Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Hirschprung atau megakolon kongenital adalah kelainan
kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meissneri
pada kolon. Sembilan puluh persen (90%) terletak pada recto sigmoid, akan
tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus. Tidak adanya
ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga
terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertropi serta distensi yang
berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.2
Pasien dengan penyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan pada
tahun 1961 oleh Frederick Ruysch, namun seorang dokter anak bernama
Harold Hirschprung pada tahun 1886 yang mempublikasikan penjelasan
klasik mengenai megakolon kongenital ini. Penyakit Hirschprung ini ditandai
oleh tidak adanya sel myenteric dan ganglion submukosal (pleksus Auerbach
dan Meissner) di sepanjang traktus digestif distal. Penyakit ini menyebabkan
penurunan motilitas pada segmen usus yang terkena, kurangnya gelombang
peristaltik menuju kolon yang aganglion, dan relaksasi abnormal pada
segmen ini.2,9
Insidensi penyakit Hirschprung di Indonesia tidak diketahui secara
pasti,tetapi diperkirakan berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir sekitar 1400 bayi dengan penyakit
Hirschprung. Mortalitas dari kondisi ini dapat dikurangi dengan peningkatan
dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, teknik pembedahan, dan
diagnosis dan penatalaksanaan penyakit Hirschprung dengan enterokolitis.6
2

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk dapat mengetahui patogenesis penyakit Hirschprung
2. Untuk dapat mengetahui bagaimana cara mendiagnosis penyakit
Hirschprung
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Megakolon Kongenital adalah pembesaran abnormal atau
dilatasikolon karena tidak adanya sel-sel ganglion myenterik pada usus besar
segmendistal (aganglionosis). Sel-sel ganglion bertanggung jawab atas
kontraksi ritmik yang diperlukan untuk mencerna makanan yang masuk.
Hilangnya fungsi motorik dari segmen ini menyebabkan dilatasi hypertropik
massive kolon proximal yang normal sehingga terjadi kesulitan defekasi dan
fesester akumulasi menyebabkan Megakolon. Kondisi ini dapat segera
terlihat segera setelah lahir ditandai dengan gagalnya penundaan pasase awal
dari mekonium sehingga terjadi distensi abdominal, yang disertai dengan
muntah dalam waktu 48 jam sampai 72 jam. Pada banyak kasus, segmen
aganglionic terdapat pada rectum dan kolon sigmoid. Ancaman terhadap
hidup yang utama pada kelainan ini adalah terjadinya enterocolitis, dengan
gangguan cairan dan elektrolit serta perforasi pada kolon yang membesar dan
tegang atau pada apendiks dengan peritonitis2,5,9.
4

B. Epidemiologi
Angka kejadian penyakit Hirschprung di Amerika Serikat adalah 1 kasus
diantara 5400-7200 kelahiran hidup.1 Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kelainan tersebut yaitu3 :
1. Mortalitas / morbiditas
Angka kematian bayi dengan megacolon aganglionik yang tidak
dirawat sebesar 80%, sedangkan angka kematian bayi yang mendapat
tindakan pembedahan sangat rendah. 30% kematian penyakit Hirschprung
disebabkan oleh enterocolitis. Komplikasi tindakan pembedahan adalah
5% karena kebocoran anastomosis, 5-10% karena striktura anastomosis,
5% karena obstruksi intestinum, 5% karena abses pelvis, 8% karena
infeksi luka.3
2. Ras
Penyakit ini tidak berhubungan dengan ras.3
3. Jenis kelamin
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita, dengan
rasio perbandingan 4:1. Namun jika segmen usus yang aganglionosis lebih
panjang maka insidensi pada wanita lebih besar daripada laki-laki.3
4. Usia
Penyakit Hirschprung tidak didapatkan pada bayi premature. Awal 1900an
penyakit ini terjadi pada anak usia 2-3 tahun. Tahun 1950-1970 terjadi
pada usia 2-6 bulan. Saat ini hampir 90% penyakit Hirschprung terjadi
pada periode neonatus.3

C. Etiologi
Sekitar 10% kasus penyakit Hirschsprung timbul secara herediter melalui
mutasi sporadik di dalam gen, angka ini bisa lebih tinggi pada pasien dengan
segmen penyakit yang lebih panjang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
seseorang dengan riwayat keluarga yang terpapar penyakit
Hirschsprung beresiko lebih tinggi. Pada penyakit Hirschsprung ditemukan
pada kelainan-kelainan kongenital2.
5

Penyakit Hirschsprung juga bisa timbul karena ibu polyhidramnio saat


hamil ; adanya obstruksi usus organik karena neoplasma dan penyempitan
usus karena inflamasi; toxic Megakolon komplikasi dari colitis ulceratif
atau penyakit Crohn ; dan gangguan psychosomatic fungsional. Kondisi-
kondisi ini tidak berhubungan dengan berkurangnya ganglia dinding usus2.

D. Anatomi dan fisiologi


Colon Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan
inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvis dan terfiksasi,
sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif
mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana
bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal
(anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk
ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal
dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar.
Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.4
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut
saraf simpatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan
serabut saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus.
Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan
muskulus levator ani dipersarafi oleh N. sakralis III dan IV.
Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis.
Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya
dikontrololeh N.splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik
(saraf parasimpatis). Sistem saraf otonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3
pleksus4 :
1. Pleksus Auerbach: terletak di antara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle: terletak di sepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner: terletak di submukosa
6

Pada penderita penyakit Hirschprung tidak dijumpai ganglion pada ketiga


pleksus tersebut. 4
.
E. Patofisiologi
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal
colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari
itu bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal
sehingga bagian yang normal akan mengalami dilatasi di
bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu terdapat di bagian distal
rektum. Dasar patofisiologi dari penyakit Hirschprung adalah tidak adanya
gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari
sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau
disganglionosis pada usus besar.2
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari10
kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah
normal. Pada kolon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari
normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang kolon namun
ada pula yang mengenai seluruh kolon.9,5
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali
dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak
memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase, sehingga tidak
terjadi diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan
dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyl dehydrogenase
(SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan.
Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan
waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah
hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis. Kerusakan sel ganglion
aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapat berasal dari vaskular atau
nonvaskular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
7

Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis


seperti tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karenaaliran darah
yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull
through secara Swenson, Duhamel, atau Soave.2,5,9

F. Klasifikasi penyakit Hirschprung


1. Hirschsprung segmen pendek
Pada morbus hirschsprung segmen pendek daerah aganglionik
meliputi rektum sampai sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung klasik.
Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima
kali lebih banyak daripada perempuan.5
2. Hirschsprung segmen panjang
Pada hirschsprung segmen panjang ini daerah aganglionik meluas
lebih tinggi dari sigmoid.5
3. Hirschsprung kolon aganglionik total
Dikatakan Hirschsprung kolon aganglionik total bila daerah
aganglionik mengenai seluruh kolon.5
4. Hirschsprung kolon aganglionik universal
Dikatakan Hirschsprung aganglionosis universal bila daerah
aganglionik meliputi seluruh kolon dan hampir seluruh usus halus.5

G. Diagnosis
Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada
neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya
mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala
ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya
terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding,
vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua
maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan.6
Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode
konstipasi pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus
8

mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit


hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis.
Faktor genetik adalah faktor yang harus diperhatikan pada semua kasus.
Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari atau
minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit
hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen
distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal.6

H. Gejala klinis
Gambaran klinis peyakit Hirschprung dapat dibedakan berdasarkan usia
gejala klinis mulai terlihat8 :
1. Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama)
merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka
94% dari pengamatan terhadap 501 kasus , sedangkan Kartono mencatat
angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah
lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang
manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita HD ini, yang
dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya
berupa diarrhea, distensi abdomen, feses berbau busuk dan disertai
demam. Swenson mencatat hampir 1/3kasus Hirschsprung datang dengan
manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah
dilakukan kolostomi.8
2. Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat
9

gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan


colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,konsistensi semi-
liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak
teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.8

I. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan yang digunakan untuk membantu
mendiagnosa penyakit Hirschprung dapat mencakup1 :
1) Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus
dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung.
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus
letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan
usus besar. Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang
dapat bayangan udara dalam usus halus. Daerah rekto sigmoid tidak
terisi udara. Pada foto posisi tengkurap kadang-kadang terlihat
10

jelas bayangan udara dalam rekto sigmoid dengan tanda-tanda


klasik penyakit Hirschsprung. Penyakit Hirschprung. Foto polos
abdomen menunjukkan dilatasi usus dan daerah rekto sigmoid tidak
terisi udara.1

2) Barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda
khas2 :
a. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi.2
b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan
ke arah daerah dilatasi.2
c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
HD, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni
foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feses.
Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur
dengan feses kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita
11

yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis,


maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.2

Gambar. Terlihat gambar barium enema penderita Hirschprung.


Tampak rektum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid
dan daerah transisi yang melebar.

2. Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan


dalam rektum)2
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri
mengukur tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapat
merasakan perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak
yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rectum tidak relaksasi
secara normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan
mendorong. Tekanan otot spinkter anal diukur selama aktivitas. Saat
memeras, seseorang mengencangkan otot spinkter seperti mencegah
sesuatu keluar. Mendorong, seseorang seolah mencoba seperti
pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang
kooperatif dan dewasa. 2
12

3. Biopsi Rektum
Ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung.
Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat
di bawah mikroskop. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung akan
tidak memiliki sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi
hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan
alat penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongan jaringan kolon
maka tidak diperlukan anestesi. Jika biopsi menunjukkan adanya
ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel
ganglion pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi diperlukan
untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsy full-
thickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam
dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung.2

J. Penatalaksanaan
Seperti kelainan congenital lainnya, penyakit Hirschprung memerlukan
diagnosis klinik secepat dan intervensi terapi secepat mungkin, untuk
mendapatkan hasil terapi yang sebaik-baiknya.2
1. Pre operatif
Diet pada periode pre operatif, neonatus dengan penyakit Hirschprung
terutama menderita gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan
dan keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal.
Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.
Meskipun demikian bayi dengan penyakit hirschprung yang didiagnosis
melalui suction rectal biopsy dapat diberikan larutan rehidrasi oral
sebanyak 15 mL/kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperatif dan irigasi
rectal. 2
2. Terapi farmakologik
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan penyakit
Hirschprung dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi
13

komplikasinya. Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi


rektum dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan
irigasi tuba rektal dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral
dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan. 2
3. Operatif
Tergantung pada jenis segmen yang terkena. Tindakan bedah
sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa kolostomi
pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah
enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain
dari kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan
tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita
penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan
dilakukan anastomose. Tidakan bedah definitif pada penyakit Hirschprung
dapat dilakukan dengan berbagai taknik antara lain2 :
1) Prosedur Swenson Orvar swenson dan Bill (1948)
Prosedur yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik terobos
(pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit
Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rekto
sigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan
2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah
meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan paska
operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh
sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964)
dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya
menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum
posterior. Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke
intraabdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum
ke bawah hingga dasar pelvis dengan cara diseksi serapat mungkin ke
dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati
saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik,
14

selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya


telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran
anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2cm dari anal verge
untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya
dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah
ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan,
mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus
dikembalikan ke kavum pelvis/abdomen. Selanjutnya dilakukan
reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup. 2,6,3
2) Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvis pada prosedur Swenson. Prinsip dasar
prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah
anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan
dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior
kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru
dengan anastomose.2
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan
fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu
panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur
Duhamel, diantaranya2 :
a. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah
klem melalui sayatan endo anal setinggi 1,5-2,5 cm,
untuk mencegah inkontinensia.
b. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian
stapler untuk melakukan anastomose side to s ide yang panjang.
c. Modifikasi Ikeda : Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan
anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian.
d. Modifikasi Adang : Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik trans
anal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara
15

tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan


memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem;
kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini
lebih dititik beratkan pada fungsi hemostasis.2
3) Prosedur Soave Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan
Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal
letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk
tindakan bedah definitif Penyakit Hirschsprung. Tujuan utama dari
prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang
aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang
ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.2
4) Prosedur Rehbein Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior
resection, dimana dilakukan anastomoseend to end antara usus
aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas
analverge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intra
abdominal ekstra peritoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan
businasi secara rutin guna mencegah stenosis).2
4. Post operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal
pull-through), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk
short segmen, tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih
dahulu dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif
dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila
keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa
kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan
penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada
hari kedua sesudah operasi dan pemberian nutisi enteral secara penuh
dimulai pada pertengahan hari keempat pada pasien yang sering muntah
pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode
ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau
dihentikan.2
16

K. Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit
Hirschsprung dapat digolongkan atas2,7 :
1. Kebocoran anastomose
2. Stenosis
3. Ruptur kolon
4. Enterokolitis
5. Gangguan fungsi spinchter.2,7

L. Prognosis
Akibat yang dihasilkan setelah perbaikan penyakit Hirschsprung secara
definitif adalah sulit untuk ditentukan karena terjadi konflik pada laporan
dalam literatur. Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan tinggi,
sementara yang lain melaporkan kejadian yang signifikan dalam konstipasi
dan inkontinensia. Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit
Hirschsprung membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki
inkontinensia. Umumnya, lebih dari 90% pasien dengan penyakit
Hirschsprung memiliki hasil memuaskan.2
17

BAB III
RINGKASAN

Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana


tidak dijumpai pleksus Auerbach dan pleksus Meissner pada kolon.Gambaran
klinis penyakit hirschprung: pada periode neonatal ada triasgejala klinis yang
sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam
pertama), muntah berwarna hijau dan distensi abdomen. Sedangkan pada anak
yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi
buruk ( failure to thrive), terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.,
riwayat BAB yang tak pernah normal, letargis, demam yang tidak terlalu tinggi,
nafsu makan menurun, diarrhea, distensi abdomen yang berat, feses berbau busuk.
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit
Hirschprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus
letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnose
Hirschsprung adalah barium enema dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi.
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi.
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Penatalaksanaan penyakit hirschprung adalah tindakan operatif dengan
prognosis umumnya, lebih dari 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung
memiliki hasil memuaskan.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Yoshida, C Jr. Hirschprung Disease Imaging [diunduh pada 7 Oktober


2012 dari:http://emedicine.medscape.com/article/409150-overview].
2. Kartono D. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan
Duhamel modifikasi. Disertasi. Pascasarjana FKUI. 1993
3. Lee, Steven L, (2005), Hirschprung disease,
http://www.emedicine.com/med/topic
4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta:EGC, 2006
5. Sjamsuhudajat, R., Wim de jong. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC. 2004.
6. Swenson O. Hirschsprung’s disease : A Review. J Pediatr 2002.Hal. 914-
918
7. Swenson, O., J. Sherman, J. Fisher, and E. Cohen : The treatment
and postoperative complications of congenital megacolon: a 25 year
follow-up.Ann Surg, 182:266, 1995.
8. Wyllie R. Gangguan Motilitas dan Penyakit Hirschprung dalam Ilmu
Kesehatan Anak Nelson vol 2. Edisi 15. Jakarta: ECG. 1999. Hal. 1315-1319
9. Mantu, F.N. Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta: ECG. 1994. Hal.103

Anda mungkin juga menyukai