Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

HERPES ZOSTER OPTHALMIKUS


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata

Pembimbing: dr. Ida Nugrahani. Sp,M

Disusun Oleh :
Fachroni Rahman, S.Ked
J510155001

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

Referat
HERPES ZOSTER OPTHALMIKUS
Yang Diajukan Oleh:
Fachroni Rahman, S.Ked
J510155001
Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan pembimbing bagian program pendidikan profesi
fakultas

kedokteran

Universitas

Muhammadiyah

Surakarta

tanggal .........................................

Pembimbing
Nama

: dr. Ida Nugrahani Sp, M.

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi


Nama

: dr. Dona Dewi Nurilawati

(.................................)

pada

BAB I
PENDAHULUAN
Varicella-zoster virus (VZV) adalah anggota dari keluarga Herpesviridae merupakan
etiologi dari penyakit varicella (cacar air) yang merupakan suatu infeksi primer dan herpes
zoster sebagai reaktivasinya.1-12
Herpes zoster atau shingles, dampa atau cacar ular telah dikenal sejak zaman Yunani
kuno. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah
menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. Herpes zoster ditandai dengan
adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.1-7,9,11
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 2-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas
50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.2,3,5
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik
dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada
ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi
tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya
terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela
zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan
imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.3,4
Infeksi pada mata terjadi jika reaktivasi virus berada pada ganglion sensoris dari nervus
trigeminus (N.V), meskipun masuknya virus dari luar juga mungkin dapat terjadi. Reaktivasi
terjadi saat imunitas seluler terhadap virus menurun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anakanak, tetapi terjadi konstan pada usia 20-50 tahun dan lebih tinggi pada usia >60 tahun. Faktor
risiko lainnya adalah pengobatan dengan kortikosteroid, terapi radiasi, imunosupresi,
transplantasi organ dan penyakit sistemik,1 seperti SLE, AIDS, leukemia, atau lymphoma.2

Pada orang dewasa muda lebih sering terjadi reaktivasi dikarenakan penggunaan obat
imunosupresif dan meningkatnya faktor immunodefisiensi.2-4,7,9
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak
adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas.
Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia
di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah
sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. Prognosis umumnya baik tergantung pada
factor predisposisi yang mendasari. 2
Herpes zoster oftalmikus melibatkan jaringan yang diinervasi oleh divisi oftalmik dari
saraf trigeminal dan menyumbang 10-25% dari semua kasus herpes zoster. Gejala sisa dari
Herpes zoster oftalmikus dapat menyebabkan kerusakan, seperti radang mata kronis, kehilangan
penglihatan, dan rasa sakit yang berat. Pada Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) prognosis
tergantung pada perawatan dan pengobatan secara dini. Menurut review Pavan-Langston,
terdapat 1 juta konsultasi untuk herpes zoster terjadi setiap tahun; sekitar 250.000 dari pasien
herpes zoster yang diperiksa terkena herpes zoster ophthalmicus. Sebuah subset dari 50% pasien
ini mengarah kekomplikasi ophthalmicus herpes zoster.1-4,7,9
Penting untuk mengetahui dan memahami tentang herpes zoster oftalmikus yang meliputi
definisi,

epidemiologi,

penyebab,

klasifikasi,

gejala,

pemeriksaan

yang

dilakukan,

penatalaksanaan, dan komplikasinya. Agar dapat dilakukan penanganan yang tepat dan diagnosis
yang cepat untuk mencegah komplikasi dan memburuknya herpes zoster oftalmikus oleh karena
itu pada refrat ini akan dibahas dengan lebih mendalam berbagai hal yang berkaitan dengan
infeksi VZV terutama Herpes Zoster Optalmikus.

BAB II
HERPES ZOSTER OPTHALMIKUS
A. DEFINISI
Merupakan bentuk herpes zoster di mana virus menyerang atau teraktifasi dari ganglion
asseri, menyebabkan rasa sakit dan erupsi pada kulit sepanjang divisi oftalmik dari syaraf
kranial kelima ( saraf trigeminal ). Mungkin juga ada keterlibatan dari saraf kranial ketiga.
Infeksi sering menyebabkan ulkus kornea atau komplikasi okular lainnya.7,9,12
Varicella-zoster virus (VZV) adalah anggota dari keluarga Herpes viridae. Ini adalah agen
etiologi dari varicella (cacar air) yang merupakan infeksi primernya dan herpes zoster yang
merupaka reaktivasinya.1-4,6,7-9,11,12
Herpes Zoster Oftalmikus melibatkan jaringan yang diinervasi oleh divisi oftalmik dari
saraf trigeminal dan menyumbang 10-25% dari semua kasus herpes zoster. Gejala sisa dari
Herpes zoster oftalmikus dapat menyebabkan kerusakan, seperti radang mata kronis,
kehilangan penglihatan, dan rasa sakit yang berat. 2,4,5,7-9,11
B. ETIOLOGI
Golongan herpes virus disebut juga herpes viridae merupakan virus DNA intranukleus
besar yang mempunyai kecenderungan kuat untuk menimbulkan infeksi laten dan rekuren.
Famili herpes viridae terdiri atas 3 genus, yaitu Alphaviridae (terdiri dari virus herpes
simplex tipe 1 dan 2, serta virus varicella-zoster), Betaherpesvirinae (terdiri dari
cytomegalovirus) dan Gammaherpesvirinae (terdiri atas virus Epstein-Barr).1-9,10,11,
Virion herpesvirus berbentuk sferik yang besarnya 150-200 nm dengan kapsid berbentuk
ikosahedral (bidang 20) yang besarnya 100 nm. Kapsid terdiri dari 162 kapsomer yang
mempunyai gambaran sebagai prisma memanjang berlubang berbentuk hexagonal (150 buah
hexon) dan pentagonal (12 buah penton) dengan sumbu lubang di tengah-tengahnya. Kapsid
ikosahedral yang berdiameter 100 nm memperlihatkan suatu simetri rangkap 5:3:2.
Virion merupakan partikel yang mempunyai peplos (selubung) yang terdiri dari
lipoprotein dengan diameter keseluruhan 150-200 nm; patikel yang tidak terselubung (naked
atau non envelope) yang berdiameter 100 nm juga sering terlihat, bahkan pada preparat irisan
yang tipis dalam kapsid luar didapatkan dua lapisan lipoprotein tambahan (multiple shell).

Asam nukleat herpesvirus merupakan suatu DNA berantai ganda (double stranded)
dengan berat molekul sebesar 100 juta Dalton dan mempunyai kandunga guanindan sitosin
yang tinggi.
Nukleokapsid dari pelbagai jenis herpesvirus mempunyai struktur antigen golongan yang
bersamaan dan dapat dibuktikan dengan teknik imuno-difusi atau reaksi pengikatan
komplemen.2-4,7,9,11
Faktor risiko untuk yang menyebabkan teraktivasinya atau reaktivasi herpes zoster
berhubungan dengan status imunitas yang diperantarai sel ( cell mediated immunity ) untuk
VZV.
Berbagai faktor predisposisi dapat menjelaskan peningkatan insiden herpes zoster: 2-4,9,10

VZV-specifik immunitas dan sel-mediasi immunitas, yang umumnya menurun dengan


bertambahnya umur khususnya dekade 5 keatas

Imunosupresi (misalnya, infeksi HIV, AIDS)

Terapi imunosupresif.

Infeksi primer pada saat di rahim atau pada masa infansi, ketika respon imun normal
menurun

C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat berkenaan dengan infeksi primer, lebih dari 90% dari populasi yang
terinfeksi adalah remaja, dan sekitar 100% populasi terinfeksi pada umur 60 tahun.
Morbiditas dan mortalitas kebanyakan dipengaruhi individu yang mengalami imunosupresi,
termasuk orang-orang usia lanjut, individu yang sistem imunnya tertekan (misalnya, mereka
dengan infeksi HIV atau AIDS), seseorang yang yang sedang melakukan terapi
imunosupresif, dan orang-orang yang mendapat infeksi primer di dalam rahim atau pada
masa lnfansi.2-4,7,9
Herpes zoster mempengaruhi sekitar 10-20% dari populasi. Angka ini sekitar 131 per
100.000 orang-tahun pada orang putih. .2-4,7,9
Menurut review Pavan-Langston, terdapat 1 juta konsultasi untuk herpes zoster terjadi
setiap tahun; sekitar 250.000 dari pasien herpes zoster yang diperiksa terkena herpes zoster
ophthalmicus. Sebuah subset dari 50% pasien ini mengarah ke komplikasi ophthalmicus
herpes zoster. .2-4,7,9

D. PATOFISIOLOGI
Setelah infeksi primer, VZV memasuki ganglia akar dorsal ( Trigeminal = herpes zoster
oftalmicus, geniculate = herpes zoster oticus (Herpes zoster oticus (HZ oticus) adalah viral
infection inner, middle, dan external telinga)), dimana ia menetap secara laten untuk seumur
hidup dari individual tersebut. Virus teraktifasi dan keluar dari ganglion trigeminal, VZV
yang teraktifasi tersebut berjalan menuju cabang pertama dari nervus trigeminal yakni
cabang oftalmikus yang kemudian menuju ke nervus nasosiliari. Di cabang ini terbagi
serabut-serabut saraf yang menginervasi permukaan dari bola mata dan kulit yang ada di
sekitar hidung sampai ke kelopak mata. Proses ini biasanya membutuhkan waktu 3-4 hari
agar partikel dari virus mencapai ujung dari saraf (nerve ending). 2-5,6,8,11,12
Bersamaan dengan proses perjalanan virus, terjadi inflamasi di dalam dan sekitar saraf
yang dilalui sehingga menyebabkan kerusakan pada mata itu sendiri dan/atau struktur
disekitarnya.1,3,4-6,11,12
Frekuensi keterlibatan secara dermatologi dari herpes zoster mirip dengan distribusi
sentripetal dari lesi varicella yang pertama.
Pola ini mungkin menggambarkan bahwa :1,2-4,7,9
1. Latensi timbul dari penyebaran secara kontagius dari virus ( ketika seseorang menderita
varicella/ cacar air ) dari sel kulit yang terinfeksi berlanjut secara asending ke ujung saraf
sensori ganglia.
2. Ini juga dapat memberikan kesan bahwa ganglia juga dapat terinfeksi secara hematogen
selama fase viremia dari varicella dan frekuensi keterlibatan dermatom di herpes zoster
mencerminkan ganglia yang paling sering terekspose oleh stimulus reaktivasi. Pada
pasien imunokompeten, antibodi spesifik (imunoglobulin G, M, dan A) tampil lebih cepat
dan mencapai titer yang lebih tinggi selama reaktivasi (herpes zoster) dari pada saat
infeksi primer.
Munculnya ruam kulit karena herpes zoster bertepatan dengan proliferasi masal sel T
spesifik VZV . produksi Interferon-alfa muncul bersamaan dengan resolusi herpes zoster.
Dengan begitu Pasien memiliki kekebalan yang kuat dan lama yang diperantarai respon
imunitas yang diperantarai sel untuk VZV ( cell mediated immune respon ).1-5,7,10

E. GEJALA KLINIS
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom
yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi,
seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anakanak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes
zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis
tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik.1,2,8,11,14
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu
sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap
menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anakanak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi
herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial
(20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan
nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster
ophtalmicus atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum) yang disebut Ramsay
Hunt Sindrom. 1,2-5,8,11,14
Pada Herpes Zoster Oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada kulit. Gejala
prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul. Gejala prodromal
berlangsung 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Tanda iritasi meningeal seperti
kaku kuduk juga dapat timbul. Selain itu timbul juga gejala fotofobia, banyak keluar air
mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka karena perjalanan cabang dari nervus
ophtalmicus yang membercabang ke nervus Arnold rekuren dan NIII dan N VI. 1-6,8,10,11,14
F. DIAGNOSA KLINIS
Riwayat penyakit
Pasien-pasien dengan herpes zoster sering melaporkan adanya riwayat cacar air. Dalam
beberapa kasus, terdapatnya kondisi immunokompromise pernah dicatat.
Gejala Prodormal dari Herpes zoster yakni, demam, malaise, sakit kepala, dysesthesia
yang terjadi 1-4 hari sebelum perkembangan lesi kulit (ruam).

Sakit prodromal biasanya terbatas pada distribusi dermatomal yang sama. Ruam, yang
pada awalnya vesikuler, secara bertahap menjadi pustular dan kemudian krusta kira-kira
selama periode 7-10 hari. Serupa dengan cacar air, ketika sudah terbentuk krusta lesi tidak
lagi bersifat infeksius. 1-4,6-8,10,11
Jaringan parut dan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dapat bertahan untuk jangka
waktu lama, daerah lesi yang terinfeksi dan mengalami perubahan bentuk dapat
menyebabkan terbentuknya luka ( atau jaringan parut ) yang dalam.
Herpes Zoster Oftalmikus 1,2,6,8

lesi akut pada bola mata berkembang dalam 3 minggu ruam. Lesi ini dapat sembuh
dengan cepat dan sempurna, atau akan dapat berkembang menjadi kronis selama
bertahun-tahun.

Rekurensi merupakan fitur karakteristik herpes zoster oftalmikus. Relaps dapat terjadi
selambat-lambatnya 10 tahun setelah onset.

Gejala herpes zoster oftalmikus dapat termasuk rasa sakit pada mata, mata merah
(biasanya unilateral), penurunan penglihatan, ruam kulit atau kelopak mata disertai rasa
sakit, demam, malaise, dan robek.

G. PEMERIKSAAN FISIK

Exanthem
kelompok vesikel, biasanya melibatkan 1, tapi kadang-kadang sampai 3
dermatom yang berdekatan, Vesikel menjadi pustular, dan kadang-kadang hemoragik,
dengan evolusi menjadi krusta dalam 7-10 hari.

Herpes Zoster Oftalmikus


Ruam vesikuler melibatkan divisi oftalmik dari saraf trigeminal. krusta dimulai
pada hari kelima - keenam.
Salah satu indikator prognostik HZO adalah tanda hutchinson, yakni terdapatnya
lesi HZ

pada puncak, sisi atau pangkal dari hidung. Daerah Ini adalah area yang

diinervasi oleh saraf etmoidalis anterior cabang dari saraf nasosiliaris. Karena nervus
nasosiliari juga menginervasi kornea lesi kulit seperti itu juga dapat menyebabkan
keterlibatan okular yang berat.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG13
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan
diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.
Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok,
nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan
inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan
antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan
tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain: 13
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan
mikroskop elektron
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
I. TERAPI

Perawatan Medik
Strategi terapeutik untuk akut herpes zoster oftalmikus terditi dari agen antiviral,
sistemik kortikosteroid, antidepresan, dan pengontrol rasa sakit yang adekuat. Pengobatan
herpes zoster oftalmikus optimal jika dimulai pada saat 72 jam setelah onset dari ruam.
Pavan-langston telah menguraikan protokol dari pengobatannya:2,3,5,8,9,13
1. Obat antivirus oral dan topikal
(contoh famciclovir 500 mg 3 kali/hari , valacyclovir 1 g perhari atau acyclovir 800
mg 5 kali/hari dalam 7 hari, acyclovir ed )
2. Antidepresan trisiklik nortriptyline, amitriptyline, or desipramine 25 mg, diatur
sampai 75 mg waktu istirahat untuk beberapa minggu jika diperlukan( untuk
menghambat akut dan berkepanjangannya post herpetik neuralgia (PHN) ).
3. Mengatasi PHN yang onsetnya telat dengan

tricyclic antidepressants ( seperti

disebutkan diatas) dan/atau capsaicin ointment perhari 4 kali/hari atau lidocaine

patch. Neurontin 300-600 mg dengan oral dan atau OxyContin 10-20 mg perhari)
dengan medikasi topikal sama seperti yang diberikan pada kondisi akut.
4. Kortikosteroid topikal tambahan, antibiotik, cycloplegik, antivirus, dan pengobatan
glukoma yang sama pentingnya seperti keratitis, iritis.
5. Pada penelitian kecil oleh Kanai dkk lidocaine 4% ophthalmic drops telah diberikan
kepada 24 pasien PHN. Terdapat pengurangan rasa sakit yang cukup signifian 15
menit setelah pemberian dan dan bertahan rata-rata selama 36 jam ( dengan range 896 jam ).
6. Agen virustatik yang tergantung pada viral thymidine kinase phosphorylation dan
ditargetkan pada viral polymerase seperti pada acyclovir, valacyclovir, penciclovir,
famciclovir, sorivudine, and bromovinyldeoxyuridine.
7. Agen virustatik yang tidak bergantung pada viral thymidine kinase phosphorylation
dan ditargetkan pada viral polymerase seperti vidarabine, foscarnet, and cidofovir
(hydroxyphosphonylmethoxypropyl).

Perawatan Bedah
Beberapa pasien membutuhkan pembedahan minor seperti lateral tarsorrhaphy
atau penjahitan traksi kelopak mata. Pada pasien yang lain luka luas pada kornea
memerlukan keratoplasti penetrasi. 2

J. KOMPLIKASI
Di Amerika Serikat, sebanyak 10.000 rawat inap dan sekitar 100 kematian terjadi per
tahun sebagai akibat komplikasi dari infeksi VZV. afek Morbiditas dan mortalitas
kebanyakan mempengaruhi individu yang mengalami imunosupresi, termasuk orang-orang
usia lanjut, individu yang sistem imunnya tertekan (misalnya, mereka dengan infeksi HIV
atau AIDS), seseorang yang yang sedang melakukan terapi imunosupresif, dan orang-orang
yang mendapat infeksi primer di dalam rahim atau pada masa lnfansi.1-4,6-8,11,12
Komplikasi SSP: Meningoensefalitis, myelitis, paralisis nervi kranial, dan angiitis
granulomatous yang dapat mengarah kepada penyakit serebrovaskular.

Zoster Diseminata : penyebaran hematogen dapat mengakibatkan keterlibatan beberapa


dermatom dan keterlibatan visceral, sehingga dapat mengakibatkan kematian karena
ensefalitis, hepatitis, atau pneumonitis. 1,2,6-8,11
Dalam herpes zoster oftalmikus, komplikasi yang spesifik terdapat pada ditekankan pada
kerusakan struktur okular yang bermanifestasi pada berbagai macam penyakit mata yang
dapat mengarah kepada kehilangan pengelihatan secara permanen kerusakan struktur yang
sering terjadi ialah: 1-4,6-8,10,11

Kelopak mata, konjungtiva, episklera dan sklera: edema Periorbital dan konjungtiva (1
minggu); infeksi sekunder Staphylococcus aureus

(1-2 minggu); atrofi sklera fokal

( berlangsung lambat), jaringan parut meyebabkan tidak tertutupnya kelopak secara


sempurna ( lagoftalmus ) dan menyebabkan tereksposnya kornea sehinggal mengalami
pengeringan

Kornea: keratitis epitelial pungtata (pembengkakan epitel, 1-2 d); keratitis dendritik (tree
branchlike epithelial defects, 4-6 d); stromal keratitis ( infiltrates halus dibawah
permukaan, 1-2 minggu); keratitis stromal dalam (lipid infiltrates and kornea
neovaskularisasi, 1 bulan tahun ); keratopati neurotropik (erosi, defek persisten, ulkus
kornea, bulan - tahun)

Camera occuli anterior: Uveitis (inflamasi and jaringan parut di dalam iris yang
mengarah kepada glaukoma and cataract, 2 minggu tahun )

Neuralgia postherpetik (rasa sakit yang berlangsung selama lebih dari 1 bulan setelah
resolusi dari ruam vesikuler) ini merupakan komplikasi yang paling sering dan
mengganggu.

Pembagian komplikasi dalam bentuk lain yakni : 2-4,7,9,11

Komplikasi dapat berhubungan dengan perubahan inflamasi (bentuk infiltrasi, misalnya,


keratitis, atau bentuk vasculitis, misalnya, episkleritis / scleritis, iritis, papillitis iskemik,
vaskulitis orbital).

Komplikasi lainnya terjadi sebagai akibat dari kerusakan saraf

(misalnya, keratitis neurotropik, beberapa kelumpuhan motor/saraf okular, neuralgia) dan


bekas luka jaringan (misalnya, deformitas dari kelopak, neuralgia, lipid keratopati).
Sindrom Ramsay Hunt (zoster yang melibatkan saraf kranial V, IX, dan X) biasanya
menyebabkan gejala yang lebih parah dari pada palsy Bell. Dalam banyak penelitian ,
hanya 10-22% dari individu dengan kelumpuhan wajah yang berat sembuh sempurna.

Namun, dalam satu laporan, 66% dari pasien dengan kelumpuhan tidak lengkap telah
sembuh sempurna.

Infeksi bakteri sekunder, biasanya streptokokus atau stafilokokus, dapat terjadi di lokasi
ruam. dapat menyebabkan luka yang dalam sehingga meninggalkan bekas. Infeksi
tersebut dapat dihindari dengan menjaga kebersihan dengan baik dan dengan mencegah
garukan, yang dapat menyebabkan pelepasan krusta dan gangguan perbaikan jaringan.

Neuralgia postherpetik (rasa sakit yang berlangsung selama lebih dari 1 bulan setelah
resolusi dari ruam vesikuler) sering terjadi dan seringkali menjadi komplikasi herpes
zoster yang paling mengganggu. Ini sering terjadi pada pasien yang berumur lebih dari
50 tahun.

BAB III
KESIMPULAN
1. Herpes zoster Oftalmikus merupakan bentuk herpes zoster di mana virus menyerang atau
teraktifasi dari ganglion gasseri, menyebabkan rasa sakit dan erupsi pada kulit sepanjang
divisi oftalmik dari syaraf kranial kelima ( saraf trigeminal ).
2. Etiologi dari HZO adalah virus Golongan herpes virus disebut juga herpesviridae
merupakan virus DNA intranukleus besar yang mempunyai kecenderungan kuat untuk
menimbulkan

infeksi

laten

dan

rekuren

pada

hal

ini

berasal

dari

genus

alphaviridae,dimana jika terdapat faktor risiko seperti immukompromise maka akan


menyebabkan teraktivasinya atau reaktivasi herpes zoster dari ganglion gasseri.
3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan Ruam vesikuler melibatkan divisi oftalmik dari saraf
trigeminal. krusta dimulai pada hari kelima keenam dan

ditemukannya indikator

prognostik HZO yakni tanda hutchinson, dimana terdapatnya lesi HZ pada puncak, sisi
atau pangkal dari hidung.. Daerah Ini adalah area yang diinervasi oleh saraf etmoidalis
anterior cabang dari saraf nasosiliaris. Karena

nervus nasosiliari juga menginervasi

kornea ,lesi kulit seperti itu juga dapat menyebabkan keterlibatan okular yang berat.
4. Perwatan medik pada HZO terdiri dari agen antiviral, sistemik kortikosteroid,
antidepresan, dan pengontrol rasa sakit yang adekuat.
5. Rekurensi merupakan fitur karakteristik herpes zoster oftalmikus. Relaps dapat terjadi
selambat-lambatnya 10 tahun setelah onset.

DAFTAR PUSTAKA
1. Marks JG, Miller JJ. Inflammatory Papules. Dalam : Principles of Dermatology. Edisi
ke-4. USA: Saunders Elsevier, 2006: 157-160
2. Straus SE, Ostrove JM, Inchausp G, Felser JM, Freifeld A, Croen KD, et al. Herpes
Zoster Oftalmikus. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/783223overview
3. http://www.wrongdiagnosis.com/medical/herpes_zoster_ophthalmicus.htm
4. Moon

JE.

Herpes

Zoster.

eMedicine

http://www.emedicine.com/med/topic1007.htm

World

Medical

Library:

5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2008. Hal 95-96, 151152
6. Vaughan, DG. Biswell R. Kornea. Edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
2010.
7. Morosidi, Saptoyo Argo, Margrette Franciscus Paliyama. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta
2011. Hal 48-49
8. Habif TP. Clinical Dermatology. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2010 : 582589
9. Melton

CD.

Herpes

Zoster.

eMedicine

World

Medical

Library:

http://emedicine.medscape.com/article
10. Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC,1995; 1291.
11. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic
Neuralgia.

eMedicine

World

Medical

Library:

http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster.htm
12. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2
13. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th Edition.
Philadelphia: WB Saunders Company, 2000; 486-491.
14. Mardjono, Mahar, Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
2008.
15. Pemeriksaan

penunjang

dan

diagnosis

http://www.scribd.com/doc/33615704/Herpes-Zoster

differensial.

Diunduh

dari:

Anda mungkin juga menyukai