Anda di halaman 1dari 43

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA PNEUMONIA

Oleh :
Hawasyalna Anasyifa Sundjana
1620221165

Pembimbing :
Dr. dr. Aziza Ghanie Icksan, Sp.Rad (K)

Kepaniteraan Klinik Departemen Radiologi


Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Fakultas
Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian ilmu radiologi Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta di RSUP
Persahabatan Jakarta periode 21 Mei – 30 Juni 2018. Penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada Dr. dr. Aziza Ghanie Icksan, Sp.Rad (K) selaku pembimbing
makalah ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama
kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.

Jakarta, Juni 2018

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Hawasyalna Anasyifa Sundjana, S.Ked


NIM : 1620221165
Departemen : Radiologi RSUP Persahabatan Jakarta
Instansi : Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
Periode : 21 Mei – 30 Juni 2018
Pembimbing : dr. Aziza Ghanie Icksan, Sp.Rad (K)
Judul : Gambaran Radiologi Pada Pneumonia

Jakarta, Juni 2018

Dr. dr. Aziza Ghanie Icksan, Sp.Rad (K)

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang…………………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Paru-Paru……………………………………………………………2
II.2 Fisiologi Paru…………………………………………………………………5
II.3 Epidemiologi Pneumonia……………………………………………………..6
II.4 Etiologi Pneumonia…………………………………………………………...7
II.5 Klasifikasi Pneumonia……………………………………………………….10
II.6 Patofisologi Pneumonia……………………………………………………...12
II.7 Diagnosis Pneumonia………………………………………………………..15
II.8 Prognosis Pneumonia………………………………………………………..22
BAB III GAMBARAN RADIOLOGIS PNEUMONIA
III.1 Gambaran Radiologi Anatomi Toraks……………………………………...23
III.2 Pneumonia dan Klasifikasinya Sesuai Radiologis………………………….24
III.3 Pneumonia Lobaris………………………………………………………….27
III.4 Bronkopneumonia…………………………………………………………..29
III.5 Pneumonia Intertisial……………………………………………………….32
III.6 Pneumonia Cystis Cranii……………………………………………………34
III.7 Pneumonia Aspirasi………………………………………………………...35
III.8 Diagnosis Banding………………………………………………………….35
BAB IV KESIMPULAN………………………………………………………..38
BAB V DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..39

iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Penyakit ini merupakan penyebab utama
kematian yang menular pada anak-anak dibawah usia 5 tahun, menewaskan
sekitar 2.400 anak setiap hari. Pneumonia terhitung sekitar 16 persen dari 5,6 juta
kematian balita, menewaskan sekitar 880.000 anak pada tahun 2016. Sebagian
1
besar korbannya berusia kurang dari 2 tahun.
Begitupun Indonesia pada tahun 2015 terdapat kurang lebih 14 persen dari
147.000 anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia.
Dari statistik tersebut, dapat diartikan sebanyak 2-3 anak di bawah usia 5 tahun
meninggal karena pneumonia setiap jamnya. Hal tersebut menyebabkan
pneumonia sebagai penyebab kematian utama bagi anak di bawah usia 5 tahun di
2
Indonesia.
Mortalitas karena pneumonia pada masa kanak-kanak sangat terkait
dengan faktor kemiskinan seperti kekurangan gizi, kurangnya air bersih dan
sanitasi, polusi udara dalam ruangan dan akses kesehatan yang tidak memadai.
Pendekatan integratif sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah kesehatan
1
masyarakat. Sekitar 50% kematian akibat pneumonia pada anak-anak dikaitkan
dengan polusi udara. Efek polusi udara dalam ruangan membunuh lebih banyak
anak secara global daripada polusi udara luar. Pada saat yang sama, sekitar 2
miliar anak-anak usia 0-17 tahun tinggal di daerah-daerah di mana polusi udara
1
luar ruangan melebihi batas pedoman internasional.
Penyebab pneumonia adalah berbagai macam virus, bakteri atau jamur.
Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah pneumokokus (Streptococcus
pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b) dan stafilokokus (Staphylococcus
aureus). Virus penyebab pneumonia sangat banyak, misalnya rhinovirus, respiratory
syncytial virus (RSV), virus influenza, dan virus campak (morbili) juga dapat
2
menyebabkan komplikasi berupa pneumonia.

1|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Paru-Paru


Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk
kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma,
diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas
paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung
diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe
3
memasuki tiap paru pada bagian hilus.

Gambar 2.1 Anatomi Paru


Sumber : Google.com

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus.


Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus
inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius
dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus
superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri
ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada
paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9
yang kanan. Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-
3
cabang yg lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.

2|Page
Gambar 2.2 Segmens of Pulmonis
Sumber : Google.com

Gambar 2.3 Aliran Darah Par-Jantung


Sumber : Google.com
3|Page
Pembuluh Darah Paru
Bronchus, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis meneri.ma darah dari
arteriae bronchiales, yang merupakan cabang darl aortadescendens. Venae
bronchiales mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos. Alveoli
menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteria pulmonalis.
Darah yang telah mengalami oksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli dan
akhirnya bermuara ke dalam kedua vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis
meninggalkan radix pulmonis masing-rnasing paru (Gambar 4) untuk bermuara ke
3
dalam atrium kiri jantung.

Radix Pulmonis
Radix pulmonis dibentuk oleh alat-alat yang masuk dan keluar paru. Alat-alat
tersebut adalah bronchus, arteria dan vena pulmonalis, pembuluh limfe, arteria dan
vena bronchialis, dan saraf. Radixpulmonis dikelilingi oleh selubung pleura, yang
menghubungkan pleura parietalis pars mediastinalis dengan pleura visceralis yang
3
membungkus paru.

Aliran Limfe Paru


Pembuluh limfe berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus, dan
tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis (subpleura) terletak di
bawah pleura visceralis dan mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke
arah hilus pulmonalis, tempat pembuluh-pembuluh limfe bermuara ke nodi
bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchus dan arteria
dan vena pulmonalis menuju ke hilus pulmonis, mengalirkan limfe ke nodi
pulmonis yang terletak di dalam substansi paru. Limfe kemudian masuk ke dalam
nodi bronchopulmonales di dalam hilus pulmonis. Semua limfe dari paru
meninggalkan hilus pulmonis mengalir ke noditracheobronchiales dan kemudian
3
masuk ke dalam truncus lymphaticus bronchomediastinalis.

Persarafan Paru
Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis. Plexus dibentuk dari
cabang-cabang truncus sympathicus dan serabut-serabut parasimpatik nervus

4|Page
vagus. Serabut-serabut eferen simpatik mengakibatkan bronchodilatasi dan
3
vasokonstriksi.
Serabut-serabut eferen parasimpatik mengakibatkan bronchokonstriksi,
vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari
membrana mucosa bronchus dan dari reseptor regang dinding alveoli berjalan ke
3
sistem saraf pusat di dalam saraf simpatik dan parasimpatik.

II.2 Fisiologi Paru


a. Fisiologi ventilasi paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan
4
udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
(1) Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru

dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H 2O,


yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan
paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama
inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru ke
arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan
4
menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm H2O).
(2) Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika
glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar
paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya
sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas)
yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus
sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O)
dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik.
4
Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang berlawanan.
(3) Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan
pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru
yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang
4
disebut tekanan daya lenting paru.
b. Mekanisme Pertahanan Paru

5|Page
Udara inspirasi selain sebagai sumber oksigen (O2) bagi tubuh
juga memasukkan sejumlah partikel, gas beracun, dan mikroorganisme ke
dalam saluran napas. Saluran napas atas dan bawah memproteksi paru
melalui pertahanan anatomis. Hal ini berhubungan dengan reflek batuk
dan penggunaan perangkat mukosilier beserta enzim dan imunoglobulin A
4
(IgA) yang disekresikan.
Sejumlah sel berfungsi memelihara sterilitas dan melindungi
saluran napas, yaitu epitel saluran napas, epitel alveolar, makrofag, sel
dendritik, dan sel polimorfonuklear (PMN). Sel-sel ini terutama dilengkapi
dengan pattern recognition receptors (PRRs) dan secara anatomis
dikondisikan untuk mengatasi mikroba yang masuk ke rongga udara.
Lapisan basal mukosa respiratorik di hidung dan saluran napas konduksi
mengandung sel dendritik yang tersusun rapat, akan mengenali dan
menangkap setiap invasi mikroorganisme serta membawanya ke dalam
drainaise limfatik untuk membangkitkan sistem imun adaptif. Partikel
berukuran kurang dari 2 µm yang mencapai unit respiratorik di luar
bronkiolus respiratorik akan ditangkap makrofag alveolar dalam mileu
yang kaya elemen pertahanan seperti IgG, komplemen, surfaktan, dan
4
fibronektin.

II.3 Epidemiologi Pneumonia


Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang
terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia.
Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur, pneumonia
dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak.
Di Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas
5
pada anak di bawah 2 tahun.
UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena
penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak
hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan
kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan
bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena

6|Page
Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara
berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan.
Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab
kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang.
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di
negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim
5
semi, dinegara tropis pada musim hujan.

II.4 Etiologi Pneumonia


Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, Streptococcus
pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan
5
distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi.
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus
(RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri
yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta
5
kuman atipik klamidia dan mikoplasma.
Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes
merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak
pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain
itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia
bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan
penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired
acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia atau
pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical pneumonia
penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan
batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat
5
yang tersering ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan terjadinya infeksi. 5
Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang

7|Page
Lahir - 20 hari Bakteria Bakteria
 Escherichia colli  Group D streptococci
 Group B streptococci  Haemophillus influenzae
 Listeria  Streptococcus pneumoniae
monocytogenes  Ureaplasma urealyticum
Virus
 Cytomegalovirus
 Herpes simplex virus

3 minggu – 3 Bakteria Bakteria


bulan  Clamydia trachomatis  Bordetella pertusis
 Streptococcus  Haemophillusinfluenza type
pneumoniae B & non typeable
Virus  Moxarella catarrhalis
 Respiratory syncytial  Staphylococcus aureus
virus  Ureaplasma urealyticum
 Influenza virus Virus
 Para influenza virus  Cytomegalovirus
1,2 and 3
 Adenovirus

8|Page
4 bulan – 5 tahun Bakteria Bakteria
 Streptococcus  Haemophillus influenza type
pneumoniae B
 Clamydia pneumoniae  Moxarella catarrhalis
 Mycoplasma  Neisseria meningitis
pneumoniae  Staphylococcus aureus
Virus Virus
 Respiratory syncytial  Varicella zoster virus
virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Adenovirus
 Measles

5 tahun – dewasa Bakteria Bakteria


 Clamydia pneumonia  Haemophillus influenza type
 Mycoplasma B
pneumonia  Legionella species
 Streptococcus  Staphylococcus aureus
pneumoniae Virus
 Adenovirus
 Epstein barr virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Respiratory syncytial virus
 Varicella zoster virus

9|Page
Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. 5
Communityy-acquired acute pneumonia
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A
and B (adults); adenovirus
(military recruits); SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens,
Escherichia coli) and
Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria,
Histoplasma capsulatum,
Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

II.5 Klasifikasi Pneumonia


Menurut sifatnya
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang
tidak mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu
Staphylococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae,

10 | P a g e
juga Virus penyebab infeksi pernapasan (Influenza, Parainfluenza, RSV).
Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas (atipikal) yaitu
6
mykoplasma, chlamydia, dan legionella.
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,
selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga
bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes
6
mellitus, HIV, kanker, dll.
Berdasarkan kuman penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
6
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
6
Chlamydia.
6
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus.
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutamapadapenderitadengandayatahanlemah
6
(immunocompromised).
Berdasarkan klinis dan epidemiologi
a. Pneumonia komuniti (Community acquired pneumonia/CAP) pneumonia
yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk
pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48
6
jam.
b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia/HAP) merupakan
pneumonia yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam
berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di
temukan yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan Gram negatif
lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa,
Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri
6
penyebab HAP.
c. Pneumonia aspirasi
Berdasarkan lokasi infeksi

11 | P a g e
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus
besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran
airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan
edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak
pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen.
Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus
6
seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan.
b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.
Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.
Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada
6
bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan
peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
6
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

II.6 Patofisiologi Pneumonia


Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
1
tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan
yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia
lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
6
merusak organ paru-paru.

12 | P a g e
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis
dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa
6
cara mikroorganisme mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
6
abuse).
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
6
terbentuknya antibodi.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang
paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan
paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
6
pneumonia.
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)

13 | P a g e
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
6
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli
tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
6
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit
di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
6
mengalami kongesti.
4. Stadium Akhir (Resolusi)

14 | P a g e
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna
secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk.
Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai
6
pulih mencapai keadaan normal.

II.7 Diagnosis Pneumonia


II.7.1 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
6
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, meliputi:
a) Gejala Mayor:
1. Batuk
2. Sputum produktif
O
3. Demam (suhu >38 C)
b) Gejala Minor:
1. Sesak napas
2. Nyeri dada
3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. Jumlah leukosit >12.000/L
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
6
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
6
basah kasar pada stadium resolusi.
II.7.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan

15 | P a g e
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut
5, 6
dapat terjadi asidosis respiratorik.

II.7.3 Pemeriksaan Foto Toraks


Tidak direkomendasi untuk dilakukan secara rutin pada anak dengan
infeksi saluran pernafasan bawah akut ringan. Pemeriksaan dilakukan pada
penderita pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang
membingungkan. Foto toraks ulang hanya dilakukan bila didapatkannya
atelectasis, kecurigaan terjadi komplikasi pneumonia berat, gejala yang menetap
5,6
dan memburuk, atau tidak respon terhadap antibiotik.
5
Secara umum gambaran pneumonia foto toraks pada pneumonia berupa:
 Infiltrate interstisial: peningkatan corakan bronkovaskular, hiperaerisasi.
 Infiltrate alveolar (konsolidasi paru dengan air bronchogram), disebut
dengan pneumonia lobaris bila mengenai satu lobus paru.
 Bronkopneumonia: bercak-bercak infiltrate difus merata pada kedua paru
(dapat meluas hingga daerah perifer paru) disertai peningkatan corakan
peribronkial.
 Penebalan peribronkial, infiltrate interstisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus.
 Infiltrate alveolar berupa konsolidasi segmen lobar, bronkopneumonia, dan
air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

II.7.4 Pemeriksaan Bakteriologis


Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum
5,6
disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur
dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria

16 | P a g e
dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan
5,6
yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.

II.8 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
5,6
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
 Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa.
 Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
 Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat
5,6
dilihat sebagai berikut :
II.8.1 Pemberian Antibiotik
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
 Golongan Penisilin
 TMP-SMZ
 Makrolid

 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)


 Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
 Makrolid baru dosis tinggi
 Fluorokuinolon respirasi

 Aminoglikosid
 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
 Tikarsilin, Piperasilin
 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
 Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
 Vankomisin

17 | P a g e
 Teikoplanin
 Linezolid
Hemophilus influenzae
 TMP-SMZ
 Azitromisin
 Sefalosporin gen. 2 atau 3
 Fluorokuinolon respirasi
Legionella
 Makrolid
 Fluorokuinolon
 Rifampisin

 Doksisiklin
 Makrolid
 Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
 Doksisikin
 Makrolid
 Fluorokuinolon

Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8


Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II
Kategori I Usia -S.pneumonia Klaritromisin - Siprofloksasin
penderita -M.pneumonia 2x250 mg 2x500mg atau
< 65 tahun -C.pneumonia -Azitromisin Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit -H.influenzae 1x500mg - Levofloksasin
Penyerta (-) -Legionale sp Rositromisin 1x500mg atau
-Dapat -S.aureus 2x150 mg atau Moxifloxacin
berobat jalan -M,tuberculosis 1x300 mg 1x400mg
-Batang Gram (-) - Doksisiklin 2x100mg

18 | P a g e
Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid
penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) S.aures -Betalaktam
-Dapat M.catarrhalis
berobat jalan Legionalle sp

Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +


III berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
- Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason
dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +
RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat
perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase
-S.aureus +makrolid
M.pneumoniae

Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/


IV berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalosporin
-Jamur endemic generasi 3 +
kuinolon

II.8.2 Terapi Suportif Umum


1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
5,6
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

19 | P a g e
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
5,6
bronkospasme.
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan
napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan
ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
5,6
pernapasan.
4) Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,
dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,
termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk
5,6
maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5) Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
5,6
tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.
6) Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan
bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
7) Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
5,6
pneumonia adalah:
a) Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan
penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi.
Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi
dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.9
b) Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan
atau didapat asidosis respiratorik.
c) Respiratory arrest.
d) Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
5,6
8) Drainase empiema bila ada.
9) Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan
5,6
CO2 yang berlebihan.

20 | P a g e
III.8.3 Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan
obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi
biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan
secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi
sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien
beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan
perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki
6
saluran pencernaan berfungsi normal.
6
Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah:
1) Temp ≤ 37,8 C, Kesadaran baik
2) Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,
3) Respirasi rate≤ 24 napas / menit
4) Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
5) Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,
6) Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

II.8.4 Komplikasi Pneumonia


1. Efusi pleura dan empiema.
Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa
efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus
50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada
Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril.
6
Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik.
Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis. Dapat
juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik,
peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian
6
fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.
6
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
6
oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

21 | P a g e
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari
4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti
6
Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis.
Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga
oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau
6
hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans.

II.8.5 Prognosis Pneumonia


Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya
antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar
dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus
adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan
kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru
obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih
lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk.
6
Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.
Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan
di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat
6
jalan kecuali:
1) Bila terdapat penyakit paru kronik
2) PN Meliputi banyak lobus
3) Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:
4) Usia > 60 tahun.
5) Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas >
30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500->30.000)

22 | P a g e
BAB III
RADIOLOGI PNEUMONIA

III.1 Gambaran Radiologi Anatomi Toraks

Gambar 3.1 Radiografi Toraks PA Normal


Sumber : Parker, MS., et al. 2011

Gambar 3.1 Radiografi Toraks PA Normal


Sumber : Parker, MS., et al. 2011

23 | P a g e
Gambar 3.3 Radiografi CT Toraks Normal
Sumber : Parker, MS., et al. 2011

III.2 Pneumonia dan Klasifikasinya Secara Radiologis


Infeksi paru (Pneumonia) dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan
beberapa protozoa. Gambaran pneumonia akan terjadi peningkatan densitas dalam
bagian paru yang terkena. Paru yang memberi gambaran lusen, akan tampak lebih
opak karena adanya proses peradangan yang menggantikan udara. Gambaran opak
yang diberikan pun berbeda-beda, tergantung bentuk infeksi dan distribusinya.

24 | P a g e
Salah satu gambaran khas pneumonia adanya air bronkogram, yakni
terperangkapnya udara dalan bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada
8
alveolus. Namun, gambaran ini tidak muncul di semua pneumonia.

Sumber: Bossart, P., 2012.


Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu
agen penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan
keterangan klinis, laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena
itu pada dasarnya semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu
8
dalam menegakkan suatu diagnosis.
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior)
dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk
melihat adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya
sama seperti gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli
digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih
opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus
disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan
8
alveoli secara tersebar maka disebut bronchopneumoniae.
Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum
8
antara lain:
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus

25 | P a g e
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam
percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara
yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat
akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan
air bronchogram sign positif (+)

Sumber : Google.com

e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang
berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat
untuk menentukan letak lesi paru; jika batas lesi dengan jantung hilang,
berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan. Maka akan disebut sebagai sillhoute sign (+).

Sumber : Google.com

26 | P a g e
Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris,
pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis
8,9
(bronkiolitis).

III.3 Pneumonia Lobaris


9
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung


terjadi di daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan
menyebar secara sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang
selanjutnya akan membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang
mengalami konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga
pada derah bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign
9
(+).
A. Gambaran Foto Thorax Pneumonia Lobaris

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

27 | P a g e
Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada
lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih
tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris ini
9
paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia.

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu


segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
9
pada pneumonia jenis ini.
B. Gambaran CT-Scan Pneumonia Lobaris

G Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Gambar diatas, menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi dengan


memperlihatkan adanya perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air
brochogram sign sepanjang bronkus lobus atas paru kanan dan gambaran ground
glass di tepi perselubungan dan paru normal.
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran
pola dan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-
ray. Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau

28 | P a g e
dipastikan pneumonia. Akan tetapi, CT-scan merupakan pilihan yang
direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di
9
temukan pada foto konvensional.

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri


sampai ke perifer.

III.4 Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)


Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru
9
tengah dan bawah.
9
Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia:

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme


awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul
sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud
pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial

29 | P a g e
dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B).
Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata,
corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal,
namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) . A.
Gambaran Foto Thorax Bronkopneumonia

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada


lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan
oleh Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa.
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.
Bronkopneumonia adalah proses multi fokal yang dimulai pada bronkiolus
terminalis dan respiratorius dan cenderung menyebar secara segmental. dapat juga
disebut pneumonia lobularis dan menghasilkan konsolidasi yang tidak homogen.
Pada foto thoraks tampak infiltrat peribronkhial yang semiopak dan tidak
homogen didaerah hillus yang menyebabkan batas jantung menghilang, penyebab
9
paling sering oleh S.aureus dan organisme Gram negatif.

30 | P a g e
Sumber : google.com

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang


dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas
kiri dan lobus bawah kiri.
B. Gambaran CT-Scan Bronkopneumonia

Sumber : google.com

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak


menjalar sampai perifer.

31 | P a g e
III.5 Pneumonia Interstisial
Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi
dari virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan
kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga
terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi
cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia
fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan
interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan
9
neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral.

A. Gambaran Foto Thorax Pneumonia Interstisial

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Pada fase akut tampak gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan
edema dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi,
bercak-bercak inifiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan.

32 | P a g e
Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial


prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,
diliputi oleh perselubungan yang tidak merata. B. Gambaran CT-Scan Pneumonia
Interstisial

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria berusia 19


tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang
irreguler. (B) CT-Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area

33 | P a g e
konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau
9
bronkiolektasis (tanda panah).

III.6 Pneumonia Cystis Carinii


Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit
dengan adanya imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Pola ini sulit dikenali, namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak
tidak berbatas tegas atau “kabur” dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan
adanya air brochogram sign. Pola ini sering ditemukan pada infeksi pneumonia
Pneumocystis carinii yang diderita oleh pasien dengan imunosupresi terutama
9
akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan infeksi virus.
A. Gambaran Foto Thorax Cystis Carinii

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris atau pola


reticulonodular. Utamanya cenderung mengisi daerah perihiler, namun dapat juga
meluas ke daerah atas dan bawah paru.
B. Gambaran CT-scan Cystis Carinii

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

34 | P a g e
Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris terkadang tidak rata
dan menyebar.

III.7 Pneumonia Aspirasi


Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair
ke dalam saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga
disebabkan oleh adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran
9
napas.

Sumber : Lippincott William & Wilkin, 2007

Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral di


kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas carina.
Kasus tersebut adalah seorang pria usia 29 tahun, dengan riwayat cerebral palsy
dan gangguan neurologis, di bawa ke rumah sakit dengan kesadaran menurun.

III.8 Diagnosis Banding Pneumonia Secara Radiologis


1. Tuberculosis Paru (TB)
Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis
TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu),
nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam,
menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan
6
berat badan.

35 | P a g e
Sumber : google.com

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto
thorax proyeksi PA.

2. Atelektasis
Atelektasis adalah istilah yang berarti
pengembangan paru yang tidak sempurna
dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada
bagian paru yang terserang tidak
mengandung udara dan kolaps. Memberikan
gambaran yang mirip dengan pneumonia
tanpa air bronchogram. Namun terdapat
penarikan jantung, trakea, dan mediastinum
ke arah yang sakit karena adanya
pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan
pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan
6
tampak thorax asimetris.

36 | P a g e
3. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air


bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan
jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax
membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda
6
khas pada efusi pleura.

37 | P a g e
BAB IV
KESIMPULAN

Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang
dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi
bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam,
batuk berdahak, sesak napas, dan terkadang disertai nyeri dada.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT
Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas
pada pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air
bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas
tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata
menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga
pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik yang
sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi supportif lainnya.
Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang
adekuat, faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.

38 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF, 2018. Pneumonia claims the lives of the world’s most vulnerable
children . https://data.unicef.org/topic/child-health/pneumonia/
2. IDAI, 2016. Memperingati Hari Pneumonia Dunia.
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/memperingati-hari-
pneumonia-dunia
3. Drake, Vogl, and Mitchell, 2014. GRAY Dasar-Dasar Anatomi. Elsevier:
US
4. Guyton, C A, Hall, John E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 12.
EGC: Jakarta.
5. Said, M., 2010. Pneumonia, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi I Cetakan
2. IDAI: Jakarta.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014 Pneumonia Komuniti. PDPI:
Jakarta.
7. Parker, MS., et al., 2011. Teaching Atlas of Chest Imaging. Thieme:
Virginia.
8. Bossart, P., 2012. Pneumonia in The ED. University of Michigan: US.
9. Muller, NL., Franquet, T, Lee, KS., 2007. Imaging of Pulmonary Infection.
Lippincott William & Wilkin: Philadelphia.

39 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai