DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
1
KATA PENGANTAR
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada
component trauma toraks. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat
diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau
paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
2
7. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
2.3 Klasifikasi
1. Trauma Tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
a) Tension pneumothoraks
b) Trauma tracheobronkhial
c) Flail Chest
d) Ruptur diafragma
e) Trauma mediastinal
f) Fraktur kosta
2.4 Jenis Trauma Dada
1. Pneumothorax
Pneumothorax adalah kondisi ketika udara terkumpul di rongga
pleura, yaitu ruang di antara paru-paru dan dinding dada. Udara tersebut
dapat masuk akibat adanya cedera di dada atau robekan di paru-paru.
Akibatnya, paru-paru jadi mengempis (kolaps) dan tidak bisa
mengembang.
Berdasarkan penyebabnya, pneumothorax dibagi dua, yaitu
pneumothorax trauma dan pneumothorax nontrauma. Pneumothorax
trauma bisa terjadi akibat cedera pada dada. Sedangkan pneumotorax
nontrauma bisa terjadi dengan atau tanpa didahului penyakit paru-paru.
3
Jika dilihat dari tingkat keparahannya, pneumothorax dapat
diklasifikasikan menjadi:
a) Simple pneumothorax
Pada simple pneumothorax, hanya sebagian paru-paru yang
kolaps, tetapi bisa menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam
darah dan sesak napas. Simple pneumothorax bukan kondisi
darurat, tetapi tetap perlu dipantau.
b) Tension pneumothorax
Pada tension pneumothorax, seluruh bagian paru-paru kolaps
sehingga menyebabkan penurunan fungsi jantung dan organ
tubuh lain. Tension pneumothorax dapat menyebabkan kematian
bila tidak segera ditangani.
c) Open pneumothorax
Pada open pneumothorax, terdapat lubang terbuka di dada
sehingga udara luar bisa keluar masuk ke dalam rongga pleura.
Jika lubangnya makin besar, maka paru-paru akan makin
mengempis sehingga penderitanya dapat sulit bernapas
2. Temponade Jantung
Tamponade jantung adalah kondisi terganggunya fungsi jantung
dalam memompa darah akibat adanya tekanan yang kuat di jantung.
Tamponade jantung merupakan kondisi gawat darurat yang membutuhkan
penanganan medis secepatnya.
Tamponade jantung sering terjadi akibat tekanan yang berasal dari
penumpukan cairan di dalam rongga perikardium, yaitu ruang antara otot
dan selaput pelindung jantung. Cairan tersebut bisa darah atau nanah, yang
jika menumpuk terlalu banyak dapat menghambat jantung untuk
mengembang secara normal.
Tamponade jantung dapat menimbulkan gejala seperti kulit pucat,
badan lemas, nyeri dada, dan jantung berdebar. Jika orang di sekitar Anda
mengalami gejala tersebut, segera cari pertolongan medis agar tamponade
jantung tidak menimbulkan komplikasi serius, seperti kerusakan organ,
syok, atau kematian.
4
3. Flail Chest
Flail chest adalah kondisi ketika sebagian tulang rusuk terpisah dari
sisa dinding dada. Kondisi tersebut biasanya terjadi akibat trauma tumpul
yang parah, seperti jatuh atau kecelakaan mobil.Perlu diketahui, tulang
rusuk adalah dua belas pasang tulang yang membungkus dari tulang
belakang sampai ke depan dada. Tulang-tulang tersebut membuat sangkar
yang melindungi beberapa organ penting dalam tubuh, seperti paru-paru
dan jantung.
Jika tulang rusuk terkena trauma hebat, mereka bisa patah. Ketika
ada tiga atau lebih tulang rusuk patah di dua atau lebih tempat, hal itu bisa
menyebabkan bagian dinding dada terpisah, dan tidak sinkron dengan
bagian dinding dada lainnya.
2.5 Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan
memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum,
trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio
paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan tamponade pada
jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax
juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu
suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga
multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya semen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan
pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya
terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali
berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul.
Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan
5
merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada
posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada
(Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan
tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga pleura jika
tertembus.
Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif
dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi
paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung.
Adapun gambaran proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat
pada skema
6
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola
dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan
dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain
lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada
pasien dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius
trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas
darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar
oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama
pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan
pH,serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
pemeriksaannya :
Tabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif, 2007)
7
Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan
diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan
dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi /
intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang
tidak normal baik Asidosis maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun
Metabolik. Dari pemantauan yang dilakukan dengan pemeriksaan AGD
dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau
belum / tidak terkompensasi.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang
menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.
Tabel 2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)
1. CT-Scan
8
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul
toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat
diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum
dilakukan Aortografi.
2. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus.
Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera
pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui
segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli,
kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
3. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang
terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti
kontusi jantung.
4. Angiografi
2.8 Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
9
a. Diagnostik :Menentukan perdarahan dari pembuluh darah
besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi
torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa
yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa
sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a) Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya
pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang
dapat dikurangi.
b) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan
memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi
tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,
merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau
menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
10
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
a) Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru
mengembang.
b) Latihan napas dalam.
c) Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk,
jangan batuk waktu slang diklem.
d) Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 -
800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam,
harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan
dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow
drainage.
c. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan
kocher.
d. Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan
sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
e. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja
diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam
rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena
kesalahan dll.
11
3. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.
12
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit
M.Yunus bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami
kecelakaan bermobil. Dari pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran.
Penolong mengatakan dada korban membentur stir mobil, setelah kecelakaan
pasien muntah darah lalu kemudian pasien tidak sadar, Keaadaan pasien saat di
IGD Klien mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan dangkal,
auskultasi suara napas ronchi, dan pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas
di dada sebelah kin. Hasil pemeriksaan GCS (E2V2M4) kesadaran sopor, hasil
pemeriksaan TTV D 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu :
38,7°C, akral teraba dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan,
dan napas cuping hidung.
3.2 Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway : pernapasan ada, nafas ronchi, cepat dan dangkal dengan RR
35×/menit, tampak gelisah dan sesak, ketidak efektifan bersihan jalan
nafas.
b. Breathing : pernafasan cuping hidung, pasien gorok, penggunaan otot-
otot pernafasan, pasien sesak dengan RR 35×/menit, gangguan pola
nafas.
c. Circulation : ada nadi, nadi 110×/menit, TD 120/80 mmHg, akral
teraba dingin dan tampak sianosi, gangguan perfusi jaringan
d. Disability : penurunan kesadaran, kesadaran sopor, GCS 8 (E2V2M4)
e. Exposure : terdapat bengkak dan jejas dibagian dada sebela kiri, akral
teraba dingin, tampak sianosi dan bagian tubuh lainnya baik.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Nama : Tn. D
13
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 30 tahun
Alamat : pagar dewa
Agama : islam
Bahasa : melayu
Status perkawinan : menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : sopir travel
Golongan darah :B
No. register :-
Tanggal MRS : 1 januari 2019
Diagnose medis : pulmonalis embolus
2) Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. D
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : pagar dewa
Agama : islam
Hubungan dengan pasien : istri
3) Keluhan utama
Tn. D dibawah ke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, dikarenakan
mengalami kecelakaan mobil
4) Riwayat Kesehatan
• Riwayat Kesehatan sekarang
Tn. D umur 30 tahun dibawah penolong dan keluarganya kerumah
sakit karena mengalami kecelakaan mobil. Pasien mengalmi
penurunan kesadaran. Penolong mengatakan dada korban terbentur
stir mobil, setelah kecelakaan pasien muntah darah lalu kemudian
pasien tidak sadar. Keadaan pasien saat ini diIGD klien mengalami
penurunan kesadaran, nafas cepat dan pasien ngorok. Terdapat
bengkak dan jejas didada sebelah kiri. Hasil pemeriksaan GCS 8
(E2V2M4). Kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV, TD: 120/80
mmHg, nadi 110×/menit, RR: 35×/menit, suhu: 38,7˚C, akral teraba
14
dingin, tampak sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan nafas
cuping hidung.
• Riwayat Kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien sudah beberapa kali mengalami
kecelakaan tetapi belum pernah separah ini sampai mengalami
penurunan kesadaran serta pasien tidak memiliki riwayat penyakit
apapun.
5) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : penurunan kesadaran dan sesak nafas
Kesadaran : sopor
TTV : tekanan darah: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi: 110×/menit
RR: 35×/menit
Suhu: 38,7˚C
a) Kepala
Inspeksi: distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
b) Mata
Inspeksi: anemis, skrela interik, bentu simetris
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
c) Hidung
Inspeksi: bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan
otot-otot pernapasan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
d) Telinga
Inspeksi: bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi: ada lesi dan nyeri tekan
e) Mulut
Inspeksi: bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan
lendir
f) Leher
15
Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid, tidak dicurigai fraktur cervical
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
g) Toraks
Inspeksi: bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak,
pergerakan dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu
pernapasan
Palpasi: terdapat nyeri tekan dan ada pembengkakan
Aukultasi: bunyi napas ronchi, suara ngorok
Perkusi: snoring
h) Abdomen
Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi: ada nyeri tekan pada supra pubis
Auskultasi: bising usus normal 12×/menit
Perkusi: tympani
i) Genetalia
Inspeksi: bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j) Ekstremitas
Atas
Inspeksi: simetris, tidak ada pembengkakan dan terdapat jejas
ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri, fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Bawah
Inspeksi: simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
16
3.4 Intevensi Keperawatan
Diagnose TSLKI SIKI
(L.01002) Pemantauan respirasi
Gangguan
Setelah dilakukan (l.010114)
penyapihan
intervensi selama (…..jam) Observasi
ventilator b/d
maka penyapihan Monitor frekuensi,
hambatan upaya
ventilator meningkat. irama, kedalaman dan
napas d/d frekuensi
Dengan kriteria hasil: upaya napas
napas meningkat,
1. Penggunaan otot bantu Monitor pola napas
penggunaan otot
napas menurun Monitor adanya
bantu napas, napas
2. Napas dangkal sumbatan jalan napas
dangkal (D.0002)
menurun Auskultasi bunyi
3. Frekuensi napas napas
membaik Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan jika
perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
Oksigen
Pola nafas tida (L. 01011) Manajemen jalan napas (I.
17
efektif b/d Setelah dilakukan 01011) :
hambatan upaya intervensi keperawatan Observasi :
napas d/d selama (…. jam) Monitor pola napas
penggunaan otot diharapkan pola napas (frekuensi,
bantu napas, pola membaik dengan kriteria kedalamam, usaha
napas abnormal/ hasil: napas)
takipnea (D.0005) 1. Dyspnea menuru Monitor bunyi
2. Penggunaan otot napas tambahan
bantu pernapasan Monitor sputum
menurun Terapeutik :
3. Frekuensi napas Pertahankan
membaik kepatenan jalan
napas
Posisikan fowler
atau semi fowler
Berikan minuman
hangat
Lakukan kombinasi
breathing exercise
dan respiratory
muscle stretching
Edukasi :
Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontra indikasi
Ajarkan batuk
efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian
18
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
Pemantauan
respirasi
Diagnose Rasional
Gangguan penyapihan
ventilator b/d hambatan Observasi:
Terapeutik:
Edukasi:
19
Infomasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi :
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu
kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau
dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax.
Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi
atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru,
sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti
Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya.
4.2 Saran
Saran dari pembahasan ini adalah kedepannya dalam pembelajaran
kegawatdaruratan ini bisa berkembang menjadi lebih baik lagi khususnya dalam
bidang keeperawatan sehingga mahasiswa dan tenaga keperawatan semakin
kompeten dalam melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan yang
kompeten dan tepat sehingga banyak nyawa terselamatkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22