Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

DISTRES SPIRITUAL

Dosen Pengampuh Mata Kuliah : Ns. Wahyu Sulfian, M.Kes.

OLEH :
CINDY NURUL FARADILLA
202001006
R2A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “
ASUHAN KEPERAWATAN DISTRESS SPIRITUAL”
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Keperawatan Jiwa I pada program studi S1 N e r s Stikes Widya
Nusantara Palu. Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan saran serta kritik dalam
penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya, semoga Makalah Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat


bagi pembaca sekalian, khususnya kepada mahasiswa Stikes Widya
Nusantara Palu.

Palu, 1 April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

A. Definisi...........................................................................................................
B. Batas Karakteristik.........................................................................................
C. Etiologi...........................................................................................................
D. Mekanisme Koping........................................................................................
E. Asuhan Keperawatan.....................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................


A. Kesimpulan....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spiritualitas adalah dimensi manusia, dan dengan demikian dimensi
praktek Keperawatan (Burkhart & Solari-Twadell, tahun 2001; McSherry, uang
tunai, & Ross, 2004). Fokus pada tanggung jawab perawat untuk menyediakan
kerohanian meliputi penilaian, diagnosis, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Ini
adalah langkah-langkah yang mendefinisikan proses keperawatan, yang
merupakan scien- tific metode pelayanan keperawat adalah diterapkan dalam
praktek. Dalam spiritualitas, penelitian telah cenderung berfokus pada Fase
pertama dan ketiga proses keperawatan, yaitu penilaian spiritual (Murray,
Kendall, Boyd Worth, & Benton, 2004; Oldnall, 1996; Taylor, 2006) dan
perawatan spiritual, masing-masing kedua dipahami sebagai intervensi
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan spiritual(Chan, 2010; Kociszewski,
2003, Narayanasamy et al., 2004; Sawatzky & Pesut, 2005). Menurut Pesut
(2008), pemahaman yang lebih jelas tentang kebutuhan spiritualitas, dimana tanpa
memperhatikan kebutuhan spiritual dan perawatan spiritual tidak akan tercapai.
Spiritualitas telah terbukti kompleks untuk menentukan. Itu hadir diantara
penganut dan agnostics (McSherry, 2000), mengintegrasikan semua dimensi
individu (Reed, 1992), yang meliputi lebih dari agama (Narayanasamy, 2001),
melibatkan hubungan interpersonal, dan berkaitan dengan arti kehidupan,
terutama pada saat krisis dan penyakit (Baldacchino, 2006).
Distress spiritual telah diterima sebagai diagnosis keperawatan di NANDA
sejak tahun 1978 dan direvisi pada tahun 2002 (Herdman, 2009). Dalam
taksonomi I, diagnosis ini diklasifikasikan dalam domain menilai sebagai
gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh keberadaan seseorang, dan
yang terintegrasi dan melampaui satu sifat biologis dan psikososial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari distres spiritual?
2. Apa batasan karakteristik dari distres spiritual?
3. Apa etiologi dari dari dstres spiritual?
4. Bagaimana mekanisme dari distres spiritual?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari distres spiritual

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi dari distres spiritual.
2. Untuk Mengetahui batasan karakteristik dari distres spiritual.
3. Untuk Mengetahui etiologi dari dari dstres spiritual.
4. Untuk Mengetahui mekanisme dari distres spiritual;.
5. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan dari distres spiritual.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dari Distres spiritual

Monod (2012) menyatakan distress spiritual muncul ketika kebutuhan


spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghdapi penyakitnya pasien
mengalami depresi, cemas, dan marah kepada tuhan. Distress spiritual dapat
menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).
Distress spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari
makna tentang apa yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa
sendiri dan terasing. Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan
spiritual kedalam proses keperawatan (Potter & Perry, 2004).
Distress spiritual adalah hambatan kemampuan untuk mengalami dan
mengintegrasikan makna dan tujuan dalam hidup melalui hubungan dengan diri
sendiri, orang lain, music, seni, buku, alam, ataupun dengan tungan yang maha
esa (Judith, 2016).

B. Batasan Karakteristik

1. Hubungan dengan diri sendiri


a. Marah
b. Mengungkapkan kurangnya motivasi
c. Mengungkapkan kurang dapat memaafkan diri sendiri
d. Mengungkapkan kekurangan harapan Mengungkapkan kekurangan
cinta
e. Mengungkapkan kurangnya makna hidup
f. Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup
g. Mengungkapkan kurangnya ketenangan (mis., kedamaian)
h. Merasa bersalah
i. Koping tidak efektif
2. Hubungan dengan orang lain
a. Mengungkapkan rasa terasing
b. Menolak interaksi dengan orang yang dianggap penting
c. Menolak interaksi dengan pemimpin spiritual
d. Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari sistem
pendukung
3. Hubungan dengan seni, musik, literatur, alam

a. Tidak berminat pada alam


b. Tidak berminat membaca literatur spiritual
c. Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya
(mis.,
menyanyi/ mendengarkan musik/ menulis)
4. Hubungan dengan kekuatan yang lebih besar dari pada dirinya sendiri
a. Mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari
dirinya
b. Mengungkapkan telah diabaikan
c. Mengungkapkan ketidak berdayaan
d. Mengungkapkan penderitaan
e. Ketidakmampuan berintrospeksi
f. Ketidakmampuan mengalami pengalaman religiositas
g. Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
h. Ketidakmampuan berdoa
i. Meminta menemui pemimpin keagamaan
j. Perubahan yang tiba-tiba dalam praktik spiritual

C. Etiologi

1. Ketidaksiapan menghadapi kematian dan pengalaman kehidupan setelah


kematian, Kehilangan agama yang merupakan dukungan utama ( merasa
ditinggalkan oleh Tuhan), Kegagalan individu untuk hidup sesuai dengan
ajaran agama, Ketidakmampuan individu untuk merekonsiliasi penyakit
dengan keyakinan spiritual(Achir Yani H, 2008).
2. Ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian dan ancaman
terhadap integritas (Potter & Perry, 2005 dalam Grace Yopi, 2013).
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual individu (Craven &Himle,2009
dalam Hendra saputra,2014)
4. Terkait dengan patofisiologi tantangan pada sistem keyakinan atau
perpisahan dari ikatan spiritual sekunder karena berbagai akibat, misalnya
kehilangan bagian atau fungsi tubuh; penyakit terminal; penyakit yang
membuat kondisi lemah;nyeri;trauma; dan keguguran atau kelahiran mati.
(Rahayu Winarti,2016)
5. Hal-hal terkait dengan konflik antara program atau tindakan yang
ditentukan oleh keyakinan, meliputi: aborsi, isolasi, pembedahan,
amputasi, tranfusi darah, pengobatan, pembatasan diet, dan prosedur
medis. (Rahayu Winarti,2016).
6. Hal yang berkaitan dengan situasional, kematian atau penyakit dari orang
terdekat; keadaan yang memalukan pada saat melakukan ritual keagamaan
(seperti pembatasan perawatan intensif, kurangnya privasi, kurang
tersedianya makanan atau diet khusus), keyakinan yang ditentang
keluarga, teman sebaya; dan yang berhubungan dengan perpisahan orang
yang dicintai. (Rahayu Winarti,2016).

D. Mekanisme Koping

Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres
spiritual:
1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain
2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat,
petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku
berdasarkan keyakinan spiritualnya.
5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan
dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk
(2003) menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang
untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam
mencapai keterampilan koping yang efektif.
Menurut Mooss (1984) yang dikutip Brunner dan Suddarth menguraikan yang
positif (Teknik Koping) dalam menghadapi stress, yaitu:
1. Pemberdayaan Sumber Daya Psikologis (Potensi diri)
Sumber daya psikologis merupakan kepribadian dan kemampuan individu
dalam memanfaatkannya menghadapi stres yang disebabkan situasi dan
lingkungan (Pearlin & Schooler, 1978:5). Karakterisik di bawah ini
merupakan sumber daya psikologis yang penting, diantaranya adalah:
a) Pikiran yang positif tentang dirinya (harga diri)
Jenis ini bermanfaat dalam mengatasi situasi stres, sebagaimana teori
dari Colley's looking-glass self: rasa percaya diri, dan kemampuan
untuk mengatasi masalah yg dihadapi.
b) Mengontrol diri sendiri
Kemampuan dan keyakinan untuk mengontrol tentang diri sendiri dan
situasi (internal control) dan external control (bahwa kehidupannya
dikendalikan oleh keberuntungan, nasib, dari luar) sehingga pasien
akan mampu mengambil hikmah dari sakitnya (looking for silver
lining).
2. Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap stres
dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull). Dalam
menghadapi situasi stres, respons individu secara rasional adalah dia akan
menghadapi secara terus terang, mengabaikan, atau memberitahukan
kepada diri sendiri bahwa masalah tersebut bukan sesuatu yang penting
untuk dipikirkan dan semuanya akan berakhir dengan sendirinya.
Sebagaian orang berpikir bahwa setiap suatu kejadian akan menjadi
sesuatu tantangan dalam hidupnya. Sebagian lagi menggantungkan semua
permasalahan dengan melakukan kegiatan spiritual, lebih mendekatkan
diri kepada sang pencipta untuk mencari hikmah dan makna dari semua
yang terjadi.
3. Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu dalam
mengatasi situasi stres. Beberapa individu melakukan kegiatan yang
bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya. Misalnya, pasien HIV
akan melakukan aktivitas yang dapat membantu peningkatan daya
tubuhnya dengan tidur secara teratur, makan seimbang, minum obat anti
retroviral dan obat untuk infeksi sekunder secara teratur, tidur dan istirahat
yang cukup, dan menghindari konsumsi obat-abat yang memperparah
keadan sakitnya.

7. Asuhan Keperawatan Distres spiritual


1. Pengkajian
Data subyektif (tanda dan gejala mayor): pasien mempertanyakan
makna/tujuan hidupnya, pasien menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang
bermakna dan pasien merasa menderita/tidak berdaya.
Data obyektif (tanda dan gejala mayor): pasien tidak mampu beribadah
dan marah pada Tuhan (PPNI, 2016).
2. Diagnosa
Distres spiritual berhubungan dengan kondisi penyakit kronis yang
ditandai dengan pasien mempertanyakan makna/tujuan hidupnya, pasien
menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna dan pasien merasa
menderita/tidak berdaya, pasien tidak mampu beribadah dan marah pada
Tuhan (PPNI, 2016).
3. Intervensi
Intervensi utama dari distres spiritual adalah dukungan emosional, dengan
intervensi sebagai berikut:
a. Observasi:
1) Identifikasi perasaan kuatir, kesepian dan ketidakberdayaan
2) Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual dan
kesehatan
3) Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
4) Identifikasi ketaatan dalam beragama
b. Terapeutik:
1) Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang penyakit
dan kematian
2) Berikan kesempatan mengeskpresikan dan meredakan marah
secara tepat
3) Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama masa
ketidakberdayaan
4) Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas spiritual
5) Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup, jika perlu
6) Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah
c. Edukasi:
1) Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman dan/atau orang lain
Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok pendukung
2) Ajarkan metode relaksasi, meditasi dan imajinasi terbimbing
d. Kolaborasi:
Peran Perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapi, ahli gizi, radiologi, laboratorium. Perawat dapat
mengidentifikasi pelayan keperawatan yang diperlukan, termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam menentukan bentuk pelayanan
komprehensif.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Distress spiritual adalah gangguan kemampuan untuk mengalami dan


mengintegrasikan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri,
orang lain, seni, music, literature, alam, dan/atau kekuatan yang lebih besar dari
pada diri sendiri.
Distress spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, sehingga
dalam menghdapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan marah
kepada Tuhan. Distress spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan
diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya.

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga
sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa berorientasi
lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia,G. dan kawan-kawan. 2020. Keperawatan jiwa ditres spiritual.


Bandung
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1 ed., Vol. 3).
Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai