DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
MAHARANI (S.0020.P.007)
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak lama trauma merupakan suatu masalah medis yang terabaikan (neglected
disease) oleh para dokter, masyarakat, maupun pemerintah di seluruh dunia. Pada
kenyataannya, trauma ialah kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan hilangnya
produktivitas seseorang (Sjamsuhidajat and de Jong, 2010). Trauma adalah penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia sebagai hasil dari teknologi yang cepat
dan meningkat tingkat kejahatan di masyarakat.(Handoyo et al., 2018)
Trauma toraks terjadi hampir pada 50% dari semua kecelakaan. Trauma toraks
berperan pada 25% dari semua kematian akibat trauma dan 25% lainnya berkontribusi
pada morbiditas dan mortalitas.
Insiden dari trauma toraks di Amerika adalah 12 orang bagi setiap 1000 orang
penduduk tiap harinya, dan 20-25% kematian yang disebabkan oleh trauma adalah
disebabkan oleh trauma toraks. Trauma toraks diperkirakan bertanggung jawab atas
16,000 kematian tiap tahunnya di Amerika. Di Indonesia sendiri kejadian kecelakaan lalu
lintas meningkat dalam jumlah maupun jenisnya dengan perkiraan angka kematian dari
5,1 juta pada tahun 1990 menjadi 8,4 juta pada tahun 2020 atau meningkat sebanyak
65%.
Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan 120 kasus trauma toraks
pada tahun 2014 hingga Juni 2016 (Kevin et al, 2016). Jumlah kematian akibat
kecelakaan lalu lintas di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado berjumlah 85, dan yang
meninggal akibat trauma toraks berjumlah 7 orang.
Trauma toraks adalah penyebab penting kematian. Banyak pasien dengan trauma
toraks meninggal setelah sampai di rumah sakit. Namun banyak dari kematian ini dapat
dicegah dengan diagnostik yang cepat dan pengobatan segera mungkin. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering merupakan hasil dari trauma toraks. Hipoksia jaringan
terjadi akibat ketidakmampuan distribusi oksigen ke jaringan karena hipovolemi
(perdarahan), ketidakcocokan ventilasi atau perfusi paru– paru (contusio, hematom dan
kolaps alveolus), dan perubahan tekanan intra torakal (tension pneumotoraks dan open
pneumotoraks). Hipoperfusi inilah yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.
Hiperkarbi dengan asidosis respiratorik sering dikarenakan karena ventilasi yang tidak
memadai yang disebabkan oleh perubahan tekanan intra torakal dan penurunan
kesadaran.
Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau organ intra
toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena trauma tajam. Trauma tumpul
toraks dapat menyebabkan kontusio paru dan merupakan kasus yang sering terjadi.
Sehingga sangat penting peranan dalam menentukan diagnosis dan penanganan yang
tepat untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh kontusio
paru. (No Title, 2015)
B. PERTANYAAN KLINIS
1. Bagaimana konsep medis trauma thoraks/dada ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?
C. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak serta asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah Trauma
thoraks.
2. TUJUAN KHUSUS
1.1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Trauma thoraks.
1.2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada
pasien Trauma thoraks.
1.3. Mahasiswa mampu mengetahui tindakan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan hilangnya
produktivitas seseorang. Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam
kehidupan modern penggunaan kendaraan automotif semakin luas. Trauma juga
dilaporkan menjadi penyebab utama kematian, perawatan di rumah sakit, dan kecacatan
jangka panjang dalam empat dekade pertama kehidupan. (Juni et al., 2016)
Trauma toraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga toraks atau dada
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding toraks ataupun isi dari cavum thoraks
(rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan sakit pada dada.3 Trauma toraks merupakan penyebab kematian utama pada
kelompok umur dibawah 35 tahun. Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus
kecelakaan.
20-25% dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan dengan kematian.
Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor empat, tetapi pada kelompok
umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab kematian utama. Trauma dada
kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya berupa trauma tumpul
(90%).
Secara garis besar, trauma toraks diklasifikasikan menjadi dua, yaitu trauma
tumpul toraks dan trauma tembus toraks. Trauma tumpul toraks biasanya disebabkan oleh
karena kecelakaan lalu lintas, sedangkan trauma tembus toraks disebabkan oleh karena
trauma tajam (tusukan benda tajam), trauma tembak (akibat tembakan), dan trauma
tumpul tembus dada.
B. ETIOLOGI
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima
jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan
terguling (Bengkulu, 2019)
Penyebab trauma toraks, trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti
tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab
trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa
menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam. Trauma toraks dapat
mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura saluran nafas
intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi
tergantung dari mekanisme cedera.
Menurut etiologi, cedera toraks dibagi menjadi: trauma tumpul dan luka toraks
tembus. Cedera spesifik adalah: barotraumas paru, luka pangkal dari pohon
trakeobronkial yang dihasilkan dari aspirasi, cedera paru-paru, kerusakan parenkim paru
dari aspirasi, dan cedera iatrogenik. Fraktur yang berhubungan dengan dinding toraks
dapat disebabkan oleh kekuatan langsung, dan jaringan dan organ toraks mungkin rusak
termasuk pada keadaan kontusio, laserasi atau ruptur. Selain itu, kekuatan-kekuatan
traumatik dapat berefek secara tidak langsung. Dalam kasus seperti itu efek kekuatan
traumatik dimanifestasikan setelah disintegrasi jaringan (emboli udara yang dihasilkan
dari masuknya udara ke vena pulmonal setelah laserasi paru). (Toraks et al., 2019)
C. PATOFISIOLOGI
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -
otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari
intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama
inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding
toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga
pleura, parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang
dada dan otot - otot yang terkait (Bengkulu, 2019)
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru –
parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi,
hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar
dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk
metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya
maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks.
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait,
dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks
cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara
sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung.
D. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)
yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah c
c. Pucat, keringan dingin Peninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothorax
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Askep, 2021)
E. PENATALAKSANAAN
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma
lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine, B:
Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure
without causing hypothermia.(Askep, 2021)
Pendekatan manajemen trauma toraks mengikuti prinsip-prinsip umum dari
resusitasi trauma seperti yang dijelaskan dalam protokol Advanced Trauma Life Support
(ATLS). Primary Survey dan koreksi cedera langsung yang mengancam jiwa mencakup
pendekatan sistematis, tim untuk penilaian dan koreksi cedera pernapasan, kardiovaskular
dan neurologis. Tim ini melakukan beberapa hal, antara lain :
Mengamankan atau mempertahankan jalan napas paten. Oksigen aliran tinggi
dengan masker reservoir harus dimulai dengan target saturasi 94 - 98%
Melindungi pasien dari cedera medulla spinalis lebih lanjut ? Mengoptimalkan
ventilasi dan oksigenasi; mengendalikan perdarahan eksternal utama
Membuat akses intravena dengan jarum bore besar untuk pengiriman obat dan
cairan yang diperlukan
Pengambilan sampel darah untuk pencocokan silang, jumlah darah, biokimia,
analisis gas darah; menilai defisit neurologis paparan penuh pasien
Akses langsung ke toraks dan rontgen panggul, dan penilaian sonografi untuk
trauma (FAST)
Pemberian analgesia efektif awal Presentasi. (Toraks et al., 2019)
1. Kegawatdaruratan
a. Pemeriksaa dan pembebasan jalan nafas (Air-way)
b. Pemeriksaan dan penanganan masalah usaha nafas ( Breathing )
c. Pemeriksaan dan penagnan masalah sirkulasi ( Cirkulation )
d. Tindakan kolaboratif
2. Konsevatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/ plester
c. Jika perlu antibiotic
d. Fisiotherapy
3. Invasif/ operatif
a. WSD (water seal drainage)
b. Ventilator
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
i. Airway
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.walaupun gejala
kinis yang ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring
merupakan cidera laring yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas,
dapat menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi dari sendi
sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat menyebabkan sumbatan airway
atas. Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda
perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah leher akan
menyebabkan terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan
trauma ini paling baik dengan reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan
intubasi endotracheal.
ii. Breathing
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian
breathing dan vena-vena leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan
pernapasan dinilai dengan diobservasi, palpasi dan didengarkan. Gejala yang
terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan
perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat
memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis
trauma yang mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama primary
survey.
iii. Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya.
Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui
inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok
dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension pneumothorax.
Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan adanya disritmia
harus dicurigai adanya trauma miokard.
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas istirahat Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical
berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau
regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen. Tanda : berhati-hati pada area
yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Keamanan Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
g. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ;
adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
3. Pengkajian Fisik
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas
2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan produksi
lender, dan batuk tidak efektif
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadi sumbatan dan suplai
oksigen turun dalam jaringan
3. Nyeri dada berhubungan dengan bengkak, jejas dan infark paru-paru
C. Tindakan Keperawatan
yang harus atau yang tekanan darah, nadi dan -Bantu untuk mendapatkan
7. Status
kardiopulmonari adekuat
- Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri -
Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal Pilih rute
pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri
secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Askep, L. P. D. A. N. (2021). Disusun Oleh :
Handoyo, C. N., Supriyanto, E., Bedah, I., Gambiran, R., Kapten, J., No, T., & Kediri, K. (2018).
Profil Trauma Toraks di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Gambiran Periode Maret 2017 –
Maret 2018 Profile of Thoracic Trauma in Surgery Ward at RSUD Gambiran in the Period
of March 2017 – March 2018. 2071(September), 178–188.
Juni, J., Tangkilisan, A., & Monoarfa, A. (2016). Pola trauma tumpul toraks non penetrans ,
penanganan , dan hasil akhir di Instalasi Rawat Darurat Bedah RSUP Prof . Dr . R . D .
Kandou Manado. 4.
No Title. (2015).
Toraks, T., Rsup, D. I., & Malik, H. A. (2019). THORACIC TRAUMA SEVERITY SCORE
( TTSS ) SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME PASIEN DENGAN TRAUMA MEDAN TESIS
OLEH : DIAN AZHARY SIBUEA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS.