Menurut Sherwood (2016) sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju
paru, paru itu sendiri, dan struktur,struktur thoraks (dada) yang berperan menyebabkan
aliran udara masuk dan keluar paru melalui saluran napas. Saluran napas adalah tabung
atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantung udara (alveolus),
alveolus merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Saluran
napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung membuka ke dalam faring
(tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pernapasan dan
pencernaan. Terdapat dua saluran yang berasal dari faring, yaitu: trakea, yang dilalui
oleh udara untuk menuju paru, dan esofagus, yang dilalui oleh makanan untuk menuju
lambung.
Dinding bronkus primer, sekunder, dan tersier mengandung tulang rawan yang
secara progresif kurang. Pada bronki sekunder dan tersier, kartilago membentuk pelat
yang disusun di sekitar lumen. Kartilago ini melayani tujuan struktural yang sama
seperti cincin tulang rawan di trakea dan bronkus primer. Seiring jumlah tulang rawan
menurun, jumlah otot polos meningkat. Dengan dukungan kurang kartilagin, jumlah
ketegangan pada otot polos memiliki efek yang lebih besar pada diameter bronkial dan
ketahanan terhadap aliran udara. Sekitar 6500 terminal bronkiolus timbul dari masing-
masing bronkus tersier. Lumen masing-masing bronchiole terminal memiliki diameter
0,3 0,5 mm. Dinding bronchioles kekurangan tulang rawan namun didominasi oleh
jaringan otot polos.
Pulmo terletak pada rongga dada dan tepatnya di atas diafragma yang
merupakan sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Pulmo mempunyai
selaput elastis yang menyelubunginya yang disebut dengan pleura. Paru – paru
mempunyai dua terdiri dari dua bagian yaitu kanan dan kiri. Paru-paru kiri ini lebih
rentan terserang penyakit karena hanya memiliki dua gelambir saja, sedangkan paru-
paru kanan terdiri dari tiga gelambir. Pulmo merupakan tempat terdapatnya bronkus dan
bronkiolus. Bronkiolus terhubung ke alveoli individu dan beberapa alveoli di sepanjang
daerah yang disebut saluran alveolar. Saluran alveolar berakhir pada kantung alveolar,
umumnya setiap yang terhubung dengan alveoli individu. Setiap paru mengandung
sekitar 150 juta alveoli.
Alveoli merupakan jaringan epitel alveolar terutama terdiri dari epitel skuamosa
sederhana. Sel epitel skuamosa, yang disebut pneumosit tipe I, sangat tipis dan
merupakan lokasi difusi gas. Alveolar akrofag melakukan fagositosis terhadap partikel
yang lolos dari pertahanan lain. Pneumocytes tipe II yang besar, juga disebut sel
septum, tersebar di antara sel skuamosa. Pneumocytes type II yang menghasilkan
surfaktan berupa sekresi berminyak yang mengandung fosfolipid dan protein. Mereka
mensekresikan surfaktan ke permukaan alveolar, di mana ia membentuk lapisan
superfisial di atas lapisan tipis air. Surfaktan memainkan peran kunci dalam menjaga
alveoli terbuka. Ini mengurangi tegangan permukaan pada lapisan cairan permukaan
alveolar. Pada membran pernafasan, jarak yang sangat pendek memisahkan udara
alveolar dari darah. Jarak total bisa sesedikit 0,1 m, tapi rata-rata sekitar 0,5 m. Difusi
berlangsung dengan sangat cepat melintasi membran respirasi karena jaraknya pendek
dan oksigen dan karbon dioksida kecil, molekul larut dalam lemak. Selaput plasma sel
epitel dan endotel tidak mencegah oksigen dan karbon dioksida berpindah antara darah
dan udara alveolar.
2. Definisi dan Etiologi Pneumonia Covid 19
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah pada jaringan paru
tepatnya parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme [ CITATION Bla09 \l 1057 ].
Pneumonia adalah kondisi yang disebabkan oleh proses patologis yang kompleks yang
menyebabkan edema cairan di paru-paru dan proliferasi sel-sel inflamatori di alveolus
sebagai respon adanya mikroorganisme di parenkim paru yang steril [ CITATION Ala16 \l
1057 ]. Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Respons imun yang terjadi pada pasien dengan manifestasi COVID-19 yang
tidak berat tergambar dari sebuah laporan kasus di Australia. Pada pasien tersebut
didapatkan peningkatan sel T CD38+HLA-DR+ (sel T teraktivasi), terutama sel T CD8
pada hari ke 7-9. Selain itu didapatkan peningkatan antibody secreting cells (ASCs) dan
sel T helper folikuler di darah pada hari ke-7, tiga hari sebelum resolusi gejala.
Peningkatan IgM/IgG SARS-CoV-2 secara progresif juga ditemukan dari hari ke-7
hingga hari ke-20.
Perbedaan profil imunologi antara kasus COVID-19 ringan dengan berat bisa
dilihat dari suatu penelitian di China. Penelitian tersebut mendapatkan hitung limfosit
yang lebih rendah, leukosit dan rasio neutrofil-limfosit yang lebih tinggi, serta
persentase monosit, eosinofil, dan basofil yang lebih rendah pada kasus COVID-19
yang berat. Sitokin proinflamasi yaitu TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8 dan penanda
infeksi seperti prokalsitonin, ferritin dan C-reactive protein juga didapatkan lebih tinggi
pada kasus dengan klinis berat. Sel T helper, T supresor, dan T regulator ditemukan
menurun pada pasien COVID-19 dengan kadar T helper dan T regulator yang lebih
rendah pada kasus berat (Xu Z, et al, 2020).
Laporan kasus lain pada pasien COVID-19 dengan ARDS juga menunjukkan
penurunan limfosit T CD4 dan CD8. Limfosit CD4 dan CD8 tersebut berada dalam
status hiperaktivasi yang ditandai dengan tingginya proporsi fraksi HLA-DR+CD38+.
Limfosit T CD8 didapatkan mengandung granula sitotoksik dalam konsentrasi tinggi
(31,6% positif perforin, 64,2% positif granulisin, dan 30,5% positif granulisin dan
perforin). Selain itu ditemukan pula peningkatan konsentrasi Th17 CCR6+ yang
proinflamasi. ARDS merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19.
Penyebab terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu
respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin proinflamasi
dalam jumlah besar (Xu Z, et al, 2020).
5. Komplikasi
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi
ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin (Zu, et
al, 2020).
b. Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan
Computed Tomography Scan (CTscan) toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan
gambaran seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial,
konsolidasi fokal, efusi pleura, dan atelectasis (Zu, et al, 2020).
8. Pengkajian Keperawatan
Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu dikaji:
a. Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah,
riwayat penyakit pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan
penyakit yang menyertai.
b. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring
hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.
c. Faktor perkembangan:
Tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping,
kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/ keluarga
Pengalaman terkena penyakit pernafasan, pengetahuan tentang penyakit
pernafasan dan tindakan yang dilakukan
e. Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat
ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronchopneumonia bercak –
bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia
lobaris terlihat adanya konsosolidasi pada satu atau beberapa lobus. Pada
pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
Foto rongent dapat juga menunjukkan adanya komplikasi pada satu atau
beberapa lobus. Foto rongent dapat juga menunjukkan adanya komplikasi
seperti pleuritis, abses paru, perikarditis dll.
f. Pemeriksaan laboratorium
Daftar Referensi
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Medical surgical nursing clinical management for positive
outcomes. 9th Edition. St. Louis Missouri: Elsevier Saunders.
Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Di Napoli R. Features. 2020. Evaluation and
Treatment Coronavirus (COVID-19). StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
Fein, A., Grossman, R., & Ost, D. (2016). Diagnosis and management of pneumonia and other
respiratory infections. USA: Professional Communication
Pascarella, G., Strumia, A., Piliego, C., Bruno, F., Del Buono, R., Costa, F., … Agrò, F. E.
(2020). COVID‐19 diagnosis and management: a comprehensive review. Journal of
Internal Medicine. doi:10.1111/joim.13091
Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2019. Medical
Microbiology. 28th ed. New York: McGrawHill Education/Medical. p.617-22
Sherwood, L. (2016). Human Physiology: From Cells to Systems. Ninth Edition. USA: Nelson
education, Ltd Brooks/cole Cengage Learning.Martini, F.H., Nath, J. L., Bartholomew, E.F.
(2012). Fundamental of Anatomy & Physiology, Ninth Edition. USA: Pearson Education,
Inc.
Thevarajan I, Nguyen THO, Koutsakos M, Druce J, Caly L, van de Sandt CE,.2020. Breadth of
concomitant immune responses prior to patient recovery: a case report of non-severe
COVID-19. Nat Med. DOI: 10.1038/s41591- 020-0819-2
Xu Z, Shi L, Wang Y, Zhang J, Huang L, Zhang C. 2020. Pathological findings of COVID-19
associated with acute respiratory distress syndrome. Lancet Respir Med. DOI:
10.1016/S2213-2600(20)30076-X
Zu, Z. Y., Jiang, M. D., Xu, P. P., Chen, W., Ni, Q. Q., Lu, G. M., & Zhang, L. J. (2020).
Coronavirus disease 2019 (COVID-19): a perspective from China. Radiology, 200490.