FARMAKOLOGI EKSPRIMENTAL II
PERCOBAAN III
WAKTU KOAGULASI DARAH
Disusun oleh :
Kelas : C
Golongan/Kelompok : II / 3
Nama
1.
2.
3.
4.
5.
NIM
(FA/09200)
(FA/09203)
(FA/09206)
(FA/09209)
(FA/09212)
Hari/Tanggal Praktikum
Dosen Jaga
Asisten Jaga
Asisten Koreksi
Tanda Tangan
(
(
(
(
(
)
)
)
)
)
PERCOBAAN III
WAKTU KOAGULASI DARAH
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan percobaan farmakologi untuk melihat efek antikoagulansia
terhadap waktu koagulasi darah (blood clotting).
disamping faktor-faktor tersebut yang umumnya protein atau polipeptida, dibutuhkan pula
vit K dan ion Ca.
Pendarahan dapat berhenti sendiri misalnya dengan kontraksi vasa ditempat
pendarahan yang terjadi beberapa menit sampai beberapa jam. Apabila pembuluh darah
mengalami dilatasi, darah tidak keluar lagi karena sudah dicegah oleh mekanisme
trombosit. Vasa kontraksi timbul melalui beberapa jalan kontraksi langsung otot pembuluh
darah kemudian anoksia dan reflek lalu adanya serotonis yang keluar dari trombosit yang
menyebabkan vasa kontraksi (Schmid, 1997). Trombosit melekat pada endotel pada tepitepi pembuluh yang rusak. Hal ini terjadi sampai elemen-elemen pembuluh darah yang
putus menyempit. Penjedalan darah sangat penting dalam mekanisme penghentian darah
(Guyton,1989).
Setelah trombosit meninggalkan pembuluh darah dan pecah, maka trombosit akan
mengeluarkan tromboplastin. Bersama-sama dengan ion Ca, tromboplastin mengaktifkan
protrombin menjadi trombin (Evelyn, 1989). Trombin adalah enzim yang mengubah
fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin inilah yang berfungsi menjaring sel-sel darah merah
menjadi gel atau menggumpal (Poedjiadi, 1994).
Heparin
Heparin merupakan glikosaminoglikan yang bersifat asam, dapat menghambat
koagulasi darah dengan meningkatkan pembentukan komplek antithrombin III
(sebuah inhibitor protease) dengan thrombin, sehingga thrombin tidak mampu
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat
terikat kuat dengan AT-III. Heparin berat molekul tinggi (5000-30.000) memiliki
afnitas kuat dengan antitrombin dan menghambat dengan nyata pembekuan darah.
Heparin dengan berat molekul rendah efek antikoagulannya terutama melalui
penghambatan factor Xa oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya tidak cukup
panjang untuk mengkatalisis pembentukan thrombin. Terhadap lemak darah, heparin
bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak darah ke dalam depot lemak.
Aksi penjernih ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-enzim yang
menghidrolisis lemak, salah satunya ialah lipase lipoprotein ke dalam sirkulasi serta
menstabilkan aktivitasnya. Heparin aktif secara in vitro
memiliki durasi aksi pendek. Heparin biasanya diberikan melalui injeksi intravena
dan subkutan. Bahaya utama pemberian heparin adalah perdarahan. Perdarahan ringan
akibat heparin biasanya cukup diatasi dengan menghentikan pemberian heparin.
Namun, perdarahan yang cukup berat perlu dihentikan secara cepat dengan pemberian
protamin sulfat, suatu antagonis heparin yang diberikan melalui intravena secara
lambat.
Protamin sulfat ialah suatu basa kuat yang dapat mengikat dan menginaktivasi
heparin, tetapi zat ini memiliki efek antikoagulan dan memperpanjang waktu
pembekuan karena protamin juga berinteraksi dengan trombosit, fibrinogen dan
protein plasma lainnya. Oleh karena itu, jumlah protein plasma yang dibutuhkan
untuk menetralkan heparin harus seminimal mungkin, umumnya sekitar 1 mg
protamin untuk tiap 100 U heparin. Protamin digunakan untuk melawan efek
antikoagulan heparin setelah operasi jantung dan tindakan lain pada pembuluh darah.
Warfarin
Warfarin adalah obat antikoagulan oral yang digunakan untuk penyakit dengan
kecendrungan timbulnya tromboemboli, antara lain infark miokard, thrombosis vena,
dan emboli paru (Ganiswara, 1995; Scheinin et al.,2003). Obat ini menghambat
sintesa vitamin K yang merupakan kofaktor dalam aktivasi faktor pembekuan darah
II, VII, IX, dan X (Murray et al, 1997; Wells et al., 2006). Warfarin merupakan
senyawa yang bersifat teratogen. Obat ini mempunyai berat molekul yang kecil yaitu
308,33 g/mol (Farmakope Indonesia, 1995) sehingga dapat melintasi plasenta dan
mempengaruhi perkembangan
embrio dan fetus. Warfarin yang dikonsumsi pada trimester pertama kehamilan dapat
menyebabkan terjadinya kelainan pada janin yang dikenal dengan istilah Fetal
Warfarin Syndrom (FWS). Warfarin dapat diberikan peroral karena dapat diabsorbsi
dengan baik disaluran pencernaan. Onsetnya lambat, tetapi juga mempunyai waktu
paro biologic yang panjang (40 jam) dan membutuhkan waktu hingga 5 hari untuk
nilai prothrombin time kembali normal setelah pemberian warfarin dihentikan.
Warfarin hanya aktif in vivo.
b. Kelompok senyawa II (obat dengan sifat melisis fibrin (fibrinolitik))
Selektivitas kelompok senyawa ini dalam menghambat koagulasi darah adalah
berdasarkan perbedaan keberadaan inhibitor plasmin didalam sirkulasi dengan yang ada
didalam thrombi. Di dalam sirkulasi kadar inhibitor plasmin sangat tinggi sedang di dalam
thrombi kadar inhibitor plasmin sangat rendah.
Contoh obat dari kelompok ini adalah:
-
Streptokinase
Streptokinase (Kabikinase, Streptase) adalah protein yang dibuat dari filtrate kultur
Streptococcus -hemoliticus mampu membentuk komplek dengan plasminogen dan
komplek ini mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin adalah sebuah
enzim protease yang mampu melisis fibrin sehingga tidak terjadi thrombus.
Digunakan pada gangguan trombo-emboli, misalny emboli paru dan infark jantung,
terutama intra-koroner dan intravena. Efek samping yang mungkin ditimbulkan
adalah perdarahan akibat aktivitas plasminogen berlebihan sehingga tidak saja
gumpalan fibrin yang dilarutkan, melainkan juga fibrinogen bebas.
Alteplase adalah enzim serine-protease dari sel endotel pembuluh yang dibentuk
dengan teknik rekombinan DNA. Memiliki waktu paruh hanya 5 menit. Warfarin
bekerja sebagai fibrinolitikum dengan mengikat pada fibrin dan mengaktivasi
plasminogen jaringan. Plasmin yang terbentuk kemudian mendegradasi fibrin dan
dengan demikian melarutkan thrombus. Digunakan dalam infark otot jantung akut.
fibrin. Sesuai dengan namanya antilpatelet menghambat koagulasi dengan cara mencegah
terjadinya agregasi platelet. Di dalam arteri yang atheromatous, plaques yang terbentuk
memiliki inti besar yang kaya lipid dan dibungkus kapsul berserabut tipis. Kapsul ini
mudah pecah dan apabila pecah maka kolagen subendotelial akan terbuka dan
mengaktifkan platelet dan beragregasi. Pecahnya kapsul plaque dan terbukanya kolagen
subendotelial ini akan melepaskan thromboksan A2 (TXA2), ADP, dan 5-hidroksitiramin
(5-HT) yang akan lebih memacu agregasi platelet. seperti aspirin, klopidogrel, tirofiban,
eptifibatide, abciximab, dan dipyridamole.
-
Aspirin
Disamping khasiat analgetik dan anti-inflamasi yang ditimbulkan aspirin dalam dosis
tinggi, aspirin juga memiliki efek antikoagulasi jika digunakan dalam dosis rendah.
Aspirin dapat menghambat sintesis TXA2 oleh enzim siklooksigenase (COX).
Kelebihan dari aspirin adalah memiliki waktu kerja yang cepat dan dosis mudah
diregulasi.
Clopidogrel
Clopidogrel mencegah agrerasi platelet dengan menghalangi secara irreversibel efek
ADP pada platelet.
Dalam dunia pengobatan, senyawa/obat yang mampu menghambat koagulasi darah
ini sering digunakan pada pasien-pasien yang dalam masa recovery dari serangan stroke, atau
pada pasien-pasien yang mempunyai resiko infract myocard karena terjadinya thrombus pada
arteri yang memasok darah ke otak atau ke otot jantung.
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
- Pisau scalpel
- Spuit injeksi
- Jarum atau pipa kapiler
- Gelas arloji
- Stop watch
b. Bahan
- Heparin
- Aspirin
c. Hewan uji : Tikus putih (Rattus norvegicus)
Dosis ditentukan berdasarkan dosis lazim pada manusia untuk masing-masing senyawa
kemudian dikonversi menjadi dosis umtuk tikus ( lihat tabel III )
Percobaan in vivo
Dilakukan 3 macam perlakuan : kontrol, heparin, dan aspirin
Diberikan dosis secara i.v atau aspirin secara peroral, dan kontrol tidak diberi perlakuan apaapa
Pada perlakuan kontrol, 10 menit setelah pemberian heparin, dan 60 menit setelah pemberian
aspirin, tikus disayat ekor pada vena lateralis sehingga darah mengalir keluar
Darah dibiarkan mengalir lagi secara teratur dan diamati sampai terjadinya penjendalan darah
yang ditandai dengan berhentinya aliran darah pada luka buatan tersebut
Waktu dari keluarnya darah pertama kali sampai darah berhenti mengalir dicatat sebagai
waktu penjendalan darah
Percobaan in vitro
Diambil 4 x 0,5 ml 1,0 ml darah tikus yang tidak diberi obat, masing-masing diteteskan
pada 4 gelas arloji
Semua sample darah kemudian ditambah larutan 0,1 % kalsium sitrat sebanyak 0,2 ml
Gelas pertama darah dicampur dengan volume yang sama larutan heparin dengan
Apabila telah terjadi benang-benang fibrin maka diujung jarum tersebut akan terlihat
bentukan seperti benang yang menggelayut
Waktu antara penetesan darah di gelas arloji dan terbentuknya benang fibrin dicatat sebagai
waktu prothrombin ( prothrombin time )
ANALISIS DATA
Dibandingkan waktu penjendalan darah pada tikus yang diberi senyawa (heparin dan aspirin)
dengan waktu penjendalan darah pada tikus yang tidak diberi senyawa penghambat
penjendalan darah.
Kontrol
3 menit 8 detik
Heparin
Aspirin
b. In vitro
Berat tikus : 186,5 gram
Kontrol
Volume kalsium sitrat = 0,2 mL
Heparin
Dosis terapi heparin pada manusia ( 70 kg ) = 5.000 unit
Pada tikus ( 200 gram ) = 0,018 x 5.000 IU
= 90 IU
= 1 mL
Aspirin
Stok = 0,72 mg/mL
Aspirin peroral pada manusia = 80 mg
Pada tikus = 0,018 x 80 mg = 1,44 mg / 200 gram
V maks = 10 mL ( berat tikus 200 gram )
V p = 2 mg / 200 gram
Stok = 1,44 mg/mL
= 18 mg/25 mL
Volume = 0,2 mL
Perlakuan
Kontrol
2 menit
Heparin
10 menit
Aspirin
15 menit
VI. PEMBAHASAN
A. Pemerian Bahan
1.
Heparin
Heparin adalah sediaan steril mengandung polosakarida sulfat seperti yang
terdapat dalam jaringan hewan yang menyusui, mempunyai sifat khas menghambat
pembekuan darah. Potensi tiap mg tidak kurang dari 110 IU dan tidak lebih dari 13
Iu dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan dan tidak kurang dari 90% dan
tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera dalam etiket.
Pemerian: Serbuk, putih atau putih daging agak higroskopis
Kelarutan: Larut dalam 2,5 bagian air
Heparin merupakan anti-koagulansia langsung, yang mengandung gugus
karboksil dan sisa sulfat, sehingga heparin merupakan salah satu asam terkuat
dalam tubuh. Heparin bekerja dengan menghambat pembekuan darah yang
kerjanya bergantung adanya Anti-trombin III (suatu 2-globulin dan kofaktor dari
heparin dan memperkuat kerja heparin) sehingga membentuk kompleks heparinantitrombin yang mampu mengaktifkan faktor-faktor Ixa, Xa, XIa, XIIa sehingga
menghambat pembentukan trombin. Pqdq konsentrasi tinggi, heparin menghambat
juga agregasi trombosit.
Heparin juga mempunyai kerja menjernihkan plasma yang berlipid
(membebaskan lipoproteinlipase dari endotelium pembuluh yang mampu
melarutkan khilomikron). Heparin mempercepat penguraian histamin dengan
membebaskan diaminoksidase yang mengoksidasi histamin dan mereduksi
pembentukan aldosteron.
Kerja heparin ditentukan oleh banyaknya muatan negatif dalam molekul (yang
akan meningkat jika sisa asam sulfat tinggi), dan kerja heparin dapat dihentikan
spontan oleh polikation, contih: protamin sulfat
Keuntungan utama heparin adalah karena bekerja langsung setelah pemakaian.
(Farmakope Indonesia Edisi III, hal 280-281)
2. Asetosal (Aspirin)
didalam udara lembab secara terhadap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan
asam asetat. Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam
koroform, dan dalam eter; agak sukar arut dalam eter mutlak. Lebur pada suhu
1410 sampai 1440.
Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan cepat dalam
bentuk utuh dalam lambung, tetapi sebagian besar diusus halus bagian atas. Pada
pemberian rektal, lebih ambat dan tidak sempurna, sehingga cara ini tidak
dianjurkan. Absorbsinya akan lebih cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai
sebagai obat gosok atau salep. Menyebar keseluruh jaringan tubuh dan cairan
transelular sehingga ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, cairan
peritoneal, liur dan air susu. Obat ini mudah menembus sawar darah otak.
Distribusi salisilat terjadi dibanyak jaringan, tetapi yang terutama di mikrosom
dan mitokondria hati.
Salisilat dieksresi dalam bentuk metabolit terutama melalui ginjal,
sebagian kecil melalui keringa dan empedu. Banyak digunakan sebagai
analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. dan digolongkan dalam obat bebas.
Memiliki efek analgesik, aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan
intensitas ringan sampai sedang. Efek antipiretik, aspirin menurunkan suhu yang
meningkat, sedangkan, efek anti inflamasi, aspirin adalah penghambat non
selektif kedua isoform COX ( Cyclooxygenase ) atau (COX-I dan COX-II) .
Efek platelet, aspirin mempengaruhi hemostasis. Dosis rendah tunggal aspirin
(80 mg sehari) menyebabkan sedikit perpanjangan waktu perdarahan.
B. Pembahasan Cara Kerja
Tujuan percobaan ini adalah mampu melakukan percobaan farmakologi untuk
melihat efek antikoagulansia terhadap waktu koagulasi darah (blood clotting).
Pada praktikum ini, dilakukan dua macam percobaan waktu koagulasi darah,
yaitu secara in vivo dan in vitro.
1. Percobaan in vivo
Pada percobaan waktu koagulasi darah in vivo, digunakan 3 ekor tikus sebagai
subyek uji, 1 ekor tikus sebagai control (tanpa perlakuan) dan 2 ekor tikus lainnya
masing-masing diberi senyawa uji yang akan dianalisis. Senyawa uji yang digunakan
adalah heparin dan aspirin. Pertama-tama, tikus ditimbang untuk selanjutnya
digunakan dalam menentukan dosis pemberian senyawa uji (aspirin dan heparin).
Setelah dilakukan penimbangan, didapatkan bobot tikus I (kontrol) adalah 165 gram,
bobot tikus II sebesar 167 gram, dan bobot tikus III sebesar 183 gram. Kemudian,
dosis senyawa uji yang akan diberikan untuk tikus ditentukan berdasarkan dosis lazim
pada manusia untuk masing-masing senyawa, kemudian dikonversi menjadi dosis
untuk tikus yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Konversi perhitungan dosis antar-jenis subyek uji (Laurence dan Bacharach, 1964)
Mencit
Tikus
Marmot
Kelinci
Kera
Anjing
Manusia
(20 g)
(200 g)
(400 g)
(1,5 kg)
(1 kg)
(12 kg)
(70 kg)
(20 g)
1,0
7,0
12,225
27,8
64,1
124,2
387,9
Tikus
0,14
1,0
1,74
3,9
9,2
17,8
56,0
0,08
0,57
1,0
2,25
5,2
10,2
31,5
0,04
0,25
0,44
1,0
2,4
4,5
14,2
0,016
0,11
0,19
0,42
1,0
1,9
6,1
0,008
0,06
0,10
0,22
0,52
1,0
3,1
0,0026
0,018
0,031
0,07
0,16
0,32
1,0
Mencit
(200 g)
Marmot
(400 g)
Kelinci
(1,5 kg)
Kera
(1 kg)
Anjing
(12 kg)
Manusia
(70 kg)
Dosis lazim heparin pada manusia dengan berat badan sebesar 70 kg adalah 5000 IU.
Kemudian, dihitung dan dilakukan konversi dosis dengan asumsi bobot tikus sebesar 200
gram (0,018). Larutan stok heparin yang digunakan dalam praktikum adalah 90 IU/ml dan
volume pemberian senyawa heparin pada tikus dapat dihitung dengan rumus:
Dari perhitungan yang dilakukan, didapatkan volume pemberian heparin untuk tikus II
sebesar 0,835 ml.
Tikus III diberi perlakuan berupa pemberian senyawa aspirin. Aspirin yang digunakan
dalam percobaan ini berbentuk tablet dengan dosis mg sehingga untuk mendapatkan larutan
stok yang dikehendaki, aspirin digerus kemudian dilarutkan sebanyak 10 mg dalam 13,9 ml
larutan dengan pelarut CMC-Na sehingga didapatkan larutan stok dengan kadar 0,72 mg/ml.
Kemudian, dilakukan perhitungan volume pemberian senyawa aspirin pada tikus dan
didapatkan hasil sebesar 1,83 ml.
Selanjutnya, tikus I (kontrol) disayat ekornya pada vena lateralis . Sebelum dilakukan
penyayatan, bagian ekor tikus yang akan disayat dibersihkan perlahan menggunakan silet
atau pisau kecil agar vena lateralis terlihat lebih jelas. Kemudian, ekor disayat sehingga darah
mengalir keluar. Darah tersebut segera dibersihkan dengan tisu dan darah dibiarkan mengalir
kembali secara teratur hingga terjadinya penjendalan darah yang ditandai dengan berhentinya
aliran darah pada luka tersebut. Waktu keluarnya darah pertama kali hingga darah berhenti
mengalir disebut waktu penjendalan darah. Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan
waktu penjendalan darah pada tikus I selama 3 menit 8 detik.
Tikus II diberi perlakuan berupa pemberian heparin secara intravena (i.v.). 10 menit
setelah pemberian heparin, ekor tikus disayat pada vena lateralis dan diamati waktu
penjendalan darah seperti pada tikus I. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu
penjendalan darah tikus yang diberikan senyawa heparin secara intravena melebihi 1 jam 50
menit.
Tikus III diberi perlakuan berupa pemberian aspirin secara oral. 60 menit setelah
pemberian aspirin, ekor tikus disayat pada vena lateralis dan diamati waktu penjendalan
darah seperti pada tikus sebelumnya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu
penjendalan darah tikus yang diberikan senyawa aspirin melalui jalur pemberian oral adalah
12 menit 38 detik. Pengamatan waktu penjendalan darah dilakukan 10 menit setelah
pemberian heparin dan 60 menit setelah pemberian aspirin yang berkaitan dengan jalur
pemberian senyawa uji pada tikus. Heparin diberikan secara intravena sehingga waktu
timbulnya efek lebih cepat karena senyawa uji langsung diabsorpsi sehingga dapat segera
diamati waktu penjendalan darahnya. Sedangkan, aspirin diberikan secara oral sehingga
waktu timbulnya efek lebih lambat karena senyawa uji harus melalui proses first pass effect.
Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa tikus yang diberi senyawa antikoagulan
(aspirin dan heparin) memiliki waktu penjendalan darah yang lebih lama dibandingkan tikus
control. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu penjendalan darah pada tikus yang
diberi heparin lebih lama dibandingkan tikus yang diberi aspirin. Hal ini menunjukkan bahwa
efek antikoagulan pada heparin lebih besar atau poten dibanding aspirin. Heparin bekerja
dengan menghambat koagulasi darah melalui peningkatan pembentukan komplek
antithrombin III (sebuah inhibitor protease) dengan thrombin, sehingga thrombin tidak
mampu mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Sedangkan aspirin bekerja dengan menghambat
sintesis thromboksan A2 (TXA2) oleh enzim siklooksigenase. Secara teoritis, heparin
memiliki durasi (waktu dari mulai timbulnya efek hingga hilangnya efek) yang singkat,
namun pada perocbaan, darah tikus belum menjendal hingga waktu praktikum berakhir. Hal
ini kemungkinan terjadi karena timbulnya efek samping akibat pemberian heparin berupa
perdarahan. Perdarahan ini dapat diatasi dengan menghentikan pemberian heparin karena
telah diketahui bahwa durasi efek heparin singkat. Selain itu, dapat pula diatasi dengan
pemberian polikation, seperti protamin sulfat yang dapat menghentikan kerja heparin secara
spontan. Namun, cara pengatasan perdarahan ini tidak dilakukan dalam praktikum
penjendalan darah diamati hingga waktu praktikum berakhir dan ditentukan waktu
penjendalan darah tikus yang diberi heparin lebih dari 1 jam 50 menit.
2. Percobaan in vitro
Antikoagulan adalah sebuah zat yang mencegah penggumpalan darah; digunakan
untuk profilaksis atau pengobatan gangguan tromboemboli.
Ada dua jenis antikoagulan. Antikoagulan jenis Coumadin digunakan untuk mencegah
pembentukan bekuan darah (profilaksis). Antikoagulan trombolitik digunakan dalam keadaan
darurat untuk melarutkan bekuan darah (pengobatan).
Heparin adalah secara alami antikoagulan yang diproduksi oleh mastosit dan basofil.
Heparin bertindak sebagai antikoagulan, mencegah pembentukan gumpalan dan
perpanjangan gumpalan yang ada dalam darah. Sementara heparin tidak rusak gumpalan yang
sudah dibentuk (tidak seperti jaringan plasminogen penggerak), hal ini memungkinkan tubuh
alami bekuan Lisis mekanisme untuk bekerja biasanya untuk memecah gumpalan yang telah
terbentuk.
Fibrilasi atrium
mencegah dalam vena thromboses dan paru-paru emboli pada pasien resiko, tetapi tidak ada
bukti bahwa salah satu lebih efektif daripada yang lain dalam mencegah kematian.
Heparin mengikat ke enzim inhibitor antithrombin III (AT) menyebabkan perubahan
konformasi yang mengakibatkan yang aktivasi melalui peningkatan fleksibilitas loop situs
reaktif. Diaktifkan pada kemudian inactivates trombin dan protease lain yang terlibat dalam
pembekuan darah, terutama faktor Xa. Tingkat inaktivasi ini protease oleh AT dapat
meningkatkan oleh hingga 1000-fold karena untuk mengikat heparin.
AT mengikat pentasaccharide khusus sulfasi urutan yang terkandung dalam polimer heparin
GlcNAc/NS(6S)-GlcA-GlcNS(3S,6S)-IdoA(2S)-GlcNS(6S)
Perubahan konformasi pada pada heparin-mengikat luka yang inhibisi faktor Xa. Untuk
trombin inhibisi, namun, trombin harus juga mengikat polimer heparin di situs proksimal
untuk pentasaccharide. Sangat negatif muatan listrik dari heparin memberikan kontribusi
untuk interaksi elektrostatik yang sangat kuat dengan trombin. Sebaliknya anti faktor Xa
aktivitas hanya membutuhkan tempat mengikat pentasaccharide.
Perbedaan ukuran ini telah menyebabkan pengembangan rendah--berat molekul yang
heparins (LMWHs) dan lebih baru-baru ini untuk fondaparinux sebagai antikoagulan farmasi.
Rendah--berat molekul yang heparins dan fondaparinux target anti-factor Xa aktivitas
daripada kegiatan anti-thrombin (IIa), dengan tujuan untuk memfasilitasi peraturan lebih
halus kaskade dan indeks terapeutik ditingkatkan. Struktur kimia fondaparinux ditampilkan
ke kiri. Ini adalah pentasaccharide sintetis, struktur kimia yang hampir identik dengan urutan
pentasaccharide AT mengikat yang dapat ditemukan dalam polimerik heparin dan heparan
sulfat.
Dengan LMWH dan fondaparinux, ada risiko mengurangi osteoporosis dan heparin-induced
Trombositopenia (HIT). Pemantauan APTT juga tidak diperlukan dan memang tidak
mencerminkan efek meminum antikoagulan, seperti APTT tidak sensitif terhadap perubahan
dalam faktor Xa.
lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi
(kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung), serta menghambat aktivitas
trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan).
Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta konyugasi
metabolitnya.
FARMAKODINAMIK
Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama antasida
dapat mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkan kelarutan dan absorbsinya. Sekitar 7090 % asam salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.
EFEK TERAPEUTIK
Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi
otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko
tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti
koagulan.
KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat
gangguan pembekuan darah.
INTERAKSI OBAT
Obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin converting
enzymes.
EFEK SAMPING
Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.
EFEK TOKSIK
Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun karena
resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering
menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir
kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi
pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air
susu.
VII. KESIMPULAN
1. Peristiwa penjendalan (koagulasi) darah adalah sebuah proses yang normal terjadi
sebagai bagian dari mekanisme proses mempertahankan tubuh dalam keadaan normal
(homeostasis).
2. Penjedalan darah sangat penting dalam mekanisme penghentian darah.
3. Adanya
kondisi patologis
Praktikan,
Shanendra Ulfa F.
Octy Parmastuty
Made Sri S.
Yunita Catur P.
Sally Ilahana