OLEH:
2
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh bendatajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo,2010)
3
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta
berfungsi melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan
Lien (Patriani, 2012).
5
a. Suplai Arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks terutama terdiri
dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan mengelilingi dinding toraks
dalam spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan (Hudak,2011).
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang berhubungan
dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior yang paling atas pada
tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang turun memasuki toraks sebagai
percabangan trunkus kostoservikal pada leher. Trunkus kostoservikal merupakan suatu
cabang posterior dari arteri subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior
sisanya berasal dari permukaan posterior aorta torakalis(Hudak,2011).
Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang mejadi dua
cabang terminal :
a) arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior menuju dinding
abdomen anterior.
b) arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
5
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas muncul sebagai
cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang menyuplai spatium yang lebih
bawah berasal dari arteri muskuloprenikus. Pada tiap spatium interkostalis, biasanya
terdapat dua arteri interkostal anterior :
b. Suplai Vena
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai arterialnya.
Secara sentral, vena-vena interkostal pada akhirnya akan didrainase menuju sistem vena
atau ke dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam
leher. Vena- vena interkostal posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena
interkostal superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri
(Patriani,2012).
c. Drainase Limfatik
Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam limfonodi yang
berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus parasternal), dengan kepala dan leher
rusuk (nodus interkostal), dan dengan diafragma (nodus diafrgamatikus) (Patriani,2012).
d. Innervasi
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang merupakan ramus
anterior nervus spinalis T1-T11 dan terletak pada spatium interkostalis di antara rusuk-
10
rusuk yang bersebelahan. Nervus interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior,
yang muncul baik secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun
secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk menyuplai kulit pada
toraks, nervus interkostal membawa:
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas disuplai oleh
cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.Selain menginnervasi dinding
toraks, nervus interkosta juga menginnervasi area lainnya:
3. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma
tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al.,2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada
lima jenis benturan (impact) berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan
terguling (Sudoyo,2010). Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan
riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab
trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan
pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks
yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga
pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal
ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
4. Epidemiologi
Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat semakin tinggi. Hal
ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi diiringi oleh peningkatan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks secara langsung menyumbang 20% sampai 25%
10
dari seluruh kematian akibat trauma, dan menghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap
tahunnya di Amerika Serikat begitu pula pada negara berkembang (Hudak, 2011).
Di Amerika Serikat penyebab paling umum dari cedera yang menyebabkan kematian
pada kecelakaan lalu lintas, dimana kematian langsung terjadi sering disebabkan oleh
pecahnya dinding miokard atau aorta toraks. Kematian dini (dalam 30 menit pertama
sampai 3 jam) yang diakibatan oleh trauma toraks sering dapat dicegah, seperti misalnya
disebabkan oleh tension Pneumotoraks, tamponade jantung, sumbatan jalan napas, dan
perdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena seringnya kasus trauma toraks reversibel atau
sementara tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukantindakan operasi, sangat penting
untuk dokter yang bertugas di unit gawat darurat mengetahui lebih banyak mengenai
patofisiologi, klinis, diagnosis, serta jenis penanganan lebih (Nugroho, 2015).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan mengalami cedera
pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35% kasus utama, dan 5% flail chest
injury. Cedera dinding dada tidak selalu menunjukkan tanda klinis yang jelas dan sering
dengan mudah saja diabaikan selama evaluasi awal (Hudak, 2011). Di Australia, 45% dari
trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya trauma pada toraks akan
meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat
meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio
pulmonum 56%, da flail chest 69% (Hudak, 2011).
Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75%-80% dari keseluruhan trauma toraks
dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami cedera ekstra toraks. Trauma tumpul
pada toraks yang menyebabkan cedera biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga
mekanisme, yaitu trauma langsung pada dada, cedera akibat penekanan, ataupun cedera
deselarasi.
a. Pneumothorax
Pnemothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. Berdasarkan fustulanya, pneumothorax dapat
diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu :
10
pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru sekitarnya.
- Pneumothoraks terbuka (open pneumothoraks)
Pneumotoraks dimana terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan
udara luar. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding yang terluka.
- Pneumotoraks ventil (tension pneumothoraks)
Pneumothoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin
bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.
b. Hemathorax
hemathorax adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru
(rongga pleura). Luka tembus paru-paru, jantung pembuluh darah besar atau dinding
dapat menyebabkan hemathorax. Trauma tumpul pada dada kadang-kadang dapat
menyebabkan hematoraks oleh laserasi pembuluh darah.
c. Flail Chest
Flail Chest biasa terjadi karena trauma tumpul misalnya pada kejadian kecelakaan lalu
lintas, dimana terjadi fraktur iga multiple pada dua tempat yang menyebabkan suatu
segmen dada terlepas dari kesatuannya sehingga beberapa iga menusuk kedalam paru
dan menyebabkan rasa nyeri pada saat bernafas. Pada flail chest terjadi pernafasan
paradoksal artinya pada saat inspirasi dada yang sakit tidak mengalami pengembangan
dan pada saat ekspirasi justru megalami pengembangan.
d. Kontusio paru
Kontusio paru adalah memar atau peradangan pada paru yang dapat terjadi pada cedera
tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat. Kontusio paru
merupakan kerusakan jaringan paru yang terjadi pada paru yang ditandai dengan
hemoragi dan edema setempat.
e. Temponade jantung
temponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus,namun trauma tumpul juga dapat
menyebabkan perikardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun
dari pembuluh darah perikard.
10
6. Manifestasi klinik
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)yaitu:
a. Temponade jantung
b. Hematothorax
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
c. Pneumothoraks
Nyeri dada mendadak dan sesak napas
Gagal pernapasan dengan sianosis
Kolaps sirkulasi
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napasyang terdapat
jauh atau tidak terdengar sama sekali
Pada auskultasi terdengar bunyi klik
7. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi pernapasan
yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan diikuti
10
dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini
menyebabkan masuknya udara pasif ke paru- paru selama inspirasi. Trauma toraks
mempengaruhi struktur-struktur yang berbeda dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks
dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru,dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot -otot yang terkait
(Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah
ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru - parudan
jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma
dan pneumokel. Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks,
cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi
vital fisiologi kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme
jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun
kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Eckstein & Handerson,2014)
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor, antara
lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dan cedera. Cedera, cedera lain yang terkait,
dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien-pasien trauma toraks cenderung
akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
8. Pathway
10
9
10
9. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumotoraks 5%,
hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kotusio pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien dengan
kontusio pulmonum yang berat akan menjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS
menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks
yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho,2015). Kontusio dan hematoma
dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yang paling sering terjadi. Sebagai akibat dari
trauma tumpul dinding toraks, perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh
darah pada kulit, subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.
Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak langsung.
Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas
dalam atau pada saat bergerak. Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai dengan
fraktur kosta multipel. Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada trauma tumpul
toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan rupture alveolus. Gejala yang
paling umum pada Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
10. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma lainnya
dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B: Breathing
adequacy, C: Circulatory support, D:Disability assessment, dan E: Exposure without causing
hypothermia (Nugroho,2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus dilakukan.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa
dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka
yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar
(Nugroho,2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi. utama untuk intubasi
endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama dalam menangani syok
hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada
10
13
pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia,
dan takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani dekompresi
dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari
pada pasien-pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray
hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).
11. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebabnya,
seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus kecelakaan dan
trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda
tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012).
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomer register, tanggal masuk
rumah sakit, diagnosis medis (Padila,2012).
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan utama yang paling dirasakan oleh pasien saat pengkajian.Biasanya
pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas.
c. Primary survey
Penilaian:
Management:
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
13
b) Bersihkan airway dari benda asing.
Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal inline
immobilisasi
b) Tentukanlaju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi
trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda
cedera lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
Management:
Penilaian
13
c) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya
pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
d) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e) Periksa tekanan darah
Management:
4) Disability
5) Exposure/environment
13
3. H: History Gunakan singkatan “AMPLE” A: Alergy M: medication P: past medical
history L: last meal eaten E: events leading to illness/injury Setelah pasien stabil
pengkajian Head to Toe
Reevaluasi penderita
Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat
kejadian. yang ditanyakan:
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Jenis senjata atau penyebab trauma
Arah masuk terjadinya trauma
Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret yang berlebih, gumpalan
darah yang menghalangi pernapasan
b. Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera jaringan lunak,cedera/hilangnya
kontinuitas struktur
e. Resiko infeksi berhubungan dengan cedera jaringan atau Tindakan invasif
13
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Dx.
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.01011)
bersihan jalan napas keperawatan selama.....x
Tindakan: Observasi:
berhubungan dengan maka diharapkan bersihan
secret yang jalan napas membaik dengan Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
berlebih, gumpalan kriteria hasil: □ Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,wheezing,
darah yang ronchi kering)
menghalangi
Bersihan jalan napas □Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
pernapasan (L.01001) Terapeutik:
Batuk efektif meningkat □ Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head- tilt dan chin-lift
□Produksi sputum menurum
(jaw-thrust jika curiga trauma servical)
□Wheezing menurun
□Posisikan semi-fowler atau fowler
Dispnea menurun
□Berikan minum hangat
Gelisah menurun
Frekuensi napas membaik □Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
□Pola napas membaik
□Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda pada dengan forsep McGill
Berikan oksigen,jika perlu
Edukasi:
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
□ Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,jika
perlu
Pemantauan Respirasi (I.01014)
Tindakan: Observasi:
Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya napas
Monitor pola napas
Monitor kemampuan batuk efektif
□Monitor adanya produksi sputum
□Monitor adanya sumbatan jalan napas
□Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
□ Auskultasi bunyi napas
□Monitor saturasi oksigen
Monitor AGD
Monitor x-ray thoraks
Terapeutik:
□ Atur internal pemantau
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan napas
berhubungan dengan keperawatan selama.....x.....jam Observasi
deformitas dinding dada maka pola napas membaik dengan Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
dibuktikan dengan kriteria hasil:
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,weezing,
dispnea,penggunaan otot - Dispnea menurun
bantu pernafasan, fase ronkhi kering)
Penggunaan otot bantu
ekspirasi memanjang, napas menurun Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
pola nafas abnormal Pemanjangan fase ekspirasi Terapeutik
menurun Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(takipnea, bradipnea,
Frekuensi napas membaik (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
hiperventilasi, kussmaul, Posisikan semi-Fowler atau Fowler
Kedalaman napas membaik
cheyne-stokes). Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,mukolitik,jika
perlu.
Pemantauan respirasi
Observasi
Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
Monitor pola napas (seperti bradipnea,takipnea,
hiperventilasi,Kussmaul,Cheyne-Stokes,Biot,ataksik0
Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Monitor adanya sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Rendy, M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit
dalam. yogjakarta : Nuha medika
24