0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan12 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang definisi dan jenis-jenis bahan pengawet makanan. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa pengawetan makanan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan makanan dengan cara menghambat aktivitas mikroorganisme. Ada dua jenis bahan pengawet yaitu alami seperti garam dan gula, dan sintesis seperti asam asetat dan benzoat. Bahan alami dan sintesis memiliki sifat yang ber
Dokumen tersebut membahas tentang definisi dan jenis-jenis bahan pengawet makanan. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa pengawetan makanan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan makanan dengan cara menghambat aktivitas mikroorganisme. Ada dua jenis bahan pengawet yaitu alami seperti garam dan gula, dan sintesis seperti asam asetat dan benzoat. Bahan alami dan sintesis memiliki sifat yang ber
Dokumen tersebut membahas tentang definisi dan jenis-jenis bahan pengawet makanan. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa pengawetan makanan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan makanan dengan cara menghambat aktivitas mikroorganisme. Ada dua jenis bahan pengawet yaitu alami seperti garam dan gula, dan sintesis seperti asam asetat dan benzoat. Bahan alami dan sintesis memiliki sifat yang ber
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam mengawetkan makanan harus diperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan makanan. Teknologi pengawetan makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan makanan (Diah & Musli, 2007). Pengawetan pangan telah di kenal sejak dahulu kala. Pada masa prasejarah, orang-orang yang tinggal di iklim yang subtropis telah mengkonsumsi makanan yang beku secara natural. Pada pertengahan abad kesembilan belas, orang mengawetkan dengan membekukan daging, ikan dan ayam di luar rumah pada musim dingin lalu di angkut ke suatu tempat dengan jarak yang dekat untuk di perdagangkan, namun dalam jumlah yang masih sedikit. Pada masa itu orang juga menggunakan campuran esgaram untuk mempertahankan suhu yang lebih rendah dari pada suhu yang dapat di pertahankan oleh es yang diperkenalkan pada tahun 1800an di dua tempat, yaitu di Inggris (H. Benjamin, 1842) dan di Amerika Sarikat (Enoch Piper, 1861). Yang keduanya memanfaatkannya untuk mendinginkan ikan. Komersialisasi teknik pembekuan makanan baru dimulai di akhir abad ke 19 ketika alat pendingin mekanis, yang saat ini disebut dengan lemari es ditemukan. Dan di pertengahan abad ke 20,makanan beku mulai ikut bersaing dengan makanan kalengan dan makanan kering (Desrosier & W, 1982). 2.2 Bahan kimia yang sering digunakan sebagai pengawet Bahan-bahan kimia yang sering digunakan dalam makanan untuk mencegah atau menunda terjadinya pembusukan makanan sering disebut bahan pengawet. Bahan pengawet ini dapat dikategorikan sebagai makanan tambahan (food additive). FAO mendefinisikan bahan makanan tambahan sbb : "setiap substansi yang tidak biasa dikonsumsi baik secara sendiri maupun sebagai bahan dasar makanan, baik substansi tersebut mempunyai nilai nutrisi atau tidak, tujuan penambahannya dalam makanan adalah untuk alasan teknis (termasuk organoleptis), prosessing, preparasi, perlakuan pendahuluan, pengemasan, transport atau mempertahankan produk makanan jadi, bahan makanan tambahan tersebut atau produk sampingnya diharapkan menyebabkan (secara langsung maupun tak langsung) menjadi suatu komponen yang mempengaruhi karakterisitik dari makanannya" (FAO, 1995). Jenis pengawet dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Bahan alami Gula tebu Gula tebu memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Buah buahan yang disimpan dalam larutan gula pekat akan menjadi awet karena mikroorganisme sukar hidup di dalamnya. Gula merah Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan seperti halnya gula tebu. Garam Garam merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air laut. Ikan asin dapat bertahan hingga berbulanbulan karena pengaruh garam. Kunyit Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi. Kulit kayu manis Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma. Cengkih Cengkih merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah aroma. 2. Bahan kimia sintesis Bahan pengawet termasuk ke bahan tambahan makanan, beberapa zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah sebagai berikut: Asam asetat Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuk a. Bahan ini menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai. Benzoat Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini. Sulfit Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan kentang, sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini Profit galat Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai antioksidan. Propianat Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan mak anan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini. Garam nitrit Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering.Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging. Sorbat Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat. Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan. Kalsium benzoat Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora, dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat memengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Kalsium benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirop, dan ikan asin.\ Kalium nitrit Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Kalium nitrit sering digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet. 2.3 Perbedaan bahan kimia alami dan sintesis sebagai bahan pangan Bahan kimia adalah sebagai bahan yang dikaji dalam ilmu pengetahuan alam terkait dengan struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertai. Setiap bahan kimia memiliki fungsi dan manfaat sendiri-sendiri. Bahan kimia alami adlah bersumber dari berbagai zat yang berasal dari ala, sedangkan bahan kimia sintesis merupakan campuran antara buatan tangan manusia dan alam. 2.4 Sifat-sifat bahan kimia alami dan sintesis yang sering digunakan sebagai bahan pengawet 1. Bahan alami a) Garam Garam dapur adalah senyawa kimia natrium (NaCl). Garam dapur merupakan bumbu utama setip masakan yang berfungsi memberikan rasa asin. Selain meningkatkan cita rasa, garam juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat garam dapur adalah higroskopis atau menyerap air. Karena itu, garam menyebabkan sel-sel mikroorganisme mati karena dehidrasi. Garam juga mengahambat dan menghentikan reaksi autolisis yang dapat mematikan bakteri didalam bahan pangan. b) Gula Gula pasir adalah butiran menyerupai kristal hasil pemanasan dan pengeringan sari tebu atau bit. Bentuk gula pasir yaitu butiran berwarna putih yang tersusun atas 99,9 % persen sakarosa murni. Selain dalam bentuk butiran, dula pasir juga dijual dalam bentuk tepung atau disebut gula halus. Fungsi gula pasir biasanya untuk memberikan rasa manis. Selain memberikan rasa, gula pasir bisa menjadi bahan pengawet. Sama halnya dengan garam, sifat gula pasir adalah hogroskopi atau menyerap air sehingga sel-sel bakteri akan dehidrasi dan akhirnya mati. Penggunaan gula sebagai pengawet disebut penggulaan. Penggunaanya bisa ditaburkan atau dicampur dan dilarutkan dengan bahan makanan atau minuman yang akan diawetkan. Contoh produk yang diawetkan dengan penggulaan adalah manisan, selai, dan dodol. 2. Bahan sintesis a) Asam asetat Sifat asam asetat adalah higroskopi tak berwarna, berasa asam dan berbau menyengat. Asam asetat meruapakan pengawet yang aktif menghambat pertumbuhan kapang, dan juga bakteri patogen yang berasosiasi dengan pangan seperti produk rerotian (bakery). b) Asam benzoat Asam benzoat memiliki sifat antimokroba yang dapat membasmi jamur penyebaba pembusukan. Penambahan asam benzoat mampu memperpanjang daya simpan produk. Tanpa menggunakan asam benzoat, sebuah poduk mungkin hanya dapat bertahan selama 1-2 minggu saja.
2.5 Teknik Pengawetan Secara Kimia
Pengawet kimia berfungsi untuk mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk. Pengawet kimia dapat menghambat, mencegah, memberhentikan proses pembusukan, fermentasi, pengasaman, atau kerusakan komponen lain dari bahan pangan (Winarno, 1983) .Yang termasuk bahan pengawet kimia adalah asam benzoat, sulfit, metasulfit, niasin, asam sorbat, asam propionat, atau garamnya, peroksida, gula, asam asetat, cuka, alkohol, gliserin, bumbu, dan bahan yang terdapat dalam asap. Daya pengawet bahan-bahan tersebut bergantung pada konsentrasi, komposisi bahan pangan, serta jenis mikroba yang akan dicegah pertumbuhannya. Teknik pengawetan secara kimia dapat dilakukan dengan cara antara lain: 2.2.1 Pengasaman Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara diberi asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam secara langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam asetat, asam benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti tomat. Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi. Acar pada dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka untuk pengawetan. Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup pada makanan. Karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi, terjadinya difusi osmosis sehingga mikroba akan mati. 2.2.2 Pengasinan Cara ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan. Penggaraman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara memberi garam dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan enzim-enzim khususnya yang merusak daging dan ikan. Selain itu penggaraman mengakibatkan cairan yang ada dalam tubuh ikan mengental serta kadar proteinnya menggumpal dan daging ikan mengkerut. Proses penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk menurunkan lebih lanjut kadar air yang ada dalam daging ikan, proses penggaraman dipengaruhi oleh ukuran butiran garam (ukuran yang baik 1 5 mm), ukuran ikan (semakin – besar ikan semakin banyak garam yang dibutuhkan) dan kemurnian garam (garam yang baik adalah garam murni/NaCl). 2.2.3 Pemanisan Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan. Penambahan gula adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian gula dengan tujuan untuk mengawetkan karena air yang ada akan mengental pada akhirnya akan menurunkan kadar air dari bahan pangan tersebut. Konsentrasi gula yang ditambahkan minimal 40% padatan terlarut sedangkan di bawah itu tidak cukup untuk mencegah kerusakan karena bakteri, apabila produk tersebut disimpan dalam suhu kamar atau normal (tidak dalam suhu rendah). Contoh makanan dengan pengawetan pemanisan adalah manisan buah. Manisan buah adalah buah buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa waktu. Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara pengawetan makanan yang sudah diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan manisan akan membuat kadar gula dalam buah meningkat dan kadar airnya berkurang. Keadaan ini akan menghambat pertumbuhan mikroba perusak sehingga buah akan lebih tahan lama. Pada awalnya manisan dibuat dengan merendam pada larutan gula hanya untuk mengawetkan. Ada beberapa buah yang hanya dipanen pada musim-musim tertentu. Saat musim itu, buah akan melimpah dan kelebihannya akan segera membusuk apabila tidak segera dikonsumsi. Untuk itu manusia mulai berpikir untuk mengawetkan buah dengan membuat manisan. Manisan juga dibuat dengan alasan memperbaiki cita rasa buah yang tadinya masam menjadi manis. 2.2.4 Penambahan Bahan Kimia, Misalnya Asam Sitrat, Garam, Gula Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis.Contoh beberapa jenis zat kimia: cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant ethylene , absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehingga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman. 2.2.5 Pengasapan Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembang biaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi (Aka, 2008). Unsur yang berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Asap terdiri dari uap dan partikel padatan yang berukuran kecil. Komposisi kimia asap; Air, Aldehid, Asam asetat, Keton, Alkohol, Asam formiat, Phenol dan karbohidrat. Ada 2 cara pengasapan utama yang biasa dilakukan ialah Pengasapan Dingin (cold smoking) dan Pengasapan Panas cold smoking (hot smoking), pada pengasapan dingin suhu asap tidak boleh melebihi 400°C, kelembaban nisbi (R.H) yang terbaik antara 60 – 70%. Di atas 70% proses pengeringan berlangsung sangat lambat dan di bawah 60 % permukaan ikan akan mengering terlalu cepat, kadar air ikan asap yang dihasilkan dengan cara pengasapan dingin relatif rendah, sehingga pengasapan terutama diterapkan untuk tujuan pengawetan ikan (ikan asapnya lebih awet dari pada yang dihasilkan dengan cara pengasapan panas). 2.2.6 Edible coating Edible coating merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut), sebagai pembawa aditif, untuk meningkatkan penanganan suatu makanan dan merupakan barrier terhadap uap air dan pertukaran gas O2 dan CO2 (Bourtoom, 2008). Edible coating juga dapat mencegah kerusakan bahan akibat penanganan mekanik, membantu mempertahankan integritas structural dan mencegah hilangnya senyawa- senyawa volatile, dan sebagai carrier zat aditif seperti zat antimikrobial dan antioksidan pada bahan (Kester & Fennema, 1998). Contoh bahan-bahan edible coating untuk melapisi buah, seperti selulosa, kasein, zein, protein kedelai dan kitosan. Bahan-bahan ini dipilih karena memiliki karakteristik berupa tidak berbau, tidak berasa dan transparan. Hanya saja tidak mudah untuk mengukur sifat permeasi gas pada coating setelah diaplikasikan pada buah. Hidrokoloid yang digunakan untuk edible coating dapat dibedakan berdasarkan komposisi, berat molekul dan solubilitas air. Berdasarkan komposisi hidrokoloid dibagi menjadi karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri daritepung (starch), gum tumbuhan (alginat, pektin dan gum arab) dan modifikasi kimia tepung. Hidrokoloid protein terdiri dari gelatin, kasein, protein kedelai, whey protein, wheat gluten dan zein. Komponen plasticizer yang ditambahkan ke dalam edible coating berfungsi untuk mengatasi sifat rapuh lapisan coating yang disebabkan oleh kekuatan intermolekuler ekstensif. Plasticizer mengurangi kekuatan ini dan meningkatkan mobilitas dari rantai polimer, sehingga fleksibilitas dan ekstensibilitas lapisan coatings meningkat. 2.6 Kelebihan Dan Kekurangan Pengawetan Dengan Penambahan Bahan Kimia Pengawetan bahan makanan dengan penambahan bahan kimia mempunyai kelebihan diantaranya sebagai berikut : 1. Ketahanan terhadap makanan Kondisi produksi makanan dan distribusinya saat ini dituntut untuk lebih meningkatkan usia ketahanan dari suatu bahan makanan, selain itu situasi pasokan pangan dunia membutuhkan penjagaan kualitas makanan dengan menghindari kerusakan sebanyak mungkin. Dengan penambahan bahan kimia terhadap pangan, maka dapat memperpanjang waktu simpan akibat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan perubahan fisika- kimia yang tidak diinginkan dalam makanan. Sehingga ini menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi tuntutan diatas. 2. Nilai sensorik pangan Warna, bau, rasa dan kekentalan atau tekstur yang penting untuk nilai sensorik makanan, dapat menurun selama pemrosesan dan penyimpanan. Penurunan tersebut dapat diperbaiki atau disesuaikan dengan penambahan zat aditif. 3. Nilai praktis Kecenderungan umum manusia terhadap makanan yang mudah dan cepat saji atau makanan instan menjadi alasan utama mengapa peningkatan proses pengawetan makanan dengan penambahan bahan kimia (zat aditif) dilakukan.
Namun pengawetan makanan dengan penambahan bahan kimia juga memiliki
kekurangan diantaranya :
1. Penggunanaan bahan kimia untuk pengawetan makanan terbatas pada
jenis tertentu dan dibatasi pada jumlah yang sedikit. Karena penggunaan dengan jumlah berlebih dapat memberikan dampak buruk bagi tubuh apabila dikonsumsi berkepanjangan. Sehingga pemakainanya perlu diawasi dengan ketat. 2. Banyak terjadi penyalahgunaan bahan kimia untuk pengawetan makanan. Hal ini tentu merugikan konsumen, karena tidak semua bahan kimia layak digunakan untuk pengawetan makanan, misalnya penyalahgunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan.