Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hemostasis merupakan proses penghentian perdarahan pada pembuluh darah yang
cedera. Proses ini melibatkan banyak faktor seperti pembuluh darah, trombosit dan faktor
pembeku darah. Dalam garis besar proses pembekuan darah itu sendiri meliputi : (1)
pembentukan tromboplastin, (2) pembentukan trombin dan protrombin, (3) pembentukan
fibrin dan fibrinogen.

Peristiwa terjadinya pembekuan darah adalah untuk menutup bagian pembuluh darah
yang rusak (fisiologik normal), namun bila bekuan yang timbul mengakibatkan aliran
darah ke jaringan darah tersumbat, akan terjadi suatu penyakit yaitu trombosis.
Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Bekuan darah ini
biasa disebut trombus dan dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung, atau mikrosirkulasi
yang dapat menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Dalam hal ini
diperlukan obat yang dapat mencegah trombus atau emboli atau tromboemboli.
Obat yang dimaksud dalam paragraf di atas adalah golongan antikoagulan, antitrombosit
dan trombositik, dan obat untuk mengatasi pendarahan termasuk hemostatik.
Obat antikoagulan yang ideal adalah yang dapat mencegah trombosis patologik dan
membatasi cedera reperfusi, tetapi memungkinkan tubuh melakukan respons normal
terhadap cedera vaskular dan membatasi pendarahan.
B. Tujuan praktikum
1. Mengetahui pembuatan heparin injeksi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A.Teori umum

Heparin

Heparin, diperkenalkan tahun 1938, merupakan injectable antikoagulan,

yang bekerja cepat dan sering digunakan untuk kasus darurat penghambat kerja

trombus. Heparin yang sering juga disebut sebagai unfractioned heparin (UFH),

berasal dari bahasa Yunani hepar yang berarti liver. 25 Heparin adalah substansi

alami yang berasal dari hati yang berfungsi untuk pencegahan pembentukan

bekuan. Heparin dalam keadaan normal terdapat sebagai kompleks makromolekul

bersama histamine dalam sel mast. Peranan fisiologik heparin belum diketahui

seluruhnya, akan tetapi pelepasannya ke dalam darah yang tiba-tiba pada syok

anafilaktik menunjukkan bahwa heparin mungkin berperan dalam reaksi

imunologik sehingga ada yang menyebutkan bahwa, daripada sebagai

antikoagulan, tujuan utama dari sekresi heparin adalah untuk pertahahanan

terhadap bakteri dan material asing.

Heparin merupakan campuran glikosaminoglikan anionik rantai lurus

dengan berat molekul rata-rata 15.000. Bersifat asam kuat karena adanya grup

sulfat dan asam karboksilat. Bentuk heparin dengan berat molekul rendah/ Low

Molecular Weight Heparin (LMWH) juga dapat bekerja sebagai antikoagulan.

Enoksaparin merupakan LMWH pertama di Amerika Serikat.

1 Indikasi

Heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang diberikan secara


parenteral dan merupakan obat terpilih bila diperlukan efek yang cepat, misalnya

untuk emboli paru dan DVT, oklusi arteri akut atau infark miokard akut. Obat ini

juga digunakan untuk profilaksis tromboemboli vena selama operasi dan untuk

mempertahankan sirkulasi ekstrakorporal (misalnya mesin dialisis) untuk

mencegah trombosis. Heparin dipakai pada bedah jantung menggunakan cardiac

bypass, bedah vaskuler, dan coronary angioplasti, pada pasien dengan sten arteri

koroner, juga pada pasien-pasien dengan DIC. Insidensi trombosis rekuren pada

arteri koronaria setelah pengobatan trombolitik berkurang setelah dilakukan

pemberian heparin. Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk mengobati

perempuan hamil dengan katub jantung prostetik atau tromboembolisme vena,

karena tidak melewati plasenta. Heparin dipakai pada bedah jantung terbuka untuk

mencegah pembekuan darah dan pada klien gawat darurat yang menderita DIC.

LMWH diindikasikan untuk pencegahan pada tromboembolisme vena,

untuk penatalaksanaan trombosis vena, terapi emboli paru akut, dan untuk terapi

awal pasien dengan unstable angina. Bila dibandingkan dengan UFH, maka

LMWH lebih mempunyai keuntungan yaitu pemberian subkutan satu atau dua

kali sehari dengan dosis yang sama dan tidak memerlukan pemantauan

laboratorium. Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan risiko perdarahan yang

lebih sedikit dan dapat diberikan dengan sistem rawat jalan di rumah tanpa

memerlukan pemberian intravena kontinu.

2 Farmakodinamik

Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan

meningkatkan proses fibrinolisis. Mekanisme kerja heparin adalah dengan


mengikat antitrombin III membentuk kompleks yang lebih berafinitas lebih besar

dari antitrombin III sendiri, terhadap beberapa faktor pembekuan aktif, terutama

thrombin dan faktor Xa. Sediaan LMWH (<6000) beraktivitas anti-Xa kuat dan

sifat antitrombin sedang; sedangkan sediaan heparin dengan dengan berat molekul

tinggi (>25.000) beraktivitas antitrombin kuat dan aktivitas anti-Xa yang sedang.

Dosis kecil heparin dengan AT-III menginaktivasi faktor Xa dan

mencegah pembekuan dengan mencegah perubahan protrombin menjadi

thrombin. Heparin dengan jumlah yang lebih besar bersama AT-III menghambat

pembekuan dengan menginaktivasi thrombin dan faktor-faktor pembekuan

sebelumnya, sehingga mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Heparin

juga menginaktivasi faktor XIIIa dan mencegah terbentuknya bekuan fibrin yang

stabil.

Heparin intravena memiliki awitan kerja yang cepat, puncaknya tercapai

dalam beberapa menit (5-10 menit), dan lama kerjanya singkat. Setelah suatu

dosis heparin IV, waktu pembekuan akan kembali ke normal dalam 2-6 jam. 28

Heparin subkutan diabsorbsi lebih lambat melalui pembuluh darah ke

dalam jaringan lemak. Heparin subkutan memiliki awitan kerja yang lebih lambat,

yaitu baru terlihat efeknya setelah 20-60 menit. Puncaknya tercapai setelah 2 jam

dan memiliki lama kerja yang lebih panjang dari heparin intravena, yaitu sekitar

8-12 jam.

Heparin umumnya diberikan secara intravena, tetapi bisa juga diberikan

subkutan. Efikasi dari kedua metode di atas telah diteliti oleh banyak peneliti yang

masing-masing memberikan hasil yang berbeda dan kontroversial. Kedua metode


memberikan keuntungan dan komplikasi yang berbeda. Pemberian intravena

dapat menimbulkan keadaan bakteremia dan phlebitis, sedangkan pemberian

subkutan sering menyebabkan kemerahan pada tempat injeksi. Pemberian

subkutan banyak dianjurkan karena mengurangi waktu yang digunakan petugas

medis dalam administrasi obat, serta juga dapat mengurangi risiko phlebitis dan

bactereimia. Metode subkutan efektif diberikan dua kali sehari.

Agar obat efektif mencegah pembekuan dan tidak menimbulkan

perdarahan maka diperlukan penentuan dosis yang tepat, pemerikasan darah

berulang dan tes laboratorium yang dapat dipercaya hasilnya. Saat ini telah

terbukti bahwa pemberian dosis kecil heparin subkutan untuk mencegah emboli

vena tidak memerlukan pemeriksaan darah berulang. Berbagai tes yang

dianjurkan untuk memonitor pengobatan dengan heparin adalah: waktu

pembekuan darah (whole blood clotting time), partial thromboplastin time (PTT),

atau activated partial thromboplastin time (APTT). Heparin memperpanjang

waktu pembekuan darah, PTT dan APTT. Heparin dapat menurunkan trombosit

count, menyebabkan trombositopenia. Jika timbul hemoragi diberikan antagonis

koagulan protamin sulfat intravena. Protamin dapat menjadi antikoagulan, tetapi

dengan adanya heparin dia menjadi antagonis.

3. Farmakokinetik

Heparin harus diberikan parenteral dengan suntikan subkutan atau

intravena karena obat ini tidak diabsorbsi dengan baik oleh mukosa

gastrointestinal, dan banyak yang dihancurkan oleh heparinase, suatu enzim

hepar. Pemberian melalui subkutan memberikan masa kerja yang lebih lama tetapi
efeknya tidak dapat diramalkan. Enoksaparin (LMWH) hanya diberikan melalui

subkutan. Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV

dengan dosis terapi, dan kira-kira 20-30 menit setelah suntikan subkutan.

Dalam darah, heparin terikat pada banyak protein yang menetralkan

aktivitasnya dan dapat menyebabkan resistensi pada obat tersebut. Heparin cepat

dimetabolisme, terutama di dalam hati. Meskipun umumnya terbatas dalam

sirkulasi, heparin diambil oleh sistem retikuloendotelial dan mengalami

depolarisasi menjadi produk yang tidak aktif. Karenanya, heparin mepunyai

waktu paruh yang lebih panjang pada pasien sirosis hati. Desulfasi terjadi dalam

fagosit mononuklear. Metabolit yang tidak aktif dan beberapa heparin utuh (hanya

dalam pemberian dosis besar IV) diekskresi melalui urin, sehingga pada

insufisiensi ginjal juga akan memperpanjang waktu paruhnya. Heparin tidak

melewati sawar plasenta dan tidak terdapat dalam air susu ibu. Waktu paruh nya

tergantung dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400, atau 800 unit/kgBB

memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira satu, dua setengah dan lima

jam. Waktu paruh mungkin memendek pada pasien emboli paru sehingga

memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi.

4. Posologi

Pemberian heparin intravena pada orang dewasa biasanya dimulai dengan

5.000 unit dan selanjutnya 5.000-10.000 unit untuk tiap 4-6 jam, tergantung dari

berat badan dan respon pasien. Pada hakekatnya dosis ditentukan berdasarkan

masa pembekuan. Untuk anak dimulai dengan 50 unit/kgBB tiap 4 jam.

Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit


dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5 % atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam

24 jam. Kecepatan infus didasarkan pada nilai APTT. Komplikaasi perdarahan

umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan pemberian secara intermiten. Untuk

anak dimulai dengan 50 unit/kgBB tiap 4 jam.

Heparin dapat juga diberikan secara subkutan dalam. Pada orang dewasa

untuk tujuan profilaksis tromboemboli pada tindakan operasi diberikan 5.000 unit

2 jam sebelum operasi dan selanjutnya tiap 12 jam sampai pasien keluar dari

rumah sakit. Dosis penuh biasanya 10.000-12.000 unit tiap 8 jam atau 14.000

20.000 unit tiap 12 jam.

5. Efek Samping

a. Komplikasi perdarahan: Komplikasi utama dalam terapi heparin adalah

perdarahan. Monitoring waktu perdarahan yang teliti diperlukan untuk

mengurangi masalah tersebut. Perdarahan yang berlebihan ditanggulangi dengan

penghentian obat atau pemberian protamin sulfat yang dengan infus lambat akan

terikat secara ionik dengan heparin dan membentuk kompleks tak aktif yang

stabil.

b. Reaksi hipersensitif: Menggigil, demam, biduran atau syok anafilaktik

dapat terjadi karena preparat heparin diperoleh dari sumber hewani dan oleh

karena itu bersifat antigenik.

c. Trombositopenia: Penurunan jumlah trombosit yang beredar dapat

terjadi setelah 8 hari pengobatan. Pada beberapa pasien, agregasi trombosit akibat

heparin diikuti oleh pembentukan antibodi anti trombosit. Dalam hal ini,

penghentian obat amat perlu. Seandainya terjadi trombositopenia akibat heparin,


terapi dengan obat yang menghambat agregasi trombosit atau antikoagulan oral

diberikan untuk menggantikan heparin.

d. Kontraindikasi: Heparin tidak boleh diberikan pada pasien yang

hipersensitif terhadap heparin. Heparin juga dikontraindikasikan pada pasien yang

sedang mengalami perdarahan atau cenderung mengalami perdarahan misalnya:

pasien hemofili, permeabilitas kapiler yang meningkat, threatened abortion,

endokarditis bakterial subakut, perdarahan intrakranial, lesi ulseratif terutama

pada saluran cerna, anestesia lumbal atau regional, hipertensi berat, syok. Heparin

tidak boleh diberikan selama atau setelah operasi mata, otak atau medula spinal,

dan pasien yang mengalami pungsi lumbal atau anestesi blok. Heparin juga

dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat dosis besar etanol dan peminum

alkohol. Meskipun heparin tidak melalu plasenta, obat ini hanya digunakan untuk

wanita hamil jika memang benar-benar diperlukan. Hal ini disebabkan insiden

perdarahan maternal, lahir mati, dan lahir prematur yang dilaporkan meningkat

pada penggunaan heparin.


B.formulasi sediaan

Heparin 5 ml

Nah2po4

Na2hpo4

Belzalkonium 0,01 %

Aqua pro injeksi ad 5 ml

C. Uraian bahan

1. HEPARIN (fi edisi lll hal, 278 )

Nama resmi : heparinum

Nama lain : heparin

Pemerian : serbuk putih, kuning gelading, agak hidroskopik

Kelarutan : larut dalam 2,5 bagian air

2. NaH2PO4 (ditjen pom 1979,711)

Nama resmi : Natrium fosfat anhidrat


Nama lain : dinatrium hydrogen fosfat
Rm/bm : Na2hpo4/141,96
Pemerian : serbuk putih, higroskopik
Kelarutan : larut dalam 12 bagian air
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai larutan dapar

1. Na2Hpo4 (ditjen pom 1979, 712)


Nama resmi : Natrii dihydrogen phosphas
Nama lain : Natrium dihydrogen fosfat
Rm/bm : NaH2po4/156, 01
Pemerian : hablur, tidak bewarna atau serbuk hablur putih
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai larutan dapar
2. Benzalkonium

D. perhitungan bahan

Yang di produksi = 2 botol vial x 5 ml = 10 ml


1 vial = 5 ml
= 5 ml + 0,3 = 5,3 ml
2 vial = 5,3 x 2 = 10,6 ml
Vol. total yang di buat = 50 ml karena di lebihkan agar cairan lainnya bisa di pakai untuk
uji sediaan evaluasi.
Heparin ph = 5,0 – 7,5
Non elestrik = 1,86
Elektrolit lemah = 2
Elektrolit = 3,4
Perhitungan
1. Benzalkonium = 0,01 % x 50 ml = 0,005 gr
100
2. Heparin = 5000 iu = 4 mg
Perdosis = 5 ml x 4 mg = 20 mg
3. Na2Hpo4 =
4. naH2po4 =

perhitungan ekuivalen Nacl

1. heparin = 17 x liso
Bm
= 17 x 1,8
342,9
= 0,089
2. Na2Hpo4
E = 17 x 1,8
141,96
= 0,215
3. NaH2po4
E = 17 x 1,8
156,01
= 0,196
4. Belzalkonium = 17 x 1,8
3600
= 0,085
Jadi (0,089 + 0,215 + 0,196 + 0,085 = 0,585)
= 0,9 % - 0,585 %
= 0,315 %
= 0,315 = 0,1575 = 0,00315
100 50

Perhitungan dapar
E. permasalahan
F. Penyelesaian

G. Formulasi terkoreksi

BAB 3
METODE KERJA
A. Penimbangan bahan

B. Alat dan bahan yang di gunakan


Alat yang di gunakan yaitu, gelas kimia, kaca arloji, Erlenmeyer, timbangan analitik,
batang pengaduk, tabung reaksi,

Bahan yang di gunakan yaitu heparin, benzalkonium, aqua pro injeksi, Na2Hpo4 dan
NaH2po4
C. Cara kerja
1. Disiapkan Disiapkan alat alat dan dan bahan bahan
2. Sterilisasi alat dengan Sterilisasi alat dengan menggunakan autoklaf menggunakan
autoklaf pada suhu pada suhu 121°C 121°C
selama 20 menit selama 20 menit
3.. Kalibrasi Kalibrasi vial vial 55 mmll
4.. Timbang dan Timbang dan ukur bahan ukur bahan yang akan yang akan digunakan
digunakan
5. Larutkan Heparin Larutkan Heparin dengan dengan aqua aqua pro pro injeksi injeksi
6. Tambahkan Tambahkan Benzalkonium Benzalkonium
7.Tambahkan Tambahkan pendapar pendapar
8.Masukkan kedalam Masukkan kedalam vial, beri vial, beri etiket, label, etiket, label, brosur,
dan brosur, dan kemasan.

D. Etiket,brosur dan wadah sekunder

Etiket
Brosur

HEBIFAR INJEKSI
Komposisi :
Tiap 5 ml vial heparin
mengandung heparin
5000 unit dan zat
tambahan q.s.
Indikasi :
Untuk mencegah dan
mengatasi pembekuan
darah (antikoagulan).
Kontra indikasi :
Hipersensivitas terhadap
heparin atau komponen
lain dalam sediaan;
semua gangguan
perdarahan atau resiko
perdarahan : gangguan
koagulasi, hemophilia,
trombositopenia,
penyakit hati berat, ulkus
peptikum, dll.
Efek samping :
Sakit dada, syok, demam,
sakit kepala, kediginan,
urikaria, alopsia, eczema,
dll.
Dosis :
Dewasa 4 kali sehari
Peringatan
Wadah : sekunder
Obat ini bersifat
hipertonis. Suntikan
perlahan-lahan atau rute
pemberian sub kutan.
Penyimpanan :
Disimpan dalam suhu
kamar dan hindari dari
penyimpanan beku.
E. Evaluasi sediaan

BAB IV
PEMBAHASAN
Antikoagulan adalah obat yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan
jalan menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Antikoagulan diperlukan untuk
mencegah terbentuk serta meluasnya trombus dan emboli, obat golongan ini juga diperlukan
untuk mencegah bekunya darah in vitro pada pemeriksaan laboratorium dan transfusi.
Antikoagulan oral dan heparin menghambat pembentukan fibrin dan digunakan secara
profilaktik untuk mengurangi insiden tromboemboli terutama pada vena. Kedua macam
antikoagulan ini juga bermanfaat untuk pengobatan trombosis arteri karena mempengaruhi
pembentukan fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. Pada
trombus yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya mencegah membesarnya trombus dan
mengurangi kemungkinan terjadinya emboli, tetapi tidak memperkecil trombus.
Menurut cara kerjanya antikoagulan dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu: (1) yang
langsung (direk) pada pembekuan darah dan antitrombin III baik in vivo maupun in vitro,
contohnya adalah heparin; (2) yang tak langsung (indirek) mempunyai khasiat menghambat
pembekuan darah dengan memutuskan hubungan antara faktor pembekuan (II, VII, IX dan
X) yang dibentuk di hati yang memerlukan adanya vitamin K, bekerja secara in vivo,
contohnya adalah antikoagulan oral.

Clotting In Vivo

Clotting In The Lab

1. Antikoagulan Langsung
Heparin adalah golongan obat antikoagulan parenteral, digunakan untuk pengobatan awal
trombosis vena dan embolisme pulmoner karena onset kerjanya yang cepat. Pasien yang
mengalami tromboembolisme berulang dapat diberikan heparin dalam jangka panjang
(meskipun mendapat antikoagulasi oral yang memadai), contohnya adalah pasien dengan
sindrom Trousseau. Heparin digunakan pada penanganan awal pasien dengan angina tidak
stabil atau infark miokardial akut, selama dan setelah angioplasti koroner atau pemasangan
stent, dan selama pembedahan yang memerlukan operasi bypass kardiopulmoner. Heparin
juga digunakan untuk mengobati pasien tertentu dengan koagulasi intravaskuler yang
menyebar.
Heparin bekerja dengan cara mengikat antitrombin III membentuk kompleks yang
berafinitas lebih besar dari antitrombin III sendiri, terhadap beberapa faktor pembekuan
darah aktif, terutama trombin dan faktor Xa. Oleh karena itu heparin mempercepat inaktivasi
faktor pembekuan darah. Dosis kecil heparin dengan AT-III menginaktivasi faktor Xa dan
mencegah pembekuan dengan mencegah perubahan protrombin menjadi trombin. Heparin
dengan jumlah yang lebih besar bersama AT-III menghambat pembekuan dengan
menginaktivasi trombin dan faktor-faktor pembekuan sebelumnya, sehingga mencegah
perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Heparin juga menginaktivasi faktor XIIIa dam
mencegah terbentuknya bekuan fibrin yang stabil.

Heparin tidak diasorbsi secara oral (mukosa gastrointestinal), oleh karena itu harus
diberikan melalui infus intravena kontinu atau injeksi subkutan. Heparin mempunyai onset
kerja segera ketika diberikan secara intravena sedangkan pemberian secara subkutan
memberikan masa kerja yang lebih lama dan efeknya tidak dapat diramalkan. Heparin cepat
dimetabolisme terutama di hati. Masa paruhnya tergantung dari dosis yang digunakan,
suntikan IV 100, 400, atau 800 unit/kgBB memperlihatkan masa paruh masing masing kira
kira 1, 2½ dan 5 jam. Masa paruh mungkin memendek pada pasien emboli paru dan
memanjang pada pasien sirosis hepatis atau penyakit ginjal berat. Heparin tampaknya
dibersihkan dan didegradasi terutama oleh sistem retikuloendotelium; sejumlah kecil heparin
yang tidak didegradasi muncul dalam urine. Untuk heparin dosis besar (injeksi intravena)
diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin. Penderita emboli paru memerlukan dosis heparin
yang lebih tinggi karena bersihan yang lebih cepat. Terdapat variasi individual dalam efek
antikoagulan yang ditimbulkan maupun dalam kecepatan bersihan obat. Heparin tidak dapat
menembus plasenta dan air susu ibu, obat ini tidak menyebabkan malformasi fetus, oleh
karena itu heparin dipilih menjadi obat antikoagulan selama kehamilan. Jika insiden
mortalitas fetus atau persalinan prematur terjadi, maka pemberian heparin harus dihentikan
24 jam sebelum persalinan untuk memperkecil risiko perdarahan pascapersalinan.

2. Antikoagulan tidak langsung


Antikoagulan oral yang paling dikenal adalah golongan derivat 4-hidroksikumarin dan
derivat indan-1,3-dion. Seperti halnya heparin, antikoagulan oral berguna untuk pencegahan
dan pengobatan tromboemboli. Obat ini diindikasikan untuk penyakit dengan kecenderungan
timbulnya tromboemboli, antara lain infark miokard, penyakit jantung reumatik, serangan
iskemia selintas (transient ischemic attacks, TIA), trombosis vena, emboli paru dan DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation).
Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K, vitamin K ialah kofaktor yang
berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, X yaitu dalam mengubah residu
asam glutamat menjadi residu asam gama-karboksiglutamat. Agar bisa berfungsi, vitamin K
mengalami siklus oksidasi dan reduksi di hati. Antikoagulan oral bertugas untuk mencegah
reduksi vitamin K teroksidasi sehingga aktivasi faktor-faktor pembekuan darah
terganggu/tidak terjadi.
Semua derivat 4-hidroksikumarin dan derivat indan-1,3-dion dapat diberikan per oral,
warfarin dapat juga diberikan IM dan IV. Absorpsi dikumarol dan saluran cerna lambat dan
tidak sempurna, sedangkan warfarin diabsorpsi lebih cepat dan hampir sempurna. Kecepatan
absorpsi berbeda untuk tiap individu. Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir
seluruhnya terikat pada albumin plasma, ikatan ini tidak kuat dan mudah digeser oleh obat
tertentu misalnya fenilbutazon dan asam mefenamat. Hanya sebagian kecil dikumarol dan
warfarin yang terdapat dalam bentuk bebas dalam darah, sehingga degradasi dan ekskresi
menjadi lambat. Masa paruh warfarin 48 jam, sedangkan masa paruh dikumarol 10-30 jam.
Masa paruh dikumarol sangat bergantung dosis dan bedasarkan faktor genetik berbeda pada
masing-maing individu. Dikumarol dan warfarin ditimbun terutama dalam paru-paru, hati,
limpa dan ginjal. Efek hipoprotrombinemiknya berkorelasi dengan lamanya obat tinggal di
hati.

Efek terapi baru tercapai 12-24 jam setelah kadar puncak obat dalam plasma, karena
diperlukan waktu untuk mengosongkan faktor-faktor pembekuan darah dalam sirkulasi.
Makin besar dosis awal, makin cepat timbulnya efek terapi; tetapi dosis harus tetap dibatasi
agar tidak sampai menimbulkan efek toksik. Lama kerja sebanding dengan masa paruh obat
dalam plasma.
BAB V
KESIMPULAN
Antikoagulan adalah golongan obat yang dipakai untuk menghambat
pembekuan darah. Obat-obat ini tidak melarutkan bekuan darah seperti trombolotik,
tetapi bekerja sebagai pencegah pembentukan bekuan baru. Antikoagulan digunakan
pada orang yang memiliki gangguan pembuluh arteri dan vena yang membuat orang
tersebut berisiko tinggi untuk pembentukan bekuan darah. Nama dagang obat
antikongulan yaitucaumadin , Obat antikongulan ini tergolong menjadi berberapa yaitu.
1. Heparin
2. Antikoagulan oral.
3. Antikoagulan yang mengikat ion kalsium
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Gilman, A. & Goodman, L. 2007. Goodman & Gilman: Manual Farmakologi dan Terapi. Edisi
XI. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Katzung, B.G. 2011. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi XII. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Sudoyo, A.W., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi IX. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai