Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TRAUMA DADA

MATA KULIAH: ASKEP KEGAWATDARURATAN IV

Dosen: Ns Samuel Kumajas S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 2

VIJAY KAMUH KEZIA SUMALEKE


WELMENDI
ANDINI JANEKE IGO
EGI ROYENS NIKITA

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

MANADO
TAHUN 2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota
besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di
amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%.Dan hanya 10-15% penderita trauma
tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan
tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya trauma
pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma
toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%,
kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu lintas atau
luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru.
Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke
dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan mengempis.
Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga
disisi yang luka menjadi berkurang (Sudoyo, 2010)
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma thoraks, sedangkan
sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul
thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas
pada setiap trauma yang disertai dengan trauma thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada
yang tidak disertai trauma thoraks (12,8%) pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan
penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengolahan trauma pada umumnya
yakni pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi dan control hemodianamik (Patriani,
2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik sehingga dapat
menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang dewasa. Di dalam thoraks
terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung.
Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori Trauma thoraks?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak serta asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah Trauma thoraks.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
b. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien
Trauma thoraks.
c. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks.

D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami teori Trauma thoraks.
2. Mahasiswa mampu konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma thoraks.
3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul
merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda
tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan
rancu (Sudoyo, 2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada
pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab
trauma tajam.

B. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma
tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada
lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan
terguling (Sudoyo, 2010).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi
rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi
seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti
pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga
pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal
ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).

C. Epidemiologi
Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat semakin tinggi.Hal
ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi diiringi oleh peningkatan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Trauma toraks secara langsungmenyumbang 20% sampai 25%
dari seluruh kematian akibat trauma, danmenghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap
tahunnya di Amerika Serikatbegitu pula pada negara berkembang (Hudak, 2011).
Di Amerika Serikat penyebab paling umumdari cedera yang menyebabkan kematian
pada kecelakaan lalu lintas, dimanakematian langsung terjadi sering disebabkan oleh
pecahnya dinding miokard atauaorta toraks. Kematian dini (dalam 30 menit pertama
sampai 3 jam) yangdiakibatan oleh trauma toraks sering dapat dicegah, seperti misalnya
disebabkanoleh tension Pneumotoraks , tamponade jantung, sumbatan jalan napas,
danperdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena seringnya kasus trauma toraksreversibel
atau sementara tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukantindakan operasi, sangat
penting untuk dokter yang bertugas di unit gawat daruratmengetahui lebih banyak
mengenai patofisiologi, klinis, diagnosis, serta jenis penanganan lebih (Nugroho, 2015).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan mengalami cedera
pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35% kasus utama, dan 5% flail chest
injury. Cedera dinding dada tidak selalu menunjukkan tanda klinis yang jelas dan sering
dengan mudah saja diabaikan selama evaluasi awal (Hudak, 2011).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya trauma
pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma
toraks dapat meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%,
kontusio pulmonum 56%, dan flail chest 69% (Hudak, 2011).
Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75%-80% dari keseluruhan trauma toraks
dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami cedera ekstratoraks.Trauma tumpul
pada toraks yang menyebabkan cedera biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga
mekanisme, yaitu trauma langsung pada dada, cedera akibat penekanan, ataupun cedera
deselarasi.
D. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi pernapasan
yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan diikuti
dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini
menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks
mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks.
Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait
(Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah
ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru – parudan
jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi,
hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar
dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk
metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya
maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor, antara
lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait, dan
penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung
akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
Pathway

E. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009) yaitu:
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan, dingin, Peninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik

F. Pencegahan
Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada
kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan
oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut
(Patriani, 2012)

G. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma
lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B:
Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure
without causing hypothermia (Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks,
pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail
chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk
intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama dalam
menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang
sangat penting pada pasien trauma toraks.
Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea
berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani dekompresi
dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto toraks harus
dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan
pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera
dilakukan (Hudak, 2011).
Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti:
a. Diagnistik: Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi atau tidak, sebelum penderita jatuh
dalam shock.
b. Terapi: Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dirongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat
kembali seperti yang seharusnya
c. Preventive: Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga “mechanis of breathing” tetap baik

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui meekanisme dan pola dari trauma,
seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang
ditumpangi, kerusakan stir mobil/air bag dll.
2. Radiologi: Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus sselalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan
foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari
pemeriksaan foto toraks
3. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti
fraktur kosta, sternum dan sterno elavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma
serta cedera pada vetebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya
pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan
pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aorografi
4. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakan dignosa adanya
kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan
aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katup jantung dapat
diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seorang yang ahli, kepekaannya
meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%
5. EKG (Elektrokardiografi
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akkibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas
gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati – hati, keadaan tertentu seperti
hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG yang menyerupai keadaan
seperti kontusi jantung
6. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera
aorta pada trauma tumpul toraks
7. Torasentesis: menyatakan darah/cairan serosanguinosa
8. Hb (Hemoglobin): mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen
jaringan tubuh

I. Pemeriksaan Penunjang
1. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Diagnosis fisik:
a. Bila pneumothoraks < 30% atau hemotothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b. Bila pneumothoraks > 30% atau hemotothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleura dengan WSD, dianjurkan untuk melakukan drainase dengan continues
suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali haarus
dipertimbangkan thorakotomi.
d. Pada hematotoraks yang masif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc segera thorakotomi.

J. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumotoraks
5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60%
pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ARDS. Walaupun angka
kematian ARDS menurun dalam decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu
komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho,
2015).
1. Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yang paling
sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,perdarahan masif
dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,subkutan, otot dan
pembuluh darah interkosta.
2. Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak
langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat
pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
3. Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah
baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
4. Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai
dengan fraktur kosta multipel.
5. Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
6. Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada trauma
tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba - tiba
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus. Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diaknostik medik,
alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan
gaangguan pernafasan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
Paliatif atau Provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, Quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran
nyeri, Safety (S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat
membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah terdapat
riwayat sebelumnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan
1) Sesak napas
2) Nyeri, batuk-batuk
3) Terdapat retraksi klavikula/dada
4) Pengambangan paru tidak simetris
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6) Pada perkusi ditemukan adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematoraks
7) Pada auskultasi suara nafas menurun, bising nafas yang
berkurang/menghilang.
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernafas
b. Sistem kardiovaskuler
1) Nyeri dada meningkat karena pernafasan dan batuk
2) Takhikardi, lemah
3) Pucat, Hb turun/normal
4) Hipotensi
c. Sistem persyarafan
Tidak ada kelainan
d. Sistem perkemihan
Tidak ada kelainan
e. Sistem pencernaan
Tidak ada kelainan
f. Sistem muskuloskeletal – Integumen.
1) Kemampuan sendi terbatas
2) Ada luka bekas tusukan benda tajam
3) Terdapat kelemahan
4) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g. Sistem endokrin
1) Terjadi peningkatan metabolisme
2) Kelemahan
h. Sistem sosial / interaksi
Tidak ada hambatan
i. Spiritual
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Sinar X dada: menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
b. Pa Co2 normal / menurun
c. Saturasi O2 menurun (biasanya)
d. Hb mungkin menurun (kehilangan darah)
e. Toraksentesis: menyatakan darah/cairan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma
3. Perubahan kenyamanan: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mekanik terpasang bullow drainage

C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
Tujuan: Keefektifan jalan nafas (jalan nafas normal/lancar)
Kriteria hasil:
a. Menunjukan batuk yang efektif
b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal, pernafasan
c. Klien merasa nyaman
Intervensi:
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal, pernafasan
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
d. Lakukan pernafasan diafragma
e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma
Tujuan: Pola pernapasan efektif
Kriteria hasil:
a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif
b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi:
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur
b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda – tanda vital
c. Jelaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan
d. Jelaskan tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru – paru
3. Perubahan kenyamanan: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
a. Nyeri berkurang/dapat diatasi
b. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri
c. Pasien tidak gelisah
Intervensi:
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakhologi dan
non invasif
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman: misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil
c. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab – sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung
d. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 – 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 – 2 hari
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mekanik terpasang bullow drainage
Tujuan: Penyembuhan luka pada waktu yang tepat
Kriteria hasil:
a. Tidak ada tanda – tanda infeksi
b. Luka bersih, tidak lembab, dan tidak kotor
c. Tanda – tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
b. Kaji lokasi, ukuran , warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
c. Pantau peningkatan suhu tubuh
d. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik. Balut luka dengan kasa kering
dan steril, gunakan plester kertas
e. Kolaborasi tindakan lanjutan seperti melakukan debridement
D. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi
E. Evaluasi
1. Menunjukan efektif bersihan jalan nafas
2. Menunjukan efektif pola pernapasan
3. Adanya perubahan kenyamanan: Nyeri
4. Tidak adanya kerusakan integritas kulit
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena
gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota
besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang
disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di
amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15% penderita trauma
tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan
tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2010).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernapasan (Rendy, 2012).

B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis
mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa
mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi
untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII
Jakarta: EGC

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat.
Padang : Medical book

Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka Mediaction.

Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada.


http://asuhankeperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses
pada tanggal 02 Januari 2019

Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam .
yogjakarta : Nuha medika

Anda mungkin juga menyukai