Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

TRAUMA THORAKS

Disusun oleh :

Kelompok 4
1. Rio Sanjaya
2. Sucita Efendi
3. Tria Rizky Ananda

i
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam menyelesaikan
makalah ini kami dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen mata kuliah, serta semua pihak yang dengan caranya masing-masing
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

ii
Sebagai makhluk yang lemah kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak, kami terima dengan lapang dada.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan kita.

Mataram, 22 November 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
Latar Belakang.....................................................................................1
Perumusan Masalah.............................................................................2
Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Penyakit Trauma Thoraks..........................................3
Definisi trauma thoraks................................................................3
Etiologi.........................................................................................3
Klasifikasi.....................................................................................3
Manifestasi Klinis.........................................................................6
Patofisiologi..................................................................................6
Pathways.......................................................................................8
Pemeriksaan Penunjang...............................................................10
Penatalaksanaan...........................................................................12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.................................................17
Pengkajian...................................................................................17
Diagnosa......................................................................................20
Intervensi.....................................................................................20
BAB III PENUTUP.......................................................................................30
3.1 Kesimpulan........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................31

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thorax dapat di definisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh
thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet, dengan batas luaran adalah dinding
thorax yang disusun oleh vertebra torakal ,iga-iga, sternum,otot, dan jaringan ikat.
Rongga thorax dibatasi dengan rongga abdomen oleh diafragma .Rongga thorax
dapat dibagi kedalam dua bagian utama, yaitu: paru-paru (kiri dan kanan) dan
mediastinum. Mediastinum dibagi kedalam 3 bagian yaitu: superior, anterior, dan
posterior. Mediastinum terletak di antara paru kiri dan kanan merupakan daerah
tempat organ-organ penting thorax selain paru-paru yaitu: jantung, aurta, arteri
pulmonalis, vena cavae, esophagus, trachea, dan lain-lain.
Trauma adalah luka fisik atau luka pada jaringan yang disebabkan oleh
faktor luar. American Trauma Society (ATS) mendefinisikan trauma sebagai
kecelakaan fisik yang disebabkan oleh kekuatan fisik, bisa berupa kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh, tenggelam, luka bakar, tusukan dan benda tumpul.
Trauma menurut definisi American Heritage Dictionary adalah “luka,
khususnya yang disebabkan oleh cedera fisik yang tiba-tiba.” Cedera menurut
definisi National Committee for Injury Prevention and Control adalah “kerusakan
yang tidak disengaja pada tubuh yang disebabkan oleh pajanan akut terhadap tenaga
panas, mekanis, listrik, atau kimia atau akibat tidak adanya kebutuhan esensial
seperti panas atau oksigen.” (Morton, 2012).
Trauma thoraks sebagai penyebab satu dari setiap empat kematian akibat
trauma di Amerika Utara. Distribusi cedera tidak berhubungan dengan anatomi pada
segmen paru yang cedera namun secara langsung terkait dengan cedera pada
dinding dada. Perdarahan ke alveoli dan kerusakan parenkim maksimal terjadi
dalam 24 jam pertama setelah cidera, hipoksemia dan hiperkapnia puncaknya terjadi
72 jam setelah cidera.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi trauma thoraks ?

2. Apa etiologi trauma thoraks ?


3. Apa manifestasi trauma thoraks ?
4. Apa patofisiologi trauma thoraks ?
5. Bagaimana penatalaksanaan trauma thoraks ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi trauma thoraks.
2. Untuk mengetahui etiologi trauma thoraks.
3. Untuk mengetahui manifestasi trauma thoraks.
4. Untuk mengetahui patofisiologi trauma thoraks.
5. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan trauma thoraks.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit Trauma Thoraks


1. Pengertian Trauma Thoraks
Trauma thoraks adalah suatu trauma yang mengenai dinding thoraks yang
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada organ didalamnya, baik
sebagai akibat dari suatu trauma tumpul atau trauma tajam. Peningkatan dalam
pemahaman mekanisme fisiologis yang terlibat, kemajuan dalam modalitas
imaging yang lebih baru, pendekatan invasif yang minimal, dan terapi
farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan cedera ini (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein,
2014).
Trauma thorax secara umum adalah luka atau cedera yang mengenai
rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun
isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
2. Etiologi
Etiologi penyakit terdiri dari :
a. Trauma tembus
1) Luka Tembak
2) Luka Tikam / tusuk
b. Trauma tumpul
1) Kecelakaan kendaraan bermotor
2) Jatuh
3) Pukulan pada dada
3. Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Trauma Tajam
1) Pneumothoraks terbuka

3
Keadaan ini sering disebabkan oleh adanya penetrasi langsung dari
benda tajam pada dinding dada penderita sehingga menimbulkan luka atau
defek pada dinding dada. Dengan adanya defek tersebut yang merobek
pleura parietal, sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura.
Terjadinya hubungan antara udara pada rongga pleura dan udara
dilingkungan luar, sehingga menyebabkan samanya tekanan pada rongga
pleura dengan udara diatmosper. Akibat masuknya udara lingkungan luar
ke dalam rongga pleura ini, berlangsung lama kolaps paru tak
terhindarkan, dan berlanjut gangguan ventilasi dan perfusi oksigen
kejaringan berkurang sehingga menyebabkan sianosis samoai distress
respirasi.
2) Hemathoraks
Hemothoraks merupakan semua kelainan yang menyebabkan
perdarahan dari sumber nontrauma di rongga dada sehingga terjadi
penumpukan darah pada dinding dada (rongga pleura).
3) Trauma tracheobronkhial
Cedera di trakea atau bronkus dapat disebabkan oleh trauma tajam
atau tumpul dan sering kali disertai dengan kerusakan esophagus dan
vaskuler. Rupture bronkus sering terjadi terkait dengan fraktur iga atas dan
pneumothoraks (Morton, 2012).
4) Rupture diafragma
Ruptur diafragma merupakan ruptur sekat rongga dada dengan
abdomen yang dapat menyebabkan herniasi organ intraabdominal ke
dalam rongga thoraks.
5) Trauma mediastinal
Trauma mediastinal adalah rongga di antara paru-paru kanan dan
kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena
besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.

4
b. Trauma Tumpul
1) Tension pneumothoraks
Terjadi bila tusukan pada dinding paru memungkinkan udara masuk
api tidak keluar rongga pleura. Udara yang terperangkap ini menyebabkan
peningkatan tekanan intrapleura yang akhirnya menekan paru-paru
menyebabkan paru kolaps. Selain itu, isi rongga mediastinum (jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar) pindah ke sisi yang tidak sakit (Engram,
1998).
2) Trauma tracheobronkhial
Cedera di trakea atau bronkus dapat disebabkan oleh trauma tajam
atau tumpul dan sering kali disertai dengan kerusakan esophagus dan
vaskuler. Rupture bronkus sering terjadi terkait dengan fraktur iga atas dan
pneumothoraks (Morton, 2012).
3) Flail chest
Flail chest adalah cedera yang melibatkan fraktur iga multiple.
Fraktur ini dapat terjadi dibagian depan, belakang, atau samping dan
biasanya terjadi fraktur sternum. Stabilitas thoraks terganggu dan rangka
iga tidak lagi bergerak berbarengan (Morton, 2012).
4) Kontusion paru
Kontusio paru didefinisikan sebagai cedera fokal dengan edema,
perdarahan alveolar dan interstisial. Kontusio paru adalah memar atau
peradangan pada paru yang dapat terjadi pada cedera tumpul dada akibat
kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.

5) Ruptur diafragma
Ruptur diafragma merupakan ruptur sekat rongga dada dengan
abdomen yang dapat menyebabkan herniasi organ intraabdominal ke
dalam rongga thoraks.
6) Trauma mediastinal

5
Trauma mediastinal adalah rongga di antara paru-paru kanan dan
kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena
besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya.
7) Fraktur kosta
Fraktur iga atau kosta adalah cedera yang serius karena organ-organ
yang di bawahnya (jantung, hati, limpa, paru-paru, esophagus, diafragma)
berisiko untuk rusak (Engram, 1998).

4. Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
a. Ada jejas pada thorak
b. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
c. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
d. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
e. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
f. Penurunan tekanan darah
g. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
h. Bunyi muffle pada jantung
i. Perfusi jaringan tidak adekuat
j. Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung.

5. Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada/thoraks baik dalam bentuk
kompresi maupun ruda-paksa (deselarasi/akselarasi), biasanya menyebabkan
memar/jejas traua pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma
tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio paru.

6
Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan temponade pada jantung, atau
tampak kesukaran bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thoraks
juga seringkali menyebabkan frkatur baik yang berbentuk tertutup maupun
terbuka. Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thoraks yang paling
sering mengalami trauma. Perlukaan pada iga sering bermakna nyeri pada
pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan
menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan
sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara
bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan
bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari
pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks
dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena
adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di
dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan
ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami
ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas
menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat
ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks
adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari
garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi
saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan
dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks
dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi
umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita
dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko
terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai
dipasang chest tube.

7
Sedangkan trauma dada/thoraks dengan benda tajam seringkali berdampak
lebih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam
dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh
darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya.
Kondisi ini menyebabkan perdarahan pada rongga dada (Hemathoraks), dan jika
berlangsung lama akan menyebabkan peninggkatan tekanan didalam rongga
thoraks maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negative akan
terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti
Pneumothoraks, penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga
gagal nafas dan jantung.
6. Pathway

Trauma thorax

Trauma tajam Trauma tumpul

Fraktur iga dengan Fraktur iga


luka terbuka multiple fail
chest
Perdarahan pada rongga paru
adanya segment saat inspirasi dada
( hemothoraks ) dan udara masuk
yang mengembang mengembang
(pneumotoraks)

gangguan pergerakan gerakan antar costa yang patah


pemasangan ekspansi paru dinding dada menimbulkan gesekan antar
WSD ujung fragmen dengan jaringan
lunak sekitar
ketidak efektifan pola
nafas fungsi ventilasi menurun kompensasi
sehingga kadar O2 takikardi
menurun dan CO2
diskontinuitas jaringan

thorak drains bergeser asidosis saturasi O2 menurun


resipiratorik
sianosis ansietas
kerusakan merangsang reseptor 8 hipotensi
integritas kulit nyeri pada pleura dan jaringan yang
jaringan ferifer kulit tidak adekuat
ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

nyeri akut
stimulasi saraf
nyeri thorak
intercosta

9
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

A. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Pengembangan dari kedua sisi thoraks harus terlihat simetris pada
waktu inspirasi. Bila tangan diletakkan pada kedua sisi sternum, maka
dapat diraba gerakan anteroposterior dan bila diletakkan pada bagian
bawah thoraks, maka akan dapat diraba gerakan keluar dan ke dalam.
Mengamati dinding dada (keadekuatan nafas, kedalaman pernapasan),
karena gerakan pernapasan juga berubah oleh berbagai penyakit
(Tabrani, 2013).
2) Palpasi
Palpasi terhadap nyeri tekan, krepitus, dan posisi trakea. Trakea
yang pendek (jarak antara tulang rawan krikoid ke sudut sternum)
disebabkan oleh karena hiperinflasi dari paru-paru (Tabrani, 2013).
3) Perkusi
Membandingkan antara kiri dan kanan, antara daerah yang satu
dengan yang lainnya. Pada daerah paru-paru sendiri perkusi seharusnya
sonor, akan tetapi apabila terdapat konsolidasi, maka akan menjadi
pekak. Pekak didapat pada efusi pleura, atelektasis dan konsolidasi.
Selain itu perhatikan juga jika hipersonor. Hipersonor disebabkan oleh
hiperinflasi kedua paru (Tabrani, 2013).
4) Auskultasi
Membandingkan bising napas kanan dan kiri. Pada pasien dalam
posisi berbaring maka terdengarnya bising pernapasan selalu
berhubungan dengan sumbatan dari saluran pernapasan dan berbanding
lurus dengan faal obstruktif paru, akan tetapi kedua tanda ini hanya
terdapat pada bronchitis kronis dan asma, dan tidak terdapat pada
emfisema.

10
Mendengarkan suara napas yang menghilang atau tidak. Suara
pernapasan yang menghilang pada suatu daerah menunjukkan adanya
pneumothoraks, efusi pleura, bula, atau atelektasis. Suara pernapasan
yang kasar dengan nada yang tinggi menunjukkan adanya penghantaran
oleh konsolidasi.
Penyebaran bunyi dengan nada yang tinggi menunjukkan adanya
kavitas yang diselaputi oleh konsolidasi yang disebut dengan wishpered
pectoriloquy (pengahantaran bunyi dari kata-kata yang dibisikkan
melalui dinding dada), biasanya bunyi ini diserati dengan ronki,
wheezing, atau gesekan pleura (Tabrani, 2013).
B. Pemeriksaan Diagnostik

a. Anamnesia dan pemeriksaan fisik

Anamnesia yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari


trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas kerusakan
dari kendaraan yang di tumpangi, kerusakan stir mobil/air bag dan lain-
lain

b. Radiologi ;foto thorax (AP)

11
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostic pada pasien
dengan terauma thorax . pemeriksaan kelinis harus selalu di hubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto thoraks. Lebih dari 90%kelainan serius
terauma thoraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto thoraks.

c. Gas Darah (GDA) dan Ph

Gas darah dan Ph digunakan sebagai pegangan dan penanganan pasien-


pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah
dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar
oksigen dalam darah , serta kadar karbondiosida dalam darah. . Pada
kasus trauma thorax kemungkinan normal atau menurun.
Pemeriksaan analisa gas darah di kenal juga dengan nama pemeriksaan
ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang di lakukan melalui
darah arteri, lokasi pengambilan darah yaitu arteri radialis A femoralis.

d. Ct-Scan

Sangat membantu dalam pembuatan dignosa pada terauma tumpul


toraks, seperti fraktur kosta , stenum dan sterno clavicular dislokasi.

12
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis
dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum
pada pemeriksaan torak foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini
sebelum dilakukan aortografi.

e. Ekhokardiografi

Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam meneggakan


diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus.
Hemoperikardium, cedera pada eshopagus dan aspirasi , adanya cedar
pada dinding jantung ataupun sekat serta kutub jantung dapat dikethui
segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh sseorang yang
ahli,kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hamper 90%.

f. EKG

Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi


akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada terauma.
adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten , gangguan

13
konduksi, tachiaritma semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung, hati-hati keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan erektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan
seperti konstusi jantung.

g. Agiografi

Gold standard untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya


cedera aorta pada terauma tumpul toraks.

h. Torasentesis: menyatakan darah / cairan serosaguinosa.


i. Hb ( Hemoglobin) mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan
oksigen jaringan tubuh. Pada kasus trauma thorax kemungkinan kadar
hb dalam darah akan menurun menunjukkan kehilangan darah.

7. Penatalaksanaan

A. Bullow Drainage / WSD


Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau
kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.

14
b. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
d. Pada prinsipnya semua trauma yang mengenai mediastinum dan jantung
harus dilakukan tindakan eksplorasi torakotomi.
1) Bila terdapat pneumotorax, maka nilai apakah pneumotoraks tersebut
bersifat “ tension” atau tidak, apabila terdapat “tension pneomotoraks”
maka segera di lakukan aspirasidengan memasukan kanula pada ICS II
mid klavikula,kemudian dilanjutkan dengan pemasangan WSD.
2) Bila terdapat fraktur iga maka nilai apakah di sertai dengan
hemotoraks atau tidak, apabila disertai hemotoraks maka dapat
dilakukan drainase. Bila timbul rasa nyeri dapat di berikan analgetik
sehingga pasien dapat bernafas lebih dalam.
3) Bila terdapat kontusio paru pertimbangkan kemungkinan terjadinya
kegagalan pernafasan. Akan tetapi kegagalan pernafasan hanya terjadi
pada trauma yang keras dan yang mengenai permkaan paru yang luas
saja dan pengobatan yang diberikan sama seperti pada kegagalan
pernafasan (respiratory failure)
4) Bila terdapat kontusio jantung maka nilai apakah yang menyebabakan
teradinya gangguan hemodinamik atau tidak. Bila terjadi lakukan
toraktomi.
5) Bila terjadi tamponade jantung, maka lakukan tindakan
perikardioktom.
6) Bila terjadi ruptur aorta, maka diagnosis tidak dapat di tegakan dari
adanya poelebaran mediastinum, akan tetapi segera lakukan autografi
dan kemudian selanjutnya dilakukan tindakan toraktomi.
7) Bila terdapat ruptur diafragma, maka lakukan eksplorasi abdomen dan
selanjutnya diafragma di jahit kembali

15
8) Bila terdapat ruptur trakea, maka lakukan pemasangan intubasi yang
cukup panjang dan selanjutnya dilakukan eksplorasi dan trakea di jahit
kembali
9) Pniomomediastinum di tandai denga adanya infesema yang hebat,
dimana pada pemeriksaan radiologi tampak bayangan “radiolucent”.
Bila terjadi keadaan demikian, maka di lakukan pengeluaran udara
dengan cara insisi yang multipel.
10) Bila terdapat sindroma dada tumpul (flail chest ) atau yang di sebut
dengan “wet lung” ( edema paru ), maka tetapi yang di berikan akan di
arahkan kepada manipulasi endobronkial, yakni berupa lavase bronkus
dan kemungkinan di lakukan pemasangan PEEP.
e. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
1) Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2
hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian
masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh
pasien.
2) Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang
hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
3) Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a) Penetapan slang
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan
tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di
bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
4) Mendorong berkembangnya paru-paru.

16
a) Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
b) Latihan napas dalam.
c) Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
d) Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
5) Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan
juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
6) Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan
setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
a) Perhatiakan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekann darah.
b) Perlu sering dicek apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk
jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari
terlentang, ke ½ terlentang atau ½ duduk ke posisi miring bagian
operasi di bawah atau di cari penyebabnya missal : slang tersumbat
oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang
slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
7) Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan
yang keluar kalau ada dicatat.
b) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
c) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk
yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
d) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan keselamatan
kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.

17
e) Cegah bahaya yang mengganggu tekanan negatip dalam rongga
dada, missal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
f) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol
dan slang harus tetap steril.
B. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

Selain itu, penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien


trauma thorax, yaitu:
a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,
pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABC ( Airway,
breathing, dan circulation )
b. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
1) Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian
oksigen
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien

c. Pemasangan infuse
d. Pemeriksaan kesadaran
e. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung
f. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto
thorak
8. Komplikasi
a. Iga : Fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
b. Pleura, paru-paru, bronchi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema
pembedahan.
c. Jantung : temponade jantung, rupture jantung, rupture otot papilar, rupture
klep jantung.

18
d. Pembulu darah besar : hematothoraks.
e. Esofagus : mediastimitis
f. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limfa dan ginjal.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Sistem Pernapasan


1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tangal masuk, tangal pengkajian, nomor registrasi, diagnostic
medic, alamat.
2) Identitas penangung jawab
Identitas penangung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penangung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada
dada dan ganguan bernafas.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat,
tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya
dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
peluru yang menembus dada dan paru, kecelakaan lalu lintas biasanya
menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam langsung
menembus pleura.
3) Riwayat penyakit dahulu

19
Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama atau
pernah terdapat riwayat sebelumnya.
4) Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama seperti penyakit diderita pasien.
c. Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1) Alergi terhap obat, makanan tertentu.
2) Pengobatan terakhir
3) Pengalaman pembedahan
d. Pemeriksaan diagnostic :
1) Sianar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
2) Saturasi O2 menurun (biasanya).
3) Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
4) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
e. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernafasan
a) Sesak nafas
b) Nyeri, batuk-batuk
c) Terdapat retraksi klavikula/dada
d) Pengembangan paru-paru tidak simetris.
e) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
f) Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani
hematotraks
g) Pada auskultasi suara nafas menurun, bising nafas yang
berkurang/menghilang.
h) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j) Gerakan dada tidak sama waktu bernafas.

2) Sistem kardovaskular :

20
a) Nyeri dada meningkat karena pernafsan dan batuk
b) Takhikardia,lemah
c) Pucat,hb turun/normal
d) Hipotensi
3) Sistem persyarafan :
a) Tidak ada kelainan
4) Sistem perkemihan :
a) Tidak ada kelainan
5) Sistem percernaan :
a) Tidak ada kelainan
6) Sistem musculoskeletal- integument
a) Kemampuan sendi terbatas
b) Ada luka bekas tusukan benda tajam
c) Terdapat kelemahan
d) Kulit pucat, sianosis, berkeringatan, atau adanya kripitas subkutan.
7) Sistem endokrin :
a) Terjadi peningkatan metabolisme
b) Kelemahan

8) Sistem Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan.


9) Spiritual : Pada pola spiritual klien trauma thoraks sering kali mangalami
ansietas, gelisah, bingung, di sebabkan adanya tekanan kekhawatiran.

2. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang


tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma mekanik pemasangan
WSD.

21
4. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
fungsi ventilasi.
5. Ansietas, penurunan kesadaran berhubungan dengan kebutuhan oksigen yang
tidak adekuat.

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1 Ketidakefektifan pola 1. Respiratory status : 1. Buka jalan nafas,


pernapasan ventilation gunakan teknik chin
berhubungan dengan 2. Respiratory status : lift atau jaw thurst
ekpansi paru yang airway pantency bila perlu
tidak maksimal karena 3. Vital sign status 2. Identifikasi pasien
akumulasi Criteria hasil: perlu pemasangan
udara/cairan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan 3. Pasang mayo bila
suara nafas yang perlu
bersih, tidak ada 4. Lakukan fisiotrapi
sionisis dan dyspneu dada jika perlu
(mampu 5. Keluarkan secret
mengeluarkan dengan batuk atau
sputum, mampu suction
bernafas dengan 6. Auskultasi suara
mudah,tidak ada nafas, catat adanya
pursed lips) suara tambahan
2. Menunukan jalan 7. Lakukan suction
nafas yang paten pada mayo
(klien tidak merasa 8. Berikan
tercekik irama nafas, brokohindrator bila
frekuensi pernafasan perlu
dalam rentang 9. Berikan pelembab
normal, tidak ada udara kassa basah
suara nafas abnormal) NaCI lemab
3. Tanda-tanda vital 10. Atur intake untuk
dlam rentang normal cairan
(tekanan mengoptimalkan
darah,nadi,pernafasan keseimbangan
) 11. Monitor respirasi
dan status O2
oxygen therapy

22
No Diagnosa NOC NIC

12. Bersihkan mulut,


hidung dan secret
trakea
13. Pertahhankan jalan
nafas yang paten
14. Atur peralatan
oksigen
15. Monitor aaliran
oksigen
16. Pertahankan posisi
pasienn
17. Onservasi adanya
tanda tanda
hypoventilasi
18. Monitor adanya
kecemasan pasien
tahap oksigenasi
Vital sign monitor
19. Monitor TD
nadi,suhu,dan RR
20. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
21. Monitor VS saat
pasien
berbaring,duduk,
atau berdiri
22. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
23. Monitor TD,nadi
RR,sebelum selama
dan setelah aktivitas
24. Monitor kualitas dari
nadi
25. Monitor frekuensi
dan irama pernapasa
26. Monitor suara paru
27. Monitor pola
pernafasan abnormal
28. Monitor suhu warna
dan kelembaban
29. Monitor sianosis

23
No Diagnosa NOC NIC

perifer
30. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,penngkat
an sistolik)
31. Identifikasi
penyebab dari
perubaahan vital
sign
2. Perubahan 1. Pain level, Pain management
kenyamanan : Nyeri 2. Pain control
akut berhubungan 3. Comfort level 1. Lakukan pengkajian
dengan trauma Kriteria hasil : nyeri secara
jaringan dan reflek komprehensip
spasme otot sekunder. 1. Mampu mengontrol termasuk lokasi,
nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi,
nyeri, mampu frekuensi, kualitas,
menggunakan tehnik dan faktor presipitasi
nonfarmokologi 2. Observasi reaksi
untuk menggurangi nonverbal dari
nyeri, mencari ketidak nyamanan
bantuan) 3. Gunakan teknik
2. Melaporkan bahwa komunikasi
nyeri berkurang terapeutik untuk
dengan menggunakan mengetahui
manajmen nyeri pengalaman nyeri
3. Mampu mengenali pasien
nyeri (skala, intesitas, 4. Kaji kultur yang
frekuwensi dan tanda mempengaruhi
nyeri) respon nyeri
4. Menyatakan rasa 5. Evaluasi
nyaman setelah nyeri pengalaman nyeri
berkurang masa lampau
6. Evaliasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang ketidak
efektifan kontrol
nyeri masa lampu
7. Bantu pasien dan
kelurga untuk

24
No Diagnosa NOC NIC

mencari dan
menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaru nyeri
seperti suhu
ruaangan,
pencahanyaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmokologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
12. Ajarurkan tentang
teknik non
farmokologi
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatan istirahat
16. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,

25
No Diagnosa NOC NIC

kualitas, dan derajat


nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan
frekuwensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secar IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital singn
sebelum dan sudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu
terutaama saat nyeri
obat
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
3. Kerusakan integritas 1. Tissue integrity : skin Pressure mangment
kulit berhubungan and mucous
dengan Trauma 2. Membranes 1. Anjurkan pasien
mekanik pemasangan 3. Hemodyalis akses untuk menggunakan
WSD atau gangguan Kriteria hasil : pakian yang longgar
sirkulasi jaringan 2. Hindari kerutan pada

26
No Diagnosa NOC NIC

jaringan perifer 1. Integritas kulit yang tempat tidur


baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit
dipertahankan agar etap bersih dan
(sensai, elastisitas, kering
teperatur, idrasi, 4. Momilisasi pasien
pigmentasi) tidak ada (ubah posisi pasien)
luka atau lesi pada setiap 2 jam sekali
kulit 5. Monitor kulit akan
2. Perpusi jaringan baik adanya kemerahan
3. Menunjukan 6. Oleskan lotion atau
pemahaman dalam minya/baby oil pada
proses perbaikan kulit darah yang tertekan
dan mencegah 7. Monitor aktifitas dan
terjadinya cedera mobilisasi pasien
berulang 8. Monitor status
4. Mampu melindungi nutrisi pasien
kulit dan 9. Memandikan pasien
mempertahankan dengan sabun dan
kelembapan kulit dan air hangat
perawatan alami Insision site care
1. Membersihkan,
mementau dan
meningkatkan
proses penyembuhan
pada luka yang di
tutup dengan jahitan,
klip atau straples
2. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
4. Bersihkan area
sekitar jahitan atau
staples,
menggunakan lidi
kapas steril
5. Gunakan preparat
antiseptic, sesuai
program
6. Ganti baluatn pada

27
No Diagnosa NOC NIC

interval waktu yang


sesuai atau berikan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program
4. Ketidak efektifan 1. Circulation status Peripheral sensation
perfusi jaringan 2. Tissue perfusion: menegement
perifer berhubungan cerebral (manajemen sensasi
dengan penurunan Criteria hasil perifer)
fungsi ventilasi :mendemostrasikan
status sirkulasi yang di 1. Monitor adanya
tandai dengan: daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
1. Tekanan systole dan panas/dingin/tajam/t
diastole dalam umpul/
rentang yang 2. Monitor adanya
diharapkan paratese
2. Tidak ada ortostatik 3. Instruksikan
hipertensi keluarga untuk
3. Tidak ada tanda tanda mengobservasi kulit
peninkatan tekanan jika ada isi atau
intrakrainal (tidak laserasi
lebih dari 15 mmHg) 4. Gunakan sarung
Mendemonstrasikan tangan untuk
kemampuan kognitif proteksi
yang ditandai dengan: 5. Batasi gerakan pada
kepala,leher dan
1. Berkomunkasi panggung
dengan jelas dan 6. Monitor kemampuan
sesuai dengan BAB
kemampuan 7. Kolaborasi
2. Menunjukkan memberikan
perhatian konsentrasi anlgetik
dan orientasi 8. Monitor adanya
3. Memproses informasi tromboplebitis
4. Membuat keputusan 9. Disksikan mengenai
dengan benar penyebab perubahan
Menunjukkan fungsi sensasi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan in nvbvoluter

28
No Diagnosa NOC NIC

5. Ansietas, penurunan 1. Anxiety self-control Anxiety Reductiorr


kesadaran 2. AnxietlT level (penurunan
berhubungan dengan 3. coping
Kebutuhan oksigen Kriteria hasil : kecemasan)
yang tidak adekuat
1. Kiien mampu 1. Gunakan pendekatan
mengidentifikasi dan yang menenangkan
mengungkapkan gejala 2. Nyatakan dengan
cemas jelas harapan
2. Mengidentifikasi, terhadap pelaku
mengungkapkan pasien
aan menunjukkan tehnik 3. Jelaskan semua
untuk prosedur dan apa
mengorrtol cemas yang dirasakan
3. Vital sign datam selama prosedur
batas normal 4. Pahami prespektif
4. Postur tubuh, eks pasien terhdap situasi
presi wajah, Stres
bahasa tubuh dan tingkat 5. Temani pasien untuk
aktivitas memberikan
menunjlJkkan keamanan dan
berkurangnya mengurangi takut
kecemasan 6. Dorong keluarga
untuk menemani
anak
7. Lakukan back/neck
rub
8. Dengarkan dengan
penuh perhatian
9. ldentifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, keta kutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik

29
No Diagnosa NOC NIC

relaksasi

4. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, sebagai tempat
untuk menuangkan rencana asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana di
kembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan
intervensi keperawatan yang spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan
tindakan dokter.

5. Evaluasi
Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang
direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja dimana klien, keluarga dan
perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya ikut serta dalam
menentukan(Potter & perry 2005). dengan menggunakan prinsip SOAP hendaknya
memperhatikan beberapa point sebagai berikut:
1. memantau apakah pasien menunjukan ketidak efektifan pola nafas
2. memantau adanya perubahan kenyamanan : nyeri akut
3. memantau adanya kerusakan integritas kulit.
4. memantau tingkat kesadran pasien

6. Dokumentasi dalam keperawatan

Dokumentasi merupakan segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang


dapat di andalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang
berwenang(potter & perry 2005). Dokumentasi dalam keperawatan sangatlah
penting sebagai sumber data dalam melakukan hal-hal sebagai berikut (potter &
perry 2005).

a. Sebagi Media komunikasi


b. Sebagai bukti pemenuhan tagihan finansial

30
c. Edukasi
d. Konsep dalam pengkajian ulang pasien
e. Sumber data riset penelitian
f. Audit pemantauan perkembangan pasien
g. Dokumentasi legal

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Trauma thoraks adalah suatu trauma yang mengenai dinding thoraks yang
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada organ didalamnya, baik
sebagai akibat dari suatu trauma tumpul atau trauma tajam. Perubahan bentuk pada
thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ
bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi
beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Flail
Chest, dan sebagainya.

Klien dengan trauma dada memiliki manifestasi klinik utama yaitu gangguan
pola bernafas dan nyeri yang timbul akibat terjadinya patahan pada tulang di

31
thoraks. Manifestasi klinis lainnya yaitu: ada jejas pada thorak, tekanan darah
menurun, dyspnea, takipnea, gelisah dan banyak lagi.

Daftar Pustaka

De jong. (2012). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.

http://www.academia.edu/8836065/.MAKALAH_TRAUMA_DADA. Diakses pada


tanggal 22 November 2019

Morton, P. G. (2012). Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC.

Nyoman, N. I., Widyastuti, S. R. I., Putu, N. I., Juli, E. V. A., & Sumadi, A. A. G. P. (n.d.).
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KLIEN DENGAN TRAUMA
THORAX. (0802105055), 0–26.

Rab Tabrani. 2013. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media.

32
33

Anda mungkin juga menyukai