Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II

PERCOBAAN III
WAKTU KOAGULASI DARAH

Disusun oleh :
Kelas : C
Golongan/Kelompok : II / 3

Nama
1.
2.
3.
4.
5.

NIM

Shanendra Ulfa Fadhila


Octy Parmastuty
Made Sri Saraswati
Yunita Catur Pratiwi
Sally Ilahana

(FA/09200)
(FA/09203)
(FA/09206)
(FA/09209)
(FA/09212)

Hari/Tanggal Praktikum

:Senin, 25 November 2013

Dosen Jaga

Asisten Jaga

Asisten Koreksi

Tanda Tangan
(
(
(
(
(

)
)
)
)
)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

PERCOBAAN III
WAKTU KOAGULASI DARAH

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan percobaan farmakologi untuk melihat efek antikoagulansia
terhadap waktu koagulasi darah (blood clotting).

II. DASAR TEORI


Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lain, berada dalam
konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh
darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai bahan serta fungsi homeostatis (Sadikin,
2001).
Peristiwa penjendalan (koagulasi) darah adalah sebuah proses yang normal terjadi
sebagai bagian dari mekanisme proses mempertahankan tubuh dalam keadaan normal
(homeostasis). Adanya pembuluh darah yang terpotong atau rusak akan menyebabkan
terjadinya penyempitan bagian yang terluka. Hal ini terjadi karena kontraksi miogenik otot
polos sebagai suatu plasma lokal dan karena refleks simpatik yang merangsang serabut
adrogenik yang menginversi otot polos dinding pembuluh lokal. Kontraksi ini membuat
darah yang keluar dari pembuluh darah akan berkurang (Frandson, 1992). Koagulasi darah
merupakan proses yang berjalan melalui bebrapa tahap ( cascade ) dan melibatkan
berbagai factor indogen. Faktor-faktor tersebut antara lain factor

VII, IX, X dan

disamping faktor-faktor tersebut yang umumnya protein atau polipeptida, dibutuhkan pula
vit K dan ion Ca.
Pendarahan dapat berhenti sendiri misalnya dengan kontraksi vasa ditempat
pendarahan yang terjadi beberapa menit sampai beberapa jam. Apabila pembuluh darah
mengalami dilatasi, darah tidak keluar lagi karena sudah dicegah oleh mekanisme
trombosit. Vasa kontraksi timbul melalui beberapa jalan kontraksi langsung otot pembuluh
darah kemudian anoksia dan reflek lalu adanya serotonis yang keluar dari trombosit yang
menyebabkan vasa kontraksi (Schmid, 1997). Trombosit melekat pada endotel pada tepitepi pembuluh yang rusak. Hal ini terjadi sampai elemen-elemen pembuluh darah yang
putus menyempit. Penjedalan darah sangat penting dalam mekanisme penghentian darah
(Guyton,1989).
Setelah trombosit meninggalkan pembuluh darah dan pecah, maka trombosit akan
mengeluarkan tromboplastin. Bersama-sama dengan ion Ca, tromboplastin mengaktifkan
protrombin menjadi trombin (Evelyn, 1989). Trombin adalah enzim yang mengubah

fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin inilah yang berfungsi menjaring sel-sel darah merah
menjadi gel atau menggumpal (Poedjiadi, 1994).

Bagan Mekanisme penjendalan darah


Waktu normal yang dibutuhkan darah untuk membeku adalah sekitar 9-12 detik.
Setelah itu, darah akan perlahan berhenti dan luka akan mongering (Guyton, 1993).
Koagulasi darah dapat terjadi bila ada perlukaan, yang berarti apabila darah
berkoagulasi maka perdarahan yang terjadi akan berhenti. Akan tetapi koagulasi darah
juga terjadi secara spontan sewaktu darah mengalir di dalam pembuluh darah dengan
sebab yang belum dapat dijelaskan. Pada keadaan yang terakhir ini jendalan darah yang
terbentuk, disebut thrombus ( thrombi ), dapat menyumbat aliran darah apabila terjadi pada
arteriola atau venula ( pembuluh darah yang sempit ). Penyumbatan aliran darah tersebut
akan menjadi persoalan yang serius apabila menyangkut pasokan darah pada organ-organ
vital seperti otak ( terjadi stroke ) dan otot jantung ( infract myocard ). Atas dasar kondisi
patologis tersebut, maka pemakaian anti koagulan dalam terapi menjadi sangat bermakna.
Ada bebrapa kelompok senyawa/obat yang mempengaruhi proses koagulasi darah
dengan beberapa mekanisme yang berbeda, yaitu:
a. Kelompok senyawa I (antikoagulansia)
Contoh obat yang termasuk kelompok senyawa ini adalah:
-

Heparin
Heparin merupakan glikosaminoglikan yang bersifat asam, dapat menghambat
koagulasi darah dengan meningkatkan pembentukan komplek antithrombin III
(sebuah inhibitor protease) dengan thrombin, sehingga thrombin tidak mampu

mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat
terikat kuat dengan AT-III. Heparin berat molekul tinggi (5000-30.000) memiliki
afnitas kuat dengan antitrombin dan menghambat dengan nyata pembekuan darah.
Heparin dengan berat molekul rendah efek antikoagulannya terutama melalui
penghambatan factor Xa oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya tidak cukup
panjang untuk mengkatalisis pembentukan thrombin. Terhadap lemak darah, heparin
bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak darah ke dalam depot lemak.
Aksi penjernih ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-enzim yang
menghidrolisis lemak, salah satunya ialah lipase lipoprotein ke dalam sirkulasi serta
menstabilkan aktivitasnya. Heparin aktif secara in vitro

maupun in vivo, tetapi

memiliki durasi aksi pendek. Heparin biasanya diberikan melalui injeksi intravena
dan subkutan. Bahaya utama pemberian heparin adalah perdarahan. Perdarahan ringan
akibat heparin biasanya cukup diatasi dengan menghentikan pemberian heparin.
Namun, perdarahan yang cukup berat perlu dihentikan secara cepat dengan pemberian
protamin sulfat, suatu antagonis heparin yang diberikan melalui intravena secara
lambat.
Protamin sulfat ialah suatu basa kuat yang dapat mengikat dan menginaktivasi
heparin, tetapi zat ini memiliki efek antikoagulan dan memperpanjang waktu
pembekuan karena protamin juga berinteraksi dengan trombosit, fibrinogen dan
protein plasma lainnya. Oleh karena itu, jumlah protein plasma yang dibutuhkan
untuk menetralkan heparin harus seminimal mungkin, umumnya sekitar 1 mg
protamin untuk tiap 100 U heparin. Protamin digunakan untuk melawan efek
antikoagulan heparin setelah operasi jantung dan tindakan lain pada pembuluh darah.

Warfarin
Warfarin adalah obat antikoagulan oral yang digunakan untuk penyakit dengan
kecendrungan timbulnya tromboemboli, antara lain infark miokard, thrombosis vena,
dan emboli paru (Ganiswara, 1995; Scheinin et al.,2003). Obat ini menghambat
sintesa vitamin K yang merupakan kofaktor dalam aktivasi faktor pembekuan darah
II, VII, IX, dan X (Murray et al, 1997; Wells et al., 2006). Warfarin merupakan
senyawa yang bersifat teratogen. Obat ini mempunyai berat molekul yang kecil yaitu
308,33 g/mol (Farmakope Indonesia, 1995) sehingga dapat melintasi plasenta dan

efek kerjanya sebagai antagonis vitamin K dapat

mempengaruhi perkembangan

embrio dan fetus. Warfarin yang dikonsumsi pada trimester pertama kehamilan dapat
menyebabkan terjadinya kelainan pada janin yang dikenal dengan istilah Fetal
Warfarin Syndrom (FWS). Warfarin dapat diberikan peroral karena dapat diabsorbsi
dengan baik disaluran pencernaan. Onsetnya lambat, tetapi juga mempunyai waktu
paro biologic yang panjang (40 jam) dan membutuhkan waktu hingga 5 hari untuk
nilai prothrombin time kembali normal setelah pemberian warfarin dihentikan.
Warfarin hanya aktif in vivo.
b. Kelompok senyawa II (obat dengan sifat melisis fibrin (fibrinolitik))
Selektivitas kelompok senyawa ini dalam menghambat koagulasi darah adalah
berdasarkan perbedaan keberadaan inhibitor plasmin didalam sirkulasi dengan yang ada
didalam thrombi. Di dalam sirkulasi kadar inhibitor plasmin sangat tinggi sedang di dalam
thrombi kadar inhibitor plasmin sangat rendah.
Contoh obat dari kelompok ini adalah:
-

Streptokinase
Streptokinase (Kabikinase, Streptase) adalah protein yang dibuat dari filtrate kultur
Streptococcus -hemoliticus mampu membentuk komplek dengan plasminogen dan
komplek ini mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin adalah sebuah
enzim protease yang mampu melisis fibrin sehingga tidak terjadi thrombus.
Digunakan pada gangguan trombo-emboli, misalny emboli paru dan infark jantung,
terutama intra-koroner dan intravena. Efek samping yang mungkin ditimbulkan
adalah perdarahan akibat aktivitas plasminogen berlebihan sehingga tidak saja
gumpalan fibrin yang dilarutkan, melainkan juga fibrinogen bebas.

Alteplase adalah enzim serine-protease dari sel endotel pembuluh yang dibentuk
dengan teknik rekombinan DNA. Memiliki waktu paruh hanya 5 menit. Warfarin
bekerja sebagai fibrinolitikum dengan mengikat pada fibrin dan mengaktivasi
plasminogen jaringan. Plasmin yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin dan
dengan demikian melarutkan thrombus. Digunakan dalam infark otot jantung akut.

c. Kelompok senyawa III (antiplatelet)


Senyawa ini efektif mencegah terjadinya thrombosis di arteri. Sedang antikoagulan
tidak efektif mengatasi thrombosis di arteri. Hal ini dikarenakan thrombi yang terbentuk
pada darah yang mengalir cepat, seperti di arteri, tersusun atas banyak platelet dan sedikit

fibrin. Sesuai dengan namanya antilpatelet menghambat koagulasi dengan cara mencegah
terjadinya agregasi platelet. Di dalam arteri yang atheromatous, plaques yang terbentuk
memiliki inti besar yang kaya lipid dan dibungkus kapsul berserabut tipis. Kapsul ini
mudah pecah dan apabila pecah maka kolagen subendotelial akan terbuka dan
mengaktifkan platelet dan beragregasi. Pecahnya kapsul plaque dan terbukanya kolagen
subendotelial ini akan melepaskan thromboksan A2 (TXA2), ADP, dan 5-hidroksitiramin
(5-HT) yang akan lebih memacu agregasi platelet. seperti aspirin, klopidogrel, tirofiban,
eptifibatide, abciximab, dan dipyridamole.
-

Aspirin
Disamping khasiat analgetik dan anti-inflamasi yang ditimbulkan aspirin dalam dosis
tinggi, aspirin juga memiliki efek antikoagulasi jika digunakan dalam dosis rendah.
Aspirin dapat menghambat sintesis TXA2 oleh enzim siklooksigenase (COX).
Kelebihan dari aspirin adalah memiliki waktu kerja yang cepat dan dosis mudah

diregulasi.
Clopidogrel
Clopidogrel mencegah agrerasi platelet dengan menghalangi secara irreversibel efek
ADP pada platelet.
Dalam dunia pengobatan, senyawa/obat yang mampu menghambat koagulasi darah

ini sering digunakan pada pasien-pasien yang dalam masa recovery dari serangan stroke, atau
pada pasien-pasien yang mempunyai resiko infract myocard karena terjadinya thrombus pada
arteri yang memasok darah ke otak atau ke otot jantung.
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
- Pisau scalpel
- Spuit injeksi
- Jarum atau pipa kapiler
- Gelas arloji
- Stop watch
b. Bahan

- Heparin
- Aspirin
c. Hewan uji : Tikus putih (Rattus norvegicus)

IV. CARA KERJA


Tikus ditimbang untuk digunakan dalam menentukan dosis pemberian senyawa uji
( penghambat koagulasi )

Dosis ditentukan berdasarkan dosis lazim pada manusia untuk masing-masing senyawa
kemudian dikonversi menjadi dosis umtuk tikus ( lihat tabel III )

Dilakukan percobaan in vivo dan in vitro

Percobaan in vivo
Dilakukan 3 macam perlakuan : kontrol, heparin, dan aspirin

Diberikan dosis secara i.v atau aspirin secara peroral, dan kontrol tidak diberi perlakuan apaapa

Pada perlakuan kontrol, 10 menit setelah pemberian heparin, dan 60 menit setelah pemberian
aspirin, tikus disayat ekor pada vena lateralis sehingga darah mengalir keluar

Darah segera dibersihkan dengan kain flannel atau kertas tissue

Darah dibiarkan mengalir lagi secara teratur dan diamati sampai terjadinya penjendalan darah
yang ditandai dengan berhentinya aliran darah pada luka buatan tersebut

Waktu dari keluarnya darah pertama kali sampai darah berhenti mengalir dicatat sebagai
waktu penjendalan darah

Percobaan in vitro
Diambil 4 x 0,5 ml 1,0 ml darah tikus yang tidak diberi obat, masing-masing diteteskan
pada 4 gelas arloji

Semua sample darah kemudian ditambah larutan 0,1 % kalsium sitrat sebanyak 0,2 ml

Gelas pertama darah dicampur dengan volume yang sama larutan heparin dengan

kadar 0,5 mg/ml


Gelas kedua darah dicampur dengan warfarin ( volume sama dosis diperhitungkan

relatif terhadap dosis warfarin )


Gelas ketiga darah dicampur dengan aspirin ( dosis aspirin diperhitungkan )
Gelas keempat darah tidak dicampur apapun

Campuran tersebut dihomogenkan dengan menggunakan ujung jarum

Pada waktu-waktu tertentu ujung jarum tersebut diangkat pelan-pelan

Apabila telah terjadi benang-benang fibrin maka diujung jarum tersebut akan terlihat
bentukan seperti benang yang menggelayut

Waktu antara penetesan darah di gelas arloji dan terbentuknya benang fibrin dicatat sebagai
waktu prothrombin ( prothrombin time )

ANALISIS DATA
Dibandingkan waktu penjendalan darah pada tikus yang diberi senyawa (heparin dan aspirin)
dengan waktu penjendalan darah pada tikus yang tidak diberi senyawa penghambat
penjendalan darah.

V. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN


a. In vivo
Tikus I ( kontrol )
Berat badan : 165 gram
Tidak diberi perlakuan.
Tikus II ( heparin )
Berat badan : 167 gram
Stok = 90 IU/mL
Vp = 167 gram x 1 mL
200 gram
= 0,835 mL
Tikus III ( aspirin )
Berat badan : 183 gram
Stok = 0,72 mg/mL
Vp = 183 gram x 2 mL
200 gram
= 1,83 mL
Perlakuan

Waktu Penjendalan Darah

Kontrol

3 menit 8 detik

Heparin
Aspirin

Lebih dari 1 jam 50 menit


12 menit 38 deik

b. In vitro
Berat tikus : 186,5 gram
Kontrol
Volume kalsium sitrat = 0,2 mL
Heparin
Dosis terapi heparin pada manusia ( 70 kg ) = 5.000 unit
Pada tikus ( 200 gram ) = 0,018 x 5.000 IU
= 90 IU
= 1 mL
Aspirin
Stok = 0,72 mg/mL
Aspirin peroral pada manusia = 80 mg
Pada tikus = 0,018 x 80 mg = 1,44 mg / 200 gram
V maks = 10 mL ( berat tikus 200 gram )
V p = 2 mg / 200 gram
Stok = 1,44 mg/mL
= 18 mg/25 mL
Volume = 0,2 mL
Perlakuan

Waktu Penjendalan Darah

Kontrol

2 menit

Heparin

10 menit

Aspirin

15 menit

VI. PEMBAHASAN
A. Pemerian Bahan
1.

Heparin
Heparin adalah sediaan steril mengandung polosakarida sulfat seperti yang
terdapat dalam jaringan hewan yang menyusui, mempunyai sifat khas menghambat
pembekuan darah. Potensi tiap mg tidak kurang dari 110 IU dan tidak lebih dari 13

Iu dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan dan tidak kurang dari 90% dan
tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera dalam etiket.
Pemerian: Serbuk, putih atau putih daging agak higroskopis
Kelarutan: Larut dalam 2,5 bagian air
Heparin merupakan anti-koagulansia langsung, yang mengandung gugus
karboksil dan sisa sulfat, sehingga heparin merupakan salah satu asam terkuat
dalam tubuh. Heparin bekerja dengan menghambat pembekuan darah yang
kerjanya bergantung adanya Anti-trombin III (suatu 2-globulin dan kofaktor dari
heparin dan memperkuat kerja heparin) sehingga membentuk kompleks heparinantitrombin yang mampu mengaktifkan faktor-faktor Ixa, Xa, XIa, XIIa sehingga
menghambat pembentukan trombin. Pqdq konsentrasi tinggi, heparin menghambat
juga agregasi trombosit.
Heparin juga mempunyai kerja menjernihkan plasma yang berlipid
(membebaskan lipoproteinlipase dari endotelium pembuluh yang mampu
melarutkan khilomikron). Heparin mempercepat penguraian histamin dengan
membebaskan diaminoksidase yang mengoksidasi histamin dan mereduksi
pembentukan aldosteron.
Kerja heparin ditentukan oleh banyaknya muatan negatif dalam molekul (yang
akan meningkat jika sisa asam sulfat tinggi), dan kerja heparin dapat dihentikan
spontan oleh polikation, contih: protamin sulfat
Keuntungan utama heparin adalah karena bekerja langsung setelah pemakaian.
(Farmakope Indonesia Edisi III, hal 280-281)

2. Asetosal (Aspirin)

C9H8O4 (BM 180,157)


Berupa hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun,
atau serbuk hablur putih: tidak berbau atau berbau lemah. Stabil diudara kering,

didalam udara lembab secara terhadap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan
asam asetat. Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam
koroform, dan dalam eter; agak sukar arut dalam eter mutlak. Lebur pada suhu
1410 sampai 1440.
Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan cepat dalam
bentuk utuh dalam lambung, tetapi sebagian besar diusus halus bagian atas. Pada
pemberian rektal, lebih ambat dan tidak sempurna, sehingga cara ini tidak
dianjurkan. Absorbsinya akan lebih cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai
sebagai obat gosok atau salep. Menyebar keseluruh jaringan tubuh dan cairan
transelular sehingga ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, cairan
peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah otak.
Distribusi salisilat terjadi dibanyak jaringan, tetapi yang terutama di mikrosom
dan mitokondria hati.
Salisilat dieksresi dalam bentuk metabolit terutama melalui ginjal,
sebagian kecil melalui keringa dan empedu. Banyak digunakan sebagai
analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. dan digolongkan dalam obat bebas.
Memiliki efek analgesik, aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang. Efek antipiretik, aspirin menurunkan suhu yang
meningkat, sedangkan, efek anti inflamasi, aspirin adalah penghambat non
selektif kedua isoform COX ( Cyclooxygenase ) atau (COX-I dan COX-II) .
Efek platelet, aspirin mempengaruhi hemostasis. Dosis rendah tunggal aspirin
(80 mg sehari) menyebabkan sedikit perpanjangan waktu perdarahan.
B. Pembahasan Cara Kerja
Tujuan percobaan ini adalah mampu melakukan percobaan farmakologi untuk
melihat efek antikoagulansia terhadap waktu koagulasi darah (blood clotting).
Pada praktikum ini, dilakukan dua macam percobaan waktu koagulasi darah,
yaitu secara in vivo dan in vitro.
1. Percobaan in vivo
Pada percobaan waktu koagulasi darah in vivo, digunakan 3 ekor tikus sebagai
subyek uji, 1 ekor tikus sebagai control (tanpa perlakuan) dan 2 ekor tikus lainnya
masing-masing diberi senyawa uji yang akan dianalisis. Senyawa uji yang digunakan
adalah heparin dan aspirin. Pertama-tama, tikus ditimbang untuk selanjutnya
digunakan dalam menentukan dosis pemberian senyawa uji (aspirin dan heparin).

Setelah dilakukan penimbangan, didapatkan bobot tikus I (kontrol) adalah 165 gram,
bobot tikus II sebesar 167 gram, dan bobot tikus III sebesar 183 gram. Kemudian,
dosis senyawa uji yang akan diberikan untuk tikus ditentukan berdasarkan dosis lazim
pada manusia untuk masing-masing senyawa, kemudian dikonversi menjadi dosis
untuk tikus yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Konversi perhitungan dosis antar-jenis subyek uji (Laurence dan Bacharach, 1964)
Mencit

Tikus

Marmot

Kelinci

Kera

Anjing

Manusia

(20 g)

(200 g)

(400 g)

(1,5 kg)

(1 kg)

(12 kg)

(70 kg)

(20 g)

1,0

7,0

12,225

27,8

64,1

124,2

387,9

Tikus

0,14

1,0

1,74

3,9

9,2

17,8

56,0

0,08

0,57

1,0

2,25

5,2

10,2

31,5

0,04

0,25

0,44

1,0

2,4

4,5

14,2

0,016

0,11

0,19

0,42

1,0

1,9

6,1

0,008

0,06

0,10

0,22

0,52

1,0

3,1

0,0026

0,018

0,031

0,07

0,16

0,32

1,0

Mencit

(200 g)
Marmot
(400 g)
Kelinci
(1,5 kg)
Kera
(1 kg)
Anjing
(12 kg)
Manusia
(70 kg)

Dosis lazim heparin pada manusia dengan berat badan sebesar 70 kg adalah 5000 IU.
Kemudian, dihitung dan dilakukan konversi dosis dengan asumsi bobot tikus sebesar 200
gram (0,018). Larutan stok heparin yang digunakan dalam praktikum adalah 90 IU/ml dan
volume pemberian senyawa heparin pada tikus dapat dihitung dengan rumus:

Dari perhitungan yang dilakukan, didapatkan volume pemberian heparin untuk tikus II
sebesar 0,835 ml.
Tikus III diberi perlakuan berupa pemberian senyawa aspirin. Aspirin yang digunakan
dalam percobaan ini berbentuk tablet dengan dosis mg sehingga untuk mendapatkan larutan

stok yang dikehendaki, aspirin digerus kemudian dilarutkan sebanyak 10 mg dalam 13,9 ml
larutan dengan pelarut CMC-Na sehingga didapatkan larutan stok dengan kadar 0,72 mg/ml.
Kemudian, dilakukan perhitungan volume pemberian senyawa aspirin pada tikus dan
didapatkan hasil sebesar 1,83 ml.
Selanjutnya, tikus I (kontrol) disayat ekornya pada vena lateralis . Sebelum dilakukan
penyayatan, bagian ekor tikus yang akan disayat dibersihkan perlahan menggunakan silet
atau pisau kecil agar vena lateralis terlihat lebih jelas. Kemudian, ekor disayat sehingga darah
mengalir keluar. Darah tersebut segera dibersihkan dengan tisu dan darah dibiarkan mengalir
kembali secara teratur hingga terjadinya penjendalan darah yang ditandai dengan berhentinya
aliran darah pada luka tersebut. Waktu keluarnya darah pertama kali hingga darah berhenti
mengalir disebut waktu penjendalan darah. Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan
waktu penjendalan darah pada tikus I selama 3 menit 8 detik.
Tikus II diberi perlakuan berupa pemberian heparin secara intravena (i.v.). 10 menit
setelah pemberian heparin, ekor tikus disayat pada vena lateralis dan diamati waktu
penjendalan darah seperti pada tikus I. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu
penjendalan darah tikus yang diberikan senyawa heparin secara intravena melebihi 1 jam 50
menit.
Tikus III diberi perlakuan berupa pemberian aspirin secara oral. 60 menit setelah
pemberian aspirin, ekor tikus disayat pada vena lateralis dan diamati waktu penjendalan
darah seperti pada tikus sebelumnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu
penjendalan darah tikus yang diberikan senyawa aspirin melalui jalur pemberian oral adalah
12 menit 38 detik. Pengamatan waktu penjendalan darah dilakukan 10 menit setelah
pemberian heparin dan 60 menit setelah pemberian aspirin yang berkaitan dengan jalur
pemberian senyawa uji pada tikus. Heparin diberikan secara intravena sehingga waktu
timbulnya efek lebih cepat karena senyawa uji langsung diabsorpsi sehingga dapat segera
diamati waktu penjendalan darahnya. Sedangkan, aspirin diberikan secara oral sehingga
waktu timbulnya efek lebih lambat karena senyawa uji harus melalui proses first pass effect.
Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa tikus yang diberi senyawa antikoagulan
(aspirin dan heparin) memiliki waktu penjendalan darah yang lebih lama dibandingkan tikus
control. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu penjendalan darah pada tikus yang
diberi heparin lebih lama dibandingkan tikus yang diberi aspirin. Hal ini menunjukkan bahwa
efek antikoagulan pada heparin lebih besar atau poten dibanding aspirin. Heparin bekerja
dengan menghambat koagulasi darah melalui peningkatan pembentukan komplek
antithrombin III (sebuah inhibitor protease) dengan thrombin, sehingga thrombin tidak

mampu mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Sedangkan aspirin bekerja dengan menghambat
sintesis thromboksan A2 (TXA2) oleh enzim siklooksigenase. Secara teoritis, heparin
memiliki durasi (waktu dari mulai timbulnya efek hingga hilangnya efek) yang singkat,
namun pada perocbaan, darah tikus belum menjendal hingga waktu praktikum berakhir. Hal
ini kemungkinan terjadi karena timbulnya efek samping akibat pemberian heparin berupa
perdarahan. Perdarahan ini dapat diatasi dengan menghentikan pemberian heparin karena
telah diketahui bahwa durasi efek heparin singkat. Selain itu, dapat pula diatasi dengan
pemberian polikation, seperti protamin sulfat yang dapat menghentikan kerja heparin secara
spontan. Namun, cara pengatasan perdarahan ini tidak dilakukan dalam praktikum
penjendalan darah diamati hingga waktu praktikum berakhir dan ditentukan waktu
penjendalan darah tikus yang diberi heparin lebih dari 1 jam 50 menit.
2. Percobaan in vitro
Antikoagulan adalah sebuah zat yang mencegah penggumpalan darah; digunakan
untuk profilaksis atau pengobatan gangguan tromboemboli.
Ada dua jenis antikoagulan. Antikoagulan jenis Coumadin digunakan untuk mencegah
pembentukan bekuan darah (profilaksis). Antikoagulan trombolitik digunakan dalam keadaan
darurat untuk melarutkan bekuan darah (pengobatan).
Heparin adalah secara alami antikoagulan yang diproduksi oleh mastosit dan basofil.
Heparin bertindak sebagai antikoagulan, mencegah pembentukan gumpalan dan
perpanjangan gumpalan yang ada dalam darah. Sementara heparin tidak rusak gumpalan yang
sudah dibentuk (tidak seperti jaringan plasminogen penggerak), hal ini memungkinkan tubuh
alami bekuan Lisis mekanisme untuk bekerja biasanya untuk memecah gumpalan yang telah
terbentuk.

Heparin digunakan untuk anticoagulation untuk kondisi berikut:

Sindrom koroner akut, misalnya, NSTEMI

Fibrilasi atrium

Deep vein thrombosis dan pulmonary embolism

Bypass kardiopulmoner untuk operasi jantung.

ECMO sirkuit untuk lima operasi oksigenasi life support


Heparin dan turunannya (enoxaparin, dalteparin, tinzaparin) yang efektif dalam

mencegah dalam vena thromboses dan paru-paru emboli pada pasien resiko, tetapi tidak ada
bukti bahwa salah satu lebih efektif daripada yang lain dalam mencegah kematian.
Heparin mengikat ke enzim inhibitor antithrombin III (AT) menyebabkan perubahan
konformasi yang mengakibatkan yang aktivasi melalui peningkatan fleksibilitas loop situs
reaktif. Diaktifkan pada kemudian inactivates trombin dan protease lain yang terlibat dalam
pembekuan darah, terutama faktor Xa. Tingkat inaktivasi ini protease oleh AT dapat
meningkatkan oleh hingga 1000-fold karena untuk mengikat heparin.
AT mengikat pentasaccharide khusus sulfasi urutan yang terkandung dalam polimer heparin
GlcNAc/NS(6S)-GlcA-GlcNS(3S,6S)-IdoA(2S)-GlcNS(6S)
Perubahan konformasi pada pada heparin-mengikat luka yang inhibisi faktor Xa. Untuk
trombin inhibisi, namun, trombin harus juga mengikat polimer heparin di situs proksimal
untuk pentasaccharide. Sangat negatif muatan listrik dari heparin memberikan kontribusi
untuk interaksi elektrostatik yang sangat kuat dengan trombin. Sebaliknya anti faktor Xa
aktivitas hanya membutuhkan tempat mengikat pentasaccharide.
Perbedaan ukuran ini telah menyebabkan pengembangan rendah--berat molekul yang
heparins (LMWHs) dan lebih baru-baru ini untuk fondaparinux sebagai antikoagulan farmasi.
Rendah--berat molekul yang heparins dan fondaparinux target anti-factor Xa aktivitas
daripada kegiatan anti-thrombin (IIa), dengan tujuan untuk memfasilitasi peraturan lebih
halus kaskade dan indeks terapeutik ditingkatkan. Struktur kimia fondaparinux ditampilkan
ke kiri. Ini adalah pentasaccharide sintetis, struktur kimia yang hampir identik dengan urutan
pentasaccharide AT mengikat yang dapat ditemukan dalam polimerik heparin dan heparan
sulfat.
Dengan LMWH dan fondaparinux, ada risiko mengurangi osteoporosis dan heparin-induced
Trombositopenia (HIT). Pemantauan APTT juga tidak diperlukan dan memang tidak
mencerminkan efek meminum antikoagulan, seperti APTT tidak sensitif terhadap perubahan
dalam faktor Xa.

Danaparoid, campuran heparan sulfat, menyebut senyawa dermatan sulfat dan


kondroitin sulfat, dapat digunakan sebagai antikoagulan pada pasien yang telah
mengembangkan HIT. Karena danaparoid tidak berisi heparin atau heparin fragmen, crossreactivity danaparoid dengan heparin-induced antibodi dilaporkan kurang dari 10%.
Efek heparin diukur di laboratorium saat parsial thromboplastin (aPTT), (waktu yang
dibutuhkan plasma darah menggumpal).
Efek samping dari heparin adalah heparin-induced trombositopenia (HIT). HIT
disebabkan oleh reaksi Imunologi yang membuat trombosit target respon imunologikal, yang
mengakibatkan berkurangnya trombosit. Ini adalah apa yang menyebabkan trombositopenia.
Kondisi ini biasanya dibalik pada penghentian, dan umumnya dapat dihindari dengan
menggunakan heparins sintetis. Ada juga bentuk jinak trombositopenia yang terkait dengan
penggunaan heparin awal, yang menyelesaikan tanpa berhenti heparin.
Ada dua nonhemorrhagic efek samping dari heparin. Yang pertama adalah ketinggian
serum aminotransferase tingkat, yang telah dilaporkan di sebanyak 80% dari pasien yang
menerima heparin. Kelainan ini bukanlah hal yang dikaitkan dengan disfungsi hati, dan itu
menghilang setelah obat dihentikan. Komplikasi lainnya adalah hyperkalemia, yang terjadi
pada 5-10% dari pasien yang menerima heparin, dan hasil aldosterone heparin-induced
penindasan. Hyperkalemia dapat muncul dalam beberapa hari setelah terjadinya heparin
terapi.
Efek samping yang jarang termasuk alopecia dan osteoporosis dengan menggunakan kronis.
Dengan banyak obat-obatan, overdoses dari heparin dapat berakibat fatal. Pada September
2006, heparin menerima publisitas di seluruh dunia ketika bayi lahir prematur 3 meninggal
setelah mereka keliru diberi overdoses heparin di rumah-sakit Indianapolis.

Aspirin/asam asetil salisilat/asetosal merupakan obat hepatotoksik (obat yang dapat


menyebabkan kelainan pada hepar dan tergantung pada besarnya dosis (Predictable)). Gejala
hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25 mg/dl (dosis : 3 5 g/hari).
Keadaan ini nampaknya sangat erat hubungannya dengan kadar albumin darah, karena bentuk
salisilat yang bebas inilah dapat merusak hepar. Pemilihan obat pada anak terbatas pada
NSAID yang sudah diuji penggunaannya pada anak, yaitu: aspirin, naproksen atau tolmetin,
kecuali pemberian aspirin pada kemungkinan terjadinya Reyes Syndrome, aspirin untuk
menurunkan panas dapat diganti dengan asetaminofen, nimesulide, seperti halnya NSAID
lain, tidak dianjurkan untuk anak dibawah 12 tahun karena aspirin bersifat iritatif terhadap

lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi
(kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung), serta menghambat aktivitas
trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan).

MEKANISME KERJA ASPIRIN


Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic
endoperoxides.
Menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya
menghambat agregasi trombosit.
Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan
inilah yang mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient
Ischemic Attack).
Pada endotel pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu
mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.
FARMAKOKINETIKA
Mula kerja : 20 menit -2 jam.
Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalam plasma tidak berbanding lurus dengan
besamya dosis.
Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ; asarn salisilat 2-20 jam tergantung besar
dosis yang diberikan.
Bioavailabilitas : tergantung pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH lambung,
obat antasida dan ukuran partikelnya.
Metabolisme : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan
didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada plasma, hati,
korteks ginjal , jantung dan paru-paru.

Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta konyugasi
metabolitnya.
FARMAKODINAMIK
Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama antasida
dapat mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkan kelarutan dan absorbsinya. Sekitar 7090 % asam salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.
EFEK TERAPEUTIK
Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi
otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko
tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti
koagulan.
KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat
gangguan pembekuan darah.
INTERAKSI OBAT
Obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin converting
enzymes.
EFEK SAMPING
Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.
EFEK TOKSIK
Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun karena
resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering
menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir
kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi
pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air
susu.

Sedangkan sebagai control digunakan Kalsium Sitrat (CCM).

Senyawa ini biasanya digunakan sebagai


Pada percobaan waktu penjendalan darah secara in vitro ini, hal pertama yang
digunakan adalah menimbang hewan uji yang berupa tikus untuk selanjutnya digunakan
sebagai penentuan pemberian dosis kepada hewan uji tersebut. Setelah ditimbang didapatkan
berat tikus sebesar 186,5 g. sehingga didapatkan volume pemberian heparin sebesar I ml,
aspirin seesar 0,2 ml, dan control sebesar 0,2 ml untuk masing-masing uji.
Setelah itu diambil darah dari hewan uji melalui vena yang erdapat pada ekor tikus.
Untuk masing-masing uji diambil 3 tetes darah dan segera dicampur dengan senyawa uji lalu
dihitung waktu penjendalan darah dari mulai senyawa uji maupun control diteteskan sampai
terbentuk benang-benang fibrin saat jarum yang diletakkan pada sampel darah diangkat.
Dari hasil percobaan didapat waktu penjendalan darah untuk sampel control selama 2
menit, untuk senyawa uji aspirin selama 10 menit, dan untuk senyawa uji heparin selama 15
menit. Hal ini sesuai dengan teori dimana antikoagulan heparin bekerja dengan mencegah
terbentuknya benang-benang fibrin, sedangkan aspirin sebagai antiplatelet sehingga untuk
antikoagulan lebih besar efeknya menggunakan heparin. Sedangkan untuk control yang
paling cepat membeku karena tidak adanya antikoagulan sehingga tidak ada senyawa yang
mencegah terbenuknya benang fibrin maupun agregasi platelet.

VII. KESIMPULAN

1. Peristiwa penjendalan (koagulasi) darah adalah sebuah proses yang normal terjadi
sebagai bagian dari mekanisme proses mempertahankan tubuh dalam keadaan normal
(homeostasis).
2. Penjedalan darah sangat penting dalam mekanisme penghentian darah.
3. Adanya

kondisi patologis

penyumbatan aliran darah membuat pemakaian

antikoagulan dalam terapi menjadi sangat bermakna.


4. Senyawa/obat yang dipakai sebagai antikoagulansia dalam percobaan yaitu heparin
dan aspirin.
5. Secara in vivo diperoleh hasil waktu koagulasi darah untuk tikus kontrol, heparin, dan
aspirin berturut-turut : 3 menit 8 detik, >1 jam 50 menit, dan 12 menit 38 detik
6. Secara in vitro diperoleh hasil waktu koagulasi darah untuk tikus kontrol, heparin, dan
aspirin berturut-turut : 2 menit, 15 menit, dan 12 menit.
7. Dari percobaan diperoleh hasil sesuai teori, efek antikoagulan terhadap waktu
koagulasi darah heparin lebih besar dibandingkan aspirin ditandai dengan waktu
penjendalan darah yang lebih lama.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Evelyn, P., 1989, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta.
Frandson, R.D., 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Guyton, Arthur C., 1983, Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit,
EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Poedjiadi, Anna, 1994, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Schmid, K. and Friends, 1997, Animal Physiology: Adaptation and Environment.


Cambridge University Press, USA.

Yogyakarta, 8 Desember 2013


Mengetahui,
Asisten Koreksi,

Praktikan,
Shanendra Ulfa F.

Octy Parmastuty

Made Sri S.

Yunita Catur P.

Sally Ilahana

Anda mungkin juga menyukai