Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN TUTORIAL RESPIRATORY SYSTEM KASUS 3

“ASTHMA”

Dosen : Susanti Dharmmika, dr., Sp.RM


Disusun oleh :
KELOMPOK 3

Hildan Hadian Suryawijaya 10100116049


Siti Salma Nurhaliza Fitriadi 10100117016
Jeri Sevtia Nurman 10100116022
Natasha Syifa Rachman 10100116026
Muhamad Al Hadi Ali Alatas 10100117081
Fadhilah Az-Zahra Ramadhina 10100117099
Lufi Caramoy 10100117120
Maghfira Rachmadina Indrayana 10100117123
Handika Putra Sutiana 10100117143
Amalia Rahayu 10100117150
Sucia Rosa 10100117189

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018/2019

1
DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................................1
KATA PENGHANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB 1
Basic science
1. Anatomi
Anatomii Thoracic Wall………………………………………….……………………4
Anatomi Tracheobrochial Tree……………………………………………………......7
Anatomi Paru Paru………………………………………………….………………..10
2. Histologi
Trakea……………………………………………………………………..…………15
Bronkus………………………………………………………………………………15
Bronchiolus……………………………………………………….……………….…16
Alveolus…………………………………………………………….………………..16
3. Fisiologi
Ventilasi Paru dan Hukum………………………………………….………………..19
Internal dan External Respiratory……………………………………………………28
Pulmonary……………………………………………………………………………30
Vokalisasi…………………………………………………………………………….34
Mikrobiologi…………………………………………………….…………………..41
BAB II
Clinical
Asthma……………………………………………………………………………….47
Management……………………………………………………………….…………63

INTERPRETASI……………………………………………………………………70
OTHERS…………………………………………………………………...………..74
BAB III
PATMEK……………………………………………………………………………80
BHP&IIMC…………………………………………………………………..……..81

2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
tutorial ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari laporan tutorial kasus 2 ‘’ ini
dapat diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Selain itu, kritik dan saran dari Anda kami tunggu untuk perbaikan makalah ini
nantinya.

Bandung,2 Januari
2019

3
BAB I
BAB 1
BASIC SCIENCE

1. ANATOMI

1.1 ANATOMI THORACIC WALL

Thoraks adalah bagian tubuh antara leher dan abdomen.


Thoracic wall terdiri dari :
 Posterior : 12 thorakal vertebrae dan intervertebral disc
 Lateral : 12 pasang costa dan 3 lapis otot yang membentang intercosta
 Aterior : sternum (manubrium, body, xiphoid process)
 Batas bawah : diagfragma
Fungsi :
 Melindungi organ vital thoraks dan abdomen
 Menahan tekanan sub-atmosferic yang dihasilkan oleh elastisitas paru paru
dan gerakan inspirasi
 Tempat menempelnya dan support berat dari otot ekstremitas atas
 Tempat menempelnya otot-otot abdomen, leher, punggung dan otot respirasi
Tulang thoracic wall terdiri dari :

4
 Costa (12 pasang)
1. True (1-7), menempel pada sternum
2. False (8,9 dan 10), menempel pada kartilago costa
3. Floating (11,12), tidak menempel sternum
 Kartilago costa 8,9,10 akan membentuk costal margin
 Costa dipisahkan costa lainnya oleh intercostal space
 Vertebral thorakal (12 ruas)

-Body : seperti hati


-Vertebral foramen : circular
-Transverse process : club shaped dan posterolateral
-Spinous process : miring ke inferior
 Sternum

5
-Manubrium : atas (terdapat jugular notch dan clavicular notch)
-Body of sternum : tengah (+costal notch)
-Xiphoid process : bawah

Joint of thoracic wall

1. Costovertebral joint
Menghubungkan vertebral dengan bagian kepala dari costa
2. Costotransverse joint
Menghubungkan bagian tubercle costa dan trasnverse process vertebrae
3. Sternocostal joint
Menghubungkan kartilago costa dan sternum
4. Interchondral joint
Berada di kartilago costa ke 8-10
5. Manubriosternal dan xiphisternum joint

6
Otot Thoracic Wall

1) Serratus posterior
-Superior
-Inferior
2) Levatores costarum
3) Intercostal
-External
-Internal
4) Subcostal
5) Transversus thoracis

1.2 ANATOMI TRACHEOBROCHIAL TREE

Diawali pada larynx, dinding pada aiway disokong oleh cincin hyaline cartilage
berbentuk huruf C. Sublaryngeal airway membentuk trachebronchial tree.
Trachea berlokasi didalam superior mediastinum, akan bifurcates pada level
transverse thoracic plane atau sternal angle menjadi main (primary) bronchi, satu
setiap paru-paru, masuk ke paru-paru melalui hila (singular = hilum) secara
inferolateral.

7
2 main (primary) bronchus :
 Right main bronchus
Lebar, pendek, dan lebih vertikal dibandingkan dengan left
main bronchus.
 Left main bronchus
Melewati inferior dari arch of aorta dan anterior dari esophagus
dan thoracic aorta untuk mencapai hilum pada paru-paru.

Sebelum masuk hilum pada paru-paru setiap main (primary)


bronchus bercabang menjadi lobar (secondary) bronchi setiap masing-
masing supply lobus paru-paru.
Setiap lobar (secondary) bronchus bercabang menjadi tertiary
(segmental) bronchi yang supply bronchopulmonary segment :
 2 left secondary (lobar) bronchus
 Superior lobus : 5 tertiary (segmental) bronchus
 Inferior lobus : 5 tertiary (segmental) bronchus
 3 right secondary (lobar) bronchus
 Superior lobus : 3 tertiary (segmental) bronchus
 Middle lobus : 2 tertiary (segmental) bronchus
 Inferior lobus : 5 tertiary (segmental) bronchus
Bronchopulmonary segment :

8
 Subdivisi terbesar pada lobus
 Segment paru-paru berbentuk pyramidal, dengan apices
berhadapan lung root dan base pada pleural surface.
 Dipisahkan dari segment terdekat oleh connective tissue septa.
 Biasanya berjumlah 18-20 (10 di paru kanan dan 8-10 di paru
kiri).
 Setiap intrasegmental pulmonary artery, membawa darah
kurang O₂ menuju capillary plexus di dinding alveolar sacs dan
alveoli dimana O₂ dan CO₂ di exchanged.
 Intersegmental pulmonray veins berasal dari pulmonary
capillaries, membawa darah banyak O₂ menuju cardiac.
 Bronchial artery supply bronchial tree.

Tertiary (segmental) bronchi bercabang membentuk 20-25


conducting bronchioles lalu menjadi terminal bronchioles, setiap
terminal bronchioles mebentuk respiratory bronchioles. Setiap
respiratory bronchioles membentuk 2-11 alveolar duct, setiap alveolar
duct membentuk 5-6 alveolar sacs.

9
1.3 Paru-Paru

Merupakan organ vital dalam respirasi. Keadaan normalnya light, soft,


spongy, fully occupy the pulmonary cavities, elastic, recoil, size 1/3 dari thoracic
cavity, antar paru dipisahkan oleh mediastinum.
Bagian bagian paru :
1. Apex
Tumpul, superior end of the lung, terletak pada ribs pertama dan masuk ke
root of neck, dilapisi oleh cervical pleura.

2. Base
Concave, inferior surface of the lung, opposite the apex.

3. Lobe
Paru kanan terdiri dari 3 lobus, yaitu superior, middle, inferior, yang
dipisahkan oleh horizontal fissure dan oblique fissure.
Paru kiri terdiri dari 2 lobus, yaitu superior dan inferior, yang dipisahkan oleh
oblique fissure.

4. Surface
Terdiri dari 3, yaitu :
 Costal
Large, smooth, convex, bagian anterior berhubungan dengan costal
pleura dan bagian posterior berhubungan dengan bodies of the thoracic
vertebrae.
 Mediastinal
Concave, berhubungan dengan middle mediastinum (pericardium and
heart) dan terdapat hillum.
 Diaphragmatic

10
Concave, dibentuk oleh base of the lung. Concave nya lebih dalam di
bagian kanan, karena adanya liver. Bagian lateral dan posterior project
ke costodiaphragmatic recess.

5. Border
Terdiri dari 3, yaitu :
 Anterior
Tempat bertemunya costal dan mediastinal surface di bagian anterior
dan overlap the heart.
Bagian paru kanan lurus, dan bagian paru kiri terdapat cardiac notch.
 Inferior
Membatasi diaphragmatic surface.
 Posterior
Tempat bertemunya costal dan mediastinal surface di bagian posterior.

Paru menempel di mediastinum melalui roots of the lungs melalui hilum. Roots of the
lung ini terdiri dari :
 Bronchial vessel

11
 Pulmonary artery
 Superior, inferior pulmonary vein
 Pulmonary plexus of nerve
 Lymphatic vessel
Inferior root of the lung berkelanjutan sampai ke antara parietal dan visceral pleura,
sehingga membentuk pulmonary ligament.

Vaskularisasi

Vaskularisasi paru dari pulmonary artery dan bronchial artery.


Pulmonary trunk akan bercabang menjadi pulmonary artery (right and left) di sternal
angle dan akan bercabang menjadi lobar dan lobar akan bercabang menjadi
segmental. Dan vena nya sesuai dengan arterinya.
Aorta akan bercabang menjadi bronchial artery (right and left). Right akan bercabang
menjadi 1 bagian, dan left akan bercabang menjadi 2 bagian. Bronchial artery ini akan
memberikan nutrisi ke root of the lung, supporting tissue of lung, and visceral pleura.

12
Drainase vena nya adalah right bronchial vein di drainase ke azygous vein dan left
bronchial vein di drainase ke accessory hemiazygous vein dan left superior
intercostals vein.

13
Lymphatic

Superficial (subpleural) lymphatic plexus di drainase ke bronchopulmonary lymph


node. Deep lymphatic plexus di drainase ke pulmonary lymph node.
Bronchopulmonary lymph node dan pulmonary lymph node akan di drainase ke
superior, inferior tracheobronchial lymph node kemudian di drainase ke
bronchomediastinal lymph trunk right and left. Akhirnya dari left akan di drainase ke
thoracic duct, sedangkan right akan di drainase ke right lymphatic duct.
Innervasi
Dari pulmonary plexus, terdiri dari parasympathetic, sympathetic, dan visceral
afferent.
Parasympathetic : pre synaps ada di CN X (vagus), post synaps ada di pulmonary
plexus dan sepanjang percabangan bronchial tree. Fungsinya untuk
bronchoconstrictor, vasoconstrictor, secretomotor.
Sympathetic : post synap berada di paravertebral sympathetic ganglia of the
sympathetic trunks. Fungsinya untuk bronchodilator, vasodilator, inhibit sekresi
surfactant.
Visceral afferent : untuk reflexive, dan nociceptive.

14
2. HISTOLOGI

Trakea merupakan tabung berdinding tipis yang terletak dari basis larynx (rawan
krikoid)ke tempat di mana trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer. Trakea
dibatasi oleh mukosa respirasi. Di dalam lamina propria terdapat 16-20 rawan hialin
berbentuk seperti huruf C yang berperanan mempertahankan lumen trake agar tetap
terbuka. Ligamentum fibroelastindan berkas-berkas otot polos (m. trachealis) melekat
pada perikondrium dan menghubungkan ujung-ujung bebas rawan yang berbentuk
huruf C tersebut. Ligamentum mencegah peregangan lumen yang berlebihan,
sementara itu otot memungkinkan rawan saling berdekatan. Kontraksi otot disertai
dengan penyempitan lumen trakea dan digunakan untuk respon batuk. Setelah
kontraksi, akibat penyempitan lumen trakea akan menambah kecepatan udara
ekspirasi, yang membantu membersihkan jalan udara.
2.2 Bronkus

15
- Pada potongan melintang bronkus besar bagian epitel respiratorik dan mukosa
terlipat kontraksi otot polos
- Dikelilingi oleh banyak kartilago hialin dan memiliki banyak dan kelenjar
seromukosa di submucosa yang bermuara ke dalam lumen
- Pada jaringan ikat yang mengelilingi bronkus dapat terlihat arteri dan vena
yang juga bercabang sebagai pembuluh kecil yang mendekati bronchioles

2.3 Bronchiolus
- Lapisan mukosa yang berkarakteristikan folded respiratory epithelium
- Jelas banyak terdapat smooth muscle terminal bronchioles
- Lapisan mukosa di lapisi ciliated cuboidal epithelium dan banyak low
columnar non ciliated cells
- Terdapat juga non ciliated clara sel berbentuk seperti kubah yang
menggembung di sitoplasmanya terdapat granules berfungsi sebagai sekresi
komponen surfactant

Respiratory bronchial

- Strukturnya identim dengan terminal bronchioles di lapisi dengan ciliated


cuboidal epithelial dan clara sel.

2.4 Alveolus
 Merupakan tonjolan (evaginasi) mirip kantung dari alveolar duct dengan diameter
200 mikrometer
 Mirip sarang lebah
 Merupakan tempat terjadinya pertukaran 02 dan C02 antara udara dan darah
 Epitel selapis gepeng dan disokong oleh memran basal elasttis yang tipis
 Setiap dinding alveoli terdapat septum atau disebut juga dinding interalveolus. 1
septum interalveolus terdiri dari 2 lapis epitel gepeng tipis, kapiler, fibroblast,serat
elastin dan retikular, makrofag. Kapiler dan matrix jaringan ikat akan membentuk
interstitium

16
 Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh 3 unsur yang secara
kolektif disebut sawar darah-udara yang teridri dari :
- lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus
- lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel
- sitoplasma sel endotel
 Membran basal dibentuk oleh penyatuan 2 lamina basal yang diproduksi oleh sel
endotel dan epitel (alveolar)
 Dinding alveoli terdiri dari 2 tipe sel alveolar yaitu sel tipe I (sel alveolus gepeng)
dan sel tipe II (sel septal)

17
Penjelasan :
 Sel tipe I / sel alveolus gepeng
- Sel sangat tipis yang melapisi permukaan alveolus sekitar 97% dengan
tebal 25 nm
- Pada sitoplasma mengandung vesikel pinositotik yang banyak yang
berperan pada pergantian surfaktan dan pembuangan partikel
kontaminan halus dari luar
- Memiliki desmosom dan taut kedap yang berfungsi mencegah
merembesnya cairan jaringan ke dalam ruang udara alveolus
- Fungsi utama dari sel ini adalah untuk pertukaran gas
 Sel tipe II / sel septal
- Terdapat di antara sel alveolar tipe I
- Antara sel tipe I dan tipe II saling melekat melalui taut kedap dan
desmosom
- Epitelnya kuboid
- Pertukaran 02 dan C02 antara udara dan darah melalui proses difusi
melewati alveolar dan dinding kapiler yang secara bersama-sama akan
membentuk respiratory membrane yang terdiri dari :
a. Lapisan dari sel alveolar tipe I dan II, alveolar makrofag
b. Epitel basement membrane
c. Capillary basement membrane
d. Capillary endothelium
- Lapisan respiratory membrane sangat tipis hanya sekitar 0,5
mikromenter atau sekitar 1/16 dari diameter sel darah merah
- Memiliki mitokondria, RE kasar, kompleks Golgi, mikrovili pada
permukaan apikalnya, dan badan berlamel
- Badan berlamel ini secara histokimia mengandung fosfolipid,
glikosaminoglikan, dan protein yang diproduksi terus-menerus.
Dimana ia akan menghasilkan surfaktan pulmoner yang tersebar di atas
permukaan alveolus yang berfungsi untuk menurunkan ketegangan
permukaan alveolar atau menurunkan kecendrungan alveoli
mengalami kolaps saat ekspirasi
- Lapis surfaktan terdiri dari hipofase berair berisi protein yang ditutupi
oleh selapis tipis fosfolipid yaitu lesitin dipalmitoil
- Fungsi surfaktan adalah :
1. Menurunkan tegangan permukaan dari sel alveolar
2. Tanpa surfaktan maka alveolus cenderung mudah kolaps selama
ekspirasi
3. Memiliki efek bakterisid yang ditujukan terhadap bakteri yang
memiliki potensi berbahaya yang akan sampai ke alveolus
4. Mendorong udara ke luar alveoli

18
3. FISIOLOGI

3.1 Ventilasi Paru


Ventilasi paru, yaitu masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru.
Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui 2 cara:
1) Diafragma bergerak turun-naik → memperbesar atau memperkecil rongga dada,
dan
2) Depresi dan elevasi tulang iga → memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada.

 Otot-otot inspirasi: - Otot interkostalis eksterna (paling utama)


- Otot sternokleidomastoideus → mengangkat sternum ke atas
- Otot serratus anterior → mengangkat sebagian besar iga
- Otot skalenus → mengangkat dua iga pertama
 Otot-otot ekspirasi:
- Otot rektus abdominalis → menarik kuat iga-iga bagian bawah ke arah
bawah
- Otot abdominalis lainnya → mendorong isi abdomen ke arah diafragma
- Otot interkostalis internus

Otot- otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron
dan reseptor pada pons dan medulla oblongata. Faktor utama pada pengaturan
pernapasan adalah respon dari pusat kemoreseptor (bifurkasio arteri karotid komunis
dan lengkung aorta) dalam pusat pernapasan terhadap tekanan parsial (tegangan)
karbon dioksida (PaCO2), pH darah arteri dan tekanan oksigen (PaO2) dalam darah
arteri.

Mekamisme inspirasi dan ekspirasi


Ventilasi paru terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara paru dan atmosfir.
Inhalasi
 Langkah pertama dalam ekspansi paru-paru ketika inhalasi normal melibatkan
kontraksi otot-otot inhalasi utama yaitu difragma dan external intercostals

a. Otot Diafragma

 Otot inhalasi yang utama adalah diafragma, yang merupakan otot


skelet (rangka) yang membentuk lantai dari rongga thorax.

 Diafragma diinervasi oleh saraf phrenic, yang muncul dari spinal cord
pada level cervical 3, 4 dan 5

19
 Kontraksi diafragma menyebabkan diafragma menjadi datar,
merendahkan atau menurunkan kubahnya sehingga mnyebabkan
peningkatan diameter vertical rongga thorax

 Selama inhalasi normal, diafragma menurun sekitar 1 cm ( 0,4 inc)


sehingga menghasilkan perbedaan tekanan 1-3 mmHg dan inhalasi
sekitar 500 ml udara.

b. Otot External Intercostal

 Ketika otot berkontraksi, otot ini akan menyebabkan ribs naik sehingga
dapat meningkatkan diameter anteroposterior dan lateral dari rongga
dada

 Selama pernafasan dalam, inhalasi yang kuat, akan menyebabkan otot-


otot aksesoris inspirasi juga ikut berpartisipasi dalam meningkatkan
ukuran dari rongga thorax. Biasanya keadaan ini terjadi ketika
berolahraga, atau ventilasi yang penuh. Otot-otot tersebut akan
berkontraksi dengan penuh.

Otot-otot aksesoris untuk inhalasi :


 Otot sternocleidomastoid → untuk menaikkan sternum

 Otot scalene → menaikkan 2 ribs pertama

 Otot pectolaris minor → menaikkan ribs ke 3 sampai ke 5

20
Mekanisme Inspirasi/inhalasi:
Rangsangan pusat pernapasan

kontraksi otot-otot inspirasi Diafragma kontraksi (turun)

Sternocleidomastoid m. Intercostal Externa m,Serratus Ant. m,


Scalenus m.

Mengangkat sternum Mengangkat ribs

Rongga dada membesar ke anteroposterior, lateral, dan vertical

volume rongga dada ↑


Penurunan tekanan intrapleura (dari 756mmHg menjadi 754mmHg)

Penurunan tekanan tekanan alveoli (760mmHg menjadi 759mmHg

Udara mengalir dari luar (atmosfir) ke dalam (paru) sampai tekanan


sama
Ekshalasi
Ekshalasi normal selama bernafas, tidak seperti inhalasi, ekshalasi merupakan
proses pasif, karena tidak ada kontraksi otot yang terlibat. Ekshalasi merupakan hasil
dari elastic recoil (daya lenting paru) dari dinding dada dan paru, yang keduanya
mempunyai kecendrungan alami untuk dapat kembali ke ukurannya semula setelah
mereka membesar atau ekspansi.
- 2 kekuatan langsung yang berkontribusi terhadap elastic recoil :

1. Recoil (daya lenting) dari serat elastic yang akan meregang selama
inhalasi

2. Dorongan kedalam dari tegangan permukaan yang disebabkan oleh


lapisan tipis dari cairan alveolar

 Ekshalasi menjadi aktif hanya ketika pernafasan dalam, saat itu terjadi
kontraksi otot-otot ekshalasi yaitu otot abdominal dan otot internal intercostals
yang menyebabkan meningkatnya tekanan di daerah abdomen dan thorax

 Otot abdominal berkontraksi → pergerakan inferior ribs untuk menurun →


menekan abdominal viscera → menekan diafragma secra superior ke atas

 Otot internal intercostals berkontraksi → meluas secara inferior dan superior


diantara ribs yang berdekatan → mendorong ribs secara inferior (kebawah)

21
Mekanisme Ekspirasi/ekshalasi:
Rangsangan pusat pernapasan

kontraksi otot-otot ekspirasi Diafragma kontraksi (naik)

internal intercostal.m abdominal.m


menurunkan ribs menarik kuat iga-iga bagian bawah ke arah bawah

Rongga dada mengecil


volume rongga dada

tekanan intrapleura (menjadi 756mmHg)

Penurunan tekanan tekanan alveoli (760mmHg menjadi 761)

Udara mengalir dalam (paru) ke luar (atmosfer) dari sampai tekanan


sama

22
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ventilasi paru :
1. Surface tension of alveolar fluid
 Ketika air membentuk suatu permukaan dengan udara, maka molekul
air pada permukaa air tersebut memiliki daya tarik yang sangat kuat
satu sama lain. Sebagai akibatnya, permukaan air selalu berusaha
untuk berkontraksi. Keadaan inilah yang menjaga air daoat menetes
bersama-sama; artinya, terdapat membrane kontraktil yang rapatpada
molekul air yang mengelilingi seluruh permukaan tetesannya.
Sekarang, mari kita balikkan prinsip-prinsip ini dan melihat apa yang
terjadi pada pemukaan bagian dalam alveoli. Disini, permukaan air
juga berusaha untuk berkontraksi. Usaha tersebut akan mendorong
udara keluar dari alveoli melalui bronki, dan dalam melakukan hal ini,
juga menyebabkan alveoli (dan runag udara lainnya dalam paru)
berusaha untuk mengempis. Karena hal ini terjadi pada semua ruang
udara paru, maka efek akhirnya akan menyebabkan daya kontraksi
elastic di seluruh paru, yang disebut daya elastic tegangan permukaan.
 Pada paru-paru tegangan permukaan menyebabkan alveoli dapat
berdiameter sekecil mungkin
 Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan, yang berarti bahwa
ketika bahan ini meliputi seluruh permukaan cairan, maka surfaktan
akan sangat menurunkan tegangan permukaan
 Surface tension juga menjaga agar paru-paru tidak collapse
2. Compliance of the lungs
 Compliance menunjukan berapa banyak usaha yang dibutuhkan untuk
peregangan paru-paru dan dinding dada
 Compliance yang tinggi → paru-paru dan dinding dada berekspansi
dengan mudah, compliance yang rendah → ekspansi menjadi sulit

23
 Pada paru-paru, compliance berhubungan dengan 2 faktor prinsip yaitu
elastisitas dan tegangan permukaan
 Normalnya, paru-paru mempunyai compliance yang tinggi dan
ekspansi yang mudah karena serat elastic pada jaringan paru mudah
meregang dan surfaktan pada alveolar mengurangi permukaan
tegangan
 ↓ compliance menunjukkan kondisi paru-peru yang :
a) Mengalami fibrosis jaringan (scar), ex : TB
b) Menyebabkan jaringan peru terisi cairan, ex : pulmo edema
c) Menghasilkan defisiensi surfaktan
d) Menghalangi ekspansi paru-paru ke semua arah, ex : paralysis
otot intercostals
 ↓ compliance terjadi pada emphysema yang disebabkan oleh destruksi
serat elastic pada dinding alveolar
3. Airway Resistance
 Aliran udara = perbedaan tekanan antara alveoli dan atmosfir dibagi
dengan resistensi
 Dinding dari saluran udara, terutama bronchiole, memberikan beberapa
resistensi terhadap aliran normal udara kedalam dan keluar paru-paru.
Saat paru-paru berekspansi selama inhalasi, bronchioles membesar
karena dindingnya didorong keluar pada segala arah sehingga diameter
jalur udara yang besar mempunyai resistensi yang rendah. Resistensi
jalur udara kemudian meningkat selama ekshalasi, saat diameter
bronchiole menurun
 Diameter saluran udara juga diregulasi oleh derajat dari kontraksi atau
relaksasi dari otot polos pada dinding saluran nafas
Pada proses pernafasan ini dikenal ada 3 tekanan :
1. Tekanan pleura (intrapleura)

 Tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura
dinding dada

 Tekanan pleural normal adalah -5 cmH2O → selama inspirasi →paru


ekspansi →-7,5 atau -8 cmH2O

2. Tekanan alveolus

 Tekanan di bagian dalam alveoli paru

 Pada saat tidak terjadi pernafasan, tekanan alveolus = tekanan atmosfir


yaitu 0 cmH2O

 Selama inspirasi tekanan ini menjadi –1 cmH2O → mengalirkan 0,5


liter udara masuk. Selama ekspirasi tekanan ini menjadi +1 cmH2O →
mengalirkan 0,5 liter udara keluar

24
3. Tekanan transpulmonar

 Perbedaan tekanan alveolus dan tekanan pleura

 Ini merupakan perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan pada


permukaan luar paru dan ini adalah nilai daya elastic dalam paru yang
cenderung mengempiskan paru pada setiap titik pengembangannya,
disebut tekanan daya lenting paru

KERJA BERNAPAS DALAM KEADAAN NORMAL HANYA


MEMERLUKAN SEKITAR 3% PENGELUARAN ENERGI TOTAL
Selama bernapas normal tenang, otot-otot pernapasan harus bekerja selama
inspirasi untuk mengembangkan paru melawan gaya-gaya elastik dan untuk
mengatasi resistensi saluran napas, sedangkan ekspirasi berlangsung pasif.
Dalam keadaan normal, paru berdaya regang sangat tinggi dan resistensi saluran
napas rendah sehingga hanya sekitar 3% dari energy total yang dikeluarkan oleh
tubuh digunakan untuk bernapas tenang.
Kerja bernapas dapat ditingkatkan oleh empat situasi berbeda:
1. Ketika daya regang paru berkurang, misalnya pada fibrosis paru, kerja
untuk mengembangkan paru menjadi lebih besar
2. Ketika resistensi saluran napas meningkat, misalnya pada PPOK,
diperlukan kerja lebih besar untuk menghasilkan gradien tekanan yang lebih
besar untuk mengatasi resistensi sehingga dapat terjadi aliran udara yang
adekuat
3. Ketika recoil elastik berkurang, misalnya pada emfisema, ketika ekspirasi
pasif mungkin tidak memadai untuk mengeluarkan volume udara yang

25
normalnya dihembuskan saat bernapas tenang. Karena itu, otot-otot abdomen
harus bekerja untuk membantu pengosongan paru, bahkan ketika yang
bersangkutan dalam keadaan istirahat
4. Ketika dibutuhkan peningkatan ventilasi, misalnya saat olahraga,
diperlukan kerja lebih besar untuk menghasilkan pernapasan yang lebih dalam
(volume udara masuk dan keluar setiap kali bernapas lebih besar) dan laju
pernapasan yang lebih cepat (jumlah pernapasan per menit bertambah)

Selama olahraga berat, jumlah energi yang diperlukan untuk menjalankan


ventilasi paru dapat meningkat hingga 25 kali lipat. Namun, karena pengeluaran
energi total oleh tubuh meningkat hingga 15 sampai 20 kali lipat selama olahraga
berat, maka energi yang digunakan untuk meningkatkan ventilasi masih
mencerminkan hanya sekitar 5% dari energi total yang dikeluarkan. Sebaliknya, pada
pasien dengan daya regang paru yang rendah atau penyakit paru obstruktif, energi
yang diperlukan untuk bernapas bahkan saat istirahat dapat meningkat hingga 30%
dari pengeluaran energi total. Pada kasus-kasus ini, kemampuan yang bersangkutan
untuk berolahraga sangat berkurang karena bernapas itu sendiri sudah melelahkan.
PARU DALAM KEADAAN NORMAL BEROPERASI “SEPARUH
KAPASITAS”
 Secara rerata, pada orang dewasa sehat, udara maksimal yang dapat ditampung
paru adalah sekitar 5,7 liter pada pria (4,2 liter pada wanita).
 Faktor yang mempengaruhi kapasitas paru total: Ukuran anatomik, usia, dan daya
regang paru, serta ada tidaknya penyakit pernapasan
 Dalam keadaan normal, sewaktu bernapas tenang, volume paru jauh dari volume
inspirasi atau ekspirasi maksimal.
 Pada akhir ekspirasi tenang normal, paru masih mengandung sekitar 2200 mL
udara. Selama bernapas biasa pada keadaan istirahat, sekitar 500 mL udara masuk
dan keluar paru sehingga selama bernapas tenang volume paru bervariasi antara
2200 mL pada akhir ekspirasi sampai 2700 mL pada akhir inspirasi.
 Selama ekspirasi maksimal, volume paru dapat turun menjadi 1200 mL pada pria
(1000 mL pada wanita), tetapi paru tidak pernah dapat dikempiskan secara total
karena saluran-saluran napas kecil kolaps ketika ekspirasi paksa pada volume
paru yang rendah, menghambat pengeluaran udara lebih lanjut.

 Manfaat penting tidak mungkinnya paru dikosongkan secara total adalah:

26
-Selama upaya ekspirasi maksimal, pertukaran gas masih dapat terus
berlangsung antara darah yang mengalir melalui paru dan udara alveolus yang
tersisa. Akibatnya, kandungan gas darah yang meninggalkan paru untuk
disalurkan ke jaringan tetap konstan di sepanjang siklus pernapasan.
Sebaliknya, jika paru terisi dan dikosongkan secara total setiap kali bernapas,
jumlah O2 yang diserap dan CO2 yang dikeluarkan akan sangat berfluktuasi.
- Berkurangnya kerja bernapas. Ingat kembali bahwa upaya untuk
mengembangkan alveolus yang sudah setengah terbuka jauh lebih kecil
daripada alveolus kolaps.
 Perubahan volume paru yang terjadi selama berbagai upaya bernapas dapat
diukur dengan menggunakan spirometer, suatu alat untuk menentukan berbagai
volume dan kapasitas paru.
 Volume dan Kapasitas Paru:
Secara umum, nilai-nilai untuk wanita lebih rendah. Volume dan kapasitas paru
berikut (kapasitas paru adalah jumlah dua atau lebih volume paru) dapat diukur:
1. Volume Tidal (VT): Volume udara yang masuk atau keluar paru selama
satu kali bernapas. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 mL
2. Volume Cadangan Inspirasi (VCI): Volume udara tambahan yang dapat
secara maksimal dihirup di atas volume tidal istirahat. VCI dicapai oleh
kontraksi maksimal diafragma, otot interkostalis eksternal, dan otot inspirasi
tambahan. Nilai rerata = 3000 mL
3. Kapasitas Inspirasi (KI): Volume udara maksimal yang dapat dihirup pada
akhir ekspirasi tenang normal (KI = VCI+VT). Nilai rerata = 3500 mL
4. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE): Volume udara tambahan yang dapat
secara aktif dikeluarkan dengan mengontraksikan secara maksimal otot-otot
ekspirasi melebihi udara yang secara normal dihembuskan secara pasif pada
akhir volume tidal istirahat. Nilai rerata = 1000 mL
5. Volume Residu (VR): Volume udara minimal yang tertinggal di paru
bahkan setelah ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 mL. Volume residu
tidak dapat diukur secara langsung dengan spirometer karena volume udara
ini tidak keluar dan masuk paru. Namun, volume ini dapat ditentukan secara
tak-langsung melalui teknik pengenceran gas yang melibatkan inspirasi
sejumlah gas penjejak yang tak-berbahaya misalnya helium
6. Kapasitas Residu Fungsional (KRF): Volume udara di paru pada akhir
ekspirasi pasif normal (KRF = VCE+VR). Nilai rerata = 2200 mL
7. Kapasitas Vital (KV): Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan
dalam satu kali bernapas setelah isnpirasi maksimal. Subjek pertama-tama
melakukan inspirasi maksimal lalu ekspirasi maksimal (KV =
VCI+VT+VCE). KV mencerminkan perubahan volume maksimal yang
dapat terjadi pada paru. Uji ini jarang digunakan karena kontraksi otot
maksimal yang terlibat melelahkan, tetapi berguna untuk memastikan
kapasitas fungsional paru. Nilai rerata = 4500 mL
8. Kapasitas Paru Total (KPT): Volume udara maksimal yang dapat
ditampung oleh paru (KPT = KV+VR). Nilai rerata = 5700 mL

27
9. Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (VEP1): Volume udara yang
dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan
KV. Biasanya VEP1 berkisar 80% dari KV; yaitu, dalam keadaan normal
80% udara yang dapat dihembuskan secara paksa dari paru yang telah
mengembang maksimal dapat dihembuskan dalam satu detik. Pengukuran ini
menunjukkan laju aliran udara paru maksimal yang dapat dicapai.

3.2 Eksternal dan Internal Respirasi

Sebagian besar orang berpikir bahwa respirasi sebagai proses menghirup dan
menghembuskan udara. Namun, dalam fisiologi respirasi memiliki arti yang jauh
lebih luas. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi
selular dan respirasi eksternal.
 RESPIRASI SELULAR Istilah respirasi selular merujuk pada proses-proses
metabolik intrasel yang dilaksanakan di dalam mitokondria, yang menggunakan
O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul nutrien

 RESPIRASI EKSTERNAL Istilah respirasi eksternal merujuk keseluruh


rangkaian kejadian dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal
dan sel tubuh. Respirasi eksternal, mencakup empat langkah, yaitu :

 Langkah 1 : Udara secara bergantian dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan


dari paru sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan
eksternal) dan kantong udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh
tindakan mekanis bernapas, atau ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk
menyesuaikan aliran udara antara atmosfer dan alveolus sesuai dengan kebutuhan
metabolik tubuh terhadap ambilan O2 dan pengeluaran CO2.

 Langkah 2 :2 O2 dan CO2, dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah


di dalam kapiler pulmonal (pulmonal berarti "paru") melalui proses difusi.

 Langkah 3 : Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.

 Langkah 4 : O2 dan CO2 dipertukarkan antara sel jaringan dan darah melalui
proses difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).

Sistem respirasi tidak melaksanakan semua tahap atau langkah respirasi;


sistem ini hanya berperan dalam ventilasi dan pertukaran O2 dan CO2 antara paru

28
dan darah (langkah 1 dan 2). Sistem sirkulasi terlibat dalam langkah 2 dan
melaksanakan langkah 3 dan 4.

29
3.3 PULMONARY PHYSIOLOGY

A. Fisiologi Pernapasan
Pernapasan dalah proses pertukaran gas oksigen dan karbondioksida di dalam
paru-paru. Adapun pernapasan terbagi menjadi dua:
a. Voluntary respiration – pernapasan yang disadari, menggunakan kontraksi
otot inspirasi dan ekspirasi
b. Involuntary respiration – pernapasan yang tidak disadari, menggunakan
kontraksi otot inspirasi dan recoil atau relaksasi otot inspirasi (tanpa
adanya kontraksi otot ekspirasi)
Udara dapat masuk ke dalam tubuh
manusia akibat adanya perbedaan
tekanan di dalam dan di luar paru-paru:
a. Alveolar pressure – tekanan dalam
alveolus
b. Pleural pressure – tekanan yang
dialami oleh pleura
c. Transpulmonary pressure –
perbedaan tekanan antara alveolus
dan pleura
Tekanan tersebut diakibatkan adanya
rangsangan saraf serta kontraksi otot-otot
pernapasan sehingga mengubah volume dan tekanan dalam paru—paru
Otot pernapasan dibagi menjadi dua:
a. Otot Inspirasi
1. Otot utama : Otot external intercostal dan siafragma
2. Otot tambahan : Otot sternocleidomastoidea, otot serratus anterior, dan
otot scaleni
b. Otot Ekspirasi
1. Otot utama : Otot rectus abdominis
2. Otot tambahan : Otot internal intercostal

30
Proses pernapasan dimulai dengan inspirasi (udara masuk) dan ekspirasi
(udara keluar)
a. Saraf vagus mengirimkan sinyal untuk otot inspirasi berkontraksi
b. Diafragma datar dan otot intercostal external mengangkat rusuk
c. Rongga dada membesar volume paru meningkat sehingga tekanan dalam
paru menurun
d. Tekanan dalam paru -1atm dan tekanan udara di luar 1atm sehingga udara
masuk ke dalam paru-paru melalui saluran napas
e. Udara bertukar antara alveolus dan kapiler
f. Ketika kontraksi telah maksimal dan udara masuk, saraf akan
menghentikan rangsangan (Hering Breuier Inflation Reflex) sehingga otot
pernapasan relaksasi
g. Diafragma memmbentuk kurva dan rusuk turun
h. Rongga dada mengecil, volume mengecil sehingga tekanan udara
meningkat
i. Tekanan dalam paru tinggi sementara tekanan udara di luar rendah
j. Udara keluar dari paru-paru
Volume udara pernapasan pada manusia bervariasi:
a. Tidal volume – volume udara masuk dan keluar dalam pernapasan biasa
b. Inspiratory reserve volume – volume udara inspirasi tambahan setelah
respirasi biasa
c. Inspiratory capacity – kapasitas inspirasi total
d. Expiratory reserve volume – volume udara ekspirasi tambahan setelah
respirasi biasa
e. Expiratory capacity – kapasitas ekspirasi total
f. Vital Capacity – kapasitas paru dalam pernapasan biasa disertai
pernapasan tambahan
g. Functional residual capacity – volume udara sisa dalam paru-paru
h. Total Capacity – kapasitas total paru-paru seluruhnya

Saluran napas sendiri adalah bagian dalam tubuh yang sering terkena eksposur
karena langsung berhubungan dengan udara luar sehingga dalam salurannya
banyak dilapisi oleh:

31
a. Epitel bersilia guna menghalangi zat asing masuk sekaligus mengeluarkan
zat asing
b. Mukosa yang menghasilkan mucus sebagai perangkap bagi zat asing.
Ketika bernapas, udara akan masuk dan keluar melalui saluran pernapasan dan
mengalami hal-hal berikut:
a. Hidung
1. Penyaringan udara menggunakan
rambut hidung sehingga zat asing
tidak masuk
2. Pelembapan udara sehingga tidak
terlalu kering karena dapat
menyebabkan iritasi dalam saluran
pernapasan
3. Penghangatan udara sehingga
sesuai dengan suhu dalam tubuh
manusia
b. Faring
Dalam faring terdapat bagian dari
Weldeyer’s ring dimana terdapat beberapa tonsil guna proteksi diri
terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh
c. Laring
Dalam laring udara akan melewati epiglottis sehingga masuk ke dalam
saluran napas dan bukan saluran pencernaan serta melewati pita suara
dimana udara akan bergetar dan kita dapat mengasilkan suara.
d. Trakea, Udara akan melewatinya tetap dengan proteksi silia dan mukus
e. Bronkus, Udara akan melewatinya tetap dengan proteksi silia dan mukus
f. Bronkeolus, Udara akan melewatinya tetap dengan proteksi silia dan
mukus
g. Alveolus, Udara bertukar antara udara di alveolus dengan udara dalam
kapiler

B. Fisiologi Transportasi Oksigen dan Karbondioksida


a. Oksigen
Oksigen ditransportasikan ke
seluruh tubuh dengan berikatan
pada hemoglobin membentuk
Oksihemoglobin. Oksigen berasal
dari pertukaran gas di paru-paru.
b. Karbondioksida
Karbondioksida ditransportasikan
dari seluruh tubuh ke paru-paru
dengan bereaksi dengan molekul
air membentuk ion dengan reaksi
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ +
HCO3-
C. Fisiologi Pertukaran Gas

32
Pertukaran gas di paru-paru terjadi di bagian
respiratory lobule yang terdiri dari:
a. Respiratory bronchiole
b. Alveolar duct
c. Alveolar sac
Pertukaran terjadi dengan cara difusi melalui BAB
(Blood Air Barrier) antara membrane epitel paru
dengan membrane endotel kapiler.
Pertukaran terjadi akibat adanya perbedaan tekanan
parsial dari oksigen dan karbondioksida antara udara
dalam paru dan pembuluh darah.
Pertukaran gas dipengaruhi oleh beberapa hal:
a. Ketebalan membrane
b. Luas permukaan membrane
c. Perbedaan koefisien difusi
d. Perbedaan tekanan parsial gas

D. Regulasi Respirasi
a. Neuronal Regulation
Kumpulan saraf yang terdapat di
bagian medulla oblongata dan
pons dari batang otak.
1. Dorsal respiratory group,
kumpulan saraf di bagian
dorsal yang mengatur
involuntary respiration
dimana terdapat Hering
Breuer Inflation Reflex
(reflex pada otot pernapasan ketika kontraksi maksimal, rangsangan
akan dihentikan sehiingga terjadi proses recoil)
2. Ventral respiratory group, kumpulan saraf di bagian ventral yang
mengatur nafas tambahan atau voluntary respiration
3. Pneumotaxic Centre, kumpulan saraf yang mengatur laju serta
kedalaman pernapasan
b. Chemical Regulation
Regulasi pernapasan akibat pengaruh dari kadar kimiawi dalam darah:
1. Oksigen (penurunan kadar menyebabkan peningkatan pernapasan
dalam)
2. Karbondioksida (penurunan kadar menyebabkan penurunan
pernapasan dalam)
3. Ion Hidrogen (penurunan kadar menyebabkan penurunan pernapasan
dalam)
Berdasarkan lokasi reseptornya:
1. Central, terdapat di medulla oblongata dan pons

33
2. Peripheral, terdapat di aorta dan
carotid artery
Berdasarkan cara kerjanya:
1. Langsung, dimana zat kimia (ion
hydrogen dan karbondioksida)
dalam darah langsung
mempengaruhi saraf pusat
pernapasan utama (central)
2. Tidak langsung, dimana zat kimia
(oksigen) dalam darah diterima
reseptor di perifer (peripheral) lalu
disampaikan ke saraf pusat
pernapasan utama

3.4 Vokalisasi

Suara Napas
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih
a) Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras,
nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang
daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut. Normal
terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.

b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular.


Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi
tertutup oleh dinding dada.

c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih


panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.

d) Amforik: Seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas mulut botol
kosong sering pada caverne. Eksipirasi Jelas.

Suara Napas Tambahan


Yang dapat didengar langsung
a. Snoring : vibrasi dari struktur respiratory dan suara yang dihasilkan akibat gerakan
udara terhambat saat bernafas, biasanya sering terjadi pada saat tidur, hal tersebut
menyebabkan paru-paru harus bekerja ekstra untuk melakukan isnpirasi.

34
Mekanismenya biasanya terjadi karena otot disekitar tenggorokan terlalu relax ketika
sedang tidur, sehingga menyebabkan udara menjadi menyepit dan susah untuk lewat,
yang menyebabkan apabila udara lewat, adanya getaran pada bagian soft palate dan
juga uvula, hal tersebut yang menyebabkan adanya suara snoring. Biasanya otot yang
terlalu relax tersebut adalah pada bagian uvula, sehingga menutup jalan pernafasan.
Snoring dapat ditemukan pada kondisi penderita yang overwheight ( berat badan
berlebih ), pada soft palate dan uvula yang panjang, pada seseorang yang terkena
alergi, atau meminum banyak alcohol.
Yang dapat didengar dengan auskultasi

a. Crackles : Suara napas tambahan yang discontinou atau terputus-putus, pendek, dan
juga kasar. Berdasarkan klasifikasinya dibagi atas 3 bagian yaitu
Late Inspiratory Crackles yang dikarakteristikan suaranya halus, cukup besar, dan
menetap dari satu ke yang lainnya. Bunyi tersebut terjadi karena serangkaian letupan
kecil ketika saluran napas yang kecil mengempis saat ekspirasi, dan kemudian terbuka
dengan suara meletup saat inspirasi. Ditemukan pada paruh pertama inspirasi,
berlanjut hingga fase lanjut inspirasi, pada pemeriksaan biasanya akan terdengar
apabila stetoskop bagian diafragma diarahkan ke bagian dasar paru. Selain itu
mekanisme lain yang dapat menyebabkan hal ini adalah adalanya penurunan dari
compliance sehingga menyebabkan peningkatan dari kekakuan paru-paru.
Dapat ditemukan pada pasien yang menderita intersitial lung disease ( fibrosis ) atau
pada congestive heart failure.
Early Inspiratory Crackles biasanya terdengar segera sesudah dimulainya inspirasi
dan tidak berlanjut hingga fase-fase inspirasi, karakteristik bunyinya adalah kasar.
Mekanisme yang menjelaskan hal ini adalah karena adanya gelembung-gelembung
udara yang mengalir melalui secret yang sedikit tertutup pada saat respirasi. Adanya
abnormal collapse pada dinding paru-paru, atau obstruksi parsial dengan adanya
secret pada saluran udara yang kecil menyebabkan adanya obstruksi pada jalan nafas
yang menjadi sempit, sehingga menyebabkan adanya penutupan yang terlalu dini dari
saluran napas yang kecil tersebut selama terjadi ekspirasi, yang menyebabkan adanya
pembukaan kembali dari saluran udara yang sempit sehingga menghasilkan suara
pada saat awal melakukan isnpirasi.
Dapat ditemukan pada penyakit COPD ( chronic obstucrive pulmonary disease ), atau
bronchiolitis.
Biphasic Crackles terjadi pada saat inspirasi maupun ekspirasi, sehingga suara yang
dihasilkan adalah kombinasi dari suara yang halus dan juga kasar. Biasanya
ditemukan pada pasien yang menderita Bronchiectasis.
b. Wheezing : Terjadi ketika udara mengalir dengan cepat melalui bronkis yang
menyempit hingga hampir menutup sehingga menyebabkan adanya getaran pada
dinding saluran napas, dan jaringan yang berdekatan di saluran yang menyempit.
Wheezing ini cenderung banyak terdengar pada saat ekspirasi. Dapat terjadi pada saat
inspirasi maupun ekspirasi, dimana apabila inspirasi dia terjadi karena adanya
peningkatan pada tekanan intrathorax, apabila inspirasi terjadi karena adanya tekanan
ekstrathorax yang lebih besar daripada tekanan intrathorax.

35
c. Stridor
Merupakan wheezing yang seluruhnya inspirasi, biasanya bunyinya terdengar lebih
kasar, dan keras pada leher dibandingkan dengan dinding dada. Stridor ini
menandakan adanya emergency atau kegawatdaruratan pada seseorang, karena
adanya parsial obstruksi pada bagian saluran napas atas.
Stridor dapat terjadi pada saat ekspirasi maupun inspirasi, dimana pada saat inspirasi
biasanya menandakan adanya obstruksi pada bagian extrathorac ( dibawah thoraxic
inlet ) seperti struktur supraglotis, larynx, subglotis space, upper trakea. Strior pada
saat inspirasi biasanya terdengar pada pasien yang menderita laryngomalacia.
Stridor pada saat ekspirasi terjadi karena adanya lesia pada bagian intrathorax, seperti
bagian primary bronkus, secondary bronkus.
Biphasic stridor dimana terjadi bunyi stridor pada saat inspirasi maupun ekspirasi
biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada bagian glottis, subglotis, dan cervical
trakea, dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit vocal chord paralysis.

d. Pleural Rub
Permukaan kedua pleura yang mengalami inflamasi dan menjadi kasar yang akan
menimbulkan efek seperti parutan karena gerakan kedua pleura tersebut diperlambat
secara termporer dan berulang oleh peningkatan friksi. Dapat terdengar pada bagian
axilla bawah, dan juga diatas dari basis paru-paru secara posterior. Friksi ( gesekan )
tersebut biasanya terjadi antara visceral pleura dan juga parietal pleura. Bunyinya
hampir mirip dengan crackles, tetapi pada Pleural Rub bunyinya continuous, tidak
terputus-putus.
Dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit pulmonary infarction, pneumonia, dan
vasculitis.

e. Mediastinal Crunch
Merupakan serangkaian bunyi crackles yang terdengar sinkron dengan detak jantung
tetapi tidak sinkron dengan respirasi. Biasanya ditemukan pada pasien dengan
emfisema.

f. Ronchi
Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama ekspirasi.
Penyebab : gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi
napas. Obstruksi : sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor.
Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu
ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high pitch (menciut)
misalnya pada asma dan low pitch oleh karena secret yang meningkat pada bronkus
yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.
Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu
inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam
alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus dan

36
sedang dapat disebabkan cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru,
sedangkan ronki kasar misalnya pada bronkiekstatis.
Perbedaan ronchi dan wheezing
Wheezing berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar
bersuara tinggi dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma.
Ronchi berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya, mempunyai
suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar jelas pada orang ngorok.

VOKALISASI

Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, diantaranya melibatkan :
1. Sistem pernapasan
2. Pusat khusus pengatur bicara di otak dalam cerebral cortex
3. Pusat respirasi di batang otak
4. Struktur resonansi, artikulasi mulut, dan rongga hidung

Speech terdiri dari 2 fungsi mekanis :


1. Fonasi oleh laring
2. Artikulasi oleh struktur mulut

Bicara adalah pembentukan dan pengorganisasian suara menjadi simbol/lambang


yang merupakan interaksi sejumlah organ, terdiri dari :
1. Organ respirasi : trakea, bronkus, paru-paru
2. Organ fonasi : terdiri dari orot intrinsik dan ekstrinsik, dan pita suara, terbagi ke
dalam 3 regio : Vestibule, ventricle (tempat vocal fold, vestibular fold),
infraglotittic
3. Organ resonansi : rongga faring, rongga hidung, sinus paranasalis, mulut, rongga
dada

37
TYPE TO ENTER A CAPTION.

TYPE TO ENTER A CAPTION.

4.

38
MEKANISME VOKALISASI

TYPE TO ENTER A CAPTION.

DYSPNEA
Dyspnea/shortness of breath/breathlessness/Sesak nafas adalah suatu
pengalaman/keadaan yang tidak nyaman saat bernafas, dan ia merupakan salah satu
gejala yang paling sering dan paling mencemaskan penderita sehingga ia terpaksa
pergi ke dokter. Selain itu dyspnea ini sering didefinisikan mengenai keadaan sukar

39
bernafas atau nafas tidak enak (kurang lega atau kurang puas) yang biasanya
dilukiskan oleh pasien sebagai sesak nafas (shorthness of breath).
Sesak nafas mungkin merupakan gejala berbagai gangguan patofisiologi :
obstruksi jalan nafas, berkurangnya jaringan paru yang berfungsi, berkurangnya
elastisitas paru, kenaikan kerja pernafasan, gangguan transfer oksigen (difusi),
ventilasi tak seimbang dalam kaitannya dengan perfusi, campuran darah vena (venous
admixture) atau right to left shunting, cardiac output yang tidak memadai, anemia dan
gangguan kapasitas angkut oksigen dari hemoglobin. Pasien dispneu dapat
digolongkan dalam 3 katagori utama yaitu pasien dengan dispneu akut, pasien dengan
dispneu progresif menahun dan pasien dengan serangan dispneu paroksismal yang
berulang.
Mekanisme :

40
MIKROBIOLOGI

House dust mite/ tungau debu rumah


Suatu mahluk hidup yang bersifat alergen yang keberadaannya ada bersama dengan
debu dan tergolong ke dalam jenis tungau (mite), yaitu Dermatophagoides.
Klasifikasi tungau debu secara ilmiah, taksonomi adalah sebagai berikut:
Superkingdom : Eukaryota
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Acariformes
Subordo : Astigmata
Famili : Pyroglyphidae \
Genus : Dermatophagoides
Spesies : Dermatophagoides pteronyssinus
: Dermatophagoides farinae

Morfologi :
 Bentuk TDR bervariasi, tetapi umumnya lebih kurang bulat atau oval,

 Bagian kepala, toraks, dan abdomennya menyatu membentuk suatu badan tanpa
segmen

 Tungau debu berukuran sangat kecil, sehingga tidak dapat dideteksi dengan mata
telanjang dimana ukuran jantannya : 420 mikron x 245 mikron dan betina : 420
mikron x 320 mikron

41
 Idiosoma : ada pada jantan yang berfungsi untuk menangkap betina sellama
senggama

 Tubuh tungau terbagi menjadi 4 bagian yaitu

1. daerah mulut dan bagian-bagiannya (gnatosoma),

2. daerah pasangan kaki I dan II (propodosoma),

3. daerah pasangan kaki III dan IV (metapodosoma), dan

4. daerah posterior (opistosoma)

 Makanannya adalah serpihan kulit manusia, daki, dan sisa makanan. Skuama
berperan bagi kelangsungan hidup tungau. Manusia dalam satu hari menghasilkan
0,5-1 gram serpihan kulit dan 1 gram skuama dapat mencukupi kebutuhan makan
tungau selama 20 hari. Tungau terutama D. pteronyssinus dapat hidup sebagai
pemakan segala (omnivora).

 Tungau yang dewasa dan nimpa mempunyai empat pasang dimana pasangan kaki
pertama lebih tebal dari pasangan kaki yang lain, sehingga tampak seperti
kepiting. Kaki ketiga lebih panjang 1,5 kali panjang dari pada kaki keempat dan
langsing terkulai, sedangkan

 Larva tungau mempunyai tiga pasang kaki

 Tubuhnya ditutupi rambut- rambut panjang sepasang disebut setae yang terdapat
di dorsal dan 2 pasang lagi di lateral

 Permukaan tubuhnya transparan

 Bagian ventralnya dilengkapi seminal reseptakel yang meluas dan berbentuk


seperti bunga daisy atau matahari dan ujung distal (bursa kopulatriks) sedikit
mengalami sklerotisasi.

 Mengalami metamorfosis tidak sempurna

 Ditemukan pada debu rumah terutama tempat tidur (sprei,kasur,bantal), karpet,


lantai, dan juga ditemukan di luar rumah, misalnya pada sarang burung,
permukaan kulit mamalia dan binatang lainnya. Hal ini disebabkan oleh debu di
sekitar kamar tidur biasanya banyak terdapat makanan tungau tersebut, seperti

42
skuama atau serpihan sel-sel kulit manusia yang banyak ditemukan di tempat
tidur.

Life cycle Tungau Dermatophagoides


Secara umum semua spesies tungau debu memiliki daur hidup yang mirip dengan
tungau lainnya. Tungau debu bersifat ovipara. Siklus tungau debu dimulai dari :
1. telur,

2. larva,

3. protonimfa,

4. tritonimfa dan

5. dewasa.

Siklus hidup ini sangat dipengaruhi oleh :


1. suhu , suhu optimalnya bagi pertumbuhan tungau adalah 25 – 30 derajat celcius

2. kelembaban, kelembaban optimalnya pada 70 – 80 persen.

Waktu yang diperlukan perkembangan kedua spesies dari periode telur hingga
dewasa adalah 20 hari /rata-rata 35 hari/ pada yang betina lebih panjang yaitu sekitar
70 hari.
 Makin tinggi suhu periode siklus hidup akan semakin cepat, sebaliknya

 makin rendah suhu peride siklus hidup makin lambat.

 Periode bertelur D. farinae berlangsung selama 30 hari dengan suhu 25 derajat


celcius dan mampu memproduksi sekitar satu telur per hari, sedangkan

 D. pteronyssinus mampu bertelur sekitar 80 -120 telur selama periode 45-hari.

Bahaya House dust mite / tungau debu rumah


Pencetus alergi seperti dermatitis atopik, asma bronkial, dan rhinnitis

Mekanisme
Bagian TDR yang mengandung alergen adalah kutikula , organ seks dan
saluran cerna. Selain bagian badan, feses TDR juga mempunyai sifat antigenik. Dia

43
masuk ke dalam tubuh manusia melalui penetrasi kulit, sedangkan yang berasal dari
feses masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi.
Material tersebut berukuran sangat kecil dan ringan sehingga mudah
terbang dan bersatu dengan debu di udara.
mukosa hidung terpapar oleh berbagai partikel (contohnya : debu ) saat inhalasi udara

Fase sensitisasi

Mengundang makrofag/ sel dendritik (APC)

Menangkap aeroalergen yang menempel di mukosa hidung

APC mengaktifasi MHC class 2

Teraktifasi sel Th yang mengundang sel mast

Memicu sel B untuk memproduksi IgE

IgE tersensitisasi mast cell in airway

Terjadi paparan berulang

Sel Th akan mengaktifasi menjadi Th2

Melepaskan IL-12


Mengaktifasi sel mast,
alergen cross link
sel T helper dan release sitokin
dengan igE

Migrasi ke air way dan mukosa hidung

44
melepaskan mediator
inflamasi (histamin, leukotriene Prostaglandin)
Faktor-faktor yang mempengaruhi poppulasi tungaui
Populasi tungau debu di dalam rumah bergantung pada faktor-faktor
1. Tinggi rendahnya rumah dan permukaan laut

2. Daerah dengan musim panas yang lebih panjang dari musim hujan

3. Adanya berbagai macam binatang di dalam rumah

4. Rumah yang kotor dan banyak debu

5. Suhu dan kelembaban optimum optimal bagi perkembangan populasi TDR


adalah 25-300C dan kelembaban relatif 70-80% dengan kelembaban kritis 60-
65%. perkembangbiakan TDR terganggu pada suhu diatas 320C dan jika tungau
dipanaskan selama 6 jam pada suhu 510C dengan kelembaban udara 60% maka
tungau akan mati

Pemberantasan TDR
Untuk mencegah penyakit alergi cara terbaik adalah menghindarkan alergen
dengan mengurangi pajanan debu rumah. Menghindari pajanan dan pemberantasan
TDR dapat dilakukan dengan cara :
1. Menjaga kebersihan

Untuk menghindari TDR, rumah dibersihkan dari debu dengan cara disapu
dan dipel setiap hari dan perabot rumah dibersihkan dengan lap basah atau
disedot dengan penyedot debu. Jangan membersihkan debu dengan
kemoceng/dikebut karena debu tidak hilang tapi justru berterbangan.
2. Memindahkan penderita ke daerah yang lebih tinggi

Upaya mengurangi pajanan alergen dengan memindahkan penderita ke


daerah yang lebih tinggi dam kelembaban redah. Dengan upaya ini penderita
asma mengalami perbaikan dan serangan asma berkurang . karena makin tinggi
suatu daerah, jumlah TDR makin sedikit.
3. Mengatur kelembaban

45
Untuk mengurangi kelembaban rumah , ventilasi harus diperbaiki. Upayakan
agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rummah dengan membuka jendela,
memasang genteng kaca atau fiber glass. Pengurangan populasi TDR juga dapat
dilakukan dengan menggunakan air conditioner untuk mengurangi kelembaban
udara. Mempertahankan kelembaban udara di bawah 35% selama sedikitnya 2
jam perhari sampai 8 jam dapat memperlambat pertumbuhan populasi TDR
4. Penggunaan zat kimia

Akarisida seperti benzil,benzoat,pirimifos metil, permetrin, fenil salisilat


adalah zat kimia yang dapat membunuh tungau. Benzil benzoat terdpat dalam 2
bentuk aitu bentuk serbuk dan busa. Benzil berzoat (5%) serbuk dengan uktan
200 mikron digunakan pada karpet dan bahan tekstil yang dipakai sebagai alas
lantai, sedangkan bentuk bus (2,6%) digunakan untuk kasur, bahan tekstil yang
halus, perabot RT, dan mainan anak. Zat kimia lainya adalah asam tanat yang
dpt mengubah alergen dari feses tungau menjadi lebih hidrofobik dan berkurang
sifat alergeniknya

46
BAB II
CLINICAL SCIENCE

1. CLINICAL SCIENCE OF ASTHMA


Sumber : GINA 2018; PNAA IDAI 2015; Harrison’s; Fishman’s; INFODATIN asma;
Allergen Avoidance in Allergic Asthma; An understanding of the genetic basis of
asthma; Nelson pediatric
a. Definisi
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi
kronik yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran
respiratori dengan derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa
batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan
atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam atau dini
hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus.
Asma merupakan penyakit yang heterogenous dengan proses
underlying desease yang berbeda  kelompok berdasakan karakteristik
asthma phenotype
 Allergic asthma. Atopy asthma.sering dimulai pada masa kanak-kanak dan
berhubungan dengan riwayat keluarga yang memiliki alergi, baik seperi alergi
rhinitis, eksema, alergi makanan atau obat.
 Non-allergic asthma. Terjadi pada dewasa yang tidak berhubungan dengan
alergi.
 Late-onset asthma. Pada dewasa, biasanya wanita, terjadinya asma untuk
pertama kalinya di kehidupand masa dewasa.
 Asthma with fixed airflow limitation. Pasien asma dengan long-standing
asthma menimbulkan adanya keterbatasan aliran udara yang diperkirakan
karena adanya airway wall remodeling.
 Asthma with obesity. Pada beberapa pasien obese dengan asma memiliki
gejala respirasi dengan sedikit inflamasi jalur udara eosinofilik.
b. Epidemiologi
DUNIA: kira-kira 300 juta orang di dunia mengalami asma, 10-12% 
dewasa; 15%  anak-anak. Diperkirakan pada tahun 2025 mencapai 400
juta penderita asma. Kebanyakan pasien dengan asma memiliki atopik, dengan
sensitisasi terhadap tungau debu rumah Dermatophagoides pteronyssinus dan
lingkungan yang lain. Asma bisa terjadi pada usia berapa saja, dengan umur
puncak 3 tahun. Pada masa anak-anak, laki2: pr = 2:1, akan tetapi pada masa
dewasa, perbandingannya setara.
allergens
INDONESIA: berdasarkan RISKESDAS tahun 2013

47
c. Faktor Resiko
a. Genetik
Pola resesif autosomal penurunan penyakit yang penting pada asma :
 Parental consanguity dan serum ICAM-1
single nucleotide polymorphism (SNPs)
 ADAM 33 (A Disintegrin and Metalloprotease 33) 
berhubungand engan reaksi hiperreaktivitas dan kecepatan
pengurangan fungsi paru. Polimorfisme pada gen ini  decline
FEV1
 DPP10(dipeptidyl-peptidase 10)
 PHF11(PDH finger protein11)
 NPSR1
 HLA-G
 IL-4  mempengaruhi serum total IgE dan hiperresponsivitas
bronkus.

b. Non Genetik/ Environmental


i. Faktor perinatal : bayi lahir prematur, berat badan lahir.
ii. Vitamin D; ++vitamin D fungsi paru-paru lebih baik 
resiko lebih rendah, dan apabila punya asma, resiko eksaserbasi
lebih rendah.
iii. Allergen indoor dan outdoor : Indoor; binatang (kucing, anjing,
tikus);insekta (mites, kecoa); fungi. Outdoor; tree, grass, and
weed pollen.
iv. Merokok dan environmental tobacco smoke (ETS); ibu
perokok  faktor resiko utama anak mengalami asma pada
kehidupan tahun pertamanya.
v. Pollutan lainnya; pollutant Outdoor : ozone, sulfur dioxide,
particulate matter, and components of motor vehicle exhaust.
Polutan indoor : nitrogen dioxide, sulfur dioxide, volatile

48
organic compounds, and particulate matter, and their possible
association with asthma, particularly in inner city homes.
vi. Ras/ etnisitas and status sosial ekonomi; ras/etnis 
mempengaruhi status ekonomi  mempengaruhi faktor
lingkungan yang menyebabkan peningkatan resiko asma.
vii. Obesitas; (-) kemampuan otot polos untuk stretching; ++ GE
reflux; ++ ekspresi IL-6 dan TNF-alfa oleh adiposit.
viii. Acetaminofen (paracetamol); karena efek pro-oksidan
acetaminofen (deplesi antioksidan glutathione pada jaringan
paru)  ++ resiko asma.
ix. Respiratory Illness; penyakit saluran respiratori bawah oleh
karena infeksi virusdan penyakit penyebab wheezing 
meningkatkan resiko asma kronis pada anak.

Factor yang
mempengaruhi
berkembangnya asma
pada individu dengan

Faktor yang
mencetuskan
eksaserbasi dan/atau
menyebabkan gejala-
gejala Asma menetap

d. Aeroallergen Asma

Sumber dari aeroallergen pada asma :

 House Dust Mites (HDM) yang merupakan perineal allergen indoor seperti
Dermatophagoides pteronyssinus (European HDM), Dermatophagoides
farinae (American HDM), and Blomia tropicalis. Allergen yang
dikandungnya adalah : kebanyakan Der-p 1 dan Der-f 1 (group 1). HDM
biasanya terdapat pada arthropoda, kelas arachnida dan dengan ukuran
sekitar 0.33 mm. mereka mendapatkan makanan mereka dari sel kulit yang
telah mengelupas dan lingkungan yang hangat dan lembab memfasilitasi
kelangsungan hidup mereka. HDM mampu bertahan hidup 6–8 minggu
dan betina dapat menghasilkan 40-80 telur selama kehidupan mereka.
Siklus hidup mereka memakan waktu ~3–4 minggu. Protein-protein yang
dihasilkan tungau  immunostimulator. Tungau ini paling banyak
ditemukan di kasur, tpi juga banyak di debu rumah, karpet, gorden.

49
Pertumbuhan dan perkembangannya difasilitasi dengan adanya indulasi
rumah, suhu yang tinggi, dan adanya kelembaban indoor.
 Peliharaan (pets) (binatang berbulu). Kucing  Fel d 1 (secretoglobulin)
pada kulit dan bulunya sebagai produk dari kelenjar sebaceous dan saliva.
Anjing  Can f 1 (lipocalin), yang ditemukan pada bulunya, kulit
keringnya, dan salivanya.
 Kecoa (Cockroaches) seperti Blatella germanica (German cockroach),
mampu melepaskan particle protein yang kecil dengan adanya kemampuan
allergenic dan mereka juga merupakan allergen indoor.
 Hama (Pests) seperti mice dan rats.  Mus m1 dan Rat 1, dalam urin
mereka. Mus m 1 allergen utama pada tikus dan terdapat pada kulit,
urine, dan bulunya.
 Jamur (molds) terdapat indoor (perennial) dan outdoor (seasonal)
allergens. Indoors  pada daerah yang lembab dan gelap. Outdoors
hasil dari degradasi vegetation. Mold dapay mengapung dengan mudah
di udara. Puncak spora mold outdoor  mid-summer; spora
Alternaria dan Cladosporium puncaknya biasanya pada  jam siang hari
saat udara lembab. Spora jamur/ Mold membutuhkan kelembapan relative
>65%, suhu 50 -90°F (10–32°C), dan bahan organic untuk nutrisi mereka
bertumbuh.
 Serbuk sari; dengan diameter yang bervariasi dari 10 -100 µm .
kebanyakan allergen serbuk sari dieliminasi oleh mukosa hidung dan
upper tracheobronchial tract, sedangkan submicronic pollen-derived
bioaerosols (<5 μm) lebih mudah memasuki lower respiratory tract.
Partikel mikroskopis (0.5–2.5 µm) disebut “bioaerosol” yang dihasilkan
dari serbuk sari yang rupture misalnya berkontak dengan air dan
mengandung allergen utama.

e. Klasifikasi
Dasar klasifikasi Jenis Klasifikasi Kriteria Tujuan klasifikasi
Asma Bayi- Dibawah 2 tahun
baduta
Berdasarkan Asma balita Bawah 5 tahun
Umur Asma usia sejak 5-11 tahun
sekolah
Asma remaja 12-17 tahun
Asma tercetus Pengelompokan
infeksi virus berdasarkan
Asma tercetus Exercice induced penampakan
aktivitas asthma serupa dalam
Berdasarkan Asma tercetus aspek klinis,
Fenotip alergen patofisiologis dan
Asma terkait demografis.
obesitas
Asma dengan Multiple
banyak pencetus triggered asthma

50
Berdasarkan Asma intermiten Episode
kekerapan <6x/tahun atau
timbulnya gejala jarak antar gejala
>= 6 minggu
Klasifikasi ini Asma persisten Episode >1/bul
dibuat setelah ringan atau ,1/minggu
diagnosis Asma persisten Episode
ditegakkan dan sedang >1/minggu, tapi
tatalaksana tidak tiap hari
selama 6 minggu. Asma persisten Hamper tiap
berat hari.
Asma serangan Digunakan
ringan-sedang sebagai dasar
Berdasarkan Asma serangan penentuan tata
derajat beratnya berat laksana.
serangan Serangan asma
dengan ancaman
henti nafas
Asma terkendali Untuk menilai
penuh keberhasilan tata
Asma terkendali laksana yang
Berdasarkan sebagian tengah dijalani
derajat kendali Asma tidak dan untuk
terkendali penentuan tata
laksana nanti.
Tanpa gejala
Ada gejala
Serangan berat
Berdasarkan
sedang
keadaan saat ini
Serangan berat
Ancaman gagal
napas

f. Patologi
a. Sel-sel yang berkontribusi terhadap
gejala asma
i. Sel Mast; merupakan residen
pada kebanyakan jaringan
terutama pembuluh darah, saraf
dan permukaan yang memiliki
kontak langsung dengan
lingkungan luar. Ada 2 jenis :
MCT (berisi Neutral protease
tryptase dan merupakan residen
di kebanyakan subendotel

51
dinding bronkus, bronkiolus dan alveolus) dan MCTC (berisi
chymase, carboxypepdidase A, immunohistochemical staining
properties, dan biasanya tidak terdapat pada jaringan paru
kecuali dalam kondisi asma yang parah; severe asthma).
ii. Sel Basofil; berada paling banyak pada sirkulasi perifer.
Apabila teraktifkan, menghasilkan IL-6 dan IL-13 yang
berkontribusi terhadap diferensiasi Th2 dan mengandung
mediator histamin.
iii. Sel Eosinofil : penting dalam pertahanan melawan parasit
asma. Produksinya bergantung pada GM-CSF dan IL-3.
Rekruitmen bergantung IL-5, RANTES, eotaxin, MIP-1-alfa
dan MCP2,3,4.Memiliki dua jenis granule di dalamnya,
primary granule, yang berisi charcot-leyden crystal protein dan
secondary granules yang berisi protein kationik (MBP, ECP,
EDN (eosinophil derive neurotoxin), EPO).
MBP (major basic protein) +ECP (Eosinophil Cationic protein)
 induksi degranulasi sel mast dan basofil.
ECP peningkatan produksi mukus
EPO pembentukan ROS
melepaskan protein dasar yang dapat merusak sel epitel saluran
respiratori. Juga berperan dalam pelepasan growthfactor dan
airwayremodeling.

52
iv. Sel Neutrofil : respon terhadap infeksi respiratori virus yang
sebelumnya telah terekspos.
v. Limfosit : memproduksi IL-4, IL-5, IL-9,IL-13 yang membantu
proses inflamasi dan eosinofilik dan produksi IgE oleh sel B.
vi. Neutrophil, secara normal memang ada di jaringan paru-paru.
Memiliki granul primer dan sekunder yang berisikan enzin
antimikrobia, protease neutral dan asam hydrolase.
Menghasilkan TNF-alfa, IL-8 dan IL-18. Juga menghasilkan
elastase yang mampu berefek langsung pada produksi mukus.
vii. Makrofag, berasal dari monosit yang bersirkulasi yang
fungsional. Terdapat 2 jenis, M1 dan M2. M1 IL-6, IL-12
dan TNF-alfa dan high level NO. M1 menekan reaksi alergi.
M2 teraktifasi melalui pengaruh IL-4 dan IL-13 yang dihasikan
Th2. M2  -- kemampuan dalam clearing intracellular
pathogen. M2 melepaskan IL-13.
viii. Sel dendritic, berada dekat pada barrier epithelial. Menerima
berbagai sinyal dari sel epitel. Terdapat 2 bentuk :myeloid

53
dendritic cell
(mDC) dan plasmacytoid dendritic cell (pDC). pDC  sumber
primer interferon alfa (sitokin poten antivirus), dan direkruit
dalam kondisi infeksi virus.

b. Patogenesis penyakit
Konsep patogenesis asma : proses inflamasi kronik yang khas,
melibatkan dinding saluran respiratori, peningkatan reaktivitas
saluran respiratori dan menyebabkan terbatasnya aliran udara 
menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang
pada saluran respiratori, dikenal dengan istilah remodeling.

54
Paparan allergen inhalasi 
respon alergi dalam 2 fase :
 Respon fase cepat, aktivasi
sel-sel sensitive terhadap
allergen IgE spesifik
terutama sel mast dan
makrofag. Ikatan antara sel
dan IgE  sekresi mediator
preformed; histamin,
proteolitik, enzim glikolitik,
dan heparin serta mediator
newly generated;
prostaglandin, leukotrien,
adenosin, dan oksigen
reaktif menginduksi
kontraksi otot polos saluran
respiratori dan
menstimulasi saraf aferen,
hipersekresi mukus,
vasodilatasi, dan kebocoran
mikrovaskuler
 Respon fase lambat,
aktivasi sel pada saluran
respiratori menghasilkan
sitokin ke dalam sirkulasi
dan merangsang lepasnya
leukosit proinflamasi
terutama eosinofil dan sel
prekursornya dari sumsum
tulang ke dalam sirkulasi.

Proses remodeling:
Proses remodeling  proses
yang menyebaban deposisi
jaringan penyambing dan
mengubah struktur saluran
respiratori melalui poses
dediferensiasi, migrasi,
diferensiasi dan maturasi struktur sel.
Terjadi akibat produksi factor pertumbuhan profibrotik/TGF-beta berlebih,
proliferasi dam diferensiasi fibroblast menjadi miofibroblas.
Perubahan struktur  hipertrofi dan hyperplasia otot polos saluran nafas, sel
goblet, kelenjar submukosa pada pasien yang kronis dan berat, fibrosisi,
angiogenesis.
Remodeling juga hal dpenting dalam pathogenesis hiperreaktivitas saluran
respi yang nonspesifik.

55
c. Patofisiologi penyakit

 obstruksi, karena proses inflamasi melalui mediator yang dilepaskan ,


neuropeptide aferen setempat, kontraksi kuat oleh karena kondisi
remodeling, edema, dan factor akibat inflamasi, hambatan karena secret
yang dihasilkan dan juga bercamput dengan protein plasma dan debris
seluler.

56
 Hiperreaktivitas; berhubungan dengan perubahan otot polos yang terjadi
secara sekunder  perubahan kontraktilitas.
g. Diagnosis

57
58
EKSASERBASI ASMA

59
1. Defenisi
Merupakan episode yang dikarakteristikkan dengan adanya peningkatan yang
progressif pada gejala shortness of breath, cough, wheexing ataupun chest
tightness dan pengurangan fungsi yang progressif pada paru-paru.
2. Resiko eksaserbasi asma

3. Diagnosis

4. Algoritma penanganan
Untuk eksaserbasi yang mild-moderate  penanganan di primary care;
sedangkan yang life-threathening  lakukan referral dengan diberikan
penanganan awal

60
61
Diagnosis banding

Komplikasi
- Pneumothorax spontan
- Pneumo mediastinum

Prognosis :
- 50-80 membaik pada asma ringan namun berulang
- Mortalitas 0,86/100.000 orang yang beresiko . faktor yang meningkatkan
mortalitas adalah usia > 40 tahun , merokok > 20 bungkus/ tahun

- Ad vitam : dubia
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam :dubia ad bonam

62
2. Management Asthma

Prinsip umum dari pengobatan asthma


Long term goals of asthma management :
- Good control symptoms
- Minimalisasi kemungkinan resiko eksaserbasi, fixed airflow
limitation, efeksamping obat
The patient-health are provider partnership
Pengobatan asma yang efektif membutuhkan kerjasama antara pasien dan
health care provider, supaya pasien mendapatkan pengetahuan mengenai
penyakitnya, lebih percaya diri, self management, edukasi, dan
menghindari misunderstanding.
Control based asthma management
treatment asma ini terdapat siklus berkelanjuta dari assestment, treatment,
dan review response.

A. Obat-obatan dan strategi untuk mengontrol gejala dan menurunkan


resiko
Obat asma jangka panjang dikategorikan menjadi 3 :
- Controller medication

63
Sebagai regular maintanance. Untuk menurunkan airway
inflamation, mengontrol gejala, menurunkan resiko yang akan
datang.
- Reliever (rescue) medication
Dibutuhkan pada saat pasien mengalami serangan asthma, atau
sebagai pencegahan terjadinya asma saat olahraga atau pada saat
keluar di cuaca yang buruk
- Add-on therapies for patient with severe asthma
Saat pasien memiliki gejala yang persistent dan atau eksaserbasi
Initial controller treatment
Pada saat seseorang didiagnosis menderita asma, semakin cepat terapinya
maka semakin baik outcome nya. Pasien yang pada saat awal didiagnosis
menderita asthma langsung diberi ICS, maka akan memperbaiki fungsi
paru. Pada pasien yang tidak diberikan ICS padahal pasien mengalami
eksaserbasi akut maka penyembuhan/perbaikan paru akan semakin lama.
Pada pasien dengan occupational asthma, penghindaran dari pencetus akan
meningkatkan kemungkinan sembuh.
Jika pasien memiliki gejala menetap dan atau eksaserbasi dalam 2-3 bulan
control treatment, maka harus dilihat dan dibenarkan masalah yang
kemungkinan terjadi :
- Kesalahan penggunaan inhaler
- Kepatuhan buruk
- Paparan terus menerus terhadap agen pencetus
- Diagnosis salah
Jenis jenis obat yang dipakai dalam pengobatan asma akut adalah sebagai
berikut
- SABA ( short Acting Beta Agonist )
- ICS ( inhaled Cortocosteroid )
- LABA ( Long-acting beta Agonist)
Indikasi pengobatan:
1. Rendah:
- Pemberian oksigen dan saturasi oksigen sebanyak 90%
- Salbutamol via specer/nebu
- Oral prednison ( 0,5-1mg/kgBB)
2. Sedang
- Pemberian oksigen dan saturasi oksigen >90%
- Salbutamol via spacer/nebu

64
- Oral prednison atau hydrocortiso 250mg IV
3. Berat
- Pemberian oksigen dan saturasi oksigen >90%
- Salbutamol via specer/nebu setiap 15-30menit
- Jika tidak ada respon maka dapat diberikan salbutamol IV lobus
250mg dan infusion (5-10mg), ipratopium bromide 500mcg/2 jam
ditambah salbutamol, oral prednison (0,5-1mg/kg), IV
hydrocartisone 250mg setelah 24 jam review

Farmakologi
Budesonide
- Golongan: corticosteroid – glucocorticoid
- MOA:
Mengontrol jumlah dari sintesis protein penyebab pengeluaran mediator
inflamasi, menghambat migrasi leukosit, fibroblas, dan mencegah reverse
capillary permeability.
- Farmakokinetik
 Absorpsi : melalui GI tract dengan cepat
 DOA : 1 jam (nasal)
 Distribusi : berikatan dengan protein plasma ±85-90%
 Metabolisme : hepatic first past metabolism
 Ekskresi : via urin 60%
- Indikasi:
 Asma
 Crooup
 Nasal polyps
 Allergic rhinitis
 Ulcerative colitis
- Kontraindikasi:
 Status asmatikus
 Sirosis hepar
- Dosis

65
- Efek samping:
 Cushing syndromes
 Adrenal suppression
 Penurunan densitas tulang
 Katarak
 Gangguan mental

Salbutamol (Albuterol)
- Golongan: SABA (short acting β adrenergic receptors)
- MOA:

66
Aktivasi β2 adrenergic
receptor pada airway
smooth muscle

aktivasi
adenylcyclase

↑ cAMP

aktivasi protein kinase A

inhibisi konsentrasi Ca2+

↓ kontraksi bronchial smooth


muscle

relaxation of bronchial
m
- Farmakoinetik:
 Absorpsi: cepat (aerosol)
 Peak time: 2-3 jam
 Half life: 3.8-6 jam
 Eliminasi: 72% diekskresi setelah 24 jam melalui renal (69-90%)
- Indikasi:
 Kesulitan bernapas
 Cesht tightness
 Asma
 COPD
- Kontraindikasi:
 Gangguan kardiovaskular
 Hipertensi
 Diabetes
 Hipertiroid
- Efek sampng:
 Gelisah
 Pusing
 Sakit kepala
 Muscle cramp
 Mual muntah
 Insomnia
 Demam
 Reaksi alergi
- Dosis:
1. Acute bronchospasm

67
 Dewasa: aerosol/DPI (90/100 mcg): 1-2 inhalasi sehari
 Anak : 6-12 tahun: 400 mcg/ hari 1 inhalasi
2. Severe bronchospasm
 Dewasa: nebule 2.5- 5 mg
 Anak : diatas 4th dosis = dewasa

Ipratropium bromide
- Golongan: antiasmathic
- MOA:
 Memblokade aksi asetilkolin pada bronchial smooth muscle
 Menginhibisi sekresi serous dan seromucous gland
- Farmakokinetik:
 Absorpsi: buruk pada GI tract
 DOA: 15 menit
 Distribusi: berikatan dengan plasma protein binding 69%
 Metabolisme: via ester hydrolysis dan konjugasi
 Ekskresi: lewat urin dan feses
- Indikasi:
 COPD
 Asma bronchial
- Efek samping:
 Konstipasi
 Diare
 Mual, muntah
 HR ↑
 Palpitasi
 Retensi urin
- Dosis:
 Dewasa:
 Aerosol: 20-40 mcg 3-4 kali/hari
 Nebule: 250-500 mcg 3-4 kali/hari
 Anak:
 Nebule: 250 mcg total dosis 1 mg

Formoterol fumarate
- Golongan: LABA (long acting β adrenergic)
- MOA:

68
Aktivasi β2 adrenergic
receptor pada airway
smooth muscle

aktivasi
adenylcyclase

↑ cAMP

aktivasi protein kinase A

inhibisi konsentrasi Ca2+

↓ kontraksi bronchial smooth


muscle

relaxation of bronchial
m
Mekanisme aksi dari formoterol fumarate sama dengan obat golongan SABA
namun yang membedakannya adalah sifat lipophilicity dari formoterol yang
menyebabkan obat tersebut dapat tinggal lebih lama pada membran sel target
(β adrenoreceptor) sehingga efek yang ditimbulkan juga akan lama muncul
dan lebih lama menghilang.
- Farmakokinetik:
 DOA: 12 jam/lebih
 Absorpsi: cepat lewat inhalasi
 Distribusi: terikat pada protein plasma 61-64%
 Metabolisme: via glukoronidasi
 Ekskresi: via urin
- Indikasi:
 Asma prophylaxis, COPD
- Kontraindikasi:
 Acute episodic in asthma
- Efek samping:
 Tremor
 Takikardi
 Insomnia
 Tonsilitis
 Rash
 Ansietas
 Demam

69
INTERPRETSI

Interpretasi
PE paru-paru pada Asma
 Vital sign: Respiratory rate dan Pulse rate meningkat
 Inspeksi: cyanosis, sulit berbicara, retraksi, hiperventilasi, tripod position,
nafas cepat, sesak dada, takikardia, batuk.
 Auskultasi: wheezing (ekspirasi)

Gamabaran radiologi Asma


 Gambarannya tampak seperti normal
 COR: bentuk dan besar normal
 Pulmo: tidak tampak infiltrate dan nodul. Corakan bronkovaskular normal
 Diafragma kanan dan kiri normal
 Sinus pleura kanan dan kiri normal
 Tulang-tulang tidak tampak kelainan

Kesan: COR dan pulmo tidak tampak kelai

70
 Kesan: COR dan pulmo tidak tampak kelai

PEFR (peak expiratory flow rate)


Mengukur seberpa cepat seseorang bias menghembuskan nafas. Tes ini memeriksa
fungsi paru-paru digunakan pada pasien asma
Nilai normal
80-100% menandakan fungsi paru-paru baik
50-80% terjadi obstrukdi dan penyempitan saluran napas
<50% saluran respiratorius telah menyempit

Saturasi O2
Pemeriksaan yang digunakan apabila tidak dapat di periksa PEFR
Nilai normal
95-100%
< 92% diperlukan rawat inap

Tanda vital sign


TEKANAN DARAH
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
– Bayi usia di bawah 1 bulan : 85/15 mmHg
– Usia 1 – 6 bulan : 90/60 mmHg
– Usia 6 – 12 bulan : 96/65 mmHg
– Usia 1 – 4 tahun : 99/65 mmHg
– Usia 4 – 6 tahun : 160/60 mmHg
– Usia 6 – 8 tahun : 185/60 mmHg
– Usia 8 – 10 tahun : 110/60 mmHg
– Usia 10 – 12 tahun : 115/60 mmHg
– Usia 12 – 14 tahun : 118/60 mmHg
– Usia 14 – 16 tahun : 120/65 mmHg
– Usia 16 tahun ke atas : 130/75 mmHg
– Usia lanjut : 130-139/85-89 mmHg

Seseorang dikategorikan hypertensi berdasarkan tekanan darahnya adalah:


* Hypertensi rendah : 140 – 159/ 90-99 mmHg
* Hypertensi sedang : 160 – 169/100-109 mmHg
* Hypertensi berat : 180 – 209/110-119 mmHg
Seseorang dikatakan hypotensi jika tekanan darahnya lebih kecil dari 110/70 mmHg

71
Tempat untuk mengukur tekanan darah seseorang adalah:
– Lengan atas
– Pergelangan kaki
NADI
Nadi adalah denyut nadi yang teraba pada dinding pembuluh darah arteri yang
berdasarkan systol dan gystole dari jantung.
Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
– Bayi baru lahir : 140 kali per menit
– Umur di bawah umur 1 bulan : 110 kali per menit
– Umur 1 – 6 bulan : 130 kali per menit
– Umur 6 – 12 bulan : 115 kali per menit
– Umur 1 – 2 tahun : 110 kali per menit
– Umur 2 – 6 tahun : 105 kali per menit
– Umur 6 – 10 tahun : 95 kali per menit
– Umur 10 – 14 tahun : 85 kali per menit
– Umur 14 – 18 tahun : 82 kali per menit
– Umur di atas 18 tahun : 60 – 100 kali per menit
– Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit
Jika jumlah denyut nadi di bawah kondisi normal, maka disebut pradicardi.
Jika jumlah denyut nadi di atas kondisi normal, maka disebut tachicardi.
Tujuan mengetahui jumlah denyut nadi seseorang adalah:
* Untuk mengetahui kerja jantung
* Untuk menentukan diagnosa
* Untuk segera mengetahui adanya kelainan-kelainan pada seseorang
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
– Ateri radalis : Pada pergelangan tangan
– Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
– Arteri caratis : Pada leher
– Arteri femoralis : Pada lipatan paha
– Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki
– Arteri politela : pada lipatan lutut
– Arteri bracialis : Pada lipatan siku
– Ictus cordis : pada dinding iga, 5 – 7
SUHU
Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:
– Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 – 15 menit

72
– Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 – 5 menit
– Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 – 3 menit
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada 36oC –
37,5oC
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh rendah (hypopirexia/hypopermia), jiak suhu
tubuhnya < 36oC
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh tinggi/panas jika:
– Demam : Jika bersuhu 37,5 oC – 38oC
– Febris : Jika bersuhu 38oC – 39oC
– Hypertermia : Jika bersuhu > 40oC
PERNAPASAN
Pola pernapasan adalah:
– Pernapasan normal (euphea)
– Pernapasan cepat (tachypnea)
– Pernapasan lambat (bradypnea)
– Sulit/sukar bernapas (oypnea)
Jumlah pernapasan seseorang adalah:
– Bayi : 30 – 40 kali per menit
– Anak : 20 – 50 kali per menit
– Dewasa : 16 – 24 kali per menit

73
OTHERS

Edema Paru
Edema paru didefinisikan sebagai peningkatan cairan ekstravaskuler di paru-paru.
Edema paru terjadi ketika cairan difiltrasi ke paru-paru lebih cepat daripada yang bisa
dibersihkan. Akumulasi cairan memiliki konsekuensi serius pada fungsi paru-paru
karena pertukaran gas sangat terganggu pada alveoli yang berisi cairan.
Terdapat aliran keluar cairan dan protein yang keluar dari ruang vaskuler ke
interstitium di paru-paru, pertama, karena kekuatan pendorong yang biasanya
menyebabkan penyaringan keluar dari aliran darah dan, kedua, karena endotelium
mikrovaskuler adalah penghalang permeabel yang bervariasi dalam kebocorannya.
Aliran getah bening paru-paru, yang mewakili aliran cairan yang bocor melintasi
penghalang mikrovaskular, biasanya kurang dari 0,01% dari total aliran darah paru-
paru. Selain jaringan kapiler interkoneksi yang tertanam di dinding alveolar, cairan
dipertukarkan melintasi kapiler di interstitium di persimpangan dinding alveolar dan
melintasi arteri dan vena interstitial kecil.
Tekanan hidrostatik mikrovaskuler adalah kekuatan utama yang menyebabkan
filtrasi cairan di paru-paru. Jika darah tidak mengalir melalui paru-paru, kekuatan
hidrostatik dan osmotik yang berlawanan di kedua sisi penghalang mikrovaskular
akan sama, jumlahnya akan nol, dan tidak akan ada penyaringan. Tindakan
pemompaan jantung menyebabkan darah mengalir melalui paru-paru dan
menghasilkan tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang menetapkan nilai dari tekanan
penggerak lain yang menyebabkan filtrasi cairan.
Menurut persamaan Starling, perbedaan antara tekanan hidrostatik transmural yang
berlaku (Pc - Pi) dan tekanan osmotik koloid (πc - πi) memberikan "kekuatan
pendorong" untuk filtrasi cairan. Jumlah aktual filtrat yang terbentuk pada setiap
kekuatan pendorong yang diberikan ditentukan oleh integritas penghalang untuk
filtrasi, yang tercermin dalam koefisien konduktivitas (Lp) dan refleksi (σd).
Persamaan ini memprediksi perkembangan dua jenis edema paru yang berbeda secara
mendasar: (1) peningkatan tekanan edema paru— ketika hasil bersih dari kekuatan
pendorong meningkat, filtrasi cairan dipaksa melintasi penghalang pada tingkat yang
melebihi penghapusan oleh drainase limfatik, dan (2) peningkatan permeabilitas
edema paru — ketika hambatan normal untuk filtrasi cairan rusak, biasanya oleh
beberapa bentuk cedera, konduktansi cairan dan protein di paru-paru dibiarkan
meningkat. Tipe ketiga edema paru disebabkan oleh gangguan drainase limfatik dari
cairan yang disaring, tetapi ini memiliki relevansi klinis yang lebih sedikit
dibandingkan dengan dua tipe lainnya. Drainase limfatik paru-paru menyediakan
sarana vital untuk mengeluarkan cairan dan protein yang disaring dari ruang
interstitial perimikrovaskular.
Karena penghalang mikrovaskular yang sehat adalah permeabel, penghalang
alveolar harus berfungsi sebagai perlindungan utama terhadap akumulasi edema paru.
Cairan dan protein biasanya tidak pindah ke alveoli karena penghalang epitel alveolar
memiliki permeabilitas rendah bahkan untuk molekul kecil (mirip dengan
permeabilitas membran sel); selain itu, cairan apa pun yang disaring terus dipompa
kembali ke interstitium oleh sel epitel alveolar, dikeluarkan dari dinding alveolar
melalui interstitium, dan dikeluarkan oleh pembuluh limfatik dan mikrosirkulasi paru-
paru.
Beberapa faktor yang biasanya melindungi paru-paru terhadap edema disebut
safety factor. Dalam kondisi normal, sistem limfatik memompa cairan dan protein
yang disaring keluar dari paru-paru secepat mereka terbentuk, bahkan ketika filtrasi

74
cairan dan protein dari aliran darah ke interstitium meningkat. Peningkatan filtrasi
cairan dan protein melintasi penghalang mikrovaskular juga dapat dikeringkan dari
dinding alveolar ke bawah gradien tekanan yang ada ke dalam jaringan ikat
peribronkovaskular yang longgar atau dapat diserap langsung ke dalam pembuluh
darah. Limfatik paru-paru dapat meningkatkan kapasitas pompa berlipat ganda,
khususnya ketika dinding mikrovaskular telah cedera.
Ketika kekuatan pendorong yang biasa terganggu oleh tekanan hidrostatik yang
lebih tinggi, peningkatan penyaringan air melintasi penghalang mikrovaskular jauh
lebih besar daripada dalam fluks protein karena penghalang mikrovaskuler memiliki
konduktansi protein yang rendah. Hal ini menghasilkan pengenceran ("pencucian")
konsentrasi protein interstitial dan, dengan demikian, peningkatan keseimbangan
tekanan osmotik protein yang menentang tekanan hidrostatik yang lebih tinggi
(karena konsentrasi protein plasma tetap tinggi). Gel interstitial juga menjadi
terhidrasi dan volume eksklusi untuk protein berkurang, baik karena pembengkakan
atau karena komposisinya berubah ketika hyaluronan tersapu keluar dari interstitium,
mengurangi konsentrasi protein dengan memperluas volume yang tersedia.
Safety factor tekanan osmotik protein hanya bekerja ketika penghalang
mikrovaskuler normal — seperti pada peningkatan tekanan edema. Sebaliknya, jika
penghalang endotel cedera dan integritas fungsionalnya terganggu — seperti dalam
edema permeabilitas yang meningkat — konduktansi penghalang meningkat dan
koefisien refleksi osmotik menurun, membuat faktor keamanan jauh lebih efektif
atau bahkan sama sekali tidak efektif. Komplians ruang interstitial juga melindungi
paru-paru terhadap edema. Peningkatan volume interstitial menghasilkan hanya
sedikit peningkatan tekanan interstitial sampai volume interstitial besar. Ini
mempertahankan tekanan penggerak hidrostatik melintasi penghalang alveolar yang
sesuai rendah. Ketika tekanan interstitial dalam paru-paru naik lebih besar dari
tekanan pleura, cairan mengalir melintasi pleura visceral ke dalam ruang pleura, di
mana efeknya pada fungsi paru relatif kecil. Cairan pleura dikeringkan oleh limfatik
di pleura parietal dan, bahkan ketika cairan pleura menumpuk, tidak mengalir kembali
dari ruang pleura ke paru-paru. Cairan yang terakumulasi dalam alveoli dipompa oleh
transpor ion aktif. Ada beberapa mekanisme yang dapat mengatur laju pembersihan
cairan alveolar.
Kesimpulannya, edema paru merupakan hasil dari peningkatan tekanan penggerak
(edema peningkatan tekanan) atau konduktansi penghalang (edema peningkatan
permeabilitas) atau gabungan keduanya. Yang membedakan antara kedua jenis ini
adalah permeabilitas penghalang, yang normal pada peningkatan edema tekanan
tetapi bocor dalam peningkatan edema permeabilitas. Aliran cairan ke paru-paru
didorong melintasi penghalang di kedua jenis edema sesuai dengan tekanan yang
berlaku.
a. Edema Peningkatan Tekanan
Edema peningkatan tekanan paru disebabkan oleh peningkatan jumlah total gaya
penggerak untuk filtrasi cairan ke paru-paru. Ciri penting dari edema ini adalah
bahwa hambatan cairan dan aliran protein ke paru-paru berfungsi secara utuh.
Edema peningkatan tekanan sering disebut edema paru kardiogenik, tekanan
tinggi, atau hidrostatik.
b. Edema Peningkatan Permeabilitas
Edema peningkatan permeabilitas paru disebabkan oleh peningkatan konduktansi
cairan dan protein melintasi hambatan di paru-paru. Ciri penting dari edema ini
adalah bahwa integritas hambatan cairan dan protein mengalir ke interstitium paru-

75
paru dan alveoli diubah dari kerusakan parenkim paru-paru. Edema peningkatan
permeabilitas paru kadang disebut edema paru non-kardiogenik, dan sindrom klinis
yang dihasilkan pada manusia disebut sebagai cedera paru akut atau, jika parah,
sindrom gangguan pernapasan akut.

.
Manifestasi klinis edema paru bervariasi dengan tingkat keparahannya dan
tergantung pada patofisiologi yang mendasarinya dan sejauh mana kelebihan
cairan edema telah menumpuk di paru-paru. Gejala karakteristik meliputi dispnea,
batuk, dan takipnea. Mengi, bila terdengar, dapat menimbulkan masalah dalam
diagnosis banding, tetapi pasien dengan asma tipikal umumnya tidak memiliki
gejala dan tanda-tanda gagal jantung kongestif atau edema paru lainnya. Pasien
dengan edema alveolar biasanya mengalami gangguan pernapasan berat dengan
takipnea dan batuk yang sering menghasilkan cairan edema berbuih dan terkadang
berdarah. Bunyi crackles dan ronki terdengar di paru-paru dan mengi mungkin ada.
Pasien dapat menjadi sianotik jika genangan alveolar telah membahayakan
pertukaran gas.
Radiografi dada adalah studi laboratorium paling praktis yang tersedia untuk
mendeteksi edema paru. Kekurangannya adalah radiografi dada tidak sensitif
terhadap perubahan kecil dalam air paru-paru dan hanya bersifat semikuantitatif.
Batasan tambahan adalah bahwa radiografi dada tidak konsisten membantu dalam
membedakan peningkatan edema tekanan dari peningkatan edema permeabilitas.
Kerugian ini diimbangi dengan keuntungan bahwa radiografi dada tidak invasif,
murah, mudah diulang, tersedia, dan bebas dari efek samping yang serius (terlepas
dari sejumlah kecil radiasi) .
Bayangan asinar, seringkali konfluen dan menyebabkan peningkatan densitas paru
yang tidak teratur dan tidak teratur yang mengaburkan tanda-tanda pembuluh
darah, menunjukkan adanya edema alveolar. Bronkogram udara dapat diamati
pada edema parah. Karena tanda-tanda radiografi edema interstitial dan alveolar
ditentukan oleh volume gas dan darah dan distribusinya di paru-paru di samping
adanya edema, pengenalan dan kuantifikasi edema tidak tepat, dan tampilan edema
radiografi sangat dipengaruhi oleh volume paru-paru pada saat film dibuat.

RONCHI
Adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama ekspirasi.
 Penyebab: gerakan udara melewati jalan napas yang manyempit akibat
obstruksi jalan napas
 Obstruksi: akibat sekresi, edema atau tumor

76
Jenis:
1. Ronchi basah (krepitasi): bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada
waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh
cairan di alveoli misalnya pada pneumoniae
2. Ronchi kering: suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama pada
saat ekspirasi disertai adanya secret/mucus pada bronkus.

DYSPNEA & TACHYPNEA


 Dyspnea, merupakan suatu istilah yang menggambarkan suatu presepsi
subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai
sensasi yang berbeda intensitinya.
 Tachypnea, adalah pernapasan dengan frekuensi lebih dari 24x permenit.

DIABETIK KETO ASIDOSIS


Disebabkan karena insulin benar-benar tidak ada pada tubuh yang menyebabkan
lipolisis tidak dapat terkendali & pembentukan oksaloasetat di siklus krebs terganggu
sehingga menyebabkan proses siklus krebs terhambat.
 Yang seharusnya Asetil-CoA hasil pemecahan lemak masuk ke proses siklus
krebs akaan tetapi malah masuk ke ketogenesis untuk membentuk badan
keton.
 Badan keton bersifat asam, karena proses ketogenik terus terjadi menyebabkan
PH tubuh menjadi asam & menyebabkan asidosis.

INFEKSI SALURAN NAFAS ATAS


Adalah infeksi akut yang menyerang suatu komponen saluran pernapasan bagian atas.
Bisa disebabkan virus, bakteri, dll.
Manifestasi:
 Hidung tersumbat
 Hidung meler
 Bersin-bersin
 Eritem mukosa hidung
 Hipersekret
 Nyeri tenggorokan.

SIANOSIS

Tipe sianosis
Terdapat dua tipe sianosis, yaitu sianosis sentral dan sianosis perifer.
Sianosis sentral
Pada sianosis jenis ini, terdapat penurunan jumlah saturasi oksigen atau derivat
hemoglobin yang abnormal. Biasanya sianosis sentral terdapat pada membran mukosa
dan kulit.Adanya penurunan saturasi oksigen merupakan tanda dari penurunan
tekanan oksigen dalam darah. Penurunan tersebut dapat diakibatkan oleh penurunan

77
laju oksigen tanpa adanya kompensasi yang cukup dari paru-paru untuk menambah
jumlah oksigen tersebut. Beberapa penyebab dari sianosis sentral ini yaitu:1
▪ Penurunan saturasi oksigen arteri
▪ Penurunan tekanan atmosfer, biasanya pada ketinggian 4000 m
▪ Penyakit jantung kongenital, seperti TGA dan Tetralogi Fallot. Penyakit kongenital
ini biasanya berhubungan dengan kebocoran jantung dan menyebabkan darah
vena masuk ke sirkulasi arteri. Pada pasien dengan kebocoran jantung kanan
ke kiri, derajat sianosis bergantung pada ukuran kebocoran tersebut. Olahraga
dapat meningkatkan derajat sianosis karena peningkatan kebutuhan oksigen
oleh jaringan dan penurunan saturasi oksigen pada pembuluh darah.
▪ Fistula arteriovenosus pulmonal yang bersifat kongenital atau didapat, soliter atau
multipel. Beratnya sianosis akibat fistula ini bergantung pada ukuran dan
jumlahnya. Pasien sirosis dapat menunjukkan tanda sianosis akibat dari fistula
ini atau anastomosis vena pulmonal dan vena porta.
▪ Polisitemia akibat tingginya kadar hemoglobin tereduksi.2
Tanda dari sianosis sentral terlihat pada kulit dan membran mukosa yang menjadi
kebiruan. Sianosis sentral terdapat pada penyakit jantung kongenital dengan tanda dan
gejala lain yang menyertai, seperti dispnea, murmur jantung, sinkop, gagal jantung
kongestif, dan lain-lain.2
Sianosis sentral dapat terjadi pada individu yang memiliki kadar hemoglobin normal
tetapi memiliki saturasi oksigen yang tinggi. Misalnya, pasien yang memiliki kadar
hemoglobin 15 g/dL dapat dikatakan sianosis sentral jika saturasi oksigennya
menurun hingga 80%. Sedangkan, pasien yang kadar hemoglobinnya 9 g/dL dapat
mengalami sianosis sentral jika saturasi oksigen menurun hingga 63%.
Grafik Sianosis Sentral
.

Ambang batas sianosis sentral yaitu kadar hemoglobin tereduksi kapiler sebesar 5
g/dL. Grafik ini menggambarkan mengenai hubungan antara saturasi oksigen dan
kadar hemoglobin yang dapat menimbulkan sianosis sentral.3
Sianosis perifer

Sianosis ini disebabkan oleh menurunnya kecepatan aliran darah dan ekstrasi oksigen
yang berlebih dari darah arteri. Hal tersebut diakibatkan oleh vasokonstriksi kapiler,
yang dapat diakibatkan oleh:
▪ Penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung yang menyebabkan sianosis
perifer ini biasanya memiliki riwayat adanya emboli pulmonal, stenosis mitral,
infark myokard, atau penyakit jantung lainnya.2
▪ keadaan dingin
▪ shok
▪ gagal jantung kongestif
▪ penyakit vaskular perifer
▪ obstruksi arteri atau vena. Adanya obstruksi atau konstriksi arteri pada ekstremitas,
seperti yang terdapat pada fenomena Raynaud, menyebabkan kulit pucat,
dingin, dan sianosis.1Obstruksi arteri biasanya dikeluhkan pasien sebagai
kesemutan, yang biasanya dialami oleh penderita diabetes mellitus. Penyebab
lain dari obstruksi arteri yaitu emboli, yang biasanya merupakan akibat dari
trombus mural pada stenosis mitral, infark myokard, atau endokarditis
infektif.2 Selain itu, obstruksi vena, seperti pada trombophlebitis,
menyebabkan dilatasi dari pleksus vena subkapiler dan menyebabkan

78
sianosis.1Obstruksi vena bisa disebabkan oleh varises, trombophlebitis,
edema, trauma kaki, atau imobilisasi.2
Penyebab sianosis perifer paling sering yaitu vasokonstriksi normal akibat udara atau
air dingin. Vasokonstriksi terjadi sebagai kompensasi dari penurunan curah jantung
sehingga darah lebih dialirkan ke organ-organ vital daripada ke kulit. Hal tersebut
menyebabkan adanya sianosis pada ekstremitas walaupun saturasi oksigennya baik.
Sianosis perifer dapat tidak melibatkan membran mukosa pada mulut atau di bawah
lidah.1Biasanya, sianosis perifer terlihat pada bagian tubuh yang terkespos, seperti
tangan, telinga, hidung, pipi, dan kaki.
Tanda dan gejala dari sianosis perifer yaitu:2
▪ Hipotensi, takikardi, ekstremitas dingin, penurunan output urin, kebingungan,
tanda-tanda shok, merupakan tanda dari penurunan curah jantung
▪ Fenomena Raynaud, yang merupakan tanda dari beberapa penyakit, seperti
skleroderma, SLE, dan krioglobulinemia
Pseudocyanosis4
Pseudosianosis merupakan keadaan kulit atau membran mukosa yang berwarna
kebiruan, dan tidak berhubungan dengan hipoksemia atau vasokonstriksi perifer.
Penyebab pseudosianosis ini berhubungan dengan bahan metal, seperti perak nitrat,
perak iodida, atau obat-obatan, seperti fenotiazin, amiodaron, dan klorokuin
hidroklorida.
Kadar oksigen pada pasien dengan pseudosianosis ini normal, karena itu untuk
menegakkan diagnosis kelainan ini, dapat dilakukan pengukuran gas darah pada arteri
atau oksimetri pulsasi.

Pada pasien dengan sianosis, penting untuk menggali informasi mengenai:1


▪ Onset terjadinya sianosis
▪ Jenis sianosis, sentral atau perifer
▪ Ada atau tidaknya jari clubbing, karena pasien dengan sianosis dan jari clubbing
biasanya memiliki penyakit jantung kongenital dengan kebocoran kanan ke
kiri dan penyakit paru, seperti abses paru atau fistula arteriovenosus pulmonal
▪ Besar tekanan oksigen dan saturasi oksigen dalam darah
Cara membedakan sianosis yang disebabkan oleh kardiovaskular dengan pulmonal
atau sebab lain yaitu dengan pemeriksaan fisik jantung, seperti auskultasi untuk
mendengar ada atau tidaknya murmur jantung yang khas dimiliki oleh penyakit
jantung kongenital. Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan:3
– Foto polos
– Monitor oksigen transkutaneus (oksimeter pulsasi)
– Pemeriksaan gas darah arteri
– Ekokardiogram

79
PATMEK
2.6 Patomekanis Vani, 13 y.o
2.7
2.8 me
Exercise, swimming Sebelumnya common Riwayat Keluarga
cold dan batuk asma (asma

Predisposisi Kromoso
ventilasi dan
terhadap m 17p21
osmolaritas hipersensitivitas
Sensinitasi sel T
Release mediator inflamasi helper oleh triggernya
(histamine, leukotrien dan
prostagalandin Stimulasi sel B
menghasilkan IgE

Aktivasi se T dan IgE yang


tersensinitasi dengan sel mast, lalu ada
paparan kedua
IgE berikatan dengan
sel mast

Degranulasi histamine, leuotrien


prontagalnding di area respiratory
tract, muncul tanda inflamasi.
Sebabkan obtrusi
Asthma

Metabo
resepto Otot polos berkontriksi Airway
r bronkospasma edema

Mekanoreseptor
Napas Obstruksi jaan
tidak napas
nyaman Chest tigtness
Penurunan oksigenasi Jalan napas
darah (hypoxemia) menyempit +
bronkospasma

Kemoreseptor Kompensasi di PEF


pusat pernapasan
“air hunger” untuk terus inspirasi

80 RR
dyspneu
BHP
1. Edukasi pasien dan orangtua pasien
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi & mengedalikan faktor pemicu
4. Evaluasi & kontrol secara teratur
5. Pola hidup sehat
6. Selalu membawa obat untuk serangan asma mendadak

IIMC
-Q.S. IBRAHIM (34)-
Dan DIA telah memberikan keopadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat ALLAH, tidaklah dapat
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manmusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat ALLAH)

81

Anda mungkin juga menyukai