Anda di halaman 1dari 23

Makalah

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL NAFAS

OLEH KELOMPOK 6 :
MASYA YUNIS
YONI WILDA
NOVI NURMAN
MILA FATMAWATI
RINI KARMILA
NIKA FRANSISKA
YULFIONA FITRI
GUSTINA AIDA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal napas adalah masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya,
meskipun tidak selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem
pernapasan. Keadaan ini semakin sering di temukan sebagai komplikasi dari
trauma akut, septikemia, atau syok.

Gagal napas, seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, dapat di
kenali berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium. Tetapi harus
di ingat bahwa pada gagal napas, hubungan antara gambaran klinis dengan
kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal adalah tidak
langsung.

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di
intensive care unit (ICU) dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia,
tingkat mortalitas dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome
(ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal napas akut
sering kali diikuti dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan
karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian
akibat gagal napas ireversibel adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, insiden
gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus
per 100.000 populasi per tahun dengan tingkat mortalitas 40%.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien gagal
napas ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami gagal napas dan asuhan
keperawatan yang berkaitan dengan gagal napas dengan baik.
1.3.2 Tujuan Khusus.
1. Mahasiswa mampu menjelasakan anatomi dan fisiologisistem
pernapasan?
2. Mahasiswa mampu menjelasakan pengertian gagal napas ?
3. Mahasiswa mampu menjelasakan epidemelogi gagal napas?
4. Mahasiswa mampu menjelasakan etiologi gagal napas?
5. Mahasiswa mampu menjelasakan patofisiologi gagal napas?
6. Mahasiswa mampu menjelasakan Manifestasi Klinis gagal napas?
7. Mahasiswa mampu menjelasakan pemeriksaan penunjang gagal napas?
8. Mahasiswa mampu menjelasakan penatalaksanaan gagal napas?
9. Mahasiswa mampu menjelasakan Komplikasi gagal napas ?
10. Mahasiswa mampu menjelasakan Asuhan Keperawatan pada pasien
gagal napas?

1.4 Manfaat
1.4.1 Klinis

Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien gagal


napas

1.4.2 Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui tentang penyakit gagalnapas.

1.4.3 Akademik
Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian, etiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjaang dan penatalaksanaan pada
pasien gagal nafas serta asuhan keperawatan pada gagal napas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi

Sistem pernafasan pada manusia dibagi menjadi beberapa bagian.


Saluran penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri meliputi
dua bagian yaitu saluran pernafasan bagian atas dan bagian bawah dari benda
asing,dan sebagai penghangat ,penyaring ,serta pelembab dari udara yang dihirup
hidung.saluran pernafasan atas ini terdiri dari organ-organ berikut

1. Saluran pernafasan bagian atas (Upper Respiratory Airway)


Secara umum fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah sebagai
saluran udara(air conduction) menuju saluran nafas bagian bawah untuk
pertukaran gas,melindungi (protecting) saluran.
a. Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah.rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung
b. Sinus paranasanalis
Sinus paranasanalis merupaka daerah yang terbuka pada tulang kepala.
nama sinus paranalis sendri yang disesuaikan dengan nama tulang dimana
organ tersebut berada.organ ini terdiri atas frontalis,sinus etmoidalis,sinus
spinoidalis dan sinus maksilaris.fungsi dari sinus adalah untuk
menghangatkan dan melembabkan udara,meringankan berat tulang
tengkorak,serata mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonasi.
c. Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persmbungannya dengan esofagus ,pada ketinggian tulang rawan
krikoid.oleh karena itu letak faring dibelakang laring
d. Laring(tenggorokan)
Laring terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkan faring dari
columna vertebrata,laring merentang sampai bagian atas vertebrata
servikals dan masuk kedalam trakea dibawahnya .laring terdiri atas
kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligamen ndan membran
2. Saluran pernafasan bagian bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umum pernafasan bagian bawah terbagi
menjadi dua kompenin.pertama,saluran udara kondusif atau yang sering
dsebut sebagai percabangan dari trakea bronkealis .saluran ini terdiri atas
trakea bronki dan bronkeoli.kedua satuan respiratorius terminal(kadang kal
disebut dengan acini)yang merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi
utamanya sebagai penyalus gas masuk dan keluar dari satuan respiratorius
terminal merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.alveoli sendiri
merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9cm.organ ini
merentang laring sampai kira-kira dibagian atas vertebrata torakalis
kelima.dari tempat ini trakea bercabang menjadi dua bronkus.trakea
tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap,berupa cincin-cinin tulang
rawan yang disatukan bersama oleh jaringan fbrosa dan melengkapi
lingkaran disebelah belakang trakea.selain itu trakea juga memuat
beberapa jaringan otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vertebrata
torakalis kelima,mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi
oleh sejenis sel yang sama.bronkus-bronkus itu membentang kebawah
dan samping,kearah tampuk paru.bronkus kanan lebih pendek dan lebih
lebar dari pada yang kiri,sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat dibawah arteri,yang disebut
bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,serta
merentang dibawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi
beberapa cabang menuju kelobus atas dan bawah.cabang utama bronkus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian
menjadi lobus segmentalis.percabangan ini merentang terus menjadi
bronkus yang ukurannya semakin kecil,sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis,yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli(kantong udara).
Bronkhoiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih
1mm.bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan,tetapi dikelilingi
oleh otot-ototpolos sehingga ukurannya berubah.seluruh saluran udara
kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar
udara,karena fungsi utamanya sebagai penghantar udara ketempat
pertukaran gas keparu-paru.
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya.Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang yang
mengandung udara.melaluai seluruh dinding inilah terjadi pertukaran
gas.setiap paru mengandung 300juta alveoli.lubang-lubang kecil didalam
dinding alveolar memungkinkan udara melewati satu alveolus yang
lain.alveolus yang melapisi rongga thoraks dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
d. Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat dalam rongga thoraks.peru-paru
juga dilapisi pleura,yaitu pariental pleura dan visceral pleura.didalam
rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrik.paru
kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus superior,lobus medius, lobus
inferior.sedangkan paru kiri dibagi menjadi 2 lobus yaitu lobus superior
lobus inferior.tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastis yang mengandung
pembuluh limfe,arteriola,venula,bronchial venula,ductus alveolar,sakkus
alveolar,dan alveoli.deperkirakan setiap paru-paru mengandung150 juta
alveoli,sehingga organ ijni mempunyai permukqan yang cukup luas
sebagai tempat permukaan/pertukaran gas.
e. Toraks,Diafragma, dan pleura
Rongga thorak berfungsi melindungi paru-paru,jangtung dan
pembuluh besar.bagian rongga thoraks terdiri atas 12 iga koste.pada
bagian atas thorak didaerah leher,terdapat dua otot tambahan untuk
proses inspirasi,yakni skaleneus dan sternokleidomastoideus.otot
sklaneus menaikkan tulang iga pertama dan kedua selama inspirasi untuk
memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada
Otot sternokleidomatoideusberfungsi untuk mengangkat sternum
otot parastemal, trapezius, dan pektoralis juga merupakan inspirasi
tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas. Di antara tulang
iga terdapat otot interkostal. Otot interkostal eksternum adalah otot yang
menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan, sehingga dapat
meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Di afragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan
relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan otot
diafragma (nervus frenikus)terdapat pada tulang belakang (spinal cord) di
servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu,jika terjadi kecelakaan pada saraf C3,
maka hal ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru.
Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietal yang melapisi rongga
toraks dan pleura viseral yang menutupi setiap paru-paru. Di antara ke dua
pleura tersebut terdapat cairan pleura tersebut terdapat cairan pleura yang
menyerupai selaput tipis yang memungkinkan kadua permukaan tersebut
bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus mencegah
pemisahan toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekaanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps
paru. Jika pleura bermasalah, misalnya mengalami peradangan, maka
udara cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura. Hal tersebut dapat
menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps.
3. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara
kedalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (espirasi), dapat di
bagi menjadi dua tahap, yaitu :
A. Stadium pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan
karena ada selisih tekanan antara atmosfer dan alveolus, akibat kerja
mekanik dari otot-otot.
B. Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terjadi dari beberapa aspek, yaitu :
Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal)serta
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus.
Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau
respirasi internal merupakan stadium akhir dari respirasi, dimana
dioksigen dioksida untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk
sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-
paru.
Transportasi adalah merupakan tahap yang mencakup proses difusi gas-
gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 mm). Kekuatan untuk mendorong memindah ini diperoleh dari selisih
tekanan parsial antara darah dan fase gas.
Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler
paru-paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-
paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi
dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal
pada saat posisi tegak dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi
hampir seimbang, kecuali pada apeks paru-paru. (medikal Bedah, 2012).
2.2 Pengertian

Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk


melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran
karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan
untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal
napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
(Bruner and Suddart 2002)

Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan
karbondioksida (price& Wilson, 2005)

Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh


ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang
karbon dioksida secara adekuat(kapita selekta penyakit, 2011)

2.3 Epidemelogi

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di ICU
dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas dalam
waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41% dan
acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal nafas akut sering kali di temukan
dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan karena multiple organ
dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian akibat gagal napas
ireversibla adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, inside dengan gagal napas
akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus per 100.000
populasi pertahun dengan tingkat mortalitas 40%.

2.4 Etiologi (buku ajar patofisiologi,kowalak dkk, 2011)


1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi
tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan,
terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan
lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi
kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan
daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh
obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh
fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink,
epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada
emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) : Peningkatan
deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah
pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi
yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang
mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain
yang menyababkan gagal nafas.
2.5 Klasifikasi
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang
ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa.
Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien
yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan
emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

2.6 Patofisiologi

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut
biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik
struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi
(normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
2.7 Manifestasi Klinis (kapita selekta panyakit, 2011)
1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi

2.8 Pemeriksaan Penunjang (kowalak jenifer, 2011)


1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen arterial.
3. Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan kapasitas
mengangkut oksigen.
4. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia
Hipokalemia dapat terjadi karena hiperventilasi kompensasiyang merupakan
upaya tubuh untuk mengoreksi asidosis.
Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur darah
dapat menemukan kuman patogen.
5. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmoner
atau kardiovaskuler pasa gagal nafas akut dan memantau tekanan
hemodinamika.
2.9 Penatalaksaan
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan
intubasi dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu
memelihara patensi jalan napas.
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.

2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan
membalikkan keadaan asidosis.

c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap


terapi yang di berikan;tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan nafas
terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonale untuk mengurangi volume dan
beban kerja jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan
cairan.
2.10 Komplikasi
1. Hipoksia jaringan
2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat
mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan
tubuh lebih asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan
frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara
menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah
tampak mengalami kesukaran bernafas.
3. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami klien
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat gagal nafas terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi
obat berlebihan.
5. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya bedah jantung- paru ,fenomena
embolik(darah,udara,lemak).
Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut
menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat
faktor pencetus seperti pada eklampsi
Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia dapat
terjadi ,tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membran mukosa : Pucat, dingin. sianosis biasanya terjadi (tahap
lanjut).
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik.
f. Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru,
timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda :
- Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
- Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan,
contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal,
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi
napas bronkial.
- Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
- Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar
vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa,
pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode
anafilaktik.
h. Seksualitas
Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Makan/kelebihan dosis obat
6. Pemariksaan Fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara.
Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan
amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan
dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut
paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena
penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan
metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal
tersebut merupaka tanda awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi
dispnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
f. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada
dermis/ integument.

B.Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
2. Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.
3. Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.
4. Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

C. Intervensi Keperawatan
DX 1: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama 3X24 jam jalan nafas
pasien bersih/jelas.
Kriteria Hasil :

Suara nafas bersih,tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang lain
Irama nafas regular
frekuensi nafas dalam rentang normal.
Intervensi
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional : Suara tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan
penumpukan sekret
2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan pada
klien.
Rasional : Meminimalkan kecemasan keluarga.
3. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
4. Monitor status oksigenasi klien.
Rasional :Adanya dispnea menunjukkan peningkatan kebutuhan oksigen
5. Posisikan klien pada posisi semi fowler.
Rasional :Untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal.
6. Lakukan suction sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mengurangi produksi lendir pada jalan nafas

DX 2 : Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola napas
menjadi efektif
kriteria hasil :

Sesak berkurang atau hilang


RR 18-24x/menit
Klien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuesi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
Pernapasan klien normal ( 16-20x / menit ) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
Bunyi napas normal.
pergerakan dinding dada normal
Intervensi :
1. Kaji tanda dan gejala ketidak efektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-
otot pernapasan.
Rasional: Adanya dispnea dan perubahan kedalaman pernapasan
menandakan adanya distress pernapasan.
2. Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri.
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital dan nilai gas darah merupakan indicator
ketidakefektifan pernapasan.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional: Memaksimalkan napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.

DX 3 Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.

Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam


pertukaran gas membaik.
Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
- Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 7,45)
PO2 (80 100 mmHg)
PCO2 ( 35 45 mmHg)
Intervensi
1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau
penyimpangan dari hasil klien.
2. Tempatkan klien pada posisi semifowler.
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3. Berikan terapi intravena sesuai anjuran.
Rasional : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
4. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan
hasil PaO2.
Rasional : Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat
serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas.
Rasional : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi
sebelumnya.

DX 4 Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


menunjukkan peningkatan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil
- Irama jantung/frekuensi dan nadi periferdalam batas normal
- Tidak ada sianosis perifer
- Kulit tidak kering
- CRT <2 detik
Intervensi
1. Observasi perubahan status mental.
Rasional: gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motorik
dapat menunjukkan gangguan aliran darah , hipoksia atau cedera vaskuler
serebral sebagai akibat emboli sistemik.
2. Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa.
Rasional: kulit pucat atausianosis, kuku, membrane mukosa menunjukkan
vasokontriksi perifer atau gangguan aliran darah sisemik.
3. Evaluasi ektremitas untuk adanya/tidak ada kualitas nadi. Catat nyeru tekan
betis/pembengkakan.
Rasional: EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda
(pelvis atau kaki). Tanda gejala mungkin tidak tampak.
4. Tinggikan kaki/telapak kaki saat tidur. Dorong pasien untuk latihan kaki dengan
fleksi/ekstensi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangan kaki dan duduk
atau berdiri terlalu lama.
Rasional: tindakan ini dilakukan untuk menurunkan stasis vena dikaki dan
pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan risiko pembentukan
thrombus.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian agen trombolitik mis.
Streptokinase.
Rasional: diindikasikan pada obstruksi paru berat bila pasien secara serius
hemodinamik terancam.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida


dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan
karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab terpenting adalah
ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan


pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan. Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut
dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang
berbeda.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,


frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg).

4.2 Saran

Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa


keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan
awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gagal napas.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta:


DIVA Press.

Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., (2000) Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC.

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta


Kedokteran edisi 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6.
Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai