Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Thoraks
Thoraks merupakan kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan
dibatasi oleh:
Depan

: sternum dan tulang iga

Belakang

: 12 ruas tulang belakang atau diskus intervertebralis

Samping

: iga-iga beserta otot intracostal

Bawah

: diafragma

Atas

: dasar leher

Isi

a.

Sebelah kanan dan kiri rongga thoraksterisi penuh oleh paru-paru.

b.

Mediastinum: ruang didalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya

meliputi jantung dan pembuluh darah besar, esophagus, aorta desendens, duktus
toraksika, vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta jumlah besar kelenjar
limfe (Pearce dalam Padila, 2011).

Menurut Morton, dkk (2011) thoraks berisi sejumlah struktur utama saluran
pernapasan. Struktur tersebut meliputi rangka thoraks, otot-otot ventilasi, paruparu, ruang pleura, dan mediastinum.Rangka thoraks merupakan struktur yang
kaku tetapi fleksibel.Struktur tulang melindungi organ-organ penting yang

terdapat dalam rongga thoraks.Fleksibilitas memungkinkan untuk terjadinya


inhalasi atau inflasi dan ekshalasi atau deflasi paru.Rangka thoraks terdiri dari 12
vertebra yang masing-masing memiliki sepasang tulang rusuk, pada sisi posterior,
setiap rusuk menempel pada satu vertebra.Pada sisi anterior, tujuh tulang rusuk
pertama menempel pada sternum.Tulang rusuk ke 8, 9, dan 10 dihubungkan oleh
kartilago pada tulang rusuk diatasnya. Tulang rusuk ke 11 dan 12 disebut tulang
rusuk melayang karena keduanya tidak menempel pada struktur lain disisi
anterior.

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.


Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.
Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri
menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea
akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal
bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio
berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan
jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol
bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan
dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
pertumbuhan somatic berhenti. Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung,
rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan
menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah.
Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut
melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea
dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam
kapiler pulmunaris. Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli,

memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa
didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada
tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paruparu, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus
membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa
bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut (Price,2005).

2.2

Fisiologi Thorax
Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat

mudah terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan
pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman
kehidupan. Luka pada rongga thoraks dan isinya dapat membatasi kemampuan
jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan
oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa
perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ.
Luka dada dapat meluas dari benjolan yang relatif kecil dan goresan yang
dapat mengancurkan atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa
penetrasi atau non penetrasi (tumpul). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan
oleh luka dada yang terbuka, memberi kesempatan bagi udara atmosfer masuk ke
dalam permukaan pleura dan mengganggua mekanisme ventilasi normal. Luka
dada penetrasi dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur
thoraks lain (Morton, dkk, 2011).

2.3 Konsep Fraktur Costa


2.3.1 Pengertian
Trauma adalah cidera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cidera fisik lainnya atau cidera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma thoraks adalah semua ruda paksa padathoraks dan dinding thoraks,
baik trauma atau ruda paksa tumpul atau tajam. Trauma thoraks adalah trauma
yang terjadi pada toraks yang menimbulkan kelainan pada organ-organ didalam
thoraks.Hematothoraks adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga
paru terdesak dan terjadinya perdarahan.Pneumothoraks adalah terdapatnya udara
dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps(Padila, 2012).
Fraktur menurut Smeltzer (2002)adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Menurut Lukman, fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasa disebabkan
oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, 2002). Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang.Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur
di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka
yang disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormon pada menopause (Reeves, 2001 dalam Lukman & Ningsih, 2012)).
Ada beberapa klasifikasi fraktur menurut beberapa ahli.Fraktur tertutup
(fraktur simpel) adalah fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit atau kulit
tidak ditembus oleh fragmen tulang.Sedangkan fraktur terbuka (fraktur
komplikata/kompleks/compound) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membran mukosa sampai ke patahan tulang.Konsep penting yang harus
diperhatikan pada fraktur terbuka adalah apakah terjadi kontaminasi oleh
lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut (Price, 1995 dalam Lukman &
Ningsih, 2012).

Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada


yangmemiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya
danyang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru.Fraktur Costa
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawanyang disebabkan
oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Fraktur costa akan
menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disampingitu adanya
komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatiankhusus
dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangat jarang
dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.
2.3.2 Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh
karenatulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung,
makasetiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur
costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut.Dari keduabelas pasang
costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini
disebabkankarena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak
mengalamifraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang
sangat sedikit,sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang
mengalami fraktur oleh karena sangat mobile.Secara garis besar penyebab fraktur
costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa
antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada
pejalankaki, jatuh dari ketinggian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur
costa:Lukatusuk dan luka tembak.
Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karenaluas permukaan
trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui selaiga. Fraktur iga
terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan

pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.Kecurigaan adanya kerusakan


organ intra abdomen (hepar atau spleen) bilaterdapat fraktur pada iga VIII-XII.
Kecurigaan adanya trauma traktusneurovaskular utama ekstremitas atas dan
kepala (pleksus brakhialis, subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau
fraktur klavikulab.
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakanyang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karenaadanya
gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakanolahraga : Lempar
martil, soft ball, tennis, golf (Morton, dkk, 2011).
2.2.4 Klasifikasi
1. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :
a. Fraktur simple
b. Fraktur multipleb.
2. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat :
a. Fraktur segmental
b. Fraktur simple
c. Fraktur comminutif
3. Menurut letak fraktur dibedakan :
a. Superior (costa 1-3 )
b. Median (costa 4-9)
c. Inferior (costa 10-12 )
4. Menurut posisi :
a. Anterial
b. Lateral
c. Posterior.
5. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula
a. Akibat dari tenaga yang besar
b. Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru,pembuluh
darah besar
c. Mortalitas sampai 35%.

10

6. Fraktur Costae tengah (4-9) :


a. Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple
tanpakomplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.
b. MRS jika pada observasi
c. Penderita dispneu
d. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
e. Penderita berusia tua
f. Memiliki preexisting lung function yang buruk
7. Fraktur Costae bawah (10-12) :
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
2.2.5 Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari
arahdepan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada
biasanyaakan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang
melindungi costapada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan terjadi
fraktur costa.Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur
costapada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat
terjadiapabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan
costatersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan
danbelakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus
costa,dimanapada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau
bahkan organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederaia,
intercostalis , pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.
2.2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada pasien yang mengalami trauma
thoraks adalah sebagai berikut:
1. Ada jejas pada thoraks.
2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi.
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi.

11

4. Pasien menahan dadanya dan bernapas pendek.


5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan.
6. Penurunan tekanan darah.
7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher.
8. Bunyi muffle pada jantung.
9. Perfusi jaringan tidak adekuat.
10. Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
11. Sesak napas
Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga
pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur
dan jaringan pada rongga dada lalu dapat terjadi pneumothoraks dan
hemothoraks yang akan menyebabkan gangguan ventilasi sehingga
menyebabkan terjadinya sesak napas.
12. Tanda-tanda insuffisiensi pernapasan
Sianosis, takipneaPada fraktur costa terjadi gangguan pernapasan yang
disertaimeningkatnya penimbunan CO2 dalam darah (hiperkapnia)
yangbermanifestasi menjadi sianosis.
13. Nyeri tekan pada dinding dada
Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk kerongga
pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan
jaringan pada rongga dada dan terjadi stimulasi pada saraf sehingga
menyebakan terjadinya nyeri tekan pada dinding dada.
14. Kadang akan tampak ketakutan dan kecemasan
Rasa takut dan cemas yang dialami pada pasien fraktur costa diakibatkan
karena saat bernapas akan bertambah nyeri pada dada
15. Adanya gerakan paradoksa (Morton, dkk, 2011).

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Rontgen standar
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis
hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum,mengetahui

12

jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosisfraktur


multiple pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan
untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi
fraktur iga
2. EKG
3. Monitor laju nafas, analisis gas darah
4. Pulse oksimetri
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera
setelah terjadi fraktur, atau dalam beberapa hari kemudian setelah terjadi.
Besarnya komplikasi dipengaruhi oleh besarnya energi trauma dan jumlah costae
yangpatah.Gangguan hemodinamik merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi a
kibat fraktur costae. Pada fraktur costa ke 1-3 akan menimbulkan cedera pada
vasa dan nervus subclavia, fraktur costa ke 4-9 biasannya akan mengakibatkan
cedera terhadap vasa dan nervus intercostalis dan juga pada parenkim paru,
ataupun terhadap organ yang terdapat di mediastinum, sedangkan fraktur costa ke
10-12 perlu dipikirkan kemungkinan adanya cedera pada diafragma dan organ
intraabdominal seperti hati, limpa, lambung maupun usus besar. Pada kasus
fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat segera melakukan
aktifitas secara normal setelah 3-4 minggu kemudian, meskipun costa baru akan
sembuh setelah 4-6 minggu. Komplikasi awal : Pneumotoraks, effusi pleura,
hematotoraks, dan flail chest, sedangkan komplikasi yang dijumpai kemudian
antara lain contusio pulmonum, pneumonia dan emboli paru. Flail ches tdapat
terjadi apabila terdapat fraktur dua atau lebih dari costa yang berurutan dan tiaptiap costa terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan menyebabkan gerakan
paradoksal saat bernafas dandapat mengakibatkan gagal nafas.
2.2.9 Penanganan
1. Pre Hospital :Pada tahap ini tindakan terhadap pasien terutama ditujukan untu
k memperbaiki suplai oksigenasi
2. Penanganan pada saat di ruang UGD

13

Tindakan darurat terutama ditujukan untuk memperbaiki jalan nafas,


pernafasan dan sirkulasinya ( Airway, Breath dan circulation). Fraktur costa
simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan
memberikan kemudahan untuk pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya
jangan diberikan obat mucolitik, yang dapat merangsang terbentuknya dahak
dan malah menambah kesulitan dalam bernafas. Fraktur 3 buah costa atau
lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada tindakan ini dapat
menimbulkan komplikasi berupa pneumotoraks dan hematotoraks, sedangkan
fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya diberikan terapi dengan
anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain 0,5%. Pada
saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan
paddinguntuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan
ventilator untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang stabil
3. Penanganan di ruang rawat inap
Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan,
sedangkan pada pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai
adanya komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu
mendapatkan analgetik yang adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotik,
dan yang juga penting untuk ini adalah pemberian latihan nafas
(fisioterapinafas). Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan
terapi bedah, dapat dilakukan drainase
atau torakotomi, untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan adanya komplikasi
harus selalu dilakukan secara berkala dengan melakukan foto kontrol pada 6
jam,12 jam dan 24 jam pertama.
4. Penanganan di rawat jalan
Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang
adekuat untuk memudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu
dilakukan untuk memungkinkan pembuangan dahak.
Penatalaksanaan pada trauma thorax umumnya antara lain:
1. Penatalaksanaan
a. Bullow Drainage/WSD
Pada trauma thoraks WSD dapat berarti:
1) Diagnostik

14

Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,


sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam syok.
2) Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga mechanis
of breathing dapat kembali seperti seharusnya.
3) Preventif
Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga mechanis of breathing tetap baik.
4) Pedoman WSD dan pedoman latihannya:
a) Mencegah infeksi dibagian masuknya selang.
b) Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya selang. Untuk rasa
sakit yang hebat akan diberikan analgetik.
c) Perhatikan penetapan slang, dan pergantian posisi badan.
5) Mendorong berkembangnya paru-paru
a) Dengan WSD atau Bullow Drainase diharapkan paru-paru

6)
7)
8)
9)

mengembang.
b) Latihan napas dalam.
c) Latihan batuk efektif.
d) Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
Perhatikan cairan suction.keadaan dan banyaknya
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500-800 cc.
Suction harus berjalan efektif.
Perawatan slang dan botol WSD.
Dinyatakan berhasil apabila:
a) Paru sudah mengembang penuh dengan pemeriksaan fisik dan
radiologi.
b) Darah cairan tidak keluar dari WSD.
c) Tidak ada pus dalam selang WSD.

2.

Terapi
a. Terapi antibiotika.
b. Terapi analgetika.
c. Terapi expectorant (Padila, 2012).

2.3 Trauma Thoraks


2.3.1 Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks terjadi akibat kebocoran udara one-way valve
dari paru atau melalui dinding toraks. Udara didorong masuk kedalam rongga
toraks tanpa ada celah untuk keluar sehingga memicu paru kolaps. Mediastinum
terdorong ke sisi berlawanan. Terjadi penurunan aliran darah balik vena dan

15

penekanan pada paru di sisi yang berlawanan. Penyebab utama tension


pneumothoraks adalah ventilasi mekanik dengan ventilasi tekanan positif pada
pasien dengan trauma pleural visceral. Tension pneumothoraks juga dapat terjadi
sebagai komplikasi dari simple pneumothoraks pasca trauma tumpul atau
tembus toraks dimana parenkim paru gagal untuk mengembang atau pascca
penyimpangan pemasangan kateter vena subklavia atau jugularis interna. Defek
traumatik pada toraks juga dapat memicu tension pneumotoraks jika tidak ditutup
dengan benar dan jika defek tersebut memicu tejadinya mekanisme flap-valve.
Tension pneumothoraks juga dapat terjadi akibat penyimpangan letak pasca
fraktur tulang belakang torakal.
Tension pneumothoraks merupakan diagnosis klinis yang mencermikan
kondisi udara dibawah tekanan dalam ruang pleura. Tatalaksana tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi radiologi selesai. Tension pneumothoraks
ditandai dengan beberapa tanda dan gejala berikut ini : nyeri dada, air hunger,
distress napas, hipotensi, takikardia, deviasi trakhea, hilangnya suara napas pada
salah satu sisi atau unilateral, distensi vena leher dan sianosis sebagai manifestasi
lanjut. Tanda tension pneumothoraks ini dapat dikacaukan oleh tamponade
jantung akibat adanya kemiripan. Kedua kasus ini dapaat dibedakan dengan
adanya hipersonansi pada perkusi atau suara napas yang menghilang pada
hemithoraks yang sakit.
Tension pneumothoraks memerlukan dekompresi segera dan ditatalaksana
awal dengan cepat melalui penusukan jarum kaliber besar pada ruang interkostal
kedua pada garis midklavikular dari hemithoraks yang sakit.
2.3.2 Open Pneumothoraks
Defek besar dinding toraks yang tetap terbuka dapat memicu open
pneumotoraks atau sucking chest wound. Keseimbangan antara tekanan
intratorakal dan atmosfer segera tercapai. Jika lubang dinding toraks berukuran
sekitar dua pertiga dari diameter trakea, udara mengalir melalaui defek dinding
toraks pada setiap upaya pernapasan karena udara cenderung mengalir kelokasi
yang tekanan nya lebih rendah. Ventilasi efektif akan terganggu sehingga memicu
terjadinya hipoksia dan hiperkarbia. Penatalaksanaan awal dari open

16

pneumotoraks dapat tercapai dengan menutup defek tersebut dengan occlusive


dressing yang steril. Penutup ini harus cukup besar untuk menutupi seluruh luka
dan kemudian direkatkan pada tiga sisi untuk memberikan feel flutter type
valve.
2.3.3 Flail Chest dan Kontusio Paru
Flail chest terjadi saat sebuah segmen dinding toraks tidak memiliki
kontinuitas tulang sehingga terjadi defek pada thoracic cage. Kondisi ini biasanya
terjadi akibat trauma terkait fraktur costae multipel- yaitu dua atau lebih tulang iga
mengalami fraktur pada dua tempat atau lebih. Adanya segment flail chest
menyebabkan gangguan pergerakan dinding dada yang normal. Jika trauma yang
mengenai paru cukup bermakna maka dapat terjadi hipoksia. Kesulitan utama flail
chest diakibatkan oleh trauma pada paru (kontusio paru).

Walaupun instabilitas dinding dada memicu pergerakan paradoksal dinding


dada pada saat inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri tidak menyebabkan
hipoksia. Ketrebatasan pergerakan dinding dada disertai nyeri dan trauma paru
yang mendasari merupakan penyebab penting hipoksia. Flail chest mungkin
tampak kurang jelas pada awalnya karena adanya splinting pada dinding toraks.

17

Pernapasan pasien berlangsung lemah dan pergerakan toraks tampak asimetris dan
tidak terkoordinasi. Palpasi dari gangguan pergerakan respirasi dan krepitasi
tulang iga atau fraktur kartilago dapat menyokong diagnosis. Pada pemeriksaan
rontgen toraks akan ditemui fraktur costae multipel tetapi dapt juga tidak dijumpai
pemisahan costochondral. Analis gas darah arteri yang menunjukkan ada hipoksia
juga akan membantu menegakkkan diagnosis flail chest.
Penatalaksanaan definitif meliputi pemberian oksigenasi secukupnya,
pemberian cairan secara bijaksana dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi.
Pemberian analgesia dapat dilakukan dengan pemberian narkotikaintravena atau
berbagai metode anestesi lokal yang tidak berpotensi memicu depresi pernapasan
seperti pada pemberian narkotika sistemik.
Pemilihan anestesi lokal yang meliputi blok saraf intermitten pada
intercostal, intrapleural, ekstrapleural, dan anetesi epidural. Bila digunakan
dengan tepat agen anestesi lokal dapat memberikan analgesia yang sempurna dan
menekan perlunya dilakukan intubasi. Pencegahan hipoksia juga merupakan
bagian penting dalam penanganan pasien trauma dimana intubasi dan ventilasi
pada periode waktu yang singkat diperlukan hingga diagnosis pola trauma secara
keseluruhan lengkap. Penilaian yang teliti akan kecepatan pernapasan, tekanan
oksigen arterial dan kemampuan pernapasan menjadi indikasi waktu pemasangan
intubasi dan ventilasi.
2.3.4 Hemothoraks Masif
Hemotoraks masif terjadi akibat akumulasi cepat lebih dari 1500 ml darah
atau satu pertiga atau lebih volume darah pasien dalam rongga toraks. Biasanya
terjadi akibat luka tembus yang merobek pembuluh darah sistemik atau hilar.
Hemotoraks masif juga dapat terjadi akibat trauma tumpul. Akumulasi darah dan
cairan dalam hemitoraks dapat mengganggu upaya pernapasan dengan menekan
paru dan mencegah ventilasi yang adekuat. Akumulasi akut darah secara dramatis
dapat bermanifestasi sebagai hipotensi dan syok.
2.4

Web Of Caution (WOC)


(Terlampir)

18

2.5

Konsep Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengkajian
Berdasarkan letak fraktur maka dapat dibagi menjadi:
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2. Fraktur > 2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru,
hematotoraks,pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
a. Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
b. Bronchial toilet
c. Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
d. Cek Foto Ro berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan
otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat,
perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri,
penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.
Berdasarkan tahapan penatalaksanaan
1. Primary survey
a. Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
1) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
2) Penilaian akan adanya obstruksi
3) Management: Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol
servikal in-lineimmobilisasi, bersihkan airway dari benda asing
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian :
1) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrolservikal in-line immobilisasi
2) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

19

3) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali


kemungkinanterdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau
tidak,pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
4) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5) Auskultasi thoraks bilateral
Management:
1) Pemberian oksigen
2) Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan
membantupengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau
kodein yangdikombinasi denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
3) Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri
beratakibat fraktur costaeBupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml,
diinfiltrasikan disekitar n. interkostalis pada costa yang fraktur serta
costa-costa di atasdan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di
bawah tepi bawahcosta, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus.
Jangan sampaimengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru
4) Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat
membatasipernapasan
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
Penilaian
1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2) Mengetahui sumber perdarahan internal
3) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan
pertandadiperlukannya resusitasi masif segera.
4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
5) Periksa tekanan darah
Management:
1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampeldarah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match
serta Analisis Gas Darah (BGA).

20

3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat
4) Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon osterhadap
pemberian cairan awal.
5) Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan
d. Disability
1) Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasitandatanda lateralisasi.
e. Exposure/environment
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan padaruangan
yang cukup hangat.
Tambahan primary survey
3) Pasang monitor EKG
4) Kateter urin dan lambung
5) Monitor laju nafas, analisis gas darah
6) Pulse oksimetri
7) Pemeriksaan rontgen standar
8) Lab darahResusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
9) Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
10) Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta
awasi tanda-tanda syok
2. Secondary survey
a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan maksilofasial
2) Vertebra servikal dan leher
3) Thorax
4) Abdomen
5) Perineum
6) Musculoskeletal

21

7) Neurologis
8) Reevaluasi penderita
Asuhan keperawatan pada umumnya yaitu:
Pengkajian
a. Identitas Diri
Meliputi nama, usia (sering terjadi pada usia 18-30 tahun), sebagian besar
berjenis kelamin laki-laki, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosa medis (Padila, 2012).
b. Keluhan Utama
Yang sering menjadi alasan pasien untuk masuk ke dalam rumah sakit atau
meminta pertolongan kesehatan. Biasanya berhubungan nyeri pada dada
(Padila, 2012).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengkaji bagaimana terjadi trauma pada thoraks atau dada pasien tanyakan
alergi tertentu, obat-obatan yang diminum, makanan terakhir yang diminum,
pengalaman pembedahan serta alur pengobatan yang berhubungan dengan
diagnosa yang sudah ada (Padila, 2012).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit lain yang menyertai penyakit yang sekarang diderita
pasien (Padila, 2012).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah pasien memiliki penyakit hereditas (Padila, 2012).
f. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untukmemperoleh
persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku pasien.
Mekanisme koping yang digunakan oleh pasien juga penting untuk dikaji
guna menilai respon emosi pasien, dan perubahan peran pasien didalam
keluarga, masyarakat, serta pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam keluarga ataupun masyarakat. Apakah terdapat dampak seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampaun beraktivitas, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah. Adanya perubahan hubungan peran
karena pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan

22

bicara, mengkaji apakah dengan adanya pasien dirumah sakit, maka keadaan
ini memberikan dampak pada status ekonomi pasien karena biaya perawatan
dan pengobatan(Padila, 2012).
Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
1) Adanya sesak napas.
2) Nyeri, batuk-batuk.
3) Terdapat retraksi klavikula atau dada.
4) Pengembangan paru tidak simetris.
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
6) Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor,hipersonor, timpani
hematothoraks (redup).
7) Pada auskultasi suara napas menurun, bising napas yang berkurang atau
menghilang.
8) Pekak dengan batas garis miring atau tidak jelas, dispnea dengan aktivitas
ataupun istirahat.
9) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. B2 (Blood)
1) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
2) Takikardia, lemah.
3) Pucat, Hb turun atau normal.
4) Hipotensi.
c. B3 (Brain)
Nyeri
d. B4 (Bladder)
Tidak ada kelainan
e. B5 (Bowel)
Tidak ada kelainan
f. B6 (Bone)
1) Kemampuan sendi terbatas.
2) Ada luka bekas tusukan atau benda tajam.
3) Terdapat kelemahan.

23

4) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya krepitasi subkutan.


g. Pemeriksaan sosio-spiritual
Ansietas, gelisah bingung, pingsan (Padila, 2012).
Pemeriksaan Diagnostik
a. X-Foto Thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral).
b. Nilai Pa CO2kadang-kadang menurun.
c. Nilai Pa O2normal.
d. Saturasi oksigen menurun.
e. Hb menurun.
f. Toraksentesis.
g. Diagnosa Fisik
1) Bila pneumothoraks<30% atau hematothoraks ringan (300cc) tetap
simtomatik, observasi.
2) Bila pneumothoraks>30% atau hematothoraks sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dianjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit.
3) Pada keadaan pneumonothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thoraksotomi.
4) Pada hematothoraks yang masif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800cc, segera thoraksotomi) (Padila, 2012).
2.5.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas dinding dada.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kerusakan
transport oksigen melalui membran alveolar dan atau membran kapiler.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan respon terhadap dorongan
defekasi sekunder akibat tirah baring lama.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organism sekunder
akibat adanya jalur invasive pemasangan WSD..
6. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflex spasme otot
sekunder.
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan (Carpenito, 2012).
2.5.3 Intervensi Keperawatan

No
1.

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Ketidakefektifan pola

Setelah dilakukan asuhan

napas berhubungan

keperawatan diharapkan pola napas

dengan deformitas

efektif.

dinding dada.

Intervensi

Observasi fungsi pern

catat frekuensi pernap

dispnea atau perubaha


tanda-tanda vital.

Kriteria Hasil:
1. Frekuensi napas normal (16-

Berikan posisi yang ny

20x/menit)
2. Tidak menggunakan otot bantu

baisanya dengan penin

napas tambahan.
3. Tidak terdapat suara napas

sisi yang sakit. Dorong

tambahan.

kepala tempat tidur. B

untuk duduk sebanyak

mungkin
Ajarkan teknik relaksa
untuk membantu
menurunkan ansietas.

Pengajaran tersebut m

pemberian informasi t
imajinasi terbimbing,

relaksasi otot progresi


latihan bernapas dan

meditasi.
Kolaborasi pemberian
oksigen.
2.

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
berhubungan dengan
kerusakan transport
oksigen melalui

Ssetelah dilakukan asuhan


keperawatan diharapkan perfusi
jaringan efektif.
Kriteria Hasil:

membran alveolar dan


atau membran kapiler.

1. Nadi perifer ada dan kuat.

Observasi tanda-tanda

dan kaji warna dan tek


kulit pasien.

Tinggikan bagian kepa

tempat tidur pasien 30


Berikan pendidikan

kesehatan kepada pasi

2. CRT < 2 detik.


3. Tidak ditemukan sianosis.

tentang perlunya

menghindari baju yang

sempit dan menggantu

tungkai, pentingnya la

fisik, tindakan kewasp

mencegah cedera.
Kolaborasi pemberian
vasodilator.
3.

Konstipasi berhubungan
dengan tirah baring
lama.

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan diharapkan pasien
tidak menunjukkan tanda-tanda
konstipasi.
Kriteria Hasil:
1. Pasien melaporkan keinginan
defekasi.
2. Pasien melaporkan pengeluaran
feses yang mudah dan tuntas. .

Observasi asupan dan

haluaran cairan pasien

frekuensi dan karakter


feses.
Dorong pasien untuk

menggunakan commo
samping tempat tidur,

penggunaan pispot.
Ajarkan kepada pasien

tentang penggunaan la

dan enema secara bija

Kolaborasi dengan ahl

untuk rencana modifik


4.

Hambatan mobilitas fisik

Setelah dilakukan asuhan

diet.
Identifikasi tingkat

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan tidak ada

fungsional pasien.

nyeri.

hambaatan dalam mobilitas pasien.


Kriteria Hasil:
1. Pasien mempertahankan kekuatan
otot dan ROM sendi.
2. Tidak menunjukkan adanya
komplikasi, seperti: kontraktur,
kerusakan kulit.

Miringkan dan atur po

pasien setiap 2 jam pa

pasien di tempat tidur.


Ajarkan pasien dan ke

tentang latihan ROM u

sendi jika tidak merup

3. Pasien mencapai mobilitaas


tertinggi (berpindah secara
mandiri, berjalan dengan alat
bantu tertentu)
5.

kontraindikasi.
Kolaborasi untuk men

komplikasi, contoh he

profilaktik untuk trom

Resiko infeksi

Setelah dilakukan asuhan

vena.
Observasi tanda-tanda

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan tidak terjadi

setiap 4 jam, observas

tempat masuknya
organisme sekunder
akibat pembedahan

infeksi.
Kriteria Hasil:
1. Tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi (rubor, tumor, dolor, kalor,
fungsiolesa)
2. Suhu tubuh dalam batas normal
(36-37,50 C)
3. Leukosit dalam batas normal (4.010.0 x 103 /uL)

tanda infeksi, dan pan

hasil laboratorium.
Minimalkan risiko inf

pasien dengan mencuc

tangan dan mengguna

sarung tangan sebelum

sesudah melakukan tin


Ajarkan kepada apsien

mengenai teknik menc

tangan yang baik, fakt

faktor yang meningka

risiko infeksi, tanda-ta


dan gejala infeksi.

Kolaborasi pemberian
6.

Nyeri akut berhubungan

Setelah dilakukan asuhan

antibiotik.
Kaji jenis dan tingkat

dengan trauma jaringan

keperawatan diharapkan nyeri

lokasi, durasi dan

dan reflex spasme otot

berkurang/terkontrol.
Kriteria Hasil:
sekunder akibat operasi.
1. Pasien menjelaskan kadar dan
karakteristik nyeri.
2. Skala nyeri berkurang.
3. Pasien mengungkapakan perasaan
nyaman, berkurangnya nyeri.

karakteristik nyeri.

Berika posisi yang nya

dan gunakan bantal un

menyokong daerah ya

sakit, bila diperlukan.


Ajarkan ternik relaksa

(napas dalam, pemijat

teknik distrkasi (meng

TTS, nonton TV).


Kolaborasi pemberian
7.

Defisit perawatan diri


berhubungan dengan
kelemahan.

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan diharapakan
kebutuhan perawatan diri pasien

analgesik.
Observasi tingkat fung

pasien dan pantau pen

mandi dan hygiene set

terpenuhi.

hari.
Berikan privasi.
Berikan pendidikan

Kriteria Hasil:

kesehatan tentang tuju

1. Pasien tidak bau badan.


2. Pasien mampu melakukan
program hygiene dan mandi setiap
hari.

mandi dan higiene. Ha

pencapaian mandi dan

higiene.
Sediakan alat bantu, se

sikat gigi untuk mandi

perawatan higiene. Se

ajarkan penggunaanny

Anda mungkin juga menyukai