda, krek
- Membantu untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
- Membantu
pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
Dx. - Melakukan pengkajian S : - - keluarga
5 nyeri secara
komprehensif termasuk mengatakan pasien
lokasi, karakteristik, sudah bisa
durasi, frekuensi, kualitas menenangkan nyeri
yang dialaminya
34
dan faktor presipitasi - Pasien
- Mengobservasi reaksi mengatakan nyeri
nonverbal dari berkurang setiap
ketidaknyamanan selesai diberikan
- Menggunakan tehnik obat
komunikasi teraupetik O : - Luka pasien tampak
- Mengevaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan
lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
- Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
- Menentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi
V. Jakarta: Interna Publishing