Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP KEGAWAT DARURATAN


PADA KASUS TRAUMA DADA

Disusun oleh:
Kelompok …
Anidya Ismi Yudistya Fajri 201943009
Antonius Suryanta Nugraha 201943011
Margarita Harvin Dwi Oktaviani 201943026
Martina Dyah Lestari 201943031

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan
dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Smeltzer, 2002).
Sejak lama trauma merupakan suatu masalah medis yang terabaikan
(neglected disease) oleh para dokter, masyarakat, maupun pemerintah di
seluruh dunia. Pada kenyataannya, trauma ialah kejadian yang bersifat holistik
dan menyebabkan hilangnya produktivitas. Trauma adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia sebagai hasil dari teknologi yang
cepat dan meningkat tingkat kejahatan di masyarakat (Alkoudmani dalam
Handoyo, 2018).
Trauma menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di
seluruh dunia karena dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi
baik di negara maju dan berkembang. Trauma toraks terjadi hampir pada 50%
dari semua kecelakaan dan menjadi penyebab penting kematian. (Handoyo,
2018
Insiden dari trauma toraks di Amerika adalah 12 orang bagi setiap
1000 orang penduduk tiap harinya, dan 20-25% kematian yang disebabkan
oleh trauma adalah disebabkan oleh trauma toraks. Trauma toraks
diperkirakan bertanggung jawab atas 16,000 kematian tiap tahunnya di
Amerika. Di Indonesia sendiri kejadian kecelakaan lalu lintas meningkat
dalam jumlah maupun jenisnya dengan perkiraan angka kematian dari 5,1 juta
pada tahun 1990 menjadi 8,4 juta pada tahun 2020 atau meningkat sebanyak
65% (Farina et al, 2012)

Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


& Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta .
Handoyo, Christophorus. 2018. Profil Trauma Toraks di Ruang Rawat Inap
Bedah RSUD Gambiran Periode Maret 2017 – Maret 2018 . Jurnal
Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 7(2) : 178-188, September 2018.
Farina A, Esti W, Budi R, Fristika M, Novi I, et al., 2012. Petunjuk Teknis
Pemeriksaan Kesehatan Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas Bagi
Pengemudi Angkutan Umum pada Situasi Khusus. Kemenkes RI.
Jakarta: 1 – 2

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep kegawat daruratan pada kasus
trauma dada
b. Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu memahami konsep teori pada
kasus trauma dada
BAB II Konsep Teori

A. Definisi
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru,
diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang
dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan
tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo, 2010)
B. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering
adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam
trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu
depan, samping, belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).
Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3
berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk,
berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada
tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya
tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks
seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011). maka harus benar-benar dikaji
bagaimana pasien mendapat trauma thorax tersebut.
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan
sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan
ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera
(Sudoyo, 2010).
Menurut Bachrudin dan Najib, 2016, penyebab trauma dada disebabkan
karena:
1. Trauma tumpul ; terjadi sebagai akibat penekanan langsung pada daerah
dada, biasanya tertutup sehingga tidak terdapat hubungan antara ruang dalam
dada dengan udara atmosfir, disebabkan oleh benda tumpul.
2. Trauma tajam/penetrasi ; terjadi sebagai akibat luka tembak/tusuk, hal ini
menyebabkan luka dada terbuka karena terdapat hubungan antara ruang
dalam dada dengan udara atmosfir, trauma ini yang paling sering disebabkan
oleh tembakan peluru kemudian karena pisau/ditusuk.
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala trauma thorak adalah sebagai berikut (Bachrudin dan Najib,
2016):
1. Trauma tumpul
dyspnea, agitasi, restlessness, anxiety, chest pain during respiration
Potensial Komplikasi: Pneumothorax, flail chest, hemothorax, pulmonary
contusion, myocardial contusion, cardiac tamponade
a. Inspeksi: RR>20x/mnt, Hiperpnea, ventilatory distress, penggunaan
otot-otot asesori, penurunan tidal volume, hemoptasis, asymmetric
chest wall motion, jugular venous distention, sianosis, pucat pda
kulit, bibir.
b. Palpasi; flail chest segmen, tanda-tanda fraktur.
c. Perkusi; dullness pertanda hemothorax, hiperesonan pertanda
pneumothorax
d. Auskultasi; krepitasi disekitar patahan tulang, penurunan tekanan
darah.
2. Trauma tajam
dyspnea, nyeri yang hebat, cemas, gangguan istirahat
Potensial komplikasi: Hemothorax, pneumothorax, tension pneumothorax,
hemorrhage, shock, infeksi
a. Inspeksi: RR>20x/mnt, hiperpnea, respiratory distress, use acessory
muscle, decrease tidal volume, asymetris chest wall, sianosis,
estimate blood loss, do not remove penetrating object.
b. Palpasi; deviasi trachea, empisema subcutan, akral dingin.
c. Perkusi: pertanda hemothorax, hiperesonan pertanda pneumothorax,
d. Auskultasi; pernafasan stridor, bradicardi.
D. Prosedur diagnostic
1. X-ray dada, melihat adanya udara atau cairan dalam rongga pleura,
membedakan pneumuthorax atau hematothorax, konfirmasi adanya patah
tulang thorax
2. Analisa Gas darah; evaluasi oksigenasi adekuat atau tidak
3. ECG; melihat efektifitas elektrik jantung
4. Hb/Hct; untuk mengetahui kebutuhan darah (tranfusi)
5. Sel darah putih; indicator dasar adanya infeksi
E. Klasifikasi Trauma dada
Klasifikasi trauma dada adalah sebagai berikut (Kurniati et. All., 2018):
1. Trauma dada yang segera mengancam jiwa
a. Tension pneumothorax
Terjadi ketika udara masuk ruang pleural sepanjang inspirasi dan tidak
dapat keluar selama ekpirasi. Disebabkan oleh trauma tumpul atau
penetrasi, atau komplikasi dari ventilasi mekanik, karena kebocoran
pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura
akibatnya paaru –paru menjadi kolaps. Tindakan yang harus diambil
dengan melakukan dekompresi (needle thorakosintesis) yakni menusuk
dengan jarum besar pada ruang intercosta 2 pada garis midclavicula.
Terapi definitive dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela
iga ke 5 diantara garis axilla anterior dan mid axillaris
b. Tamponade kronis/ jantung
Merupakan pengumpulan darah atau bekuan darah pada rongga
pericardial maka kontraksi jantung terganggu sehingga menimbulkan
syok yang berat (syok kardiogenik). Akumulasi darah menekan jantung,
membatasi pengisian ventrikel, dan menurunkan curah jantung.
Penyebab utama adalah trauma penetrasi, seperti luka tembak. Metode
yang cepat untuk menyelamatkan jiwa yaitu dilakukan pericardiosintesis
(penusukan rongga pericardium) dengan jarum besar untuk
mengeluarkan darah tersebut. Tidakan definitive dengan perikariotomi
yang dilakukan oleh ahli bedah.
c. Pneumothorax terbuka
Jika luka penetrasi berhubungan langsung dengan ruang pleura, maka
udara memasuki thorax dan tekanan negative intra thorakal hilang.
Sering kali hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang
menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest wound), apabila lubang
ini lebih besar dari pada 2/3 lubang trakea, maka pada inspirasi udara
akan lebih mudah melewati dinding dada dibandingkan lewat mulut
sehingga terjadi sesak nafas yang hebat. Maka penanganan pada open
pneumothorak adalah menutup lubang pada dinding dada sehingga open
pneumothorak menjadi closed pneumothorak.
d. Hemothorax masif
Merupakan akumulasi darah diruang pleura, dan dapat terjadi akibat
trauma penetrasi maupun tumpul. Hemothorax massif dihasilkan dari
akumulasi cepat lebih dari 1500 cc darah pada rongga dada dan
menyebabkan kerusakan respirasi dan sirkulasi. Perdarahan yang
banyak dan cepat akan lebih mempercepat timbulnya hipotensi dan
syok. Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemithorak dapat
menyebabkan gangguan usaha bernafas akibat penekanan paru-paru dan
menghambat ventilasi yang adekuat. Tidak banyak yang dapat dilakukan
pada penanganan pra rumah sakit pada keadaan ini. Satu satunya cara
adalah membawa penderita secepat mungkin ke rumah sakit. Terapi
awal adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersama
dengan dekompresi rongga pleura dan keputusan torakotomi diambil
bila didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500ml atau
kehilangan terus menerus 200cc/jam
e. Flail chest
Terjadi ketika dua atau lebih costa yang berurutan mengalami fraktur,
pada dua atau lebih tempat atau ketika sternum lepas. Segmen yang
lepas kehilangan kontinuitas dengan dinding dada dan menyebabkan
perubahan tekanan intrathorax melalui gerakan paradoksal. Adanya
pernafasan paradoksal ini biasanya tidak menyebabkan hipoksia.
Penyebab timbulnya hipoksia disebabkan oleh nyeri yang
mengakibatkan gerakan dinding dada tertahan dan trauma jaringan paru
dibawahnya. Terapi awal meliputi pemberian oksigenasi yang adekuat,
pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri, dan resusitasi cairan.
Sesak nafas berat akibat kerusakan parenkim paru harus diperlukan
ventilasi tambahan dengan respirator.
2. Trauma dada yang berpotensi mengancam jiwa
a. Disrupsi aorta
Injuri pada aorta dapat terjadi dari lubang sobekan kecil sampai rupture
aorta komplet yang menghasilkan perdarahan masif.
b. Trauma cardiac tumpul (kontusio kardiak)
Cedera tumpul cardiak harus dipertimbangkan ketika mekanisme cedera
adalah tabrakan kendaraan bermotor dengan cedera akselerasi-
deselerasi. Crush injuri, atau jatuh dari ketinggian. Dapat juga terjadi
akibat kompresi dada selama RJP.
c. Kontusio pulmonal
Merupakan trauma dada potensialmengancam jiwa dan da[at terjadi
bersamaan dengan trauma cardiac tumpul berat.
d. Disrupsi tracheobronchial
Jarang terjadi karena trauma tumpul. Lebih sering terjadi karena trauma
dada penetrasi.
e. Robekan diafragma
Terjadi karena trauma penetrasi, atau trauma tumpul karena tabrakan
dengan kecepatan tinggi.
f. Disrupsi aesofagus
Rupture aesofagus dipertimbangkan pada kasus fraktur iga pertama dan
kedua, fraktur cervical dan robek pada laryngotracheal. Merupakan hasil
dari trauma tumpul atau penetrasi.
3. Trauma dada yang tidak mengancam jiwa
a. Simple pneumothorax
Terjadi ketika ada kebocoran paru-paru, bronchus atau trachea bagian
bawah yang mengakibatkan udara menumpuk diruang pleura.
Menyebabkan thorax kehilangan tekanan negative dan paru-paru
mengalami colaps total atau partial.
b. Fraktur iga
Perlu diwaspadai ketika terjadi fraktur iga bagian bawah, karena dapat
menyebabkan robekan pada diafragma, cedera hati, dan lien, dan
perdarahan lanjutan.
c. Fraktur sternum
Terjadi karena hantaman langsung dengan kecepatan tinggi.
d. Fraktur klavikula
e. Fraktur skapula
F. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar
oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan
tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif
ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur -struktur
yang berbeda dari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4
komponen, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru,dan mediastinum.
Dalam dinding dada termasuk tulang-tulang dada dan otot-otot yang terkait
(Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi
oleh darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru – paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat
mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel. Mediastinum termasuk
jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan
esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi
kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme
jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya
maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo,
2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain
yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien
trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung
(Sudoyo, 2009).
G. Manifestasi klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009)
yaitu:
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dingin
d. “Trias Beck” Peninggian TVJ (Tekanan Vena Jugularis), penurunan
tekanan arteri, suara jantung yang menjauh.
e. Pekak jantung melebar
f. Bunyi jantung melemah
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
h. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
i. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
f. Kecemasan, dyspnea, penggunaan otot – otot pernafasan tambahan
g. Pada pneumothorak sederhana, trakea berada digaris tengah, ekspansi
dada berkurang, bunyi nafas mungkin menghilang, perkusi dada
mungkin normal atau hiperesonansi bergantung pada luasnya
pneumothorak
h. Pada pneumo thorak tekanan, trakea bergeser dari sisi semulaekspansi
dada dapat berkurang atau tetap berada pada tahap hiperekspansi, bunyi
nafas mungkin menurun atau dapat menghilang dan perkusi
hiperresonansi pada daerah yang terganggu
H. Kondisi kegawatan yang mengancam nyawa dan diagnose keperawatan yang
muncul
1. Kondisi kegawatan yang mengancam nyawa: Pneumothorak terbuka
akibat trauma memerlukan intervensi kegawat daruratan, menghentikan
masuknya aliran udara melalui lubang didinding dada merupakan
tindakan penyelamatan segera.

2. Diagnose keperawatan yang muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera trauma
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri saaat bernafas
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan (darah)
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian

3.
I. Intervensi terapeutik (tindakan lifesaving)
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care of
cervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disability
assessment, dan E: Exposure without causing hypothermia (Saaiq, et al., 2010;
Lugo, et al., 2015; Unsworth, et al., 2015).
Pengelolaan penderita terdiri dari primary survey, resusitasi fungsi vital,
secondary survey yang rinci, dan perawatan definitive. Masalah yang sangat
serius pada trauma dada adalah hipoksia, intervensi dini perlu dilakukan untuk
pencegahan dan mengoreksinya. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara
langsung dilakukan terapi secepatnya dan sesederhana mungkin. Kebanyakan
kasus trauma dada yang mengancam nyawa diterapi dengan mengontrol airway
atau pemasangan selang dada atau dekompresi thorak dengan jarum. Secondary
survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi terhadap
trauma trauma yang bersifat khusus
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus
dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi
yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif,tamponade
perikardial, dan flail chest yang besar. Begitu kondisi - kondisi yang mengancam
nyawa sudah ditangani, maka pemeriksaan sekunder dari kepala hingga kaki
yang lebih mendetail disertai secondary chest survey harus dilakukan.
Pemeriksaan ini akan fokus untuk medeteksi kondisi - kondisi berikut: kontusio
pulmonum, kontusi miokardial, disrupsi aortal, ruptur diafragma traumatik,
disrupsi trakeobronkial, dan disrupsi esofageal (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et
al.,2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi
utamauntuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan
terapi utama dalam menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif
merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma
toraks.Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia,
dan takipnea berat atau ancaman gagal napas. Ventilator juga diindikasikan pada
pasien dengan kontusio paru berat, hemotoraks atau penumotoraks, dan flail
chest yang disertai dengan gangguan hemodinamik (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et
al., 2015).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani
dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube.
Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda
pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan. Luka menghisap pada
dada harus segera dioklusi untuk mencegah berkembangnya tension
Pneumotoraks terbuka. Tindakan lainnya seperti torakostomi tube, torakotomi,
dan intervensi lainnya dilakukan sesuai dengan kondisi pasien (Saaiq, et al.,
2010; Lugo, et al., 2015).

BAB III PEMBAHASAN


BAB IV KESIMPULAN
Daftar pustaka
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.
Jakarta: Interna Publishing
Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I. jakarta
selatan: Pusdik SDM kesehatan.
Hammond, B. B., & Zimmermann, P. G. (2018). keperawatan Gawat Darurat dan
Bencana Sheehy. Singapore: Elsevier.
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.
Edisi - VIII Jakarta: EGC
Lugo VW, et al. (2015). Chest Trauma: An Overview. Journal of Anesthesia &
Critical Care, 3(1):1-11
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta. DPP PPNI
Smeltzer, (2016) Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed 12.
Jakarta: EGC
Pusbankes (2007). Pelatihan PPGD dan BLS. PERSI cab DIY.

Anda mungkin juga menyukai