Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH)
merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di banyak negara. Di
Sub bagian urologi FKUI/RSCM, BPH menempati urutan kedua setelah penyakit
batu saluran kemih. Setiap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan BPH .
(1, 2)

Pertumbuhan kelenjar prostat tidak berhenti pada usia dewasa tetapi terus
berlanjut sepanjang hidup. Pada saat lahir, berat prostat sekitar 1 gram, pada masa
pubertas kelenjar prostat tumbuh secara cepat dan mencapai berat sekitar 20 gram
pada usia 20 - 30 tahun. Adanya tanda-tanda histopatologi BPH sudah dapat
dijumpai pada laki-laki berusia 60 tahun diperkirakan 50% kemungkinan untuk
ditemukannya BPH secara histologis dan kemungkinan ini meningkat menjadi
sekitar 80% pada usia 80 tahun bahkan 100% pada usia 90 tahun. Walaupun
banyak pada laki-laki dapat ditemukan adanya BPH secara histologis, hanya pada
setengah diantara meraka dapat ditemukan pembesaran prostat secara
makroskopis dan pada akhirnya sekitar 25% dari penderita. Penderita ini memerlukan
pembedahan untuk mengatasi adanya sumbatan saluran kemih.(1)
Kelenjar periuretral yang mengalami hiperplasi akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke periper dan menjadi surgical capsul. Menurut teori sel stem,
faktor usia dan gangguan keseimbangan hormonal akan mempercepat proliferasi
sel stem sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral, teori reawakening
mengatakan jaringan akan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat
embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.(2)
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari kasus BPH, sehingga
dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menentukan penatalaksanan yang tepat yang bisa
diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. KP
Umur : 77 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Alamat : Cendono RT 1 RW 7 Sugihan, Bendo Sari, Sukoharjo
MRS : 24 Januari 2012 pukul 10.17 dari poli bedah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
No. RMK : 170331
II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
A. Keluhan Utama
Tidak bisa kencing
B. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit kencing, kencing
hanya menetes sedikit – sedikit. Penderita juga mengeluh kencing tidak lampias,
mengedan, dan apabila ingin kencing tidak bisa ditahan. Sejak 7 hari sebelum masuk
rumah sakit penderita mengeluh tidak bisa kencing dan terasa sakit sekali.
Sebelumnya kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai
mengeluh sering mengejan saat kencing, kencing kurang deras, dan pancarannya
kurang jauh sehingga penderita lebih lama di kamar mandi. Bila siang hari bisa lebih
dari 5 kali kencing dan pada malam hari penderita sering terbangun untuk kencing
(bisa 3-4 kali semalam). Penderita juga sering mengeluh nyeri saat kencing.
Penderita sudah berobat ke dokter, oleh dokter penderita diberi obat dan dipasang
kateter, jika kateter dilepas pasien mengeluh tidak bisa kencing lagi dan terasa sakit
sekali.
C. Riwayat penyakit dahulu
Asma : disangkal

2
Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Riwayat trauma regio perineum : disangkal
Kencing keluar batu : disangkal
Kencing keluar darah : disangkal
D. Riwayat Keluarga
Asma : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Jantung : Disangkal
DM : Disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : TD : 120/80 mmhg S : 36,5 C
N : 80 X / mnt P : 20 X / mnt
Kulit : Dbn
Kepala : mesosephal
Mata :Conjunctiva anemis ( - ), sclera tidak ikterik
Telinga : Secret ( - )
Hidung : Secret ( - )
Mulut : Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )
Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - )
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV
Perkusi : Redup
Auskultasi : Regular, bising ( - )
Abdomen : Inspeksi : Perut sejajar dada.

3
Palpasi : Hepar / lien tidak teraba, NT ( - )
Perkusi : Pekak alih ( - )
Auskultasi : Peristaltik baik
Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat.
IV. STATUS LOKALIS
 Regio costo vertebre
Inspeksi: bulging (-)
Palpasi: balotemen (-)
 Regio Suprapubik
Inspeksi: Bulging (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi: Redup
 Regio genetalia eksterna
Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak tampak
kelainan
Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)
 Rectal Toucher
 Tunus spincter ani baik, mukosa licin
 Teraba penonjolan prostat, konsistensi lunak, asimetris, NT (-), jarak medial ke
lateral ± 2 cm
 Darah (-), fases (-)
V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologis:
Foto thorak PA tanggal 21 Januari 2012
Jantung: tidak membesar
Paru-paru: corakan bronco vasikuler meningkat, apex kedua pulmo tenang, diafragma
dan sinus baik
Kesan: pulmo dan jantung tenang
Laboratorium tanggal 21 Januari 2012:
Darah Rutin : WBC : 5,7 MCHC: 34,7 PCT: 0,04%
RBC : 4,36 PLT: 121% MPV: 3,5L

4
HGB : 12,7 LY: 25,3 PDW: 19,0H
HCT : 36,6 MO: 4,4 Gol. Darah: B
MCV: 83,9 GR: 70,3 CT: 4’00
MCH: 29,1 RDW: 13,7 BT: 2’00
Kimia Darah : kreatinin : 172
GDS : 315
Urea : 9,37
HBsAG :-
USG : tampak indensitas dari caudo dorsal ukuran +/- 62,2x56,5x57,7 permukaan
regular, penampakan homogen, tak tampak kalsifikasi
Kesan: pembesaran kelenjar prostat
VI. RESUME
Penderita laki-laki umur 77 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa kencing sekitar 1
hari. Pada anamnesis lebih lanjut ditemukan tanda-tanda prostatismus dan pada
pemeriksaan fisik dengan rectal toucher didapatkan tanda-tanda pembesaran prostat
dengan konsistensi lunak. Pemeriksaan skore IPSS berjumlah 27.
VII. DIAGNOSE
Tn KP, 77 tahun, retensi urin ec BPH
VIII. TINDAKAN
Direncanakan operasi elektif
IX. FOLLOW UP
Selama 26 hari masa perawatan pre operasi keadaan umum
penderita berangsur-angsur membaik, kondisi sistostomi yang terpasang tetap
menunjukkan warna air kencing kemerahan sampai persiapan operasi.
Laporan operasi:
 Posisi telentang dalam general anastesi, dilakukan tindakan aseptik dan
antiseptik.
 Insisi suprasimpisis diperdalam, perlengketan subkutis, fasia, otot
peritonium pada tempat bekas sistostomi.
 Buli-buli dibuka :
- peritoneum terbuka

5
- buli-buli terbuka, tampak prostat kedalam rongga buli-buli, reflak +/+, dilakukan
enuklease prostat, ditemukan sebagian jaringan prostat agak bebas dan sebagian
melekat.
 Rongga peritoneum dibuka lalu dicuci
 Luka ditutup dengan meninggalkan 1 buah drain retroperitoneal
 Operasi selesai
Instruksi Post Operasi
-langsung makan dan minum
-Inpus D5
-Injeksi cefazolin 3x1 gr, injeksi ketorolac 2x15 gr, injeksi asam traneksamat 3x1 gr,
injeksi vit. K 3x1 gr, injeksi Adsna 2x1 gr
- Pasang DC
- Fiksasi kaki
- Deep irrigation ± 80L
- Traksi sampai urin jernih (± 2 hari)
- Pemeriksaan PA untuk prostat (Dx : BPH, DD : Ca Prostat)
Follow up post operasi (26 januari 2012)
Tekanan darah: 120/80 RR: 20 x/menit
Suhu: 37⁰C Nadi: 90 x/menit
Subjektif: mual (-), muntah (-), batuk (-), menggilil (-), BAB terakhir 2 hari yang lalu, nafsu
makan ↓, minum lancar, nyeri di tempat operasi, kembung, flatus (+)
Objektif: paru: dbn
Jantung: dbn
Abdomen: inspeksi: luka operasi baik, rembes darah (+)
Palpasi: supel, nyeri tekan daerah operasi (+)
Perkusi: timpani
Auskultasi: paristaltik (+)
Ekstremitas: dbn
Status lokalis: nyeri daerah operasi (+), luka operasi baik, rembes darah daerah penis (+), drain
minimal kemerahan, spoling NaCl warna jernih habis 20 botol NaCl,
pembengkakan (+).

6
DISKUSI
A. Anatomi

7
4 Zona Prostat

Prostat Patologis

8
B. Definisi
Benign Prostat hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral
yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.
Ada juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat prostat 20 gram.(4,6)
C. Etiologi
Ada 3 teori terjadinya kelainan patologis prostat, yaitu: (1,2)
1. Teori Dihydro Testosteron (DHT).
Sejak diketemukannya sindrom defisiensi 5-reduktase dimana kelainan ini tidak
dapat merubah testoteron menjadi dehidrotestoteron (DHT), sehingga pada saat
berusia dewasa kelenjar prostat tidak dapat diraba. Hal ini disimpulkan DHT
memegang peranan penting pada pertumbuhan prostat.
2. Teori Reawakening
Jaringan kembali seperti pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
3. Teori Berkurangnya Kematian Sel
Sel stem adalah sel yang terletak pada dasar hirarki dan dapat memperbaharui diri
sendiri serta tidak tergantung pada androgen. Berikutnya adalah sel amplifying
yang berasal dari sel stem. Proliferasi sel amplifaying dianggap akan
menghasilkan amplifikasi mayoritas diantara sel-sel prostat. Ketidak tergantungan
terhadap androgen dari kedua jenis sel ini dibuktikan dengan tetap terdapatnya
kedua sel ini dalam jumlah yang sama walaupun sumber androgen sudah
ditiadakan untuk jangka waktu lama. Namun dem,ekian, sel transit yang berasal
dari sel amplifaying secara mutlak tergantung pada androgen. Dengan adanya
androgen maka sel-sel ini akan berproliferasi menghasilkan pertumbuhan prostat
yang normal. Denagn demikian, jika sel ini ditiadakan akan berakibat terjadinya
involusi prostat walaupun sel stem dan amplifaying tetap ada.

9
D. Gejala dan Tanda
Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi: (3)
a. Gejala obstruktif yang berupa :
perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih
kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency)
menetes pada akhir miksi ( terminal dribling)
harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency)
rasa belum puas sehabis miksi
b. Gejala iritatif :
nokturia
frekuensi miksi bertambah ( Frequency)
miksi sulit ditahan (urgensi)
nyeri pada waktu miksi (disuria)
Gejala obstruksi tergantung pada 3 faktor, yaitu: volume kelenjar
periuretral, elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat, serta
kekuatan kontraksi detrusor. Bila detrusor gagal berkontraksi dengan kuat/lama
maka kontraksi akan terputus-putus.(1,3,6)
Gejala iritatif disebabkan pengosongan yang tidak sempurna pada saat
miksi. Pembesaran prostat akan menyebabkan rangsangan pada vesika sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Nokturia disebabkan oleh
menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spincter
uretra.(3,6)
Sindrom obstruksi biasanya lebih disebabkan karena prostat dengan
volume besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi
urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam vesika. Hal
ini menyebabkan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut,
penderita tidak mampu lagi miksi. Suatu saat vesika tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intravesika akan naik dan bila lebih tinggi dari

10
tekanan sfincter akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronis dapat
menyebabkan terjadinya refluks vesikouretral dan menyebabkan dilatasi ureter dan
sistem pelvikokalikes ginjal dan akibat tekanan intravesikal yang diteruskan
ke ureter dan ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses
kerusakan ginjal dapat dipercepat apabila ada infeksi. Karena penderita harus
selalu mengedan pada waktu miksi maka tekanan intraabdominal dapat meningkat
dan menimbulkan hernia dan hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa kencing
di dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan dan batu ini dapat menambah
keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Di samping pembentukan batu retensi
kronis dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis dan apabila terjadi refluks dapat
terjadi juga pyelonefritis.(3,6)
E. Diagnosis
Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa pada penderita ini ditemukan
gejala-gejala prostatismus baik gejala obstruktif (pancaran kurang jauh, mengejan
saat kencing, rasa tidak puas sehabis kencing) maupun gejala iritatif (sering
miksi/frekuensi, terbangun untuk miksi pada malam hari/nokturia, perasaan ingin
miksi yang sangat mendesak/urgensi dan disuria). Dari pemeriksaan fisik, apabila
sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal
dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan
nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi
total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia
eksterna harus diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi.(3)
Pada penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus
urinarius bagian atas, daerah inguinal dan genitalia eksterna. Pemeriksaan colok
dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH biasanya dapat diraba
sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan batas atas yang
dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat diraba. Apabila

11
batas atas masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari 60
gram.(1,3)
Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH antara lain BNO,
IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan penunjang
lainnya adalah ureflowmetri.(1)
F. Penatalaksanan
Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi menjadi 4 grade yaitu:
1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif.
2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP
3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi
4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau
dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa
TURP ataupun open prostatektomi.(2)
Indikasi absolut lainnya untuk terapi bedah adalah hematuria, tanda penurunan
fungsi ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi berat seperti divertikel, hidroureter,
hidronefrosis dan ada batu saluran kemih.(3)
Pengobatan BPH melalui jalan pembedahan, bertujuan mengangkat
keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan dan
gejala yang terjadi.
Operasi terbuka dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu: (2,5)
1. Route transvesikal, yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinukleasi dari
dalam vesika. Keuntungannya dapat sekaligus untuk mengangkat batu vesika
atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugiannya
harus membuka vesika sehingga perlu memakai kateter lebih lama sampai
luka pada dinding vesika sembuh.
2. Route retropubik menurut Terence Millin, yaitu dengan membuka kapsel
prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari retropubik.

12
Keunggulannya tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak
usah selama bila membuka vesika. Kerugiannya tidak dapat dipakai kalau
diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika.
Cara bedah terbuka umumnya memerlukan masa perawatan di RS yang
lama, beberapa komplikasinya antara lain : perdarahan, infeksi, fistula
kekulit/rektum, inkontinensia, striktur, impotensi. (5)
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan standar
emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat
kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan darah.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde atau
impotensi.(3)
Jenis terapi lainnya adalah: (3,5)
1. observasi (watchfull waiting) biasanya dilakukan pada penderita dengan
keluhan ringan (skor Madsen Iversen <9). Nasehat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum
kopi dan dilarang minum alkohol. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan
(sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. terapi medikamentosa:
a. penghambat enzim 5 alfa reduktase
1) finastride: 5 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan
volume prostat.
2) episteride: 80 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan
volume prostat.
b. penghambat alfa adrenergik:
1) prazosin (short acting): 2 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.

13
2) doxazosin (long acting): 4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
3) alfuzosin (short acting): 7,5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
4) terazosin (long acting): 5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
5) tamsulosin (long acting): 0,4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek
merelaksasi otot polos kelenjar prostat.
c. fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum africanum, Saw palmetto,
Serenoa repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 - 2
bulan.
3. terapi invasive minimal
a. Transuretral microwave thermotherapy (TUMT). Hanya dapat dilakukan di
rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu tranducer yang
diletakkan di uretra pars prostatica.
b. Dilatasi balon transuretral (TUBD)
c. High intensity focused ultrasound
d. Ablasi jarum transurethral (TUNA)
e. Stent prostat
G. Prognosis
Untuk Prognosis BPH ini adalah Pembedahan tidak mengobati penyebab
BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.(3)

14
DAFTAR PUSTAKA

Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat


Jinak.
Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-5
Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Bina
rupa aksara, Jakarta ; 161-70
Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:
Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-34
Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.
Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran
Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17

Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu


Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.

15
CASE REPORT

Pembesaran Kelenjar Prostat Jinak

Oleh:

Mifaul Azmi, S.Ked

J500 070 032

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari......................tanggal................2012

Pembimbing :
dr. Budi Yuwono, Sp.B (.............................................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Budi Yuwono, Sp.B (.............................................)

Disahkan Ka Program Profesi :


dr. Yuni Prasetyo K, MMKes (.............................................)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah

16
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

2012

Case Report

Pembesaran Kelenjar Prostat Jinak

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter

Stase Ilmu Penyakit Bedah

Oleh :

Mifaul Azmi, S.Ked


J 500 070 032
Pembimbing :

dr. Budi Yuwono, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH

17
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

18

Anda mungkin juga menyukai