Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN TUTORIAL CASE 6 RESPIRATORY SYSTEM (RS)

CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Laporan Tutorial Case 6
Yang diberikan oleh:
R. Anita indriyanti, dr., M.Kes

KELOMPOK 14

Disusun Oleh :
Gian Ariel Sofwan ( NPM. 10100115011 )
Eti Haryati ( NPM. 10100115039 )
Baharudin Wahyu Katilie ( NPM. 10100115042 )
Salwa Nurfathirahma ( NPM. 10100115054 )
Aditya Krisna Widarmin ( NPM. 10100115068 )
Fathiya Ainul Mardhiyah ( NPM. 10100115087 )
Hasna Izharulhaq ( NPM. 10100115153 )
Fenindea Adzany ( NPM. 10100115157 )
Tanti Trisnawati ( NPM. 10100115173 )
Nurul Khairunnisa ( NPM. 10100115188 )
Linda Junaedi ( NPM. 10100115202 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2017

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya laporan case 6 mengenai Chronic Obstructive Pulmonary Disease pada Respiratory
System (RS) dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulallah
SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Amin.

Dengan di susunnya laporan ini kami harap akan membawa manfaat baik bagi kami
sebagai penyusun maupun bagi semua pembaca yang membaca laporan yang kami susun ini.

Pada kesempatan ini kami semua juga ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu kelacaran penyusunan laporan ini, terutama kepada pembimbing
kelompok 14 R. Anita indriyanti, dr., M.Kes. atas bimbingannya, serta saran-saran yang telah
beliau berikan dan tak lupa kepada teman – teman satu kelompok atas kerjasamanya.
Kami sadar bahwa dalam laporan ini masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena
itu, kami meminta maaf atas kekurangan. Saran dan kritik yang membangun akan kami
terima dengan hati terbuka untuk pembelajaran di masa yang akan datang agar menjadi
pelajar yang lebih baik lagi.

Bandung, 11 April 2017

Kelompok 14

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I BASIC SCIENCE 1
ANATOMI 1
HISTOLOGI 7
FISIOLOGI 9
MIKROBIOLOGI 19
BAB II CLINICAL SCIENCE 22
CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY 22
BAB III PEMERIKSAAN DAN LAIN-LAIN 39
INTERPRETASI 39
SPIROMETRI 47
MONITORING DAN FOLLOW UP 50
ROKOK 51
SENYAWA BETA LAKTAM 52
BAB IV PATOMEKANISME, BHP DAN I.I.M.C 58
BHP DAN I.I.M.C 58
PATOMEKANISME 59
DAFTAR PUSTAKA 60

3
BAB I

BASIC SCIENCE

1.1. ANATOMI
1.1.1. PARU-PARU
Paru adalah organ vital respirasi. Fungsi utamanya untuk mengoksidasi darah
pada saat udara inspirasi yang berhubungan dengan darah vena pada kapiler pulmonary.

- Pada paru yang sehat terlihat mengkilat, lembut, dan spongy & penuh terisi di
pulmonary cavities
- Juga elastis dan recoil di sekitar 1/3 pada ukuran thoracic cavity
- Paru dipisahkan menjadi kiri dan kanan oleh mediastinum
- Paru memiliki :
a. Apeks, tumpul pada ujung superiornya. Meluas ke atas ribs level ke 1 sampai root
of the neck itu diselubungi oleh cervical pleura

4
b. Base, permukaan yang cekung pada inferior paru, yang berlawanan dengan apeks.
Menepel Dan akomodatif pada kubah diafragma secara ipsilateral
c. 2 atau 3 lobus, yang terdiri dari 1 atau 2 fisura
d. 3 permukaan (costal, mediastinal, difragmatic)
e. 3 border (anterior, inferior, & posterior)
- Paru kanan terdapat right oblique & horizontal fissure yang membagi menjadi 3 lobus
yaitu superior, middle dan inferior. Paru kanan lebih besar dan berat disbanding yang
kiri, tapi lebih pendek dan lebih luas karena kubah kanan diafragma itu lebih tinggi
dan jantung & pericardium lebih menonjol kea rah kiri. Anterior border dari paru
kanan relative lebih lurus.
- Paru kiri memiliki satu left oblique fissure yang membagi menjadi 2 lobus kiri yang
terdiri dari superior dan inferior. Anterior border dari paru kiri memiliki lekukan
cardiac notch, akibatnya lekukan mengalami deviasi dari apeks jantung ke sisi kiri.
- Notch ini terutama lekukannya pada aspek antero-inferior dari superior lobe. Lekukan
ini sering membentuk bagian inferior dan anterior dari superior lobe secara tipis,
tongue-like process, lingula, yang meluas dibawah cardiac notch menurun sampai ke
costomediastinal recess selama inspirasi dan ekspirasi.
- Permukaan costal pada paru itu luas, halus, dan cembung. Itu berhubungan dengan
costal pleura, yang memisahkan dari ribs, costal cartilage, dan innermost intercostal
muscle. Pada bagian posterior dari permukaan costa yang berhubungan dengan body
pada vertebra toraks dan kadang disebut sebagai vertebral part of the costal surface.
- Permukaan mediastinal pada paru itu cekung karena berhubungan dengan middle
mediastinum, yang terdapat pericardium dan jantung. Permukaan mediastinal
termasuk hilum, yang menempel pada root of the lung. Jika embalmed, ada groove
untuk esophagus dan impresi cardiac untuk jantung pada permukaan mediastinalnya
paru kanan. Karena dua per tiganya jantung terletak di kiri dari midline, impresi
cardiac pada permukaan mediastinal pada paru kiri lebih luas. Permukaan paru kiri
juga terdapat prominen(tonjolan), lanjutan groove dari arch of aorta dan aorta yang
menurun serta yang lebih kecil untuk area esophagus.
- Permukaan diafragma paru, yang juga cekung, dari base paru, yang terletak di bagian
kubah dari diafragma. Kecekungan lebih dalam pada paru kanan karena posisi
tertinggi dari kubah yang kanannya, yang terletak di atas dari liver. Secara lateral dan

5
posterior, permukaan diafragma itu dibatasi dengan tipis, margin tajam (inferior
border) memproyeksikan menuju ke costodiaphragmatic recess dari pleura.
- Anterior border dari paru lokasinya di costal dan mediastinal surface memenuhi
secara anterior dan tumpang tindih dengan jantung. Lekukan cardiac notch terdapat di
border ini pada paru kiri
- Inferior border dari paru membatasi permukaan diafragma paru dan membagi
permukaannya dari costal dan mediastinum surface.
- Posterior border paru lokasinya di pemukaan dari costal dan mediastinal memenuhi
posteriornya, ini luas dan melingkar dan terletak di rongga pada sisi wilayah toraks
dari vertebral column.
- Paru-paru menempel pada mediastinum oleh roots of the lung, yaitu bronki,
pulmonary veins, pulmonary plexus of nerves (simpatetik, parasimpatetik, & visceral
afferent fiber), dan pembuluh limfa. Apabila lung root dipotong sebelum percabangan
bronkus utama dan arteri pulmonary, secara umum terdiri dari :
a. Pulmonary artery: superiormost on left
b. Superior and inferior pulmonary veins: anteriormost & inferiormost, masing-
masing.
c. Main bronchus : berlawanan dan sekitaran pertengahan batas posterior, dengan
pembuluh bronkial yang mengalir di permukaan luarnya.

6
- Hilum of the lung, area berbentuk baji pada permukaan mediastinal masing-masing
paru melalui struktur yang dibentuk dari root of the lung untuk masuk atau keluar dari
paru. Hilum “pintu keluar masuk” dapat disamakan dengan area dimana akar
tumbuhan tertanam di tanah. medial dari hilus, lung root tertutup dalam wilayah
kontinuitas antara lapisan parietal dan visceral pleura ~ pleural sleeve
(mesopneumonium).
- Inferior dari lung root, kontonuitas/ kelanjutan antara parietal dan visceral pleura
forms pulmonary ligament, meluas antara paru dan mediastinum, terus anterior ke
esophagus. Ligament pulmonary terdiri dari double layer dari pleura dipisahkan oleh
sejumlah kecil dari jaringan ikat. Ketika root of the lung terputus dan paru terlepas,
ligament pulmonary muncul untuk menggantungkan dari akar/root.

1.1.2. VASKULARISASI LUNGS & PLEURAE

 Setiap paru memiliki 1 pulmonary artery & 2 pulmonary veins.


 Right & Left pulmonary artery berasal dari pulmonary trunk pd level sternal angle
yang membawa O2 rendah blood ke paru.
 Arteri terletak di anterior aspect dari bronchus pasangannya.
 2 pulmonary veins pd masing2 paru, superior & inferior pulmonary veins membawa
darah kaya O2 ke antarium kiri jantung.
 Pulmonary vein berjalan independen/ tidak berpasangan dgn bronchus.

7
 Vena dr visceral pleura & bronchial vein bermuara ke pulmonary vein shg darah low O2
yg volumenya sedikit akan bercampur dengan high O2 yg volumenya banyak
menuju jantung.

A. BRONCHIAL ARTERIES
 Menyuplau nutrisi u/ bronchial tree, supporting tissue of the lung, & visceral
pleura.
 Ada 2 left bronchial a. berasal dr thoracic aorta & 1 right bronchial a. yg langsung
dr aorta, namun biasanya dr right 3rd posterior intercostal a.
 Memiliki percabangan ke upper esophagus.
 Terletak di posterior aspek dari main bronchi menyuplai darah respiratory
bronchioles.
 Parietal pleura di suplai o/ arteri dr thoracic wall.

B. BRONCHIAL VEINS
 Hanya menerima darah yang berasal dari bronchial a. & di area of proximal dr
root ke lung.
 Distal component of lung root, peripheral region of the lung, & visceral pleura di
aliri oleh pulmonary veins.
 Right bronchial vein drainase azyger vein.
 Left bronchial vein drainase ke accessary hemi-azygous.
 Mendapat darah yang sama dari esophageal veins.

1.1.3. INNERVASI

8
Lung di innervasi oleh pulmonary plexus anterior & posterior (utama) yang mengandung
serabut-serabut saraf:
- Serabut parasimpatis yang berasal dari nerve vagus (CN. X), berfungsi untuk
bronkokonstriksi dan sekresi kelenjar ke bronchial tree.
- Serabut simpatis yang berasal dari right and left sympathetic trunks, berfungsi untuk
bronkodilator dan menghambat sekresi kelenjar ke bronchial tree.
- Reflexive visceral afferent fiber yang berfungs untuk sensasi geli (respon batuk) dan
stretching, “Hering Breuer Reflex”, pressor receptor pd pulmonary artery, dan
chemoreceptor pd pulmonary vein.
- Nociceptive afferent fiber yang berkerja bersamaan dengan serabut simpatis dan
parasimpatis.

1.1.4. DRAINASE LIMFATIK

9
Pulmonary lympathic plexus yg ada di parenkim paru  bronchopulmonary lympathic plexus
yg ada di submucosa bronkus  pulmonary lymph nodes di bronkus sekunder 
bronchopulmonary lymph node  tracheobronchopulmonary lymph node  paratracheal
lymph node  bronchomediastinal trunk:

- Bronchomediastinal trunks kanan  right lymphatic duct.


- Bronchomediastinal trunks kiri  thoracic duct.

1.2. HISTOLOGI
1.2.1. PARENKIM PARU

- Terdapat bronkus intrapulmonal , terdapat lempeng tulang rawan hialin dilapisi epitel
bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet. Dindingnya terdiri atas lamina
propria tipis, lapisan tipis otot polos, submukosa dengan kelenjar bronkialis, tulang
rawan dan lapisan adventisia

10
- Bronkiolus, lumen dilapisi epitel bertingkat semusilindris bersilia, adakala terdapat sel
goblet, terdapat lipatan mukosa di lumen akibat kontraksi otot polos, kelenjar bronkialis,
tulang rawan sudah tidak ada dan bronkiolus dikelilingi lapisan adventisia.
- Bronkiolus terminalis, terdapat lipatan mukosa, dikelilingi oleh lamina propria, lapisan
otot polos dsn lapisan adventisia.
- Bronkiolus respiratorius, terdapat duktus alveolaris yang berhubungan dengan alveoli,
terdapat jaringan ikat penyokong otot polos di lamina propria dan pembuluh darah
- Dinding duktus alveolaris dilapisi oleh alveoli yang bermuara kedalamnya, alveoli yang
mengelilingi dan bermuara ke dalam duktus disebut sakus alveolaris.
- Vena dan arterk pulmonalis bercabang saat menyertai bronkus dan bronkiolus kedalam
paru
- Trabekula membagi paru paru menjadi beberapa segmen
- Pleura vicerale mengelilingi paru patu, pleura ini terbagi menjadi jaringan ikat dan epitel
selapis gepeng (mesotelium).
1.2.2. BRONKIOLUS, DUKTUS ALVEOLARIS, DAN ALVEOLI PARU

11
- Bronkiolus terminalis membentuk bfonkiolus respiratorius yang merupakan transisi
antara bagian konduksi dan respiratorik.
- Dinding bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel selapis kuboid yang dikelilingi
selapis tipis otot polos
- Terdaoat arteri cabang kevil dari arteri pulmonalis
- Di dindingnya terdapat kantung alveolus tunggal

B. DUKTUS ALVEOLARIS
- Setiap bronkiolus respiratorius membentuj duktus alveolaris, yang terdapat akveoli
yang bermuara kedalamnya
- Di lamina proprianya terdapat berkas otot polos
C. DINDING ALVEOLUS DAN SEL ALVEOLUS
- Alveoli dilapisi oleh selapis tipis sel alveolus depeng (pneumosit tipe I)
- Antar alveoli dipisahkan oleh septum interalveolate atau dinding alveolus yang
terdiri atas pneumosit tipe I, serat jaringan ikat harus dan fibroblas, dan banyak
kapiler.
- Alveoli mengandung makrofag alveolaris, sel alveolus besar (pneumosit tipe II)
- Terdapat otot polos di ujung bebas septum interalveolare dan ujung terbuka alveoli

1.3. FISIOLOGI
1.3.1. PERFUSI

Perfusi adalah proses penyebaran darah yang sudah teroksigenasi ke seluruh paru dan
jaringan tubuh. Perfusi merupakan jumlah gas yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah
yang dipengaruhi oleh tekanan pembuluh darah dan tekanan alveolus. Pada paru-paru,
dalam distribusi aliran darahnya terbagi menjadi 3 zona yang dimana masing masing zona
dipengaruhi oleh grafitasi dan berkaitan dengan tekanan kapiler alveolus dan tekanan
alveolus, yaitu:

Prinsip: “Ketika Pa > PA  akan ada aliran darah.”

12
1. Zona 1 : Tidak ada aliran darah pada setiap fase siklus jantung.
Terletak dibagian apex pd paru-paru, dimana Arterial pressure (Pa) pada apex paru-
paru lebih rendah dari Alveolar pressure (PA), menyebabkan kapiler tertekan dengan
tekanan yang tinggi oleh Alveolar pressure, Sehingga kapiler tertutup dan
menyebabkan penurunan aliran darah pada zona ini .
2. Zona 2 : Aliran darah yang intermiten (berkala)
Karena efek grafitasi pada tekanan hidrostatik , Arterial Pressure (Pa) lebih tinggi
dibandingkan di zona 1 (Tekanan sistoliknya lebih tinggi, meskipun tekanan
diastoliknya rendah) dan lebih tinggi dari pada tekanan Alveolar (PA) dan tidak
terjadi penekanan pada kapiler sehingga aliran darah lebih banyak dibandingkan dari
zona 1.
3. Zona 3
Semakin kebawah semakin meningkatkan tekanan arteri dan vena sehingga Arterial
Pressure (Pa)>Pulmonary Vein(Pv)> Alveolar Pressure (AP),Sehingga menyebabkan
lebih banyak jumalh kapiler yang terbuka dan menyebabkan paling banyak aliran
darah pada bagian ini.

Biasanya, paru-paru hanya memiliki 2 zona, yaitu zona 2 (untuk bagian apeks)
dan 3(untuk bagian yang lebih bawah), sedangkan untuk zona 1 aliran darahnya
terjadi pada keadaan abnormal, contohnya setelah terjadi pendarahan hebat.
RASIO VENTILASI – PERFUSI

13
Rasio ventilasi – perfusi merupakan konsep kuantitatif untuk melihat
perubahan respirasi ketika terjadi ketidakseimbangan antara ventilasi alveolus dengan
aliran darah (perfusi).

Alveolar Ventilasi adalah jumlah gas yang keluar dari alveolus dan masuk ke
alveolus. Perfusi adalah jumlah gas yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah.
Ventilasi dalam keadaan istirahat terjadi sekitar 4liter/menit. Perfusi terjadi dalam
keadaan istirahat terjadi sekitar 5liter/menit Jadi ventilasi perfusi dalam keadaan
istirahat adalah sekitar 0,8 atau hampir mendekati 1.

Konsep rasio ventilasi - perfusi adalah keseimbangan antara ventilasi alveolus


dengan aliran darah didalam alveolus. Alveolar ventilation akan membawa oksigen ke
paru-paru dan mengeluarkan karbondioksida ke atmosfer dari darah vena. Untuk
pertukaran tersebut dipengaruhi oleh tekanan parsial dari masing –masing gas (PO2

dan PCO2). Tekanan parsial oksigen dan karbonsioksida di dalam alveolus ditentukan

oleh 2 faktor yakni :

 Kecepatan ventilasi alveolus


 Kecepatan transfer O2 dan CO2 melalui membrane pernafasan

Secara kuantitatif dinyatakan dengan:

VA/Q 14
VA = ventilasi alveolus

Q = perfusi atau aliran darah O2 dan CO2

 Jika VA normal, Q normal, maka VA/Q normal

 Jika VA = 0, tetapi masih ada perfusi di alveolus (Q), maka

VA/Q = 0
 Tekanan parsial O2 dan CO2 alveolus bila VA/Q sama dengan ‘nol’.
 Jika VA adekuat, tetapi Q = 0, maka VA/Q = ~
Berarti tidak adanya ventilasi alveolar,maka udara didalam alveolus menjadi
seimbang dengan O2 dan co2 dalam darah. Karena gas-gas ini berdifusi antara darah

dan udara alveolus.


Darah kapiler yang berfusi oleh darah vena yang kembali dari sistemik → gas-
gas dalam darah yang masuk menjadi seimbang dengan gas alveolus → pO 2 dan

pCO2 alveoli = darah.

 Tekanan parsial O2 dan CO2 alveolus bila VA/Q sama dengan ‘~’

Sekarang pada kejadian ini tidak terdapat aliran darah ke alveolus yang akan
membawa O2 atau CO2 ke alveolus → udara dalam alveolus = udara inspirasi yang

dilembapkan → udara tersebut tida kehilangan O2 dan tidak mengandung CO2 →

pO2 dan CO2 alveolus = atmosfer.

 Pertukaran gas dan tekanan parsial alveolus bila VA/Q sama dengan Normal

Bila ventilasi alveolus dan aliran darah kapiler alveolus normal (yang berarti
perfusi alveolus normal), maka pertukaran O2 atau CO2 melalui membran pernapasan

hampir optimal.

 Konsep ”Physiologic Dead Space” (Bila VA/Q lebih besar dari normal)

Bila ventilasi di beberapa alveoli baik, tetapi aliran darah alveolar rendah, akan
ada lebih banyak O2 dalam alveoli tersebut yang tersedia dibanding O2 yang diangkut

15
dari alveoli oleh aliran darah. Dengan demikian, ventilasi dalam alveoli tersebut tidak
berguna. Ventilasi di Anatomical Dead Space juga tidak berguna. Kedua ventilasi
yang tidak berguna tersebut disebut Physiologic Dead Space. Diukur dengan
persamaan ”Bohr Equation”:

VDfis PaCO 2−Pē CO 2


=
VT PaCO 2

VDfis = Physiologic Dead Space


VT = Volume Tidal
Pa CO2 = Tekanan Parsial Karbondioksida

Pē CO2 = Tekanan Partial Rata-rata Karbondioksdia dalam seluruh udara ekspirasi.

 Ketika Physiologic Dead Space besar, ventilasi menjadi sia-sia karena banyak
udara yang terventilasi tidak bisa mencapai pembuluh darah.

A. ABNORMALITAS RASIO VENTILASI-PERFUSI

VA/Q abnormal pada penyakit paru obstruksi kronik

Perokok kronis mengalami berbagai derajat obstruksi kronik pada paru-


parunya sehingga menyebabkan adanya udara yang terperangkap didalam alveolis
misalnya pada emfisema, dimana dinding alveoli menjadi rusak akibatnya rasio
ventilasi – perfusi menjadi abnormal, disebabkan karena :

 Sebagian bronkus kecil tersumbat sehingga alveoli yang ada dibelakan


sumbatan menjadi tidak terventilasi → VA/Q mendekati nol

 Pada daerah paru tersebut dinding alveolus rusak tetapi ventilasi alveolus
masih ada sehingga menjadi “tidak berguna” akibat aliran darah tidak
adekuat untuk transport gas-gas darah.
Pada penyakit obstruksi kronik → beberapa daerah menunjukan physiologic shunt
yang serius sehingga menurunkan efektifitas paru.

B. Bohr Effect

16
Ketika darah melewati jaringan, CO2 akan berdifusi dari sel jaringan ke dalam darah.

Proses tersebut menyebabkan naiknya P CO 2 darah dan kemudian meningatkan

H2CO3 (Asam Karbonat) darah dan konsentrasi ion H +. Selanjutnya, sebagai respon
darah akan meningkatkan pelepasan O2 dari darah ke jaringan dan meningkatkan

oksigenasi dalam paru.


C. Haldane Effect
Ketika CO2 meningkat di dalam darah akan menyebabkan O2 dilepaskan dari Hb

(Bohr Effect), dan menjadi faktor penting dalam peningkatan O2 . Sebaliknya,

pengikatan O2 dengan Hb cenderung mengeluarkan CO2 dari darah.

Gabungan O2 dengan Hb dalam paru menjadikan Hb menjadi asam yang lebih kuat

sehingga menyebabkan pindahnya CO2 dari darah dan masuk ke dalam alveoli

melalui dua cara, yaitu:


1. Semakin asam Hb, semakin berkurang kecenderungannya untuk bergabung
dengan CO2 untuk membentuk karbaminohemoglobin sehingga banyak

memindahkan CO2 dalam bentuk karbamino dari darah.

2. Semakin asam Hb menyebabkan Hb akan melepaskan ion H+ dan ion H+ akan


berikatan dengan ion bikarbonat untuk membentuk asam bikarbonat lalu terurai
menjadi air dan CO2 , lalu CO2 dikeluarkan dari darah masuk ke alveoli dan

akhirnya dikeluarkan ke udara.

1.3.2. KESEIMBANGAN ASAM-BASA

Keseimbangan asam basa merupakan regulasi akurat konsentrasi ion hidrogen bebas dalam
cairan tubuh.

A. ASAM

Merupakan bahan yang mengandung hidrogen yang terurai ketika berada dalam larutan
untuk membebaskan hidrogen bebas dan anion. Asam sendiri memiliki 2 jenis, yaitu asam
kuat dan asam lemah. Asam kuat kandungan hidrogen bebas dan anion terurai lebih besar,
sedangkan asam lemah hidrogen bebas dan anion yang terurai lebih sedikit.

17
B. BASA

Merupakan suatu bahan yang dapat berikatan dengan hidrogen bebas dan karenanya
menyingkirkan dari larutan. Sama seperti asam, basa juga memiliki 2 jenis yaitu basa kuat
dan basa lemah. Basa kuat mampu mengikat hidrogen lebih banyak dibandingkan dengan
basa lemah.

LARUTAN ASAM DAN BASA DALAM ILMU KIMIA

Menurut ilmu kimia Ph H2O murni adalah 7,0 yang berarti larutan tersebut netral.
Larutan dengan Ph kurang dari 7 berarti larutn tersebut mengandung hidrogen lebih tinggi
daripada H2O murni yang berarti larutan tersebut bersifat asam. Sedangkan apabila larutan
dengan Ph lebih dari 7, berarti larutan tersebut memiliki hidrogen yang rendah dan dianggap
basa.

ASIDOSIS DAN ALKALISIS DALAM TUBUH

pH normal darah berbeda dengan Ph kimia, dimana Ph darah arteri adalah 7,45 dan Ph
darah vena adalah 7,35 yang kemudian diambil rerata untuk Ph darah adalah 7,4. Terjadinya
asidosis adalah ketika hidrogen meningkat didalam darah dengan Ph kurang dari 7,35, dan
terjadinya alkalosis adalah ketika hidrogen terlalu sedikit di dalak darah dengan Ph lebih dari
7,45.

TIGA LINI PERTAHANAN TERHADAP PERUBAHAN HIDROGEN

Tubuh memiliki cara untuk mempertahankan hidrogen di cairan tubuh pada kadar hampir
tetap meskipun pemasukannya tidak teratur. Ada pertahanan tubuh, yaitu

1. Sistem dapar kimiawi


Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, maka yang oertama
dilakukan oleh tubuh adalah mengeluarkan zat atau bahan yang mampu unutk
meningkatkan atau menurunkan hidrogen. Seperti adanya hemoglobin, Hb akan
mengikat hidrogen apabila hidrogen meningkat di dalam cairan tubuh dan akan
melepaskan ikatannya apabila hidrogen menurun di dalam cairan tubuh.
2. Mekanisme pernapasan
Dengan adanya ventilasi paru, sistem pernapasan berperan penting dalam
keseimbangan asam basa dan kemampuannya mengubah ekskresi CO2 penghasil
asam.

18
- Peningkatan hidrogen arteri akibat kausa non-respiratorik akan merangsang pusat
penapasna di batang otak untuk meningkatkan ventilasi paru. Dengan
meningkatkan ventilasi paru maka akan lebih banyaj CO 2 dihembuskan keluar,
karena pengeluaran CO2 sama dengan menghilangkan asam dari sumbernya di
dalam tubuh
- Penurunan hidrogen arteri akan merangsang ventilasi paru berkurang yang
menyebabkan pernapasan menjadi dangkal dan lambat. Dengan napas yang
lambat maka CO2 yang di produksidari metabolisme akan berfusi dari sel ke
darah lebih cepat, sehingga terjadi akumulasi CO2 penghasil asam di darah yang
mampu memulihkan kadar hidrogen menuju normal.
3. Mekanisme ginjal
Ginjal tidak saja mengubah tingkt pengeluran hidrogen dari semua sumber
tetapi juga dapat menahan atau mengeliminasi HCO3 bergantung pada status asam
basa tubuh. Dengan secara bersamaan mengeluarkan asam dari dan memulihkan Ph
ke arah normal dengan lebih efektif daripada paru yang hanya dapat menyesuaikan
CO2 pembentuk hidrogen di tubuh.

KETIDAKSEIMBANGAN ASAM BASA

Terdapat 4 katergori, yaitu :


1. Asidosis respiratorik, disebabkan dari peningkatan CO2
2. Alkalosis respiratorik, disebabkan berkurangnya CO2
3. Asidosis metabolik, disebabkan penurunan HCO3
4. Alkalosis metabolik, disebabkan peningkatan HCO3

1.3.3. RADIKAL BEBAS

Radikal bebas (Bahasa Latin: radicalis) adalah molekul yang mempunyai sekelompok
atom dengan elektron yang tidak berpasangan, dimana ia kehilangan satu atau lebih elektron
pada permukaan kulit luarnya, contohnya, O2 bila kehilangan elektronnya, struktur kimianya
berubah menjadi O2- atau dinamakan Superoksida yang merupakan salah satu radikal bebas.
Radikal bebas merupakan molekul yang sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang
sangat pendek.
Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe
makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat. Dalam

19
konsentrasi yang tinggi, radikal bebas akan membentuk stress oksidatif, suatu proses
penghancuran yang dapat merusak seluruh sel tubuh jika tidak diimbangi dengan kadar
antioksidan tubuh yang baik.

A. SUMBER
Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorpsi tenaga radiasi (misalnya
sinar ultra violet, sinar X) atau dalam reaksi reduksi oksidasi yang selama proses
fisiologi normal atau mungkin berasal dari metabolisme enzimatik bahan-bahan kimia
eksogen.
Sumber Endogen Sumber Eksogen
Mitokondria Rokok
Fagosit Polutan lingkungan
Xantine oksidase Radiasi
Reaksi yang melibatkan besi dan logam Obat-obatan tertentu,
transisi lainnya pestisida dan anestesi dan
Arachidonat pathway larutan industri
Peroksisom Ozon
Peradangan
Iskemia/reperfusi

B. TIPE
Struktur Radikal Bebas Biologis Kelompok Oksigen
Reaktif
O2- Radikal superoksida
(Superoxide Radical)
-OH Radikal hidroksil
(Hydroxyl Radical)
ROO- Radikal peroksil (Peroxyl
Radical)
H2O2 Hidrogen Peroksida
(Hydrogen peroxide)
1O2 Oksigen tunggal ( Single
oxygen)
NO Nitrit oksida (Nitric
oxide)
ONOO Nitrit perokside (Nitric

20
peroxide)
HOCl Asam hipoklor (
Hypochlorous acid)

C. EFEK RADIKAL BEBAS DALAM TUBUH


Dalam jumlah yang berlebihan, radikal bebas dan oksidan dapat mengakibatkan suatu
proses penghancuran yang disebut oxidative stress, suatu proses penghancuran yang
mempengaruhi struktur sel seperti protein, lipid, lipoprotein, dan DNA. Jika tidak
diregulasi dengan baik, oxidative stress dapat menyebabkan berbagai penyakit kronik
dan degenerative.

Berikut ini merupakan contoh penyakit dan sistem yang terganggu akibat radikal
bebas:
1. Kanker
2. Kardiovaskular
3. Neurologi
4. Respiratori
5. Artritis Reumatoid
6. Nefropati
7. Penyakit Mata
8. Gangguan pada Janin

1.3.4. ANTIOKSIDAN
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas
dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein,
dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron
yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan
radikal bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif.

Pada pasien COPD yang tidak menerima kortikosteroid melalui inhalasi, tetapi secara
teratur diterapi dengan “Mucolytics” dan “Antioxidant agent
s”, seperti Carbocysteine dan N-Acetylcysteine mungkin dapat mengurangi eksaserbasi dan
dengan sederhana dapat memperbaiki status kesehartan.

21
1.4. MIKROBIOLOGI
1.4.1. STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE
- Merupakan diplokokus gram positif
- Sering berebentuk seperti lanset atau tersusun dalam bentuk rantai yang memiliki
kapsul polisakarida sehingga memungkinkan untuk menentukan tipe bakteri ini
dengan menggunakan antiserum spesifik

Morfologi & Identifikasi

A. ORGANISME TIPIKAL
 Diplokokus berbentuk lanset ini sering ditemukan dalam specimen kultur berusia
muda
 Dalam sputum atau pus, tampak pula kokus tunggal atau atau rantai kokus
 Dengan bertambahnya usia kultur, organisme cepat berubah menjadi gram negative
dan cenderung mengalami lisis spontan
B. KULTUR
 Pneumokok membentuk koloni bulat kecil, pada awalnya berbentuk kubah dan
kemudian membentuk plato sentral dengan tepi meninggi
 Bersifat hemolitik-alpha pada agar darah
 Pertumbuhan di pacu oleh CO2 5-10%
C. KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN
 Sebagian besar energy diperoleh dari fermentasi glukosa

22
 Hal tersebut disertai dengan produksi cepat asam laktat yang membatasi
pertumbuhan sehingga penetralan dengan basa setiap interval tertentu pada kultur
kaldu menyebabkan pertumbuhan yang masif
D. VARIASI
 Isolate penumokokus yang membentuk kapsul dalam jumlah banyak menghasilkan
koloni mukoid besar
 Produksi kapsul tidak esensial untuk pertumbuhan pada medium agar sehingga
pembentukan kapsul tidak lagi terjadi setelah bebrapa kali pembiakan subkultur
 Namun, pneumokok akan kembali memproduksi kapsul dan memiliki virulensi
yang meningkat ketika disuntikan ke tikus

STRUKTUR ANTIGEN

A. STRUKTUR KOMPONEN
 Dinding sel pneumokokus mengandung peptidoglikan dan teichoid acid seperti
streptokok lainnya
 Polisakarida kapsuler terikat secara kovalen ke peptidoglikan dan ke polisakarida
dinding sel
 Polisakarida kapsuler tersebut berbeda secara imunologis untuk masing-masing
tipe yang berjumlah lebih dari 90 tipe
B. REKASI QUELLING
 Jika pneumokokus tipe tertentu dicampur dengan serum anti polisakarida spesifik
untuk tipe yang sama-atau dengan antiserum polivalen-pada pemeriksaan
mikroskopis, kapsul akan sangat membengkak, dan organisme beraglutinasi
melalui pengikatan silang dengan antibodi

PATHOGENESIS

A. TIPE PNEUMOKOK
 Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan sekitar 75% kasus pneumonia
pneumokokus dan lebih dari separuh kematian akibat bakterimia pneumokokus
 Pada anak-anak, tipe 6,14,19, dan 23 merupakan penyebab yang sering
B. TERJADINYA PENYAKIT
 Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui kemampuan mereka memperbanyak
diri di jaringan

23
 Mereka tidak menghasilkan toksin yang bermakna
 Virulensi organisme tersebut terletak pada fungsi kapsulnya yang mencegah atau
menghambat pencernaan oleh fagosit
C. HILANGNYA RESISTENSI ALAMI
 Infeksi virus dan infeksi saluran napas yang merusak sel permukaan
 Intoksikasi alcohol atau obat yang menekan aktivitas fagositik, menekan reflex
batuk, dan mempermudah terjadinya aspirasi benda asing
 Dinamika sirkulasi yang abnormal
 Mekanisme lain, misalnya malnutrisi, kelemahan umum, anemia sel sabit,
hiposplenisme, nefrosis, atau defisiensi komplemen

PATOLOGI

 Infeksi pneumokokus menyebabkan aliran hebat cairan edema fibronosa ke dalam


alveoli
 Diikuti masuknya eritrosit dan leukosit yang menyebabkan konsolidasi bagian-
bagian paru
 Banyak pneumokok dalam eksudat tersebut, dan dapat mencapai aliran darah
melalui aliran limfatik paru

GAMBARAN KLINIS

 Awitan yang umumnya mendadak


 Ditandai dengan demam, mengigil dan nyeri pleura yang tajam
 Pada awal perjalan penyakit, saat demam tinggi, bacteremia timbul pada 10-20%
kasus

24
BAB II
CLINICAL SCIENCE

2.1. CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)


2.1.1. DEFINISI

COPD adalah penyakit yang dikarakteristikan dengan gejala pernapasan yang


persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh ke abnormalan airway dan atau
alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan partikel atau gas yang signifikan

COPD sendiri merupakan gabungan dari penyakit airwar kecil (seperti bronkitis
obstruktif) dan destruksi parenkim (emphysema).

2.1.2. EPIDEMIOLOGI

COPD merupakan peringkat keempat penyabab kematian di dunia. Di proyeksikan


pada tahun 2020 akan menjadi peringkat ke 3 penyabab kematian di dunia. 10-20% perokok
berat akan terkena COPD

2.1.3. FAKTOR RISIKO


A. Tobacco smoke
 Cigarrete
 Pipe
 Water pipe
 Cigas
 Jenis lainnya
B. Indoor air pollution

25
 Asap masakan
 Heating
 Ventilasi buruk
C. Occupational exposures
 Organic and inorganic dusts
 Bahan kimia dan uap
D. Out door pollution
 Partikel yang terhirup lainnya
E. Genetik
 Defisiensi α1 antitrypsin
F. Usia dan jenis kelamin
 Usia tua
 Perempuan
G. Lung growth and development
 Berat badan rendah ketika lahir
 Infeksi pernapasan
H. Status sosioekonomi
 Tempat tinggal (indoor and outdoor pollution)
 Kepadatan
 Nutrisi buruk
 Infeksi
I. Asma dan hiper-reaktivitas saluran napas
J. Chronic bronchitis
K. Infeksi

2.1.4. SIGN AND SYMPTOMS

A. Batuk
B. Sputum production
C. Dyspnea
D. Bau rokok (untuk perokok)
E. Prolonged expiratory
F. Expiratory wheezing
G. Barrel chest
H. Enlarged lung volume
I. Duduk tripod position
J. Menggunakan otot-otot pernapasan
tambahan
K. Cyanosis
L. Emphysema
M. Berat badan turun

26
2.1.5. KLASIFIKASI
GOLD 1 MILD FEV1 >80%
GOLD 2 MODERATE 50% FEV1 <80%
GOLD 3 SEVERE 30% FEV1 <50%
GOLD 4 VERY SEVERE FEV1 <30%

2.1.6. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
C. Lab
 Spirometry: FEV1 DAN FEV1/FVC menurun, saturasi O2 dan PO2 menurun
 CT-Scan:untuk elihat adanya emphysema
 Tes α1 antitrypsin

2.1.7. MANAGEMENT
A. Farmako

AMINOPHYLIN

Adalah jenis teofilin yang berikatan dengan suatu substansi kimia sehingga ia
bisa lebih larut dengan air. Aminofilin merupakan suatu bronkodilator yang
membebaskan obstruksi saluran nafas pada penyakit asma kronis, dan menguragi
gejala penyakit kronik

Indikasi

Pengobatan dan pencegahan bronkokontriksi yang berhubungan dengan penyakit asma


bronkial, empisema dan bronkitis kronik, COPD

Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap etilerdiamin

Dosis

IV = Acute Sever Bronchospasm

Adult : Loading Dose 5 mg/kg BB oleh intravena pelan atau infus selama 20-30 menit

Child : Loading dose seperti dewasa

Oral = Chronic Bronchopasm

27
Adult : as hydrate 225-450 mg dua kai sehari

Child : >3tahun as modified release hydrate 12 mg/kg BB

Efek samping

 Nausea
 Vomitting
 Abdominal Pain
 Kejang
 Aritmia
 Kematian

MOA

Relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan napas oleh adanya
penghambatan 2 isoenzim yaitu phospodiesterase (PDE) III dan PDE IV

Meningktakan kontraksi diafragma dengan cara meningkatkan uptake Ca melalui adenosin


mediated chanel

Farmakokinetik

Absorbsi : Oral tablet, watu untuk menacapai puncak sekitar 1-2 jam

Distribusi : Protein binding 40 %, melewati ASI dan plasma

Metabolisme : di hati

Ekskresi : via urine

CORTICOSTEROID

Corticosteroid adalah golongan obat steroid hormone yang diproduksi di cortex adrenal,
dimana steroid berada di dalam tubuh kita secara alami dan dapat dari luar (sintetik) ,
corticosteroid terdiri dari 2 golongan yaitu, glukokortikoid dan mineralkortikoid.

A. JENIS OBAT
1. Glukokortikoid
- Memiliki efek anti inflamasi lebih baik daripada mineralkortikoid

28
- MOA : menurunkan sintesis COX-2 pada inflammatory cells, sehingga akan
menurunkan ketersediaan prostaglandin.
- Struktur : keto-oxygen dan hydroxylated
- Regulasi : hippothalamus  CRH  Pituitary  ACTH  Cortisol
- Jenis -jenis obat :
 Short acting (1-2hrs)  hydrocortisone (20mg) , cortisone
 Intermediated (12-36hrs)  prednisone (5 mg) , prednisolone,
methylprednisolone (4mg), triamcinolone (4mg)
 Long acting (36-51 hrs)  betamethasone (0,6mg) , dexamethasone
(0,15mg)
2. Mineralcorticoid
- Memiliki efek alt-retaining(menahan garam) lebih besar
- Struktur : 3 cincin siklohexon, 1 cincin siklopenton
- Jenis obat : fluodcortisone, deoxycortisone

B. INDIKASI
 Allergic reaction : asma , RA
 Infection : acute respiratory distress syndrome
 Bone&joint inflammatory disease : Arthritis
 Hematological disease : acquired hemolytic anemia , ITP
 Skin disease : dermatitis
 GI disease : inflamatorry bowel disease
 Adrenal syndrome : cushing syndrome, Addison disease, congenital adrenal
hyperplasia
 Secondary adrenocortical insufficiency
C. KONTRAINDIKASI
(X) Hipersensitivitas
(X) DM
(X) hipertensi
(X) peptic ulcer
(X) cardiovascular disease

D. EFEK

29
 Anti inflamasi
 Meningkatkan gula darah
 Meningkatkan lipolisis dan proteolysis

E. RUTE PEMBERIAN OBAT

IM  cortisone dan deoxycorticosteron


Aerosol  triamcidone, fluosinolide, bedomethasone, budesonide
IV  dexamethasone, prednisone
ORAL  all corticosteroid
Topical  beclomethasone, dexamethasone, hydrocortisone

F. MOA

Stimulus (trauma)

Disturbance of cell membrane


corticosteroid ----- ---- Phospolidase
Phospolidase

Arachidonic acid

Lyphoxigenase COX

Leukotrienes prostaglandin thromboxane


prostasiklin

INFLAMASI

30
G. FARMAKOKINETIK
- Oral : diabsorpsi di usus  di distribusikan ke otot, ginjal, hati , kulit, dll 
dimetabolisme  di sekresikan di ginjal dalam bentuk urine
- Inhalasi  di semprotkan kearah mulut  90% tertelan akan di absorpsi di GI
TRACT
Dan kedua obat itu memberikan efek sistemik

H. EFEK SAMPING
 Menurunkan pertumbuhan pada anak
 Mengganggu keseimbangan calcium  osteophororsis
 Meningkatkan nafsu makan
 Emosi tidak stabil
 Hipertensi
 Glaucoma
 Peptic ulcer
I. DOSIS
- Untuk penyakit croup menggunakan kombinasi obat + nebulizer
- Oral dexamethasone (0,5-0,6 mg/kg) + Nebulizer
- Oral + 2mg nebulized budesonide Kombinasi efektif untuk
croup syndrome
- Oral dexamethasone + Nebulized budesonide

LEVOFLOKSASIN

 Golongan : Flourokinolon generasi ke 3


 Mekanisme kerja :
a. Target antibiotic ini adalah DNA girase bakteri dan topoisomerase IV.
b. Untuk bakteri gram (+), topoisomerase IV adalah target primer
Dengan cara memisahkan molekul DNA tertaut-silang yang dihasilkan dari replikasi
DNA bakteri
c. Untuk bakteri gram (-) , DNA girase adalah targer primenya

31
Dengan cara menghambat gulungan (supercoiling) DNA yang diperantarai oleh
gyrase. Tetapi apabila terjadi mutasi pada girasenya dapat menyebabkan resistensi
terhadap obat ini.
 Spectrum bakteri : obat bakterisidal yang kuat terhadap stafilokokus dan streptokokus
 Indikasi :
a. Sinusitis maksilaris akut
b. Pneumonia yang didapat dari lingkungan
c. Eksaserbasi akut dari bronchitis kronik
d. Infeksi saluran kemih
e. Infeksi kulit
 Dosis : 250-500 mg 1 kali/hari
a. Sinusitis maksilaris akut 500 mg 1 x/hari selama 10-14 hari
b. Pneumonia yang didapat dari lingkungan 500 mg 1x/hari selama 7-14 hari
c. Eksaserbasi akut dari bronchitis kronik 500 mg 1x/hari selama 7 hari
 Farmakokinetik:
a. Waktu paruh 5-7 jam
b. Rute utama ekskresi di ginjal
 Anjuran pemberian obat menurut asupan makanan (PO) : Dengan atau tanpa
makanan, dan pastikan kecukupan asupan cairan.
 Sediaan :
a. Oral: Tablet 250, 500, 750 mg; larutan 25 mg/mL
b. Parenteral : 5, 25 mg/mL untuk injeksi IV
c. Oftalmik (Quixin) : Larutan 5 mg/mL
 Kontraindikasi :
a. Kehamilan dan menyusui
b. Alergi thd levofloksasin dan derivate kuinolon
c. Anak-anak dan remaja <18 tahun karena dapat menyebabkan artropati
d. Pasien diabetic
 Efek samping :
a. Mual ringan
b. Muntah
c. Gangguan abdominal
d. Sakit kepala ringan

32
e. Pening

N-ACETYLCYSTEIN

Secara cepat diserap secara ora

Half life plasma : 2,5 jam

Fungsi

1. Sebagai prekursor antioksidan glutation ataua GSH


2. Pasien COPD
3. Alzheimer

Dosis

600 mg/hari oral

Nebulisasi 1 ampule 1-2 kali sehari selama 5-10 hari

1200 mg (dossis tinggi) + inhaled coricostreoid+ teopilin + anticolinergic + Beta dua


adrenergic = eksaserbasi menurun

Sediaan

Kapsul 200 mg

Ampul 100 mg

Efek samping

 Mual
 Muntah
 Tinitus

Moa

33
Manusia mempunyai antioksidan endogen maupun eksogen. Antioksidan endogen yaitu
GSH, dimana GSH dibentuk oleh 3 komponen glutamate, cystein dan glysin. Pada pasien
yang merokok tubuh akan lebih banyak menggunakan antioksidan sehingga antioksidan
tubuh berkurang atau GSH menurun. GSH menurun diakibatkan prekursor nya menurun
khususnya yaitu cystein sehinggan N-acetylcystein aan masuk ke nukleus dan menggantikan
posisi prekursor cystein sehingga proses pembentuk GSH dapat terjadi.

SALBUTAMOL (ALBUTEROL)

34
Termasuk ke dalam obat golongan SABA (Short Acting β adrenoreceptor)

Indikasi :

 Difficulty breathing
 Chest tightness
 Asthma
 COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disorder)
Kontra Indikasi :

 Gangguan kardiovaskular
 Hipertensi
 Diabetes
 Hipertensi
Efek samping :

 Gelisah
 Pusing
 Sakit kepala
 Muscle cramp
 Mual, muntah
 Insomnia
 Demam
 Reaksi alergi
Farmakokinetik :

Absorpsi : cepat (aerosol)

Peak time : 2-3 jam

Half life : 3.8 – 6 jam

Eliminasi : 72 % di ekskresikan setelah 24 jam

 Renal = 69-90%
 Fecal = 4%

MOA :

Menstimulasi β-2 adrenergic receptor pada paru-paru untuk merelaksasikan bronchial smooth
muscle

35
aktivasi β-2
adrenergic receptor
pada airway smooth
muscle

aktivasi adneyl
cyclase

peningkatan cAMP

aktivasi protein
kinase A

inhibisi konsentrasi
Ca2+

penururan kontraksi
smooth muscle
(bronchial)

relaxasion

IPRATROPIUM BROMIDE

Termasuk kedalam obat golongan antiasthmatic

Indikasi :

 COPD
 Asthma bronchial
 Bronchitis
Efek samping :

 Konstipasi
 Diare
 Mual muntah
 Heart rate
 Palpitasi
 Retensi urin
MOA :

 Menginhibisi sekresi serousa seromocous gland

36
Farmakokinetik :

 Absorpsi : buruk pada GI tract


 10-30% terdeposit dari paru-paru
 Bioavaibilitas : 2% (oral inhalation), 7-28% (nasal)
 Distribusi : plasma protein binding ≤ 9 %
 Metabolisme : via ester hydrolysis dan konjugasi
 Eksresi : lewat urine dan feses
 DOA : 15 menit
 Half life : 2 jam (oral inhalation)

B. Non-farmako
 SMOKING CESSATION

Penghentian merokok memiliki kapasitas tersebsar yang mempengaruhi riwayat dari


COPD. Terdapat 5 langkah pencegahan dalam membantu pasien untuk berhenti
merokok, yaitu:

 Konseling: Diberikan oleh dokter dan petugas kesahatan professional lainnya


yg secara signifikan dapat meningkatkan strategi “Self-Initiated”. Meskipun
konseling dilakukan dalam waktu singkta (3 menit) dapat mendorong perokok
untuk meperbaiki tingkat untuk berhenti merokok. Terdapat hubungan antara
intesitas konseling dan keberhasilan berhenti merokok.
A. VACCINATIONS
a. Influenza Vaccine

37
Dapat menurunkan penyakit yg serius seperti infeksi saluran pernapasan bawah
yang membutuhkan rawat inap dan kematian pada pasien COPD.
b. Pneumococcal Vaccine
 Contohnya seperti PCV13 dan PPSV23 direkomendasikan untuk seluruh
pasien diatas umur 65 tahun.
 PPSV23 juga direkomendasikan kepada pasien COPD yang lebih muda
dengan kondisi kormobid yang spesifik seperti penyakit paru atau jantung
kronis.
 PPSV23 telah terlihat dapat menurunkan insidensi “Community-acquired
pneumonia” pada pasien COPD yang berumur < 65 tahun, dengan FEV 1
<40% atau memiliki kormobid (khusunya jantung).
 Pada populasi dewasa yg berumur >65 tahun, PCV13 telah menunjukkan
kefektifan yang signifikan dalam menurunkan bakteremia dan “Serious
Invasive Pneumococcal Disease”.
B. REHABILITATION (PULMONARY REHABILITATION)
Tujuan utama dari rehabilitasi pulmonal adalah untuk menurunkan gejala,
meningkatkan kualitas hidup, dan meningkatkan keterlibatan fisik & emosi dalam
aktifitas sehari-hari. Kefektifan program rehabilitasi memakan waktu minimal 6
minggu, semakin lama program berlanjut, semakin bagus hasilnya. Program
rehabilitasi ini terdiri dari:
- Edukasi : mencakup edukasi tentang berhenti merokok, informasi COPD, dan
terapi, self management skills, strategi untuk meminimalisir dyspnea, saran
tentang kapan untuk mencari bantuan, decision-making selama eksaserbasi, dll.
Intensitas dan isi dari materi edukasi harus bergantung dengan tingkat keparahan
penyakit pasien, meskipun peningkatan setelah edukasi ini masih belum terlihat
jelas. Dikatakan edukasi tidak meningkatkan kemampuan latihan atau fungsi paru,
tetapi edukasi memainkan peran dala meningkatkan skill, kemampuan untuk
mengatasi penyakit, dan status kesehatan.

- Exercise Training
Dilkukan dengan Bicycle Ergometry, Treadmill, upper limb exercise, walking
dengan pemantuan dari variable fisiologis, seperti konsumsi oksigen maksimum,
detak jantung maksimum, dan pekerjaan maksimum yang dilakukan. Dilakukan

38
dengan frenkuensi dari setiap hari menjadi setiap minggu dnegan durasi 10-45
menit tiap sesinya. Program ini dapat menurunkan gejala hingga 60-80%.
- Nutritional Support
Dikatakan dapat meningkatkan berat badan dan fat-free mass pada pasien COPD
yang mengalami malnutrisi
 Keuntungan:

C. OXYGEN THERAPY
Pemberian oksigen jangka panjang (>15 jam tiap hari) pada pasien dengan kegagalan
respirasi kronik telah terlihat dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien dengan
hypoxemia berat. Pemberian oksigen jangka panjang diindikasikan untuk pasien
1. PaO2 berada di atau dibawah 7.3 kPa (55 mmhg) atau saO2 berada di atau
dibawah 88 %, dengan atau tanpa Hypercapnia yang dikonfirmasi dua kali selama
periode 3 minggu.
2. PaO2 berada di atau dibawah 7.3 kPa (55 mmhg) atau saO2 berada di atau
dibawah 88 %, jika mengalami hipertensi, peripheral edema yang berkaitan
dnegan kegagalan jantung kongesti, atau polycythemia ( Ht >55 %).
Pemberian oksigen jangka panjang harus berdasarkan resting PaO2 atau nilai saturasi
yang diulangi sebanyak dua kali selama 3 minggu pada pasien yg stabil. Diberika
sebanyak 3L/menit melalui nasal cannulae atau 31% melalui venturi facemask untu
pasien dengan hypoxemia sedang-berat.
D. SURGICAL TREATMNETS
Untuk pasien yang sudah masuk stage IV COPD
1. Lung Volume Reduction Surgery (LVRS)

39
2. Bronchoscopic Lung Volume Reduction (BLVR)
3. Lung Transplantation
4. Bullectomy (untuk Bullous emphysema)
E. Palliative Care, end-of-life care, & Hospice care

MONITORING AND FOLLOW UP

40
A. MONITOR DISEASE PROGRESSION AND DEVELOPMENT OF
COMPLICATION
1. Measurements: dengan menggunakan spirometri selama satu tahun sekali dan
CAT (COPD Assessment Test) setiap 2 atau 3 bulan.
2. Symptoms: setiap berkunjung ditanyakan gejalannya, seperti sputum, batuk,
dyspnea, fatigue, keterbatasan aktivitas, dan gangguan tidur sejak kunjungan
terakhir.
3. Smoking Status: setiap berkunjung, tentukan status merokok saat ini dan paparan
terhadap rokok.

2.1.8. DIAGNOSIS BANDING


A. Asma
B. Congestive heart failure
C. Bronchiectasis
D. TB
E. Obliterative bronchiolotis
F. Diffuse panbronchiolitis

2.1.9. KOMPLIKASI
A. Pulmonary Hypertension ( paling sering)
B. Cold
C. Flu
D. Pneumonia
E. Heart disease
F. Lung cancer
G. Depression

2.1.10. PROGNOSIS

COPD yng disertai Usia yang tua, nutrisi yang buruk, perokok, hipertensi paru
memiliki prognosis yang buruk (dubia ad malam).

BAB III

PEMERIKSAAN DAN LAIN-LAIN

41
3.1. INTERPRETASI

Cyanosis

Def: Sianosis adalah tanda fisik berupa kebiruan pada kulit dan selaput lendir, seperti pada
mulut atau bibir yang terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dalam sel darah merah.

Klasifikasi

Cyanosis Central: Pada sianosis jenis ini, terdapat penurunan jumlah saturasi oksigen atau
derivat hemoglobin yang abnormal. Biasanya sianosis sentral terdapat pada membran
mukosa, lidah dan kulit. Adanya penurunan saturasi oksigen merupakan tanda dari penurunan
tekanan oksigen dalam darah. Penurunan tersebut dapat diakibatkan oleh penurunan laju
oksigen tanpa adanya kompensasi yang cukup dari paru-paru untuk menambah jumlah
oksigen tersebut. Beberapa penyebab dari sianosis sentral ini yaitu:

 Penurunan saturasi oksigen arteri


 Penurunan tekanan atmosfer, biasanya pada ketinggian 4000 m
 Penyakit jantung kongenital, seperti TGA dan Tetralogi Fallot. Penyakit kongenital
ini biasanya berhubungan dengan kebocoran jantung dan menyebabkan darah vena
masuk ke sirkulasi arteri. Pada pasien dengan kebocoran jantung kanan ke kiri, derajat
sianosis bergantung pada ukuran kebocoran tersebut. Olahraga dapat meningkatkan
derajat sianosis karena peningkatan kebutuhan oksigen oleh jaringan dan penurunan
saturasi oksigen pada pembuluh darah.
 Fistula arteriovenosus pulmonal yang bersifat kongenital atau didapat, soliter atau
multipel. Beratnya sianosis akibat fistula ini bergantung pada ukuran dan jumlahnya.
Pasien sirosis dapat menunjukkan tanda sianosis akibat dari fistula ini atau
anastomosis vena pulmonal dan vena porta.
 Polisitemia akibat tingginya kadar hemoglobin tereduksi

Organ: Tanda dari sianosis sentral terlihat pada kulit dan membran mukosa yang menjadi
kebiruan. Sianosis sentral terdapat pada penyakit jantung kongenital dengan tanda dan gejala
lain yang menyertai, seperti dispnea, murmur jantung, sinkop, gagal jantung kongestif, dan
lain-lain.

42
Cyanosis Perifer: Sianosis ini disebabkan oleh menurunnya kecepatan aliran darah dan
ekstrasi oksigen yang berlebih dari darah arteri. Dan dipat ditemukan dibagian kuku, tangan,
telinga. Hal tersebut diakibatkan oleh vasokonstriksi kapiler, yang dapat diakibatkan oleh:

 Penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung yang menyebabkan sianosis


perifer ini biasanya memiliki riwayat adanya emboli pulmonal, stenosis mitral, infark
myokard, atau penyakit jantung lainnya.2
 keadaan dingin
 shok
 gagal jantung kongestif
 penyakit vaskular perifer
 obstruksi arteri atau vena. Adanya obstruksi atau konstriksi arteri pada ekstremitas,
seperti yang terdapat pada fenomena Raynaud, menyebabkan kulit pucat, dingin, dan
sianosis. Obstruksi arteri biasanya dikeluhkan pasien sebagai kesemutan, yang
biasanya dialami oleh penderita diabetes mellitus. Penyebab lain dari obstruksi arteri
yaitu emboli, yang biasanya merupakan akibat dari trombus mural pada stenosis
mitral, infark myokard, atau endokarditis infektif. Selain itu, obstruksi vena, seperti
pada trombophlebitis, menyebabkan dilatasi dari pleksus vena subkapiler dan
menyebabkan sianosis. Obstruksi vena bisa disebabkan oleh varises, trombophlebitis,
edema, trauma kaki, atau imobilisasi.

Penyebab sianosis perifer paling sering yaitu vasokonstriksi normal akibat udara atau air
dingin. Vasokonstriksi terjadi sebagai kompensasi dari penurunan curah jantung sehingga
darah lebih dialirkan ke organ-organ vital daripada ke kulit. Hal tersebut menyebabkan
adanya sianosis pada ekstremitas walaupun saturasi oksigennya baik.

Clubbing Finger

Finger clubbing, atau juga dikenal sebagai Hippocratic finger, drumstick fingers, watchglass
nails merupakan kelainan berupa pembengkakan jaringan lunak falangs terminal suatu digiti
yang menyebabkan tampilan berupa bulbous uniform swelling.

Etiologi: Dikarenakan adanya megakariosit yang menumpuk di ekstremitas

43
Types of Cough and Anventitious Lung Sound

Wet Cough
 productive cough
 caused, nasal drip

Dry Cough
 quick, unproductive
 caused by asthma
 cough drop, warm fluid

Croup Cough
 swelling vocal cords
 difficult breathing
 viral caused
 worse at night

Whooping Cough
 long coughing spells
 with whoop sound
 bacteria caused
 difficult breathing
Discontinous Sounds (rales)
 Fine Crackles
 Coarse Crackles
Continous Sounds
 Wheezes
 Rhonchi

Refleks Batuk

44
Faktor pathogen – melewati defend mechanism epitel respi + mukosa (lower tract) – ivasif
menuju lower tract (trachea – bronkus) inflamasi di parenkim paru – realease mediator
inflamasi – volume paru meningkat – ekspirasi paksa (diperantarai N. Vagus) – rekfleks
batuk.

Sputum

Warna sputum atau dahak, yang merupakan lendir dan kadang-kadang nanah debit
ekspektorasi dari saluran pernapasan, ini sering merupakan indikasi dari jenis penyakit
pernapasan yang menimbulkan produksi sputum. Dengan memeriksa jenis dahak dan
mencatat warna serta tanda-tanda dan gejala yang muncul, diagnosis diferensial dapat dicapai
sebelum tes laboratorium dan pemeriksaan - sitologi dahak dan Culture.

Jelas sputum dianggap  Pulmonary edema (fluid


sebagai normal, namun, ada in the lungs) – clear,
banyak kondisi yang dapat white or pink frothy
menyebabkan produksi sputum
sputum yang berlebihan.  Viral respiratory tract
Clear, White, Gray Sputum Sebuah jumlah yang infections – clear to
berlimpah dahak yang jernih white (acute)
karenanya harus dianggap  Chronic bronchitis
sebagai abnormal. (COPD) – clear to gray
 Asthma – white to
yellow (thick)

Yellow Sputum dahak berwarna kuning ini  Acute bronchitis – white


disebabkan adanya sel darah to yellow
putih, terutama neutrofil dan  Acute pneumonia –
eosinphils. Sel-sel ini sering white to yellow
hadir dalam peradangan  Asthma – white to
kronis, alergi dan penyebab yellow (thick)
infeksi. Dengan infeksi,
sering dalam akut

45
pengaturan yang dahak
kuning jelas karena
kehadiran neutrofil hidup.
Dengan kondisi alergi,
terutama hipersensitivitas
saluran napas, dahak
kekuningan disebabkan oleh
adanya eosinofil.
Hijau lendir merupakan  Pneumonia – white,
indikasi dari lama, mungkin yellow or green
kronis, infeksi. Warna ini  Lung abscess – green,
merupakan hasil dari sudden accumulation of
pemecahan neutrofil dan large amount of sputum
pelepasan verdoperioxidase / if the abscess ruptures
myeloperioxidase, enzim  Chronic bronchitis –
yang hadir dalam sel-sel ini. clear, grey to green
Green Sputum Hal ini juga dapat dilihat (infection)
dalam performa kondisi  Bronchiectasis, cystic
peradangan panjang non- fibrosis – green
infeksi. Dengan infeksi,
dahak hijau akan lebih
bernanah (jumlah besar
nanah) sementara dalam
kondisi inflamasi non-
infeksi, dahak hijau akan
lebih berlendir (jumlah besar
lendir).
Brown and Black Sputum Cokelat atau hitam sputum  Chronic bronchitis –
merupakan indikasi ‘darah green, yellow, brown
tua’ dan warna mungkin (infection)
karena pemecahan sel darah  Chronic pneumonia –
merah sehingga melepaskan white, yellow, green to
hemosiderin (dari brown
hemoglobin). debu organik  Coal worker’s

46
dan non-organik tertentu pneumoconiosis – brown
juga dapat menyebabkan to black
coklat perubahan warna  Tuberculosis – red to
hitam dahak. brown or black
 Lung cancer – red to
brown to black

sputum merah biasanya  Pneumococcal


merupakan indikasi dari pneumonia – rusty-red
seluruh darah yang lebih  Lung cancer – pink to
berlimpah dari perdarahan di red (frothy) progressing
dahak berwarna merah to brown or black
muda. Ini benar-benar dapat  Tuberculosis – bright red
mengubah warna lendir atau streaks progressing to
muncul sebagai garis-garis fully red sputum
Red, Pink and Rust-Colored atau bintik. Merah muda (hemoptysis)
Sputum dahak juga merupakan tanda  Pulmonary embolism –
perdarahan tapi biasanya bright red blood (acute)
dalam jumlah yang lebih
kecil yang mungkin noda
atau streak dahak. Karat
dahak berwarna juga karena
pendarahan meskipun proses
pembekuan mungkin telah
dimulai dan sel-sel darah
merah mungkin telah rusak.

Lung Border

Perkusi

The "5-7-9 aturan"

47
 ruang interkostal ke-5 di linea
 sela iga ke-7 di linea midaxillaris
 sela iga 9 di garis scapular

     Catatan: sela iga 9 terletak kira-kira pada batas inferior skapula
     Hyperresonance yang terus di bawah batas ini dapat sugestif hiperinflasi (misalnya
emfisema)

Vocal Fremitus

Def: adalah pemeriksaan untuk mengetahui getaran suara dari saluran pernafasan
 dengan teknik palpasi
 resonansi suara
 terjadi akibat getaran fonasi yang berjalan disepanjang trakeo bronkial melalui
parenkim paru
 catatan: paru normal yang terisi udara akan meneruskan bunyi dengan frekuensi
rendah menyaring prekuensi tinggi

48
Pursed lip Breathing

 Adalah salah satu paling sederhana untuk mengontrol sesak nafas


 Untuk memperbaiki ventilasi saluran pernafasan
 Dan meningkatkan kemampuan otot otot pernafasan
 Terapi ini akan mengurangi spasm otot pernafasan memberikan jalan nafas

3.2. SPIROMETRI

Definisi

Spirometri adalah salah satu pemeriksaan fungsi paru. Pemeriksaan ini


digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru dan saluran pernafasan.

Tujuan

- Evakuasi pra-operasi paru-paru


- Evakuasi terhadap terapi bronkodilator
- Membedakan antara penyakit paru, obstruktif atau restriktif
- Menentukan kapasitas paru
- Melihat kinerja tes inhalasi pada pasien alergi
Indikasi

49
- Deteksi penyakit paru
- Riwayat penyakit paru
- Sakit dada atau ortopneu
- Sianosis
- Clubbing finger
- Penderita batuk kronis dan produktif
- Evaluasi perokok >40 tahun
- Pemeriksaan berkala untuk progresivitas penyakit
Kontraindikasi

- Hemoptisis
- Pneumothoraks
- Status kardiovaskular tidak stabil
- Infark miokard
- Emboli paru
- Aneurisma thoraks
- Kecemasan (mual, muntah, diare)
Spirometri Include Determine of :

a. FVC (Forced Vital Capacity)


Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara paksa
Normalnya >80%
b. FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 sec)
Yaitu volume udara yang dikeluarkan selama detik pertama
Normalnya >80% , tapi ada juga yang mengatakan >70%
Nilai normal FVC/FEV1 >80%
c. MMEF (Maximal Midexpiratory Flow)
Tingkat maksimal aliran udara melalui paru selama diekspirasipaksa
d. MVV (Maximal Volume Ventilation)
Yaitu volume udara maksimal pasien dapat bernapas inspirasi dan ekspirasi selama 1
menit.
Normalnya >80%

50
Interpretasi

Obstruktif Restriktif
FVC N / ↓↓ ↓↓
FEV1 ↓↓ N / ↓↓
FVC/FEV1 ↓↓ (<75%) N / ↑↑
MMEF ↓↓ N
MVV ↓↓ ↓↓

Obstruktif

- Mild = FEV1 60-75%


- Moderate = FEV1 40-59%
- Severe = FEV1 <40%
Kelainan

- Asthma
- Chronic Obstructive Lung Disease (chronic bronchitis, emphysema)
- Bronchiectasis
- Cystic fibrosis
- Bronchiolitis
Restrictive

- Mild = FVC 65-80%


- Moderate = FVC 50-65%
- Severe = FVC <50%
Kelainan

Parenchymal

- Sarcoidosis
- Idiopatic pulmonary fibrosis
- Pneumoconiosis
- Drug or radiation
Extraparenchymal

- Neuromuscular

51
- Diagphragmatic weakness/paralysis
- Myasthemia gravis
- Guillain barre Syndrome
- Cervical spine injury
- Muscular dystrophies
- Chest wall
- Kyphosholiosis
- Obesity
- Ankylosing spondylitis

3.3. MONITORING DAN FOLLOW UP


1. Monitor disease progression and development of complications
a. Measurements : lakukan spirometry
b. Symptoms : tanyakan tentang perubahan gejala setiap kali kunjungan yang
meliputi batuk, sputum, breathlessness, lemah, ternatasnya aktivitas, dan
gangguan tidur
c. Smoking status : tentukan status merokonya saat ini dan paparan rokok

2. Monitor pharmacotherapy and other medical treatment


Dilihat dari dosis, teknik inhaler, kepatuhan terhadap obat, efek samping,
ketidakefektifan regimen untuk mengontrol gejala

3. Monitor exacerbation history


Dilihat dari frekuensi, keparahan, penyebab yang sama dengan eksaserbasi.
Apabila ada peningkatan volume sputum, acutely worsening dyspnea, dan purulent
sputum harus dicatat.
Untuk eksaserbasi yang berat berikan peningkatan bronchodilator medication atau
corticosteroid, antibiotic treatment, hospitalization.

Potential Indications for Hospital Assessment or Admission


- Marked increase in intensity of symptoms, such as sudden development of
resting dyspnea
- Severe underlying COPD

52
- Onset of new physical signs (e.g., cyanosis, peripheral edema)
- Failure of an exacerbation to respond to initial medical management
- Presence of serious comorbidities (e.g., heart failure or newly occurring arrhythmias)
- Frequent exacerbations
- Older age
- Insufficient home support

Discharge Criteria
- Able to use long acting bronchodilators, either beta2-agonists and/or anticholinergics
with or without inhaled corticosteroids
- Inhaled short-acting beta2-agonist therapy is required no more frequently than every 4
hrs
- Patient, if previously ambulatory, is able to walk across room
- Patient is able to eat and sleep without frequent awakening by dyspnea
- Patient has been clinically stable for 12-24 hrs
- Arterial blood gases have been stable for 12-24 hrs
- Patient (or home caregiver) fully understands correct use of medications
- Follow-up and home care arrangements have been completed (e.g., visiting nurse,
oxygen delivery, meal provisions)
- Patient, family, and physician are confident that the patient can manage successfully
at home

3.4. ROKOK

Merpakan racun yang mengandung 7000 bahan kimia.

Kandungan :

Cancer causing chemicals

 Formaldehyde
 Benzene
 Polonium
 Vinyl clotide

Toxic Metals

53
 Chromium
 Arsenic
 Lead
 Cadmium

Poison gases

 Carbon monoxide
 Hydrogen cyanide
 Ammonia
 Butane
 Toluene

Efek terhadap tubuh

1. Adiction, disebabkan terutama oleh nikotin


2. Cancer
3. Circulatory, menyebabkan kerusakan pada arteri,heart attack,stroke
4. Respiratory, akan menyebabkan kerusakan pada paru-paru, menyebabkan kerusakan
silia dan paruparu kehilangan stretch
5. Anak-anak dan reproduksi. Pada reproduksi berefek infertilitas pada wanita maupun
pria, pada anak anak juga berbahaya apabila dihisap paru parunya tidak akan
berfungsi dengan normal.

3.5. SENYAWA BETA LAKTAM


1. Penisilin
- Penisilin
 Penisilin G (IV)
 Penisilin V (PO)
- Penisilin Antistafilakokus
 Kloksasilin, dikloksasilin (PO)
 Nafisilin (IV)
 Oksasilin (IV)
- Penisilin extended-spectrum
 Amoksisilin (PO)

54
 Amoksisilin / kalium klavulanat (PO)
 Piperasilin (IV)
 Tikarsilin (IV)
2. Sefalosporin
- Generasi pertama :
 Sefadroksil
 Sefaleksin, sefradin
 Sefazolin
- Generasi kedua :
 Sefoksitin
 Sefotetan
 Sefuroksim
- Generasi ketiga
 Sefotaksim
 Seftazidim
 Seftriakson
- Generasi keempat
 Safepim
 Seftarolin fosamil
3. Others
 Monobaktam
 Asam klavulanat, sulbaktam, tazobaktam.
 Karbapenem
4. Antibiotika glikopeptida
 Vankomisin
 Teikoplanin
 Telavansin
 Dalbavansin

SEFALOSPORIN GENERASI KETIGA

SEFTAZIDIM

55
- Mekanisme kerja , Menghambat sintesis peptidoglikan di dinding sel bakteri, dengan
cara menghambat tahap akhir dari sintesis peptidoglikan , kemungkinan dengan
mengasilasi transpeptidase melalui pemutusan ikatan –CO-N- pada cincin β-laktam.
Transpeptidase itu merupakan salah satu dari PBP (penicillin-binding protein, suatu
enzim). Bisa juga mekanisme nya dengan menghambat terbentuknya PBP supaya
tidak terbentuknya transpeptidase. Sehingga bakteri tidak akan bisa hidup, karena
terjadinya autolysis dan gangguan morfogenesis
- Aktivitas Antimikroba,
 memiliki cakupan gram negative yang lebih luas dan sebagian mampu menembus
sawar darah otak.
 Aktif terhadap citrobacter, S. marcescens, providencia.
 Efektif juga terhadap galur hemofilus dan neiseria penghasil beta lactamase.
 Seftazidim juga aktif terhadap P.aeruginosa . generasi ketiga dihidrolisis oleh
beta lactamase AmpC, tidak selalu handal terhadap infeksi spesies enterobacter.
- Farmakokinetik :
 Infus intravena 1 g perenteral menghasilkan kadar serum 60-140mcg/mL.
 Menembus cairan dan jaringan tubuh dengan baik
 Waktu paruh, 1,8 jam
 Dosis dewasa 1-2g setiap 8-12 jam
 Dosis anak 75-150 mg/kg/hari dalam 2 atau 3 dosis
 Diekskresikan oleh ginjal oleh Karena itu memerlukan penyesuaian dosis pada
insufisiensi ginjal.
 Kontraindikasi, pada pasien hipersensitifitas terhadap sefalosporin
 Efek samping, flebitis atau tromboflebitis, nyeri atau inflamasi sesudah injeksi
IM, hipersensitifitas, urtikaria, demam, angioedema, reaksi anafilaksis, reaksi GI.
- Pemakaian Klinis
 Septicemia, bacteremia, pneumonia, emfisema, bronkopneumonia.
 Mengobati beragam infeksi serius oleh organisme yang resisten terhadap sebagian
besar obat lain.
 Terapi empiris sepsis yang kausanya belum diketahui, baik pada pasien
imunokompeten atau gangguan kekebalan serta terapi infeksi. Efek toksis rendah.

56
 Pasien gangguan imunitas yang neutropenik dan demam, seftazidim sering
digunakan bersama dengan antibiotik lain.
- Sediaan
 Parenteral : bubuk untuk rekonstitusi untuk injeksi (0,5; 1; 2 g per vial)

3.6. SENYAWA BETA LAKTAM


Penisilin
- Penisilin
 Penisilin G (IV)
 Penisilin V (PO)
- Penisilin Antistafilakokus
 Kloksasilin, dikloksasilin (PO)
 Nafisilin (IV)
 Oksasilin (IV)
- Penisilin extended-spectrum
 Amoksisilin (PO)
 Amoksisilin / kalium klavulanat (PO)
 Piperasilin (IV)
 Tikarsilin (IV)
5. Sefalosporin
- Generasi pertama :
 Sefadroksil
 Sefaleksin, sefradin
 Sefazolin
- Generasi kedua :
 Sefoksitin
 Sefotetan
 Sefuroksim
- Generasi ketiga
 Sefotaksim
 Seftazidim
 Seftriakson

57
- Generasi keempat
 Safepim
 Seftarolin fosamil
6. Others
 Monobaktam
 Asam klavulanat, sulbaktam, tazobaktam.
 Karbapenem
7. Antibiotika glikopeptida
 Vankomisin
 Teikoplanin
 Telavansin
 Dalbavansin

SEFALOSPORIN GENERASI KETIGA

SEFTAZIDIM

- Mekanisme kerja , Menghambat sintesis peptidoglikan di dinding sel bakteri, dengan


cara menghambat tahap akhir dari sintesis peptidoglikan , kemungkinan dengan
mengasilasi transpeptidase melalui pemutusan ikatan –CO-N- pada cincin β-laktam.
Transpeptidase itu merupakan salah satu dari PBP (penicillin-binding protein, suatu
enzim). Bisa juga mekanisme nya dengan menghambat terbentuknya PBP supaya
tidak terbentuknya transpeptidase. Sehingga bakteri tidak akan bisa hidup, karena
terjadinya autolysis dan gangguan morfogenesis
- Aktivitas Antimikroba,
 memiliki cakupan gram negative yang lebih luas dan sebagian mampu menembus
sawar darah otak.
 Aktif terhadap citrobacter, S. marcescens, providencia.
 Efektif juga terhadap galur hemofilus dan neiseria penghasil beta lactamase.
 Seftazidim juga aktif terhadap P.aeruginosa . generasi ketiga dihidrolisis oleh
beta lactamase AmpC, tidak selalu handal terhadap infeksi spesies enterobacter.
- Farmakokinetik :
 Infus intravena 1 g perenteral menghasilkan kadar serum 60-140mcg/mL.
 Menembus cairan dan jaringan tubuh dengan baik

58
 Waktu paruh, 1,8 jam
 Dosis dewasa 1-2g setiap 8-12 jam
 Dosis anak 75-150 mg/kg/hari dalam 2 atau 3 dosis
 Diekskresikan oleh ginjal oleh Karena itu memerlukan penyesuaian dosis pada
insufisiensi ginjal.
 Kontraindikasi, pada pasien hipersensitifitas terhadap sefalosporin
 Efek samping, flebitis atau tromboflebitis, nyeri atau inflamasi sesudah injeksi
IM, hipersensitifitas, urtikaria, demam, angioedema, reaksi anafilaksis, reaksi GI.
- Pemakaian Klinis
 Septicemia, bacteremia, pneumonia, emfisema, bronkopneumonia.
 Mengobati beragam infeksi serius oleh organisme yang resisten terhadap sebagian
besar obat lain.
 Terapi empiris sepsis yang kausanya belum diketahui, baik pada pasien
imunokompeten atau gangguan kekebalan serta terapi infeksi. Efek toksis rendah.
 Pasien gangguan imunitas yang neutropenik dan demam, seftazidim sering
digunakan bersama dengan antibiotik lain.
- Sediaan
 Parenteral : bubuk untuk rekonstitusi untuk injeksi (0,5; 1; 2 g per vial)

BAB IV
PATOMEKANISME, BHP & I.I.M.C

BHP :
1. Edukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit copd
2. Minta pasien untuk berhenti merokok
3. Bertawakal kepada Allah karena diumur pasien yang sekarang ini agak sulit untuk
dapat sembuh total
4. Makan2an yang bergizi agar dapat menjaga stamina tubuh
I.I.M.C :
HR.Ibnu Majah
Siapasaja menyeru pada kesesatan, kemudian seruannya diikuti oleh orang lain, maka ia akan
mendapatkan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dari dosa mereka. Dan
siapasaja menyeru pada petunjuk, kemudian seruannya diikuti oleh orang lain, maka ia akan

59
mendapatkan pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dari pahala mereka
sedikitpun

Mr. A 63 tahun

merokok Viral infection

↑kandungan Memicu reaksi inflamasi menginfeksi


radikal bebas 60 dan
upper tract
lowe respiratory
Inflammatory Mengiritasi epitel
Inhibisi enzim
mediator, cytokines respiratory
α-1 antitripsin Infeksi sekunder
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore and Dalley, 2014. Clinically Oriented Anatomy 8th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
2. Snell, Richard S, 2010. Clinical Anatomy by Region 8th Edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer Business.

61
3. Mescher, Anthony L, 2013. Junquiera’s Basic Histology Text & Atlas 13th Edition.
USA: McGraw-Hill Companies, Inc.
4. Guyton, Arthur C, dkk. 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology
12th Edition. Singapore: Elsevier.
5. Carroll, Karen C. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology 24th
Edition. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.
6. Katzung, Bertram G, dkk. 2009. Basic and Clinical Pharmacology. USA:
McGraw-Hill Education.
7. Harvey, Richard A, dkk. 2009. Pharmacology 4th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
8. Bickley, Lynn S. 2013. Bate’s Guide to Physical Examination and History Taking
11th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
9. Miller JL, Rao K. 2007. Henry`s Clinical Diagnosis and Management by
Laboratory Methods 21st Edition. USA: Elsevier.

62

Anda mungkin juga menyukai