Anda di halaman 1dari 8

Definisi

Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh human herpes
virus 3, sama dengan yang menyebabkan varicella. HZO juga merupakan penyakit pada mata
yang biasanya bermanifestasi ruam kulit unilateral yang menyakitkan pada daerah atau
dermatom sesuai distribusi saraf trigeminus dan adneksa okular.3 Herpes Zoster Oftalmikus
(HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal
(N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama
N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur
okular dan periokular.1
Etiologi
HZO disebabkan oleh virus varicella-zoster yang telah teraktivasi kembali dari status dormannya
pada sel ganglion dorsal di sistem saraf pusat. Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae,
seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus. Dari tempat tersebut virus
tersebut berjalan dari neruon-neuron menuju akxon sensorik pada kulit dan akan membentuk lesi
vesikular pada kulit. Aktivasi kembali dari virus varicella-zoster diperngaruhi oleh virulensi
virus dan status imun tubuh hostnya yang turun. Selain itu, kejadian HZO akan meningkat ketika
seseorang berusia diatas 60 tahun. Sistem imun sangat berpengaruh besar pada kejadian HZO ini,
hal tersebut dibuktikan bahwa risiko terbesar penyakit ini adalah keadaan immunocompromised
seperti pada pasien HIV yang 15 kali lebih besar risikonya terkena HZO. Faktor yang
menyebabkan reaktivasi juga dapat karena trauma lokal, demam, paparan sinar UV, Udara
dingin, penyakit sistemik, menstruasi, stres dan emosi.2,3
Patogenesis
Virus varicella zoster mempunyai sifat seperti virus pada umumnya yaitu menyebabkan infeksi
primer dalam hal ini adalah varisela/cacar air dan sebagian dari virus tersebut akan bersifat laten
dan adakalanya pula diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian hari berupa zoster.
Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi
pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited
pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau
imunosupresif bisa berakibat fatal. Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili

Herpes viridae. Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion.
Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa
yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran virus
dalam ganglion dan ke kulit.10 Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh
infeksi yang menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal
ini terjadi sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit
dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena. Tandatanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya akan mengakibatkan
ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi
untuk resiko lebih tinggi terkena gannguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76% pasien dengan
tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan.9

Gambar 1. Tanda Hutchinson. Gambar dikutip dari C. Stephen Foster, MD, Massachusetts Eye
Research and Surgery Institute, Harvard Medical School.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada HZO ini dapat berupa manifestasi lokal maupun
sistemik. Fase prodromal, pada fase ini pasien merasakan kelelahan, malaise, dan demam ringan
yang berlangsung hingga satu minggu sebelum ruam pada dahi atas. Nyeri lateral hingga ke mata
dan sakit kepala juga dirasakan oleh pasien. Selanjutnya, makula eritematosa muncul di
sepanjang dermatom yang terlibat, untuk papula dan vesikula yang berisi cairan bening serosa
dan kemudian menjadi pustula cepat berkembang selama beberapa hari. Lesi ini akan pecah dan

biasanya akan menjadi berkerah dan memburuhkan beberapa minggu untuk penyembuhan.
Manifestasi kulit melibatkan lebih dari satu cabang dari persarafan saraf trigeminus yaitu cabang
supraorbital, lakrimal dan cabang nasosiliar. Tanda klasik yaitu keterlibatan pada ujung hidung
atau tanda Hutchinson (gambar 1) telah dianggap sebagai prediktor klinis keterlibaran okular.

Gambar 2. Tanda herpes zoster oftalmikus dan distribusi dari cabang persyarafannya. Dikutip
dari Am Fam Physician. 2002.
Pada tabel 1 ditampilkan beberapa tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien HZO khususnya
pada bagian-bagian mata.

Tabel 1. Tanda lain pada mata yang ditemukan di HZO, dikutip dari Am Fam Physician. 2002.

Diagnosis
a. Anamnesis
-

Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza like
illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin berakhir sehingga
1 minggu sebelum perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas
kening dan hidung (divisi dermatome pertama daripada nervus trigeminus).10

Kira kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom sebelum
erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus muncul keliatan yang lama
kelamaan akan membentuk kluster yang terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi ini
akan membentuk pustula dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam masa 5
7 hari.

b. Pemeriksaan Fisik
-

Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut urutan


daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.

Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang.4

Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk


menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea dapat
dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton.

Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan ulkus
kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.

Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen anterior
dan kewujudan infiltrat stroma

Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah dibawah
12 15 mmHg).

c. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu :9
i. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik
- Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa

berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofil
ii. Pemeriksaaan serologik.
-

HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV yang kadangkala
asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk mendeteksi retrovirus sesuai untuk
pasien dengan faktor resiko untuk HZ (individu muda daripada 50 tahun yang
nonimunosupres).

iii. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.
Penatalaksanaan
Sebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct
Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti lebih
efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa
dilanjutkan dengan kultur virus.
Pengobatan untuk kasus HZO ini bukan merupakan pengobatan spesifik, tetapi hanya
pengobatan simptomatiknya saja.6 Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi

dengan Acyclovir (5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan


pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi
nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset Acyclovir dalam 72 jam pertama
menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan
mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior.7
Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih
tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada dosis
3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu
mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri.
Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena. Untuk
mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik
oral.7
Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus
disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis
dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal
lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada
keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat
digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal,
serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri. Untuk neuralgia
pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya Gabapentin dosisnya 1,800 mg 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3
hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800 mg sehari. 2 Antibiotik
sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada kasus ini ialah
ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum luas. Isprinol yang
diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas termasuk obat imunomodulator yang
bekerja memperbaiki sistem imun. Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan
sebagai vitamin untuk saraf. Pada umumnya direkomendasikan pemberian NSAID
topikal 4 kali sehari dan ibuprofen sebagai analgetik oral. Ahli THT memberikan obat
kumur tantum verde yang berisi benzydamine hydrochloride,2 merupakan anti inflamasi
non steroid lokal pada mulut dan tengggorokan. Penderita di atas juga mendapatkan

antioksidan berupa asthin force dari ahli penyakit dalam untuk perlindungan kesehatan
kulit.
Daftar Pustaka
1. Voughan D, Tailor A. Penyakit virus : ophtalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika.
1995 : 112, 336.
2. Shaikh, A., TA, N, Christopher. Evaluation and Management of Herpes Zoster
Ophthalmicus. Di akses dari http://www.aafp.org/afp/2002/1101/p1723.html . Mei 2016
3. Herpes Zoster Ophthalmicus. Di akses dari
www.eyewiki.aao.org/Herpes_Zoster_Ophthalmicus .Mei 2016
4. Maria

Diaz.

Herpes

zoster

ophthalmicus.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com/article . Mei 2016


5. Web MD. Herpes of the eye. Diakses dari http://www.medicinenet.com/herpeseye/ .Mei
2016.
6. Ilyas., Sidarta. Yulianti., S.R., Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. 2012. Badan Penerbit
FK UI : Jakarta.
7. Suwarji H. Infeksi viral dan strategi pengobatan anti viral pada penyakit mata. Diakses
dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08InfeksiViral087.pdf. Mei.2016.
8. Ghozie al, M. Handbook of Ophthalmology. 2002. Yogyakarta.
9. Moses S. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari www.fpnotebook.com. Mei 2016.
10. Gurwood AS. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari www.optometry.co.uk. November
16, 2001.

Anda mungkin juga menyukai