Anda di halaman 1dari 17

BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Herpes zoster merupakan radang kulit akut , mempunyai sifat khas yaitu vesikel-

vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik kulit sesuai dermatom

(persyarafannya).

Herpes zoster disebabkan oleh virus varisela zoster , merupakan salah satu dari empat

virus herpes yang menimbulkan penyakit pada manusia. Herpes zoster termasuk dalam

kelompok virus sedang berukuran 150-200 nm dan berinti DNA. Secara morfologik semua

virus herpes tidak dapat dibedakan satu sama lain. Terdapat beberapa faktor pencetus

timbulnya keadaan ini antara lain pembedahan , trauma , penyinaran , pemakaian

imunosupresan , penyakit ganas , tuberkolosis dan sebagainya.

Penyakit ini terdapat diseluruh dunia. Menyerang laki-laki dan wanita , terutama pada

usia diatas 50 tahun. Jarang pada anak-anak. Herpes zoster dapat menimbulkan neuralgia

pascaherpetik , yang biasa timbul pada umur diatas 40 tahun , presentase 10-15 %. Makin tua

penderita makin tinggi presentasenya. Paralisis motorik terdapat 1-5% kasus . pada herpes

zoster oftalmikus dapat terjadi ptosis paralitik , keratitis , skleretis , uvetitis , karioretinitis

dam neuris optik

1
B. Rumusan Masalah
1. Definisi dari herpes zoster oftalmikus
2. Etiologi dan Morfologi dari herpes zoaster oftalmikus
3. Epidemiologi dari herpes zoaster oftalmikus
4. Faktor predisposisi dari herpes zoaster oftalmikus
5. Patogenesis dari herpes zoaster oftalmikus
6. Antomi dan Patofisiologi dari herpes zoaster oftalmikus
7. Manifestasi klinik dari herpes zoaster oftalmikus
8. Penatalaksanaan dan Pencegahan dari herpes zoaster oftalmikus
C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui tentang herpes zoster oftalmikus

yang meliputi definisi , etiologi , morfologi , epidemiologi , faktor predisposisi , patogenesis ,

anatomi dan patofisiologi , penatalaksaan dan pencegahan. Agar dapat dilakukan penanganan

yang tepat dan diagnosis yang cepat untuk mencegah komplikasi dan memburuknya herpes

zoster oftalmikus.

BAB II

Pembahasan

A. Definisi

2
Herpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes Virus 3

( varisela zoster virus ) , virus ini menyebabkan varisela ( chicken pox ) , virus ini termasuk

dalam familii herpes viridae , seperti herpes simplex , epstein barr virus dan cytomegalovirus.

Herpes zoster oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari varisela zoster virus

(VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V).semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh

dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini

menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular.

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus ,

sehingga menimbulkan kelainan pada mata , disamping itu juga cabang kedua dan ketiga

menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafannya.

Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya , sesuai

dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umunya tergolong jinak , pada

orang dewasa tergolong penyakit berat dan kadang-kadang berakibat kebutaan.

B. Etiologi

herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten didalam

ganglion posterior. Virus ini dibawa melalui sternus sensory ketepi ganglia spinal kemudian

3
menjadi laten. Varicella zoster , yaitu suatu virus rantai ganda DNA anggota familli virus

herpes yang tergolong virus neuropatik. Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh berbagai

macam rangsangan seperti pembedahan , penyinaraan , penderita lanjut usia dan keadaan

tubuh yang lemah meliputi malnutrisi , seorang yang sedang pengobatan imunosupresan

jangka panjang atau menderita penyakit sistemik. Apabila terdapat rangsangan tersebut , virus

varicella zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis. Virus tersebut begerak melewati saraf

sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit atau mukosa mulut dan mengadakan replikasi

setempat dengan membentuk sekumpulan vesikel.

C. Morfologi

Menurut Morfology Herpes Zoster , dapat berbiak dalam bahan jaringan embrional

manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit. Virus ini tidak

berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam vesikel penderita , virus ini juga

dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap virus ini dapat diukur dengan tes

ikatan komplemen , presipitasi gel , netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung

terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh virus

D. Epidemiologi

Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini , seperti yang diterangkan dalam

definisi. Merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela.

4
Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan

kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau

herpes zoster.

E. Faktor predisposisi

Faktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini adalah :

a. Kondisi imunocompromise ( penurunan imunitas sel T )


- Usia tua
- HIV
- Kanker
- Kemoterapi
b. Faktor reaktivasi
- Trauma lokal
- Demam
- Sinar UV
- Udara dingin
- Penyakit sistemik
- Menstruasi
- Stres dan emosi

F. Patogenesis

Seperti herpes virus lainnya , VZV menyebabkan infeksi primer ( varisela / cacar air )

dan sebagian lagi bersifat laten , dan ada kalanya ikuti dengan penyakit yang rekuren di

kemudian hari ( zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan

lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya

merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak dan jarang terjadi dalam waktu yang

lama. Sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal.

5
Pada anak-anak, infeksi VZV ditandai dengan adanya demam , malaise , dermatitis

vasikuler selama 7-10 hari , kecuali pada infeksi primer yang mengenal mata ( berupa

vesikel kelopak mata dan konjungtivis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion saraf dan

rata-rata 20% terinfeksi dan bereaktivasi dikemudian hari. HZO timbul akibat terinfeksi

N.V1. kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh selama masa anak-anak.

Tanda dan gejalan HZO terjadi ketikan N.V1 diserang virus dan akhirnya akan

mengakibatkan ruam , vesikel pada ujung hidung ( dikenal sebagai tanda hutchinson ) , yang

merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gangguan pengelihatan. Dalam suatu

studi , 76% pasien dengan tanda hutchinson mempunyai gangguan pengelihatan.

G. Anatomi

Anatomi Nervus Trigeminus

Fungsi nervus trrigeminus dapat dinilai dari pemeriksaan rasa suhu , nyeri dam raba

pada daerah inervasi N.V ( daerah muka dan bagian ventral calvaria ) , pemeriksaan refleks

kornea dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot pengunyah dapat diperiksa,

misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua rahangnya dengan rapat , sehingga

6
gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-gigi rahang atas , sementara musculus

masseter dan musculus temporalis dapat dipalpasi dengan mudah.

Pada kerusakan unilateral neuron motor atas , mm. Masticatores tidak mengalami

gangguan fungsi , oleh karena nucleus motorius N.V menerima fibrae corticonucleares dari

kedua belah cortex cerebri. Sebagai tambahan terhadap fungsi cutaneus , cabang maxillaris

dan mandibularis. Nervus maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris ,

palatum dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke

alveolaris, ke soket dimana gigi tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris

berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior ke gigi

mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus.

Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar , sensorik pada leher dan kepala

serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus trigeminus muncul dari

pons , dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik kecil yang terletak di depan dan

radiks sensorik besar yang terletak di medial.

Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami) utama

yang menyatu pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah :

7
1. Nervus oftalmikus, yang mensarafi dahi , mata , hidung , selaput otak , sinus paranalis

dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui

fissura orbitalis superior. Nervus opthalmicus merupakan divisi pertama dari

trigeminus dan merupakan saraf sensorik. Cabang cabang opthalmicus menginervasi

kornea , badan ciliaris dan iris , glandula lacrimalis , conjunctiva , bagian membran

mukosa cavum nasal , kulit palpebra , alis , dahi dan hidung.


Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus. Nervus

opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang pendek

dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus cavernous,

dibawah nervus occulomotor ( N III) dan nervus trochlear (N IV). Ketika memasuki

cavum orbita melewati fissura orbitalis superior , nervus opthalmicus bercabang

menjadi tiga cabang : lacrimalis , frontalis dan nasociliaris.

2. Nervus maksilaris , yang mensarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas , bibir atas ,

pipi , palatum durum , sinus maxillaris dan selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki

rongga tengkorak melalui foramen rotundum. Nervus maxillaris merupakan divisi dua

dan merupakan nervus sensorik. Ukuran dan posisinya berada di tengah-tengah

nervus opthalmicus dan mandibularis. N.maxillaris bermula dari pertengahan

ganglion seminular sebagai korteks berbentuk pleksus dan datar dan berjalan

horizontal ke depan keluar dari cranium menuju foramen rotundum yang kemudian

bentuknya menjadi lebih silindris dan teksturnya menjadi lebih keras.

8
Cabang-cabang n.maxillaris terbagi menjadi empat bagian yang dipercabangkan di

cranium , fossa pterygopalatina , canalis infraorbitalis dan pada wajah.

3. Nervus mandibularis , yang mensarafi rahang bawah , bibir bawah , mukosa pipi ,

lidah , sebagian dari meatus accusticus externus , meatus accusticus internus dam

selaput otak. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen ovale. Ketiga

nervi ( rami ) ini bertemu di ganglion semilunare gasseri. Dalam ganglion semilunar

gasseri terdapat sel-sel ganglion unipolar. Nervus mandibularis juga disebut juga

nervus maxillaris inferior , menginervasi gigi dan gingiva rahang bawah , kulit pada

regio temporal , auricular , bibir bagian bawah , bagian bawah wajah , musculus

mastikasi dan membran mukosa lidah 2/3 anterior. Nervus mandibularis adalah nervus

terbesar dari ketiga divisi dan terdiri atas dua radiks : mayor , radiks sensorik keluar

dari sudut inferior ganglion semilunar dan radiks motorik minor ( bagian motorik dari

trigeminus ) yang melewati bawah ganglion dan bersatu dengan radiks sensorik ,

langsung setelah keluar dari foramen ovale. Selanjutnya , dibawah basis cranium ,

nervus tersebut mengeluarkan dari sisi medial cabang recurrent ( nervus spinosus )

dan nervus yang mempersarafi pterygoideus internus dan kemudian terbagi menjadi

dua cabang : anterior dan posterior.

9
H. Patofisiologi

Setalah infeksi primer , VZV memasuki ganglia akar dorsal ( trigeminal = herpes

zoster oftalmikus , geniculate = herpes zoster oticus ) . dimana ia menetap secara laten untuk

seumur hidup dari individual tersebut. Ketika teraktifasi dan keluar dari ganglion trigeminal ,

10
VZV yang teraktifasi tersebut berjalan menuju cabang pertama dari nervus trigeminal yakni

cabang oktalmikus. Yang kemudian menuju ke nervus nasosiliaris. Dicabang ini terbagi

serabut-serabut saraf yang menginevarsi permukaan dari bola mata dan kulit yang ada

disekitar hidung sampai ke kelopak mata. Proses ini biasanya membutuhkan waktu 3-4 hari

agar 12 parikel dari virus mencapai ujung dari saraf (nerve ending). Bersamaan dengan

proses perjalanan virus , terjadi inflamasi didalam dan sekitar saraf yang dilalui sehingga

menyebabkan kerusakan pada mata itu sendiri dan / struktur disekitarnya.

Frekuensi keterlibatan secara dermatologi dari herpes zoster mirip dengan distribusi

sentripetal dari lesi varicella yang pertama. Pola ini mungkin menggabarkan bahwa :

1. Latensi timbul dari penyebaran secara kontagius dari virus ( ketika seseorang

menderita varicella / cacar air ) dari sel kulit yang terinfeksi berlanjur secara asending

ke ujung saraf sensori ganglia.


2. Ini juga dapat memberikan kesan bahwa ganglia juga dapat terinfeksi secara

hematogen selama fase viremia dari varicella dan frekuensi keterlibatan dermatom di

herpes zoster mencerminkan ganglia yang paling sering terekspose oleh stimulus

reaktivasi.

Munculnya ruam kulit karena herpes zoster bertepatan dengan proliferasi masal sel T

spesifik VZV. Produksi interferon alfa muncul bersamaan dengan resolusi herpes

zoster.dengan begitu pasien memiliki kekebalan yang kuat dan lama yang diperentarai

respon imunitas yang diperentarai sel untuk VZV ( cell mediated immune respon )

I. Manifestasi klinik

Adapun manifestasi klinis HZO , antara lain :

a. Prodormal ( didahului ruam sampai beberapa hari )


- Nyeri lateral sampai mengenai mata
- Demam

11
- Malaise ( perasaan tidak nyaman )
- Sakit kepala
- Kuduk terasa kaku

Gejala-gejala diatas terjadi pada 5 % penderita , terutama pada anak-anak

dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.


b. Dermatitis
c. Nyeri mata
d. Lakrimasi
e. Perubahan visual
f. Mata merah unilateral

Defek epitel dan infeksi sekunder vericella zoster virus


g. Kelopak mata

HZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya

pembengkakan kelopak mata dan akhirnya timbul radang kelopak yang disebut

blefaritis , dan bisa timbul ptosis . kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler

pada kelopak mata , ptosis , disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip

lesi kulit ditempat lain.

h. Konjungtiva

12
Konjungtivis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada

konjungtiva dan edema , dan kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi

1 minggu. Infeksi sekunder akibat S.aureus bisa berkembang dikemudian hari.

i. Sklera

Skleritis atau episkleritis berupa nodul atau difus yang biasa menetap selama

beberapa tahun.

Ulkus kornea dengan pemberian fluorescein

j. Kornea

Komplikasi kornea kira-kira 65% dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering

disertai dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh

pasien.komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan pengelihatan secara

signifikan. Gejalanya adalah nyeri , fotosensitif dan gangguan visus. Hal ini terjadi

jika terdapat erupsi kulit didaerah yang disarafi cabang-cabang N.nasosilliaris.

k. Retina

13
Retinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan

dan eksudat , oklusi pembuluh darah posterior dan neuritis optik. Lesi dimulai dari

bagian retina perifer.

J. Penatalaksanaan

Sebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct

Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti lebih

efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV tes bisa dilanjutkan

dengan kultur virus.

14
Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir ( 5 x 800 mg

sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3

hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset

Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit,

menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis,

serta uveitis anterior.Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki

bioavaibilitas yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster

oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari

menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis,

keratitis, dan nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena.

Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik

oral.Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus

disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan

konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi,

serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika

hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat digunakan topikal

steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan

antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri

K. Pencegahan

Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap mata ,

menyentuh lesi kulit dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala. Bagi orang

sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita terutama anak-anak. Obat-

obatan antiviral seperti acyclovir , valacyclovir dan famsiclovir merupakan terapi utama yang

lebih efektif dalam mencegah keterlibatan okuler terutama jika obat diberikan tiga hari

15
pertama munculnya gejala. Berdasarkan rekomendasi dari National Guidelines

Clearinghouse , dosis acyclovir oral untuk dewasa iala 800 mg 5 kali sehari selama 7 sampai

10 hari. Sedangkan antiviral topikal tidak dianjurkan karena tidak efektif. Antiviral digunakan

untuk mempercepat resolusi lesi kulit , mencegah replikasi virus , dan menurunkan insiden

keratitis stroma dan uveitis anterior.

BAB III

PENUTUPAN

Kesimpulan

Herpes Zoster Opthalmicus (HZO) merupakan penyakit mata yang biasanya

bermanifestasi dari ruam kulit unilateral yang disebabkan oleh reaktivasi virus akibat infeksi

16
primer sebelumnya yang disertai nyeri yang mana terdistribusi sesuai dermatom dari saraf

trigeminal divisi pertama sehingga menyertai mata dan adneksa dari mata.

Penyebab dari HZO adalah virus herpes 3. Faktor resiko terjadinya herpes zoster

adalah menurunnya imunitas tubuh. HZO biasannya terjadi pada orang dewasa yang lebih tua

tetapi dapat terkena pada semua kalangan usia dan terjadi setelah reaktivasi laten virus

varicella zoster (VZV) yang terdapat didalam ganglia. Sistem imun yang paling berperan

penting dalam proses terjadinya adalah CMI ( cell-mediated immune ).

Herpes zoster yang mengenai saraf trigeminal mempunyai gejala prodromal yang

sama , secara klasik bahwa terlibatnya ujung dari hidung dapat menjadi predictor keterlibatan

okular. Keterlibatannya dapat mengenai hampir seluruh struktur mata , dari kornea sampai

dengan saraf optikus.

17

Anda mungkin juga menyukai