PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru adalah salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat bahkan masih menjadi komitmen
global dalam penanggulangannya. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB di dunia terjadi pada negara negara berkembang
(Kepmenkes, 2009).
Melihat besarnya masalah yang ditimbulkan oleh TB, Indonesia telah
mengadopsi strategi DOTS yang telah direkomendasikan oleh WHO sejak
tahun 1995 (Kepmenkes, 2009). Salah satu indikator penting dalam strategi
DOTS yaitu penemuan kasus baru TB paru, karena penemuan kasus TB
merupakan awal untuk menentukan langkah pengobatan dan pengendalian
TB (Afrimelda dan Ekowati, 2010).
Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten, puskesmas
(pusat kesehatan masyarakat) dalam urutan hierarki pelayanan kesehatan
berkedudukan pada tingkat pelayanan kesehatan pertama (Primary Health
Care/PHC) dan merupakan perangkat pemerintah kabupaten dan bertanggung
jawab langsung, baik teknis maupun administratif kepada kepala Dinas
Kesehatan yang bersangkutan.
Petugas pelaksana TB paru di puskesmas merupakan ujung tombak
dalam penemuan kasus TB (Maryun, 2007). Upaya peningkatan kinerja
petugas P2TB diharapkan dapat meningkatkan angka penemuan penderita TB
pada suatu puskesmas (Maryun, 2007). Menurut Gibson yang dikutip Maryun
(2007), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja seorang petugas,
yaitu (1) individu (2) psikologis, dan (3) organisasi.
1
2
B. Perumusan Masalah
Bagaimana manajemen kinerja petugas puskesdes terhadap peningkatan
penemuan kasus suspek TB di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan penemuan kasus suspek TB di Kecamatan Bulu
Kabupaten Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengoptimalkan puskesmas sebagai pelayanan kesehatan tingkat
dasar yang bersifat komprehensif dan holistik.
b. Mengoptimalkan peran petugas puskesdes terhadap peningkatan
penemuan kasus suspek TB di Kecamatan Bulu Kabupaten
Sukoharjo.
3
D. Manfaat
1. Membantu para dokter muda untuk lebih memahami manajerial dari
puskesmas dalam menangani suatu permasalahan.
2. Memberi masukan bagi Puskesmas Bulu tentang masalah-masalah yang
terjadi, serta alternatif upaya pemecahannya.
3. Menambah pengetahuan mengenai program penemuan suspek TB paru di
Puskesmas Bulu.
4. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan
program tersebut.
5. Memberikan informasi kepada penyusun kebijakan mengenai faktor-
faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program peningkatan
penemuan suspek TB paru di Puskesmas Bulu.
E. Khalayak Sasaran
Petugas Puskesdes di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis
1. Definisi Tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2. Epidemiologi Tuberculosis
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah
sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000
kematian per tahunnya.
Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV
dinyatakan sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic),
dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah
mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi
prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi
telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan
estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000-
400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah
2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB
baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20%
dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar
6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.
Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia
merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di
4
5
3. Etiologi Tuberculosis
Tuberculosis disebabkan oleh M.tuberculosis. Mycobacterium
tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm
dan panjang 1 – 4 μm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel
M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes),
trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacteria
lsulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90)
yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang
terdapat pada diniding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebebkan bakteri M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam – alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen
M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi
6
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala Utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 2 (dua) minggu atau
lebih.
b. Gejala Tambahan
1. Dahak bercampur darah
2. Batuk darah
3. Sesak nafas dan rasa nyeri dada
4. Badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun rasa
kurang enak badan (malaise) berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan deman meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru
selain tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas harus dianggap sebagai seorang
“Suspek Tuberkulosis” atau tersangka penderita TBC dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
5. Cara Penularan
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
7
6. Risiko Penularan
a. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan
dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.
b. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk
of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti
10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
c. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
d. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif
menjadi positif.
8. Penegakan Diagnosis
1. Diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis
hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesimen SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS
diulang.
a. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis
sebagai penderita TB positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB maka pemeriksaan
dahak SPS diulangi.
c. Apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan
lain misalnya biakan.
Bila ketiga spemen dahak hasilnya negatif diberikan antibiotik
spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-
2 minggu bila tida ada perubahan namun gejala klinis tetap
mencurigakan TB ulangi pemeriksaan dahak SPS.
a. Kalau hasil SPS positif diagnosis sebagai penderita TB BTA
positif.
b. Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen
dada untuk mendukung diagnosis TB.
c. Bila hasil rontgen mendukung TB didiagnosis sebagai penderita
TB BTA negatif rontgen positif.
d. Bila hasil rontgen tidak di dukung TB penderita tersebut bukan
TB.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen penderita dapat
dirujuk untuk foto rontgen dada.
9
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tuberkulin (Mantoux)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan)
dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang
dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter
transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam
milimeter, uji tuberkulin positif bila indurasi >10 mm (pada gizi
baik), atau >5 mm pada gizi buruk.
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan
kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun uji tuberkulin dapat
negatif pada anak TB dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat
berat pemberian imunosupresif, dll). Jika uji tuberkulin meragukan
dilakukan uji ulang.
b. Foto Rontgen Dada
Gambar rontgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi
foto biasanya sulit, harus hati-hati kemungkinan bisa overdiagnosis
atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat
dengan pembesar kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.
12
11. Pengobatan
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Tabel 2. Jenis, Sifat dan Dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang
Direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 15
(12-18) (12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
16
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap Awal (Intensif)
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
17
Catatan:
a. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal
untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat
badan.
b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan
khusus.
c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml
(1ml = 250mg).
Skor >6
Keterangan:
a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c. Anak dengan BB ≥33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau
digerus
didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan
dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah
mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan
pencegahan selesai.
D. Manajemen
1. Definisi Manajemen
Menurut Griffin (2000), manajemen diartikan sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif
berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara
efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,
terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
2. Manajemen Puskesmas
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan yang sesuai
dengan azas penyelenggaraan puskesmas, perlu ditunjang oleh
manajemen puskesmas yang baik. Manajemen puskesmas adalah
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan
luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis
yang dilaksanakan oleh Puskesmas membentuk fungsi-fungsi
manajemen.
Ada tiga fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni
Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan
Pertanggungjawaban (pada masa sebelumnya fungsi manajemen ini lebih
dikenal dengan P1, P2, P3 yaitu P1 sebagai Perencanaan, P2 sebagai
Penggerakan Pelaksanaan dan P3 sebagai Pengawasan, Pengendalian dan
Penilaian). Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara
terkait dan berkesinambungan.
25
BAB III
METODE PENERAPAN KEGIATAN
25
26
2. Visi
Visi merupakan cita-cita dan arah atau tujuan dari suatu organisasi.
Adapun Visi Puskesmas Bulu adalah “Menjadikan Puskesmas Bulu
Sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang Adil, Bermutu dan
Profesional Agar Tercapai Kecamatan Bulu yang Sehat Dan Mandiri
Menuju Millenium Development Goals Tahun 2015”.
3. Misi
Misi mencerminkan peran, fungsi, dan kewenangan Puskesmas Bulu
yang secara teknis bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan dan
sarana. Adapun misi Puskesmas Bulu adalah :
1. Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan dasar yang bermutu.
2. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan.
3. Meningkatkan mutu profesionalisme dengan semangat kekeluargaan
dan bertanggung jawab.
4. Mengelola dan meningkatkan sumber daya yang ada untuk mencapai
tujuan secara efektif efisien.
5. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan.
6. Mendorong dan membina peran serta masyarakat menjadi hidup
sehat.
4. Motto
Pelayanan cepat tindakan cepat dan penganan profesional.
5. Strategi
Strategi pelaksanaan pembangunan kesehatan dengan memperhatikan
faktor-faktor kunci penentu keberhasilan sebagai berikut :
1. Komitmen semua pihak yang meliputi kesamaan pemahaman
tentang pentingnya kesehatan sesuai dengan prinsip paradigma sehat.
2. Meningkatkan citra positif pelayanan kesehatan diberbagai lapisan
masyarakat.
3. Kelangsungan dan keselarasan pembangunan kesehatan antara lintas
program dan lintas sektoral.
29
b. Sarana
Puskesmas Induk Bulu : 1 Unit
Puskesmas Pembantu :3 Unit
Puskesmas Rawat Inap : 1 Unit
Pusling : 12 Unit
PKD : 11 Unit
Mobil Pusling :2 Buah
Sepeda Motor : 10 Buah
Posyandu Balita : 61 Pos
Posyandu Lansia : 67 Pos
Posyandu Pratama :0 pos
Posyandu madya : 13 pos
Posyandu purnama : 44 pos
Posyandu mandiri :4 pos
Komputer : 8 buah + 1 laptop + 1 Notebook
c. Ketenagaan
Klasifikasi pegawai berdasarkan fungsi :
Jumlah pegawai puskesmas bulu ada 63 :
1) Kepala puskesmas : 1 orang
2) Dokter umum : 3 orang (2 PNS, 1 PTT)
3) Dokter gigi : 1 orang
4) Paramedis : 11 orang
5) Bidan : 26 orang (bidan PNS 13 orang,
Bidan Desa 13 orang)
6) Sanitarian/penyehatan lingkungan : 1 orang
7) Laboratorium : 1 orang
8) SAA : 1 orang
9) SPAG : 1 orang
10) TU : 1 orang
11) Pekarya : 2 orang
32
Desa Ngasinan
Desa Karangasem
4) Poliklinik Desa/PKD
Desa Sanggang
Desa Kamal
Desa Gentan
Desa Kedungsono
Desa Tiyaran
Desa Bulu
Desa Kunden
Desa Puron
Desa Malangan
Desa Lengking
Desa Ngasinan
Desa Karangasem
8. Tugas Pokok dan Fungsi
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan, yang
merupakan perangkat kabupaten untuk melaksanakan tugas pokok
dalam menyelenggarakan pelayanan pembinaan dan pengembangan
upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di wilayah
kerjanya.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi Puskesmas
tersebut diatas, puskesmas mempunyai fungsi :
1. Sebagai pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan.
2. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan masyarakat primer.
4. Pusat pelayanan kesehatan perorangan.
Dalam melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan tingkat pertama
pada masyarakat, Puskesmas melaksanakan Progam Kesehatan Dasar
dan Progam Kesehatan Pengembangan.
34
C. Daftar Masalah
1. Cakupan suspek TB paru yang rendah.
2. Kurangnya pemberian ASI eksklusif.
3. Kasus gizi buruk.
4. Perilaku hidup bersih dan sehat.
5. Penemuan kasus kusta yang masih rendah.
6. Banyaknya warga yang belum memiliki jamban.
D. Analisis Masalah
Masalah yang akan dianalisa adalah kurangnya cakupan penemuan BTA
Positif yang rendah. Masalah tersebut kami pilih dikarenakan kasus TB
merupakan penyakit menular yang membutuhkan deteksi dini serta
pengobatan intensif untuk mencegah terjadinya komplikasi dan menurunkan
35
No. Desa Jumlah Jumlah suspek yang Jumlah Suspek Target Jumlah
penduduk harus diperiksa yang diperiksa BTA (+) BTA ( +)
1. Sanggang 3.334 40 12 4 1
2. Kamal 3.724 40 18 4 2
3. Gentan 4.673 40 22 4 2
4. Kedungsono 4.853 50 20 5 2
5. Tiyaran 5.136 50 17 5 1
6. Bulu 3.465 40 28 4 3
7. Kunden 4.114 40 11 4 -
8. Puron 3.799 40 7 4 1
9. Malangan 4.758 40 12 4 1
Luar wilayah - 2 - -
4. Money
Kurangnya biaya untuk membantu proses penemuan kasus suspek TB paru
a. Kurangnya dana dari pemerintah daerah setempat untuk menjalankan
program penemuan kasus suspek TB paru di setiap desa yang ada di
kecamatan Bulu.
8. 3 3 3 4 6,75
Infrastruktur kesehatan yang buruk.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
40
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus suspek TB paru di
Puskesmas Bulu Kabupaten Sukoharjo maka perlu dilakukan peningkatan
kompetensi petugas dengan In House Training untuk menemukan suspek TB
yang diikuti oleh bidan desa, petugas PKD, pokja. Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan serta kesadaran petugas akan penemuan kasus TB.
B. Saran
Dalam pelaksanaan pelatihan tersebut dibutuhkan tenaga kesehatan
yang memiliki ketekunan dan komitmen tinggi, serta diperlukan adanya
pembiayaan yang sesuai sehingga program-program tersebut dapat berjalan
dengan lancar.
42
43
DAFTAR PUSTAKA
43