LAPORAN PENDAHULUAN
APCD
A. PENGERTIAN
Perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) disebut juga sebagai
Hemorrhagic Disease of the Newborn (HDN), dahulu lebih dikenal dengan Acquired
Prothrombin Complex Deficiency (APCD). PDVK adalah perdarahan spontan atau
akibat trauma yang disebabkan karena penurunan aktivitas faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi
lain, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit, masih dalam batas normal. Kelainan ini
akan segera membaik dengan pemberian vitamin K.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894 sebagai
perdarahan dar berbagai tempat pada bayi sehat tanpa trauma,asfiksia, ataupun
infeksi pada hari pertama sampai kelima kehidupan. Hubungan antara defisiensi
vitamin K dengan adanya perdarahan spontan diperhatikan pertama kali oleh Dam
pada tahun 1929, sedangkan hubungan antara defisiensi vitamin K dengan HDN
dikemukakan pertama kali oleh Brinkhous dkk pada tahun 1937.
Proses hemostasis merupakan mekanisme yang kompleks, terdiri dari empat fase
yaitu fase vaskular (terjadi reaksi lokal pembuluh darah), fase trombosit (timbul
aktifitas trombosit), fase plasma (terjadi interaksi beberapa faktor koagulasi spesifik
yang beredar di dalam darah) dan fase fibrinolisis (proses lisis bekuan darah). Bila
salah satu dari keempat proses ini terganggu, maka akan timbul gangguan pada
proses hemostasis yang manifestasi klinisnya adalah perdarahan.
Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang diturunkan
secara genetik atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan yang didapat bisa
disebabkan oleh adanya gangguan faktor koagulasi karena kekurangan faktor
pembekuan yang tergantung vitamin K, penyakit hati, percepatan penghancuran
faktor koagulasi dan inhibitor koagulasi. Salah satu diantaranya adalah defisiensi
kompleks protrombin yaitu kekurangan faktor-faktor koagulasi faktor II, VII, IX dan
X.
B. ETIOLOGI
Bayi baru lahir memiliki cadangan vitamin K yang sangat terbatas dan bergantung
pada susu ibu. Rendahnya vitamin K dalam darah dan hati serta kurangnya zat
2
tersebut pada ASI bisa menyebabkan bayi kekurangan vitamin K. Fungsi vitamin K
berperan dalam proses pembentukan kompleks protrombin (faktor II, VII, IX dan X).
Kompleks protrombin dalam tubuh berfungsi sebagai faktor koagulan sehingga tidak
mudah terjadi perdarahan. Bayi yang kekurangan vitamin K mudah mengalami
gangguan perdarahan dan berisiko mengalami perdarahan di otak.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Adanya perdarahan pada :
Intrakranial (30-60%)
Kulit
Intratorakal
Tempat suntikan
Urogenital Track (UGT)
saluran cerna,
umbilikus,
hidung,
bekas sirkumsisi
2. Konvulsi (kejang)
3. Anemia
D. PROSES KOAGULAN
Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik dan
jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel endotelial,
sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue factor (Faktor III)
pada tempat terjadinya luka. Jalur pembekuan darah intrinsik memerlukan faktor
VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu dengan protein prekalikrein, high-molecular weight
kininogen (HMWK), ion kalsium dan fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai
ketika prekalikrein, HMWK, faktor XI dan faktor XII bersentuhan dengan
permukaan sel endotelial, yang disebut dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini
menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian
mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses
pembekuan melalui aktivasi faktor XI, IX, X dan II (protrombin).
Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca,
faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor VIIIa
pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X. Aktifasi
faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin, akan tetapi
makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor VIIIa menjadi bentuk
3
inaktif.
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue
factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel,
adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan
berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktifasi faktor X menjadi faktor Xa
sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja dari
trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF ternyata juga mampu mengaktifkan
faktor IX, sehingga membentuk hubungan antara jalur ekstrinsik dan intrinsic.
Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protombin (faktor II) menjadi trombin
(faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer
dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit,
ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam pembentukan
kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, Faktor V teraktifasi menjadi faktor Va
dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga mengubah faktor XIII menjadi
faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan cross-linked fibrin polymer yang
lebih kuat.
E. PERKEMBANGAN HEMOSTASIS SELAMA MASA ANAK
4
Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir kadar
protein koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti protein
prekalikrein, HMWK, faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi yang
tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih rendah 15-20%
dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang bulan. Kadar inhibitor
koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih rendah 50% dari normal.
Sedangkan kadar faktor VIII, faktor von Willebrand dan fibrinogen setara dengan
dewasa. Kadar protein prokoagulasi ini secara bertahap akan meningkat dan
dapat mencapai kadar yang sama dengan dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor
koagulasi yang tergantung vitamin K berangsur kembali ke normal pada usia 7-10
hari.
Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah mungkin disebabkan oleh
kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora normal usus yang
mampu mensintesis vitamin K. Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga meningkat
dalam 3 6 bulan pertama kehidupan kecuali protein C yang masih rendah sampai
usia belasan tahun.2Meskipun kadar beberapa protein koagulasi lebih rendah,
pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(APTT) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anak dan dewasa. Namun
didapatkan pemanjangan pemeriksaan bleeding time terutama pada usia < 10
tahun, sehingga interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium harus dilakukan
secara hati-hati.
5
Tabel 1. Etiologi gangguan pembekuan darah masa anak.
1. Kekurangan faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K
2. Penyakit hati
3. Percepatan penghancuran faktor koagulasi
a. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
b. Fibrinolisis (penyakit hati, agen trombolitik, pasca pembedahan)
4. Inhibitor terhadap faktor koagulasi
a. Inhibitor spesifik
b. Antibodi antifosfolipid
c. Lain-lain : antitrombin, paraproteinemia
5. Lain-lain
a. Setelah transfusi masif
b. Setelah mendapatkan sirkulasi ekstrakorporal
c. Penyakit jantung bawaan, amiloidosis, sindroma nefrotik
F. DEFISIENSI VITAMIN K
Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang diperlukan
dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K dependent protein ) atau
GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X
(kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan
(menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul faktor II, VII, IX dan X
pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan dalam bentuk prekursor tidak
aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi prekursor tidak aktif menjadi faktor
pembekuan yang aktif.
Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses koagulasi
sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan atau dikenal
dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB). Pada kondisi defisiensi vitamin
K, rantai polipeptida dari faktor koagulasi tergantung vitamin K tetap terbentuk
normal, namun fase karboksilasi (proses gamma karboksilasi dari amino terminal
glutamic acid) tidak terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari faktor II, VII, IX dan X
6
tidak mampu berikatan dengan ion kalsium dan tidak dapat berubah menjadi bentuk
VKDB klasik
VKDB lambat
Secondary PC
7
(APCD)
Umur
< 24 jam
Obat yang
Penyebab &
diminum
terlambat
-Intake Vit K inadekuat
-Kadar vit K rendah pada
ASI
-Tidak dapat profilaksis
vit K
Frekuensi
<5% pada
0,01-1%
kelompok
resiko tinggi
bayi)
Sefalhematom,
umbilikus,
Lokasi
intrakranial,
perdarahan
intraabdominal,
GIT,
intratorakal
-penghentian /
Pencegahan
penggantian
obat penyebab
deficiency
2 minggu 6
bulan (terutama
Segala usia
2-8 minggu)
-Intake Vit K
-obstruksi bilier
inadekuat
-penyakit hati
-Kadar vit K
-malabsorbsi
(nutrisi
intratorakal
-Vit K profilaksis (oral / Vit K profilaksis
im)
(im)
- asupan vit K
adekuat
yang adekuat
Tabel 2 menunjukkan klasifikasi VKDB pada anak berdasarkan etiologi dan
onset terjadinya menjadi 4 kelompok yaitu VKDB dini, VKDB klasik, VKDB
lambat atau acquired prothrombin complex deficiency (APCD) dan Secondary
prothrombin complex (PC) deficiency.
Pendekatan diagnosis VKDB melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Anamnesis dilakukan untuk mencari informasi tentang onset
8
perdarahan, lokasi perdarahan, pola pemberian makanan, serta riwayat pemberian
obat-obatan pada ibu selama kehamilan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat
keadaan umum bayi dan lokasi perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti GIT,
umbilikus, hidung, bekas sirkumsisi dan lain sebagainya.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan aktifitas faktor II, VII, IX,
dan X sedangkan faktor koagulasi lain normal sesuai dengan usia. Terdapat
pemanjangan waktu pembekuan, Prothrombin Time (PT) dan Partial
Thromboplastin Time (PTT), sedangkan Thrombin Time (TT) dan masa perdarahan
normal. Pemeriksaan lain seperti USG, CT Scan atau MRI dapat dilakukan untuk
melihat lokasi perdarahan misalnya jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial.
Selain itu respon yang baik terhadap pemberian vitamin K memperkuat diagnosis
VKDB.
VKDB harus dibedakan dengan gangguan hemostasis lain baik yang
didapat maupun yang bersifat kongenital. Diantaranya gangguan fungsi hati juga
dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor-faktor pembekuan darah, sehingga
memberikan manifestasi klinis perdarahan. Tabel dibawah memperlihatkan gambaran
laboratorium kedua kelainan tersebut.
VKDB
Normal
Penyakit Hati
Sel target
PTT
Memanjang
Memanjang
PT
Memanjang
Memanjang
Normal
Normal/naik sedikit
Trombosit
Normal
Normal
II,VII,IX,X
I,II,V,VII,IX,X
10
kematian dapat mencapai 25% dan kecacatan permanen mencapai 50 65%.
I. GANGGUAN KOAGULASI PADA PENYAKIT HATI
Meskipun kelainan hati yang mendasari berbeda, patofisiologi terjadinya
abnormalitas hemostasis pada penyakit hati hampir sama baik pada neonatus,
anak maupun dewasa. Hati adalah organ yang penting untuk sintesis faktor-faktor
koagulasi (fibrinogen, prekalikrein, HMWK, II, V, VII, IX,X, XI, XII dan
XIII), sintesis plasminogen, regulator koagulasi (antitrombin III, protein C dan
S) dan inhibitor fibrinolisis. Hati juga berperan dalam pemecahan factor-faktor
koagulasi maupun fibrinolisis yang aktif dari sirkulasi. Gangguan fungsi hati dapat
menyebabkan gangguan sintesis protein faktor koagulasi. Selain itu hati merupakan
tempat reaksi karboksilasi post ribosom dari protein yang tergantung vitamin K
sehingga pada gangguan fungsi hepar penggunaan vitamin K akan terganggu pula.
Gangguan fungsi hati dapat disebabkan oleh imaturitas, infeksi, hipoksia, sindrom
Reye, sirosis dan lain-lain.
Manifestasi perdarahan dan gambaran laboratorium tergantung pada berat
ringannya kerusakan hati. Perdarahan spontan jarang terjadi, pada umumnya
terjadi perdarahan di bawah kulit yang timbul akibat prosedur yang invasif. Pada
sirosis hepatis dapat terjadi perdarahan dari gaster dan varises esofagus yang dapat
mengancam jiwa. Pemeriksaan PT memanjang pertama kali dikarenakan kadar
faktor VII menurun paling awal, jika kerusakan hepar terus berlanjut akan diikuti
dengan pemanjangan PTT.
Penatalaksanaan utama adalah untuk penyakit primer yang mendasarinya.
Penanganan abnormalitas koagulasi pada penyakit hati tergantung pada gejala klinis
yang terjadi serta tempat timbulnya perdarahan (misalnya perdarahan GIT,
perdarahan tempat bekas biopsi). FFP dapat diberikan dengan dosis 10-15 ml/kg
berat badan karena mengandung semua faktor - faktor koagulasi yang dibutuhkan.
Kriopresipitat 1 kantung atau 5 kg berat badan diberikan untuk mengatasi
hipofibrinogenemia. Pemberian konsentrat kompleks protrombin yang mengandung
faktor II, VII, IX dan X dengan konsentrasi tinggi, dapat dipertimbangkan pada
kondisi tertentu misalnya untuk persiapan biopsi hati atau pada keadaan dimana
perdarahan sudah tidak dapat diatasi dengan terapi di atas.
Pada penyakit hati juga terjadi defisiensi factor-faktor koagulasi tergantung
vitamin K, maka pemberian vitamin K mampu mengoreksi koagulopati yang terjadi.
11
Vitamin K1 diberikan secara oral, subkutan atau intravena (tidak secara
intramuskular) dengan dosis 1 mg (untuk bayi), 2-3 mg (untuk anak) dan 5-10
mg (untuk dewasa). Prognosis kelainan ini tergantung pada penyakit primer yang
mendasarinya dan pemberian terapi yang adekuat dalam mengatasi perdarahannya.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Meliputi :
a. Biodata : untuk mengetahui identitas bayi dan orangtua, sehingga dapat
mempermudah dalam memberikan informasi. Tanggal lahir bayi perlu dikaji
untuk menentukan bayi lahir aterm atau premature sehingga memperkuat
diagnosa icterus fisiologis atau patologis.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan, meliputi
Riwayat prenatal :
1.)
12
3.) Penyakit yang pernah diderita selama hamil, terutama yang berkaitan
dengan gangguan fungsi hepar .
4.) Kebiasaan ibu selama hamil, nutrisi ibu yang kurang dapat menyebabkan
partus prematurus dan nutrisi lebih mengakibatkan preeklamsi.Kebiasaan
merokok, mengkonsumsi bahan narkotik, minum alkohol dapat
menyebabkan premature (Kapita Selekta ,1994)
Riwayat natal :
Cara pertolongan pertama dalam penjepitan tali pusat yang terlambat
sehingga darah itu banyak mengalir ke janin lewat tali pusat dan akan
mengakibatkan terjadinya policitemia yang akan meningkatkan produksi
bilirubin (IKA I, FKUI, 1990).
Riwayat post natal :
Bayi minum ASI atau susu formula
c. Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji adalah dimana ada faktor-faktor yang meurun atau
pembawaan orang tua misalnya, penyakit diabetes melitus pada saat
kelahiran menyebabkan hiperglikemi pada bayi, sehingga meningkatnya
viskositas darah menghambat konjugasi indirect dalam hepar.
d. Riwayat psikososial
Terjadinya devisiensi vitamin K pada bayi menyebabkan orang tua
mengalami perubahan psikologis berupa kecemasan, sedih, kurang
pengetahuan tentang perawatan, pengobatan serta komplikasi yang akan
timbul (Cindy Smith,1988).
e. Pemeriksaan fisik.
f. Keadaan yang dapat kita temukan pada bayi hiperbilirubinemia, yaitu
1.)
2.) Kepala dan rambut: rambut kemerahan dan penyebaran masih jarang
menandakan kelahiran premature.Hematom menunjukkan trauma
13
persalinan.Pada mata ditemukan sklera tampak icterus, mata cowong,
mukosa bibir kering, ubun-ubun cekung, releks menghisap lemah dan
lehe kaku (Doenges,1994).
3.) Abdomen: peristaltik meningkat, tali pusat harus dirawat dengan baik
untuk mencegah infeksi.
4.) Genetalia: ditemukan warna kemerahan pada kulit daerah anus karena
iritasi dari bilirubin dan enzim-enzim yang dikeluarkan feces.
5.) Neurologi: reflek moro menurun, tidak ada kejang pada tahap kritis.
6.) Muskuloskeletal: ada tanda kern ikterus seperti spasme, kejang-kejang,
kedutan pada wajah dan ekstremitas, tangan mengepal,extensi dan
endotorasi (IKA, 1990).
7.) Integumen: lanugo pada wajah, telinga, pelipis, dahi, punggung adalah
indikasi bayi premature.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifa
n bersihan jalan
napas b.d.
produk mukus
berlebihan dan
kental, batuk
tidak efektif.
Perencanaan Keperawatan
Intervensi
Tujuan dan
kriteria hasil
Jalan napas
1.
Auskultasi
pasien akan
bunyi napas
paten dengan
2.
Kaji
kriteria hasil:
karakteristik
jalan napas
secret
bersih, sesak 3.
Beri posisi
tidak ada,
untuk pernapasan
tidak terdapat
yang optimal
suaranafas
yaitu 35-450
tambahan,
4.
Lakukan
RR 15-35
nebulizer, dan
X/menit.
fisioterapi napas
Rasional
1.Menetukan adekuatnya
pertukran gas dan luasnya
obstruksi akibat mucus.
2.Infeksi ditandai dengan
secret tebal dan
kekuningan
3.Meningkatkan
pngembangan diafragma
4.Nebulizer membantu
menghangatkan dan
mengencerkan secret.
Fisioterapi membantu
merontokan secret untuk
14
5.
Resiko
kekurangan
volume cairan
b.d devisiensi
vitamin K
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d intake
inadekuat.
Tidak
menunjukan
tanda-tanda
dehidrasi,
cairan
adekuat.
Beri agen
antiinfeksi sesuai
order
6.
Berikan
cairan per oral
atau iv line sesuai
usia anak.
1.
Berikan
cairan rehidrasi
peroral
2. Berikan dan
monitor cairan
yang diberikan.
dengan
criteria:
3.
Catat input
turgor kulit
dan ooutput
baik, mata
tidak cowong, 4.
Kaji mukosa
ubun-ubun
bibir dan turgor
tidak
kulit.
cekung,bibir
lembab.
5.
Beri cairan iv
line
Stauts nutrisi 1 Auskultasi bunyi
dalam batas
usus
normal
2 Kaji kebutuhan
dengan
harian anak
criteria: BB
bertambah 1 3 Ukur lingkat
kg/minggu,
lengan, ketebalan
tidak pucat,
trisep
anoreksia
4 Timbang berat
hilang, bibir
badan setiap hari.
lembab
1.Memenuhi kebutuhan
cairan melalui oral.
2. Untuk mengetahui
kebutuhan cairan.
3.Untuk mengetahui
keseimbangan cairan
4.Untuk mengetahui
adanya tanda-tanda
dehidrasi
5.Untuk memenuhi
kebutuhan cairan melelui
iv line
1.Mendokumentasikan
peristaltis usus yang
dibutuhkan untuk digesti.
2.Membantu menetapkan
diet individu anak
3.Hal ini menentukan
penyimpanan lemak dan
protein.
4.Nutrisi meningkat akan
mengakibatkan
peningkatan berat badan.
5.Memenuhi kebutuhan
nutrisinya.
5
Hipertermi b.d
proses inflamasi
Suhu tubuh
dalam batas
normal
dengan
criteria hasil
suhu 372 0C,
dikeluarkan.
5.Menghambat
pertumbuhan
mikoroorganisme
6.Cairan adekuat
membantu mengencerkan
secret sehingga mudah
dikeluarkan
3. Atur agen
15
kulit hangat
dan lembab,
membrane
mukosa
lembab.
antipiretik sesuai
order.
4. Tingkatkan
sirkulasi ruangan
dengan kipas
angina.
5. Berikan kompres
air biasa
Memfasilitasi kehlangan
panas lewat konveksi
Memfasilitasi kehilangan
panas lewat konduksi
DAFTAR PUSTAKA