Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN

GAGAL NAFAS

Disusun oleh :
Sudirah

Program Studi D3 Keperawatan


STIKes Dr.Sismadi
Jakarta
Tahun 2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi
B. Pengertian
C. Epidemelogi
D. Etiologi
E. Klasifikasi
F. Patofisiologi

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas Kien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
5. Dasar Data Pengkajian
6. Pemeriksaan Fisik
7. Diagnosa Keperawatan
8. Intervensi Keperawatan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal napas adalah masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya,
meskipun tidak selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem
pernapasan. Keadaan ini semakin sering di temukan sebagai komplikasi dari
trauma akut, septikemia, atau syok.

Gagal napas, seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, dapat di
kenali berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium. Tetapi harus
di ingat bahwa pada gagal napas, hubungan antara gambaran klinis dengan
kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal adalah tidak
langsung.

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di
intensive care unit (ICU) dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia,
tingkat mortalitas dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome
(ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal napas akut
sering kali diikuti dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan
karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian
akibat gagal napas ireversibel adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, insiden
gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus
per 100.000 populasi per tahun dengan tingkat mortalitas 40%.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien
gagal napas ?

C. Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami gagal napas dan asuhan
keperawatan yang berkaitan dengan gagal napas dengan baik.
Tujuan Khusus.
1. Mahasiswa mampu menjelasakan anatomi dan fisiologisistem
pernapasan?
2. Mahasiswa mampu menjelasakan pengertian gagal napas ?
3. Mahasiswa mampu menjelasakan epidemelogi gagal napas?
4. Mahasiswa mampu menjelasakan etiologi gagal napas?
5. Mahasiswa mampu menjelasakan patofisiologi gagal napas?
6. Mahasiswa mampu menjelasakan Manifestasi Klinis gagal napas?
7. Mahasiswa mampu menjelasakan pemeriksaan penunjang gagal napas?
8. Mahasiswa mampu menjelasakan penatalaksanaan gagal napas?
9. Mahasiswa mampu menjelasakan Komplikasi gagal napas ?
10. Mahasiswa mampu menjelasakan Asuhan Keperawatan pada pasien
gagal napas?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan fisiologi

Sistem pernafasan pada manusia dibagi menjadi beberapa bagian.


Saluran penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri
meliputi dua bagian yaitu saluran pernafasan bagian atas dan bagian bawah dari
benda asing,dan sebagai penghangat ,penyaring ,serta pelembab dari udara
yang dihirup hidung.saluran pernafasan atas ini terdiri dari organ-organ berikut

1. Saluran pernafasan bagian atas (Upper Respiratory Airway)


Secara umum fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah sebagai
saluran udara(air conduction) menuju saluran nafas bagian bawah untuk
pertukaran gas,melindungi (protecting) saluran.
a. Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah.rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung
b. Sinus paranasanalis
Sinus paranasanalis merupaka daerah yang terbuka pada tulang kepala.
nama sinus paranalis sendri yang disesuaikan dengan nama tulang
dimana organ tersebut berada.organ ini terdiri atas frontalis,sinus
etmoidalis,sinus spinoidalis dan sinus maksilaris.fungsi dari sinus adalah
untuk menghangatkan dan melembabkan udara,meringankan berat tulang
tengkorak,serata mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonasi.
c. Faring (tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persmbungannya dengan esofagus ,pada ketinggian tulang rawan
krikoid.oleh karena itu letak faring dibelakang laring
d. Laring(tenggorokan)
Laring terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkan faring
dari columna vertebrata,laring merentang sampai bagian atas vertebrata
servikals dan masuk kedalam trakea dibawahnya .laring terdiri atas
kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligamen ndan membran
2. Saluran pernafasan bagian bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umum pernafasan bagian bawah terbagi
menjadi dua kompenin.pertama,saluran udara kondusif atau yang sering
dsebut sebagai percabangan dari trakea bronkealis .saluran ini terdiri atas
trakea bronki dan bronkeoli.kedua satuan respiratorius terminal(kadang kal
disebut dengan acini)yang merupakan saluran udara konduktif dengan fungsi
utamanya sebagai penyalus gas masuk dan keluar dari satuan respiratorius
terminal merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.alveoli sendiri
merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9cm.organ ini
merentang laring sampai kira-kira dibagian atas vertebrata torakalis
kelima.dari tempat ini trakea bercabang menjadi dua bronkus.trakea
tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap,berupa cincin-cinin tulang
rawan yang disatukan bersama oleh jaringan fbrosa dan melengkapi
lingkaran disebelah belakang trakea.selain itu trakea juga memuat
beberapa jaringan otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan
vertebrata torakalis kelima,mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama.bronkus-bronkus itu membentang
kebawah dan samping,kearah tampuk paru.bronkus kanan lebih pendek
dan lebih lebar dari pada yang kiri,sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis
dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat dibawah arteri,yang
disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,serta
merentang dibawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi
beberapa cabang menuju kelobus atas dan bawah.cabang utama
bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis.percabangan ini merentang terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil,sampai akhirnya menjadi
bronkhiolus terminalis,yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli(kantong udara).
Bronkhoiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih
1mm.bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan,tetapi dikelilingi
oleh otot-ototpolos sehingga ukurannya berubah.seluruh saluran udara
kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar
udara,karena fungsi utamanya sebagai penghantar udara ketempat
pertukaran gas keparu-paru.
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya.Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang yang
mengandung udara.melaluai seluruh dinding inilah terjadi pertukaran
gas.setiap paru mengandung 300juta alveoli.lubang-lubang kecil didalam
dinding alveolar memungkinkan udara melewati satu alveolus yang
lain.alveolus yang melapisi rongga thoraks dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
d. Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat dalam rongga thoraks.peru-paru
juga dilapisi pleura,yaitu pariental pleura dan visceral pleura.didalam
rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrik.paru
kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus superior,lobus medius, lobus
inferior.sedangkan paru kiri dibagi menjadi 2 lobus yaitu lobus superior
lobus inferior.tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastis yang
mengandung pembuluh limfe,arteriola,venula,bronchial venula,ductus
alveolar,sakkus alveolar,dan alveoli.deperkirakan setiap paru-paru
mengandung150 juta alveoli,sehingga organ ijni mempunyai permukqan
yang cukup luas sebagai tempat permukaan/pertukaran gas.
e. Toraks,Diafragma, dan pleura
Rongga thorak berfungsi melindungi paru-paru,jangtung dan
pembuluh besar.bagian rongga thoraks terdiri atas 12 iga koste.pada
bagian atas thorak didaerah leher,terdapat dua otot tambahan untuk
proses inspirasi,yakni skaleneus dan sternokleidomastoideus.otot
sklaneus menaikkan tulang iga pertama dan kedua selama inspirasi untuk
memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada
Otot sternokleidomatoideusberfungsi untuk mengangkat sternum
otot parastemal, trapezius, dan pektoralis juga merupakan inspirasi
tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas. Di antara
tulang iga terdapat otot interkostal. Otot interkostal eksternum adalah otot
yang menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan, sehingga dapat
meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Di afragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan
relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan otot
diafragma (nervus frenikus)terdapat pada tulang belakang (spinal cord) di
servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu,jika terjadi kecelakaan pada saraf C3,
maka hal ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru.
Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietal yang melapisi rongga
toraks dan pleura viseral yang menutupi setiap paru-paru. Di antara ke
dua pleura tersebut terdapat cairan pleura tersebut terdapat cairan pleura
yang menyerupai selaput tipis yang memungkinkan kadua permukaan
tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus
mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekaanan atmosfer, sehingga mencegah
terjadinya kolaps paru. Jika pleura bermasalah, misalnya mengalami
peradangan, maka udara cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Hal tersebut dapat menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps.
3. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara
kedalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (espirasi), dapat di
bagi menjadi dua tahap, yaitu :
1. Stadium pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya
campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di
mungkinkan karena ada selisih tekanan antara atmosfer dan alveolus,
akibat kerja mekanik dari otot-otot.
2. Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terjadi dari beberapa aspek, yaitu :
Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksternal)serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus.
Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau
respirasi internal merupakan stadium akhir dari respirasi, dimana
dioksigen dioksida untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk
sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-
paru.
Transportasi adalah merupakan tahap yang mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5 mm). Kekuatan untuk mendorong memindah ini diperoleh dari
selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.
Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan
kapiler paru-paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam
paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain,
ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan
orang normal pada saat posisi tegak dan keadaan istirahat, maka
ventilasi dan perfusi hampir seimbang, kecuali pada apeks paru-paru.
(medikal Bedah, 2012).
B. Pengertian

Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk


melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran
karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan
untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal
napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
(Bruner and Suddart 2002)

Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan
pembuangan karbondioksida (price& Wilson, 2005)

Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh


ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang
karbon dioksida secara adekuat(kapita selekta penyakit, 2011)

C. Epidemelogi

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di
ICU dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas
dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41%
dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal nafas akut sering kali di
temukan dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan karena
multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian akibat
gagal napas ireversibla adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, inside dengan
gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus
per 100.000 populasi pertahun dengan tingkat mortalitas 40%.

D. Etiologi (buku ajar patofisiologi,kowalak dkk, 2011)


1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi
tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan,
terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan
lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi
kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan
daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh
obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh
fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink,
epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada
emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) :
Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli,
emfisema, dan bronkhiektasis.
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah
pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi
yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap
yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi
lain yang menyababkan gagal nafas.
E. Klasifikasi
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang
ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam
jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada
pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi
pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan
emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

F. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal
nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik
opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal
nafas akut.

a. Manifestasi Klinis (kapita selekta panyakit, 2011)


1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi

b. Pemeriksaan Penunjang (kowalak jenifer, 2011)


1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen arterial.
3. Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan
kapasitas mengangkut oksigen.
4. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia
Hipokalemia dapat terjadi karena hiperventilasi kompensasiyang
merupakan upaya tubuh untuk mengoreksi asidosis.
Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur
darah dapat menemukan kuman patogen.
5. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmoner
atau kardiovaskuler pasa gagal nafas akut dan memantau tekanan
hemodinamika.

c. Penatalaksaan
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan
intubasi dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu
memelihara patensi jalan napas.
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.

2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan
membalikkan keadaan asidosis.
c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap
terapi yang di berikan;tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan
nafas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli
paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonaleuntuk mengurangi volume dan
beban kerja jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah
jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan
cairan.

d. Komplikasi
1. Hipoksia jaringan
2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat
mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan
tubuh lebih asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau
peningkatan frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran
secara menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan
apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
3. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami klien
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat gagal nafas terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi
obat berlebihan.
5. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya bedah jantung- paru ,fenomena
embolik(darah,udara,lemak).
Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut
menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat
faktor pencetus seperti pada eklampsi
Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia
dapat terjadi ,tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membran mukosa :Pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi
(tahaplanjut).
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi
usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik.
f. Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru,
timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda :
- Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
- Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan,
contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal,
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi
bunyi napas bronkial.
- Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
- Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar
vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa,
pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode
anafilaktik.
h. Seksualitas
Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Makan/kelebihan dosis obat
6. Pemariksaan Fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara
bicara. Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
 Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan
amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan
dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit
akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau
karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan
gangguan metabolic seperti diabetes militus.
 Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
 Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
 Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal
tersebut merupaka tanda awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi
dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
f.B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada
dermis/ integument.

7. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
2. Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.
3. Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.
4. Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

8. Intervensi Keperawatan
DX 1: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama 3X24 jam jalan
nafas pasien bersih/jelas.
 Kriteria Hasil :

 Suara nafas bersih,tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang
lain

 Irama nafas regular

 frekuensi nafas dalam rentang normal.


 Intervensi
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional : Suara tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan
penumpukan sekret
2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan pada
klien.
Rasional : Meminimalkan kecemasan keluarga.
3. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
4. Monitor status oksigenasi klien.
Rasional :Adanya dispnea menunjukkan peningkatan kebutuhan oksigen
5. Posisikan klien pada posisi semi fowler.
Rasional :Untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal.
6. Lakukan suction sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mengurangi produksi lendir pada jalan nafas

DX 2 : Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.

 Tujuan : Setelah dilakukantindakan keperawatanselama 3x24 jam polanapas


menjadi efektif
 kriteria hasil :

 Sesak berkurang atau hilang


 RR 18-24x/menit
 Klien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuesi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
 Pernapasan klien normal ( 16-20x / menit ) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
 Bunyi napas normal.
 pergerakan dinding dada normal
 Intervensi :
1. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan
otot-otot pernapasan.
Rasional: Adanya dispnea dan perubahan kedalaman pernapasan
menandakan adanya distress pernapasan.
2. Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri.
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital dan nilai gas darah merupakan
indicator ketidakefektifan pernapasan.
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional: Memaksimalkan napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.

DX 3 Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.


 Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
pertukaran gas membaik.
 Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
- Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 – 7,45)
PO2 (80 – 100 mmHg)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
 Intervensi
1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau
penyimpangan dari hasil klien.
2. Tempatkan klien pada posisi semifowler.
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3. Berikan terapi intravena sesuai anjuran.
Rasional : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
4. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan
hasil PaO2.
Rasional : Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat
serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas.
Rasional : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi
sebelumnya.

DX 4 Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


menunjukkan peningkatan perfusi jaringan.
 Kriteria Hasil
- Irama jantung/frekuensi dan nadi periferdalam batas normal
- Tidak ada sianosis perifer
- Kulit tidak kering
- CRT <2 detik
 Intervensi
1. Observasi perubahan status mental.
Rasional: gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motorik
dapat menunjukkan gangguan aliran darah , hipoksia atau cedera vaskuler
serebral sebagai akibat emboli sistemik.
2. Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa.
Rasional: kulit pucat atausianosis, kuku, membrane mukosa menunjukkan
vasokontriksi perifer atau gangguan aliran darah sisemik.
3. Evaluasi ektremitas untuk adanya/tidak ada kualitas nadi. Catat nyeru tekan
betis/pembengkakan.
Rasional: EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda
(pelvis atau kaki). Tanda gejala mungkin tidak tampak.
4. Tinggikan kaki/telapak kaki saat tidur. Dorong pasien untuk latihan kaki
dengan fleksi/ekstensi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangan kaki
dan duduk atau berdiri terlalu lama.
Rasional: tindakan ini dilakukan untuk menurunkan stasis vena dikaki dan
pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan risiko pembentukan
thrombus.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian agen trombolitik mis.
Streptokinase.
Rasional: diindikasikan pada obstruksi paru berat bila pasien secara serius
hemodinamik terancam.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida


dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan
nafas atas.

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan


pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan. Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut
dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang
berbeda.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,


frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg).

B. Saran

Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa


keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan
awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan gagal napas.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta:


DIVA Press.

Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., (2000) Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC.

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta


Kedokteran edisi 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6.
Jakarta:EGC.
A. PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan pada hari tanggal

1. Identitas Klien

Nama : Tn. S
Umur : 65 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : Jalan Anggrek Rosliana Slipi

Tanggal Masuk: Februari 2021

DX Medis : Gagal Nafas, PSA/SH, Sepsis, MRSA

No Register : 5103659

2. Riwayat Keperawatan

1. Keluhan Utama: klien tidak sadar


2. Riwayat Penyakit Sekarang

Sebelum masuk RS Patria klien terjatuh terpeleset di kamar mandi


terus tidak sadar, setelah beberapa jam klien mengalami demam, nafas
sesak kemudian dibawa ke RSDK lewat IGD. Di IGD diberikan tindakan
pasang ET, periksa darah lengkap, pasang infuse, kemudian dirawat di
ICU sampai pengkajian dilakukan

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit jantung sudah 5 tahun

Riwayat Parkinson sudah 2 tahun

Riwayat Hemiparese sudah 2 tahun

3. Pengkajian Primer
1. Airways
Jalan nafas secret kental produktif, ada reflek batuk bila dilakukan isap
lendir
2. Breathing

Memakai ET no 7,5 dengan ventilator mode CPAP, FiO 2: 30 %, nafas


mesin:10, nafas klien: 28 x/mnt, SaO2: 96, bunyi ronchi kasar seluruh
area paru.

3. Circulation

TD: 147/86 mmHg, HR: 100 x/mnt, MAP: 94, suhu: 36,5 oC, edema
ekstremitas atas dan bawah, capillary refill <>

4. Pengkajian sekunder
1. Kepala : Mesosefal, tidak ada hematom/luka pada kepala
2. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2
mm, tidak ada hematom kelopak mata
3. Hidung : Terpasang NGT, ada lendir kental saat dilakukan isap lendir
4. Telinga : Tampak bersih, tidak ada discharge
5. Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, JVP meningkat
6. Thorak :
 Paru

Inspeksi : Pengembangan paru simetris kanan dan kiri

Palpasi : Sterm fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor seluruh lapang pandang paru

Auskultasi : Ronchi terdengar seluruh lapang paru

 Jantung

Inspeksi : iktus cordis tak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIC 5, 2 cm LMCS

Perkusi : Suara pekak, konfigurasi dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni, gallops (-), murmur (-)

7. Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus normal, 15 x/menit


Perkusi : Timpani

Palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan lien

8. Ekstremitas : Edema ekstremitas atas dan bawah


9. Data Penunjang :

5. Laboratorium
a) Tanggal Januari 2021:
 Kultur steril tidak ada kuman

b) Tanggal 30 januari 2021:


 Kultur darah: ditemukan kuman Stapilokokus Epidedermis
 Kultur urin: ditemukan kuman Stapilokokus Aeureus
 Kuman resisten terhadap semua Cephalosforin dan Beta Lactam
 MRSA dan MRSE

c) Tanggal 30 Januari 2021


Darah Urin

 Hb : 8,7 gr%  PH : 6

 Ht : 26,3 %  Prot : 30 mg/dl

 Eritro : 2,67 jt/mmk  Red : negative

 MCH : 32,70 pg Sediment

 MCV : 98,70  Ep cell : 7 – 10 LPK

 Leuko : 11,0 rb/mmk  Leuko : 10 – 15 LPB

 Urea : 104 mg/dl  Eritrosit : 30 – 40 LPB

 Creatin : 0,99 mg/dl  Ca ox : -

 Na : 130 mmol/L  Asam urat : -

 K : 5,0 mmol/L  Triple phosfat: -

 Cl : 106 mmol/L  Amorf : -

 Ca : 2,1 mmol/L  Sel hialin : -


 Mg : 0,91 mmol/L  Sel granula: -

 Bakteri : positif
BGA tanggal 30 Januari 2021 jam 09.45 wib

PH : 7,36

PCO2 : 37,4 mmHg

PO2 : 58,6 mmHg

HCO3 : 24,5

BE : 0,7

BE ecf : - 0,5

AaDO2: 143

SaO2 : 93 %

6. Foto Rontgen
a) CT Scan tanggal 30 Januari 2021
 Perdarahan intra serebral region transversal kiri dengan edema
 Perdarahan subarachnoid
 Subdural higroma region fronto temporal kanan, temporo parietal kiri
dan interhemisfer serebri
b) Foto Thorak 30 Januari 2021
 Bronkiektasis kanan dan kiri, gambaran pneumonia
Terapi

Program Infus: Oral:

 Comafusin I  Tequien 400 mg tiap 24 jam

 Kalbumin I  Ticlopidin 200 mg / 24 jam

 Fima Hes I  ASA 80 gr / 24 jam

 RL I  CaCO3 500 mg / 8 jam

Injeksi:  Propranolol 10 mg / 8 jam

 Amikin 1 gr/ 24 jam Repirator

 Nootrophyl 3 gram /6 jam CPAP


 Vit C 1 amp / 8 jam FiO2 30 %

 Vit K 1 amp /8 jam


B. ANALISA DATA

N DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


O
1 DS: Sumbatan jalan Bersihan jalan

DO: nafas dan nafas tidak


kurangnya ventilasi efektif
 Jalan nafas secret kental produktif
sekunder terhadap
 Ada reflek batuk bila dilakukan retensi lendir
isap lendir
2 DS: Akumulasi protein Gangguan

DO: dan cairan dalam pertukaran gas


interstitial / area
 Ronchi terdengar seluruh lapang
alveolar
paru

 Bronkiektasis kanan dan kiri,


gambaran pneumonia

 BGA tanggal
3 DS:- Ketidakmampuan Perubahan pola

DO: menelan nutrisi

 Terpasang NGT

 Klien tidak sadar reflek menelan


tidak ada

CT Scan tanggal 15 Juni 2005:

 Perdarahan intra serebral region


transversal kiri dengan edema

 Perdarahan subarachnoid

 Subdural higroma regio fronto


temporal kanan, temporo parietal
kiri dan interhemisfer serebri
4 DS: Penggunaan Resiko cidera

DO: ventilasi mekanik

 Memakai ventilator mode CPAP,


FiO2: 30 %, nafas mesin: 10,
nafas klien: 28 x/mnt, SaO2: 96.
5 DS: Pemasangan selang Resiko tinggi

DO: ET dengan kondisi terhadap infeksi


lemah
 Klien tidak sadar

 Klien terpasang DC, NGT, Infus

 Klien terpasang ET dan ventilator

 Leukosit: 11,0 rb/mmk

 Gagal Nafas, PSA/SH,


6 DS: Adanya sumber Resiko terhadap

DO: penularan dari penularan lewat


kuman stapilokokus udara
 DX Medis: Sepsis, MRSA

Tanggal 5 Juli 2005:

 Kultur darah: ditemukan kuman


Stapilokokus Epidedermis
 Kultur urin: ditemukan kuman
Stapilokokus Aeureus
 Kuman resisten terhadap semua
Cephalosforin dan Beta Lactam
 MRSA dan MRSE

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas
dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan
dalam interstitial / area alveolar
3. Perubahan pola makan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
4. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET
dengan kondisi lemah
6. Resiko terhadap penularan lewat udara berhubungan dengan adanya sumber
penularan dari kuman stapilokokus
D. RENCANA TINDAKAN

TUJUAN & KRITERIA


TGL DP INTERVENSI
HASIL
9/02/2 1 Setelah dilakukan  Catat karakteristik bunyi nafas
tindakan
1 keperawatan selama jalan nafas
 Catat refleks batuk dan lendir yang keluar
efektif.
 Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi
Kriteria hasil: kental
 Bunyi nafas bersih  Berikan humidifikasi pada jalan nafas
 Secret berkurang atau hilang  Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan
ventilator sesuai kebutuhan

 Observasi perubahan pola nafas dan upaya


bernafas

 Berikan cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk


membuang skresi yang lengket

 Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh

 Berikan fisioterapi dada


9/02/2 2 Setelah dilakukan  Kaji status pernafasan
tindakan
1 keperawatan selama 1x24 jam
 Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang
pertukaran gas adekuat menimbulkan ketidaknyaman dalam pernafasan
Criteria hasil:  Catat adanya sianosis
 Perbaikan oksigenasi adekuat:
 Observasi kecenderungan hipoksia dan
akral hangat, peningkatan
kesadaran hiperkapnia

 BGA dalam batas normal  Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik

 Bebas distres pernafasan  Kaji seri foto dada

 Awasi BGA / saturasi oksigen (SaO2)


9/02/2 3 Setelah dilakukan  Kaji status gizi klien
tindakan
1 keperawatan selama 1x24 jam  Kaji bising usus
klien mempertahankan
 Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim
kebutuhan nutrisi
gizi
Criteria hasil:
 Pertahankan asupan kalori dengan makan per
 Laborat Hb, protein dalam batas sonde atau nutrisi perenteral sesuai indikasi
normal
 Periksa laborat darah rutin dan protein
 Makanan dapat masuk sesuai
dietnya
9/02/2 4 Setelah dilakukan  Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam
tindakan
1 keperawatan selama 1x24 jam pada ukuran tekanan
klien bebas dari cidera selama
 Observasi tanda dan gejala barotrauma
ventilasi mekanik
 Posisikan selang ventilator untuk mencegah
Criteria hasil: penarikan selang endotrakeal
 Tidak ada cidera pada
 Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap
pernafasan shift
 Pernafasan klien terkendali
 Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai
normal indikasi

 Monitor terhadap distensi abdomen


9/02/2 5 Setelah dilakukan  Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap
tindakan
1 keperawatan selama 1x24 jam penghisapan
infeksi nosokomial dapat
 Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas
terkendali sesuai indikasi
Criteria hasil:  Pertahankan teknik steril bila melakukan
 Tidak ada tanda-tanda infeksi penghisapan (pakai sarung tangan steril)
 Leukosit dalam batas normal  Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam

 Lakukan pembersihan oral tiap shift

 Monitor tanda vital terhadap infeksi

 Pantau keadaan umum

 Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan


sensitivitas

 Berikan antibiotic amikin 1 gram/ 24 jam


9/02/2 6 Setelah dilakukan  Pertahankan klien di ruang isolasi
tindakan
1 keperawatan selama 3x24 jam
 Lakukan pemantauan alat dan bahan yang
penularan tidak terjadi digunakan klien
Criteria hasil:  Tempatkan tersendiri baju dan alat lain yang
 Klien berada di kamar isolasi sudah dipakai klien

 Semua bahan dan alat yang


 Hindari kontak secara langsung dengan klien dan
dipakai klien ditempatkan alat serta bahan yang dipakai klien
tersendiri  Berikan penkes terhadap keluarga maupun
 Tersedianya baju khusus untuk pengunjung
perawat maupun pengunjung  Pantau hasil laborat kultur dan sensitivitas, baik

darah maupun urin

 Pakai sarung tangan, masker, dan jas yang tersedia


setiap melakukan tindakan keperawatan

E. IMPLEMENTASI & EVALUASI TANGGAL 9 FEBRUARI 2021

TGL
DP IMPLEMENTASI & RESPON KLIEN EVALUASI TTD
JAM
9/02/21 1  Mencatat karakteristik bunyi nafas 10/02/21 jam
21.00 R: ronchi (+) paru kanan dan kiri 07.00 WIB

24.00  Mencatat karakteristik batuk, dan lendir S: -

05.00 R: reflek batuk (+) bila isap lendir, lendir O:

07.00 keluar  Ronchi (+)


 Memberikan cairan garam faal sesuai  Lendir keluar
indiaksi untuk membuang sekresi yang lebih encer
lengket
 Posisi elevasi 300
R: lendir dapat keluar lebih encer
A:
 Memberikan humidifikasi pada jalan nafas
 Masalah teratasi
R: aguades masuk kedalam penampung sebagian
sesuai level
P:
 Mempertahankan posisi tubuh/kepala dan
 Lanjutkan
gunakan ventilator sesuai kebutuhan
intervensi
R: posisi kepala tempat tidur tetap elevasi sebelumnya
300

 Mengobservasi perubahan pola nafas dan


upaya bernafas

R: pola nafas memakai mode CPAP, F: 12,


klien 14 x/mnt, FiO2 30%

 Memberikan fisioterapi dada

R: fisioterapi dada sudah dilakukan klien


batuk-batuk

 Memonitor status hidrasi untuk mencegah


sekresi kental

R: BC + 107, turgor baik


9/02/21 2  Mengkaji status pernafasan 10/02/21 jam

21.00 R: memakai mode CPAP, F: 12, klien 14 07.00 WIB

24.00 x/mnt, FiO2 30% S: -


05.00  Mengkaji penyebab adanya penurunan O:

07.00 PaO2  Respirasi dengan


R: adanya gangguan ventilasi dan perfusi vent.mode CPAP,
paru FiO2 30 %

 Mencatat adanya sianosis  Tidak ada sianosis

R: tidak ada sianosis A:

 Mengobservasi kecenderungan hipoksia


 Masalah teratasi
dan hiperkapnia sebagian

R: SaO2 96%, BGA: dalam batas normal P:

 Mempertahankan bantuan nafas dengan


 Lanjutkan
ventilator mekanik intervensi

R: ventilator terpasang sesuai kebutuhan sebelumnya


klien
9/02/21 3  Mengkaji kebutuhan gizi klien 10/02/21 jam

21.00 R: 1400 kkal, 60 gr protein 07.00 WIB

24.00  Mengkaji bising usus klien S: -

05.00 R: BU normal, 20 x/mnt, residu negatif O:

07.00  Diit masuk


 Mempertahankan asupan kalori dengan
 Tidak ada muntah
makan per sonde atau nutrisi perenteral
sesuai indikasi  Residu negative
R: diet masuk, residu negative, tidak ada
 BU 20 x/mnt
muntah
A:Masalah teratasi
 Memantau hasil darah rutin dan protein sebagian
R: Hb 10,3 gr%, Albumin: 2,8 mg/dl P:Lanjutkan
intervensi
sebelumnya
9/02/21 4  Memonitor ventilator terhadap peningkatan 10/02/21 jam

21.00 tajam pada ukuran tekanan 07.00 WIB


24.00 R: tidak ada peningkatan tekanan yang S: -

05.00 tajam O:

07.00  Mengobservasi tanda dan gejala barotrauma


 Tidak ada
R: tidak ada tanda dan gejala barotrauma peningkatan

 Memposisikan selang ventilator untuk tekanan yang

mencegah penarikan selang endotrakeal tajam


R: sirkuit letak lebih rendah dari ET, Tidak ada

plester terpasang kuat, balon ET terisi barotrauma


cukup  ET terpasang tetap

 Mengkaji panjang selang ET dan catat A:


panjang  Masalah teratasi
R: ET posisi tetap pada angka 21, paru sebagian
kanan dan kiri terdengar sama P:
 Memberikan antasida dan beta bloker
 Lanjutkan
lambung sesuai indikasi intervensi
R: sukralfat 500 mg sudah masuk sebelumnya

 Memonitor terhadap distensi abdomen

R: tidak ada distensi abdomen


9/02/21 5  Mengevaluasi warna, jumlah, konsistensi 10/02/21 jam

21.00 sputum tiap penghisapan 07.00 WIB

24.00 R: warna putih, lendir keluar 5 cc an S: -

05.00  Menampung specimen untuk kultur dan O:


sensitivitas sesuai indikasi  Lendir dapat
07.00
 Mempertahanakan teknik steril bila keluar
melakukan penghisapan (pakai sarung
 Teknik steril
tangan steril) dilakukan
R: sudah memakai sarung tangan dan
 Tanda vital dalam
masker tiap melakukan tindakan batas normal
 Memberikan injeksi antibiotic Amikin 1 gr Kultur MRSA &

R: obat masuk tidak ada alergi MRSE

 Melakukan pembersihan oral A:

R: mulut klien tampak bersih  Masalah teratasi


sebagian
 Memantau keadaan umum
P:
R: KU lemah, kesadaran sopor
 Lanjutkan
 Memantau hasil pemeriksaan laborat untuk
intervensi
kultur dan sensitivitas
sebelumnya
R: kultur ada kuman stapilokokus (MRSA
& MRSE)

 Memonitor tanda vital terhadap infeksi

R: TD: 112/63 mmHg, MAP: 75, HR: 83


x/mnt, suhu: 36,8 0C
9/02/21 6  Mempertahankan klien di ruang isolasi 10/02/21 jam

21.00 R: klien tetap di ruang tersendiri dan 07.00 WIB

24.00 kamar tertutup S: -

07.00  Melakukan pemantauan alat dan bahan O:


yang digunakan klien  Klien dirawat di
R: tempat yang tersedia sudah digunakan ruang isolasi

 Menempatkan tersendiri baju dan alat lain


 Bahan dan alat
yang sudah dipakai klien disendirikan


R: alat dan bahan dimasukkan dalam bak Masker, jas,
khusus sarung tangn

 Menghindari kontak secara langsung dipakai setiap

dengan klien dan alat serta bahan yang tindakan


dipakai klien  Keluarga dapat

R: sudah memakai masker, sarung tangan mengerti dan

dan jas setiap melakukan tindakan mengangguk


 Memberikan penkes terhadap keluarga
 Kultur MRSA &
maupun pengunjung MRSE

R: keluarga dapat memahami dan setuju. A:

 Memantau hasil laborat kultur  Masalah teratasi


dan
sensitivitas, baik darah maupun urin sebagian

R: kultur ditemukan adanya kuman P:


stapilokokus (MRSA & MRSE)  Lanjutkan
 Memakai sarung tangan, masker, dan jas intervensi
yang tersedia setiap melakukan tindakan sebelumnya
keperawatan

R: sudah dilakukan perawat jaga ruang


isolasi

F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TANGGAL 10 FEBRUARI 2021

TGL
DP IMPLEMENTASI & RESPON KLIEN EVALUASI TTD
JAM
10/02/21 1  Mencatat karakteristik bunyi nafas 11/02/21 jam

21.00 R: ronchi (+) paru kanan dan kiri 07.00 WIB


24.00  Mencatat karakteristik batuk, dan lendir S: -

05.00 R: reflek batuk (+) bila isap lendir, lendir O:

07.00 keluar  Ronchi (+)


 Memberikan cairan garam faal sesuai  Lendir keluar
indiaksi untuk membuang skresi yang lebih encer
lengket
 Posisi elevasi 300
R: lendir dapat keluar lebih encer
A:
 Memberikan humidifikasi pada jalan
 Masalah teratasi
nafas
sebagian
R: aguades masuk kedalam penampung
P:
sesuai level
 Lanjutkan
 Mempertahankan posisi tubuh/kepala dan
intervensi
gunakan ventilator sesuai kebutuhan
sebelumnya
R: posisi kepala tempat tidur tetap elevasi
300

 Mengobservasi perubahan pola nafas dan


upaya bernafas

R: pola nafas memakai mode CPAP, F:


12, klien 14 x/mnt, FiO2 30%

 Memberikan fisioterapi dada

R: fisioterapi dada sudah dilakukan klien


batuk-batuk

 Memonitor status hidrasi untuk mencegah


sekresi kental

R: BC + 107, turgor baik


10/02/21 2  Mengkaji status pernafasan 11/02/21 jam

21.00 R: memakai mode CPAP, F: 12, klien 14 07.00 WIB

24.00 x/mnt, FiO2 30% S: -

 Mengkaji penyebab adanya penurunan


05.00 PaO2 O:

07.00  Respirasi dengan


R: adanya gangguan ventilasi dan perfusi
paru vent.mode CPAP,

 Mencatat adanya sianosis FiO2 30 %

R: tidak ada sianosis  Tidak ada sianosis

 Mengobservasi kecenderungan hipoksiaA: Masalah teratasi


dan hiperkapnia sebagian

R: SaO2 96%, BGA: dalam batas normal P: Lanjutkan


intervensi
 Mempertahankan bantuan nafas dengan
sebelumnya
ventilator mekanik

R: ventilator terpasang sesuai kebutuhan


klien
10/02/21 3  Mengkaji kebutuhan gizi klien 11/02/21 jam

21.00 R: 1400 kkal, 60 gr protein 07.00 WIB

24.00  Mengkaji bising usus klien S: -

05.00 R: BU normal, 20 x/mnt, residu negatif O:

07.00  Diit masuk


 Mempertahankan asupan kalori dengan
 Tidak ada muntah
makan per sonde atau nutrisi perenteral
sesuai indikasi  Residu negative
R: diet masuk, residu negative, tidak ada
 BU 20 x/mnt
muntah
A: Masalah teratasi
 Memantau hasil darah rutin dan protein sebagian
R: Hb 10,3 gr%, Albumin: 2,8 mg/dl P: Lanjutkan
intervensi
sebelumnya
10/02/21 4 Memonitor ventilator terhadap 11/02/21 jam

21.00 peningkatan tajam pada ukuran tekanan 07.00 WIB

24.00 R: tidak ada peningkatan tekanan yang S: -


05.00 tajam O:

07.00  Mengobservasi tanda dan 


gejala Tidak ada
barotrauma peningkatan

R: tidak ada tanda dan gejala barotrauma tekanan yang


tajam
 Memposisikan selang ventilator untuk
mencegah penarikan selang endotrakeal  Tidak ada
barotrauma
R: sirkuit letak lebih rendah dari ET,
 ET terpasang tetap
plester terpasang kuat, balon ET terisi
cukup A:

 Mengkaji panjang selang ET dan catat


 Masalah teratasi
panjang sebagian

R: ET posisi tetap pada angka 21, paru P:


kanan dan kiri terdengar sama  Lanjutkan
 Memberikan antasida dan beta bloker intervensi
lambung sesuai indikasi sebelumnya

R: sukralfat 500 mg sudah masuk

 Memonitor terhadap distensi abdomen

R: tidak ada distensi abdomen


10/02/21 5  Mengevaluasi warna, jumlah, konsistensi 11/02/21 jam

21.00 sputum tiap penghisapan 07.00 WIB

24.00 R: warna putih, lendir keluar 5 cc an S: -

05.00  Menampung specimen untuk kultur dan O:


sensitivitas sesuai indikasi  Lendir dapat
07.00
 Mempertahanakan teknik steril bila keluar
melakukan penghisapan (pakai sarung
 Teknik steril
tangan steril) dilakukan
R: sudah memakai sarung tangan dan
 Tanda vital dalam
masker tiap melakukan tindakan batas normal
 Memberikan injeksi antibiotic Amikin 1
gr  Kultur MRSA &

R: obat masuk tidak ada alergi MRSE

 Melakukan pembersihan oral A:

R: mulut klien tampak bersih  Masalah teratasi


sebagian
 Memantau keadaan umum
P:
R: KU lemah, kesadaran sopor
 Lanjutkan
 Memantau hasil pemeriksaan laborat
intervensi
untuk kultur dan sensitivitas
sebelumnya
R: kultur ada kuman stapilokokus
(MRSA & MRSE)

 Memonitor tanda vital terhadap infeksi

R: TD: 112/63 mmHg, MAP: 75, HR: 83


x/mnt, suhu: 36,8 0C
10/02/21 6  Mempertahankan klien di ruang isolasi 11/02/21 jam

21.00 R: klien tetap di ruang tersendiri dan 07.00 WIB

24.00 kamar tertutup S: -

07.00  Melakukan pemantauan alat dan bahan O:


yang digunakan klien  Klien dirawat di
R: tempat yang tersedia sudah digunakan ruang isolasi

 Menempatkan tersendiri baju dan alat lain


 Bahan dan alat
yang sudah dipakai klien disendirikan


R: alat dan bahan dimasukkan dalam bak Masker, jas,
khusus sarung tangn

 Menghindari kontak secara langsung dipakai setiap

dengan klien dan alat serta bahan yang tindakan


dipakai klien  Keluarga dapat

R: sudah memakai masker, sarung tangan mengerti dan

dan jas setiap melakukan tindakan mengangguk


 Memberikan penkes terhadap keluarga
 Kultur MRSA &
maupun pengunjung MRSE

R: keluarga dapat memahami dan setuju. A:

 Memantau hasil laborat kultur dan


 Masalah teratasi
sensitivitas, baik darah maupun urin sebagian

R: kultur ditemukan adanya kuman P:


stapilokokus (MRSA & MRSE)  Lanjutkan
 Memakai sarung tangan, masker, dan jas intervensi
yang tersedia setiap melakukan tindakan sebelumnya
keperawatan

R: sudah dilakukan perawat jaga ruang


isolasi

Anda mungkin juga menyukai