KEPUTUSAN DIREKTUR
UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALI MANDARA
PROVINSI BALI
NOMOR 188.4/19431/UPT.RSBM.DISKES/2018
TENTANG
2
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat–Nya, sehingga Pedoman PMKP UPT.
RSUD Bali Mandara Provinsi Bali Tahun 2018 ini dapat disusun dengan baik.
Penyusunan pedoman ini sebagai bagian dari salah satu program kerja
Komite PMKP UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi Bali. Pedoman PMKP ini disusun
sebagai acuan dalam pelaksanaan program PMKP di UPT. RSUD Bali Mandara
Provinsi Bali tahun 2018. Dengan disusunnya pedoman ini, diharapkan mutu
pelayanan pasien dan keselamatan pasien dapat ditingkatkan. Selanjutnya, kami
mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih banyak kesemua pihak yang telah
menyumbangkan pemikiran, ide, dan saran sehingga Pedoman PMKP ini dapat
diselesaikan.
Kami menyadari bahwa Pedoman PMKP UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi
Bali ini masih kurang dari sempurna, untuk itu kami berharap dukungan/saran dan
masukan dari semua pihak untuk perbaikan dan penyempurnaan Pedoman PMKP
UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi Bali kedepannya.
5
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. TujuanPedoman ......................................................................................... 4
C. Pengertian dan Konsep Dasar ................................................................... 4
BAB II PENGORGANISASIAN ............................................................................... 13
BAB III KEGIATAN ................................................................................................. 24
BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN ........................................................... 36
BAB V PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN BERBASIS MUTU
DAN KESELAMATAN PASIEN .................................................................. 39
BAB VI MONITORING DAN EVALUASI ……………………………………………... 42
BAB VII PENUTUP ................................................................................................ 43
6
NOMOR: 188.4/19431/ UPT.RSBM.DISKES/2018
TENTANG PEMBERLAKUAN PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
UPT RSUD BALI MANDARA PROVINSI BALI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien
bukan merupakan hal yang baru. Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
pada tahun (1820–1910) menekankan aspek keperawatan pada peningkatan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai
sekarang adalah “hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan
sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dan
keselamatan pasien dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston pada tahun
1917. Dr. E.A.Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi
yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan
bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah
Sakit. Untuk itu diperlukan adanya penilaian dan penyempurnaan tentang segala
sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Hal ini merupakan tindakan pertama kali
dalam upaya mengidentifikasikan masalah klinis kemudian mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Program. Program standarisasi
adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien. Program ini ternyata sangat berhasil
meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien sehingga banyak Rumah
Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka
spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu
program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara
umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint
Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai
dan mengakreditasi Rumah Sakit.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan
essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun
telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-
7
tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada serta meningkatkan keselamatan
pasien. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar
akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH
tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal
asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3%
biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
dan keselamatan pasien yang dilaksanakan dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru
berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,
namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak
kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara
Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing
negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun
1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan
pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri
Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Pada bulan Mei 1983 di
Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun
pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa
secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih
pada perkembangan awal.
8
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu
dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak
menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan
peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria
untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi
standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik
menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing
kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan
berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit
pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C
juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep
QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan
organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan
monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RSU
Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas
derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984
melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat
penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah
Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial
sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta
pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu
9
(Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba
menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Untuk itu, UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi Bali memiliki Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang bertugas untuk mengelola
pelaksanaan program PMKP di lingkungan Rumah sakit dan memfasilitasi
pelaksanaan program PMKP di unit kerja dan pelayanan UPT. RSUD Bali Mandara
Provinsi Bali. Sebagai ketentuan dasar atau acuan dalam pelaksanaan program
PMKP di UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi Bali, maka disusun Pedoman
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi
Bali.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan
Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
B. TUJUAN PEDOMAN
Tujuan Umum:
Meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin keselamatan pasien di UPT.
RSUD Bali Mandara Provinsi Bali
Tujuan Khusus:
a. Memilih dan menetapkan indikator mutu prioritas rumah sakit
b. Mengukur, menganalisis, dan memvalidasi data indikator mutu
c. Melaporkan dan menganalisis insiden keselamatan pasien
d. Melakukan pengelolaan dan manajemen risiko
e. Melakukan upaya perbaikan menggunakan PDSA
10
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan.
c. Mutu adalah upaya meminimalkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan.
d. Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda
namun berimplikasi pada superprioritas sesuatu hal.
Quality Assurance atau ‘menjaga mutu’ adalah “Suatu program yang
disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan
kewajaran asuhan pasien. Menggunakan peluang untuk meningkatkan
asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap.” (Boy
S. Sabarguna, 2008 : 2)
11
5. Clinical Pathway
Adalah alat yang bermanfaat dalam upaya untuk memastikan adanya integrasi
dan koordinasi yang efektif dan efisien sesuai dengan standar pelayanan
medis maupun keperawatan dan penunjang lainnya, sesuai sumber daya
yang tersedia. Clinical pathway adalah sebuah alur yang menggambarkan
proses mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien. Clinical
Pathway menyediakan standar pelayanan minimal dan memastikan bahwa
pelayanan tersebut tidak terlupakan dan dilaksanakan tepat waktu.
6. Indikator Mutu
Adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau
status dan memungkinkan dilakukan pengukuran terhadap perubahan yang
terjadi dari waktu ke waktu atau tolok ukur prestasi kuantitatif/kualitatif yang
digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan terhadap besaran target
atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya dalam upaya meningkatkan
kesempurnaan suatu produk atau jasa.
Indikator mutu pada upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien terdiri
dari:
a. Indikator Area Klinik
Adalah suatu cara untuk menilai atau mengukur penampilan dan kegiatan
pelayanan klinis. Indikator klinis merupakan variabel yang digunakan untuk
bisa melihat perubahan dalam pelayanan klinis di rumah sakit. Indikator
yang baik adalah sensitive tapi juga spesifik. Dalam SNARS Edisi 1 dari
semua indikator klinis yang ada tidak semua harus dipantau sebagai
indikator mutu rumah sakit, hanya disesuaikan dengan prioritas rumah
sakit.
Adapun yang termasuk dalam indikator klinis adalah sebagai berikut:
1. Assesmen pasien
2. Pelayanan laboratorium
3. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
4. Prosedur bedah
5. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
6. Kesalahan medikasi (medication error) dan Kejadian Nyaris Cedera
(KNC)
7. Penggunaan anestesi dan sedasi
8. Penggunaan darah dan produk darah
9. Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
12
10. Pencegahan dan pengendalian infeksi
11. Riset klinis (belum dilakukan di UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi
Bali)
c. Indikator Manajemen
Adalah suatu cara untuk menilai/mengukur penampilan dan kegiatan
manajemen. Indikator manajemen merupakan suatu variabel yang
digunakan untuk bisa melihat perubahan dalam pelayanan manajemen di
rumah sakit. Indikator yang baik adalah sensitif tapi juga spesifik.
Adapun yang termasuk dalam indikator manajemen adalah sebagai
berikut:
1. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk
memenuhi kebutuhan pasien
2. Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan
3. Manajemen resiko
4. Manajemen penggunaan sumber daya
5. Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
13
6. Harapan dan kepuasan staf
7. Demografi pasien dan diagnosis klinis
8. Manajemen keuangan
9. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat
menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien
dan staf
14
c. Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi
d. Terjangkit penyakit kronik atau penyakit fatal akibat transfusi darah atau
produk darah atau transplantasi organ atau jaringan
e. Penculikan anak termasuk bayi dikirim ke rumah bukan rumah
orangtuanya
f. Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat
kematian atau kehilangan fungsi secara permanen), atau pembunuhan
(yang disengaja) atas pasien, anggota staf, dokter, mahasiswa kedokteran,
siswa latihan, serta pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika berada
dalam lingkungan rumah sakit.
15
11. Kondisi Potensial Cidera (Reportable Circumstance)
adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden.
16
14. FMEA (Failure Modes Effects and Analysis)
FMEA adalah satu alat yang dapat digunakan secara proaktif melakukan
analisis terhadap konsekuensi suatu kejadian yang berujung pada proses
yang kritis dan resiko tinggi.
Rumah sakit dapat juga melakukan identifikasi dan menggunakan alat
serupa untuk melakukan identifikasi dan mengurangi resiko, seperti analisis
terhadap kelemahan yang mengandung bahaya. Untuk menggunakan alat ini
perlu mempelajari cara pendekatannya, dengan menggunakan proses-proses
resiko tinggi, demi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian memakai alat
ini pada proses resiko yang diprioritaskan.
Dengan mengikuti analisis dari hasilnya, pemimpin RS mengambil
tindakan merancang ulang (redesign) proses atau tindakan-tindakan yang
sama guna mengurangi resiko dalam proses tersebut. Proses mengurangi
resiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu tahun dan
didokumentasikan secara efektif.
15. Standar
Adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaitan dengan sesuatu yang
harus dicapai
17
20. Numerator (pembilang)
Adalah besaran sebagai nilai pembilang dalam rumus indikator kinerja.
22. Target
Adalah nilai atau ukuran pencapaian mutu/ kinerja tertentu yang telah
ditetapkan dan wajib dicapai langsung atau bertahap berdasarkan
kemampuan pemilik rumah sakit.
18
BAB II
PENGORGANISASIAN
STRUKTUR ORGANISASI
19
URAIAN TUGAS KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DI UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALI MANDARA
PROVINSI BALI
20
2. Ketua Komite Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien mempunyai tugas:
a. Memastikan kehandalan perencanaan mutu dan keselamatan pasien
berikut teknik dan alat dalam melaksanakan kegiatan tersebut;
b. Memastikan terlaksananya perbaikan mutu dan keselamatan pasien
melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi, fasilitasi, dan audit yang
melibatkan partisipasi pihak-pihak sesuai akuntabilitas masing-masing;
c. Memastikan terlaksananya efektivitas manajemen risiko khususnya
kegiatan pelayanan dan manajemen sehingga terwujud penurunan
angka risiko dan berdampak kepada peningkatan mutu dan keselamatan
pasien;
d. Memastikan terciptanya komunikasi dan hubungan yang baik dengan
partner-partner terkait dengan akreditasi mutu dan keselamatan pasien;
e. Melakukan validasi data untuk memastikan kehandalan informasi
pencapaian indikator mutu dan keselamatan pasien;
f. Melaksanakan pendampingan dan koordinasi dengan pembimbing
akreditasi dalam melaksanakan surveilance dalam mewujudkan
pemenuhan standar mutu dan keselamatan pasien yang telah
ditetapkan;
g. Menyusun kebijakan, strategi dan prosedur di bidang manajemen mutu;
h. Menyusun indikator mutu dan keselamatan pasien;
i. Menyusun program peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
j. Memantau dan mengevaluasi seluruh program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien;
k. Mensosialisasikan hasil pencapaian program penigkatan mutu dan
keselamatan pasien;
l. Mengkoordinasikan pelaksanaan audit mutu internal;
m. Mengkoordinasikan penyusunan rencana dan jadwal kegiatan terkait
dengan akreditasi mutu;
n. Memfasilitasi pembimbing internal dan eksternal terkait dengan
pelaksanaan akreditasi mutu;
o. Memfasilitasi kegiatan yang terkait dengan inovasi mutu baik internal
maupun eksternal;
p. Melaksanakan pengumpulan dan analisis data terkait dengan
pencapaian indikator mutu dan keselamatan pasien;
q. Melaksanakan kegiatan konsultasi terhadap seluruh unit kerja terkait
dengan pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
21
3. Sekretaris Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien mempunyai tugas
sebagai berikut:
a. Melaksanakan kegiatan administrasi pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien ;
b. Mengumpulkan dan menyimpan dengan baik laporan data indikator
mutu dan keselamatan pasien di seluruh unit;
c. Membuat jadwal pertemuan/ rapat, baik yang rutin maupun insidentil;
d. Menyusun jadwal ronde keselamatan pasien ke unit- unit;
e. Menyusun jadwal validasi data mutu klinik;
f. Menyusun laporan insiden eksternal dan internal serta laporan berkala
kegiatan Tim KPRS;
g. Menyusun laporan triwulan dan tahunan sesuai program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien;
h. Mewakili Ketua Tim KPRS bila ketua berhalangan;
i. Mengkoordinir kegiatan seluruh koordinator di unit keselamatan pasien
dan unit penjaminan mutu;
j. Mengkoordinir kegiatan komite/tim terkait dengan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
k. Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dan program di
komite/tim/unit terkait dengan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien;
22
l. Memfasilitasi pembimbingan rapat atau pertemuan terkait pelaksanaan
akreditasi nasional;
m. Memfasilitasi pembimbing internal dan eksternal terkait pelaksanaan
akreditasi nasional;
n. Melakukan koordinasi dengan tim patient safety dan unit terkait dalam
pembuatan RCA dan FMEA;
o. Melakukan koordinasi dengan tim patient safety dan unit terkait dengan
pembimbing quality dan patient safety;
p. Memfasilitasi kegiatan terkait penyelenggaraan pengembangan inovasi
dan gugus kendali mutu;
q. Memfasilitasi rapat dan atau pertemuan koordinasi bulanan dengan
direksi dan unit terkait;
r. Melakukan koordinasi kepada bagian/bidang/komite/unit terkait terhadap
implementasi standar pelayanan yang berfokus kepada pasien dan
manajemen;
s. Menghadiri rapat, pertemuan, workshop dan atau seminar terkait
pengembangan mutu klinik baik internal maupun eksternal.
23
m. Melaksanakan komunikasi secara internal dan eksternal tentang
pencapaian program PMKP kepada unit kerja di lingkungan internal dan
pihak luar melalui surat/email/telepon;
n. Membantu koordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal program tim
peningkatan mutu;
o. Menghadiri rapat, pertemuan, workshop dan atau seminar terkait
pengembangan mutu klinik baik internal maupun eksternal rumah sakit;
p. Menyusun panduan validasi data internal khusus indikator mutu klinik;
q. Membuat alat ukur validasi khusus indikator mutu klinik;
r. Menyelenggarakan kegiatan validasi hasil pencapaian indikator mutu
klinik berkoordinasi dengan unit terkait;
s. Melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal dengan data unit
terkait;
t. Membuat laporan hasil validasi internal khusus indikator mutu klinik;
u. Membuat program inovasi dan gugus kendali mutu internal;
v. Mengkoordinasikan penyelenggaraan pengembangan, inovasi dan
gugus kendali mutu;
w. Mengkoordinasikan program penyegaran dan pelatihan gugus kendali
mutu;
x. Membuat laporan kegiatan pengembangan inovasi dan gugus kendali
mutu;
y. Melakukan koordinasi kepada bagian/bidang/unit terkait terhadap
implementasi standar pelayanan yang berfokus kepada pasien.
24
i. Menyelesaikan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit
tentang pencapaian indikator mutu manajemen;
j. Menyusun bahan rekomendasi terhadap pencapaian indikator mutu
manajemen;
k. Mendistribusikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator mutu
manajemen ke unit terkait;
l. Membuat rekapan dan laporan evaluasi tindak lanjut rekomendasi dari
unit terkait;
m. Melaksanakan komunikasi secara internal dan eksternal tentang
pencapaian program PMKP kepada unit kerja di lingkungan internal dan
pihak luar melalui surat/email/telepon;
n. Membantu koordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal program tim
peningakatan mutu;
o. Menghadiri rapat, pertemuan, workshop dan atau seminar terkait
pengembangan mutu manajemen baik internal maupun eksternal rumah
sakit;
p. Menyusun panduan validasi data internal khusus indikator mutu
manajemen;
q. Membuat alat ukur validasi khusus indikator mutu manajemen;
r. Menyelenggarakan kegiatan validasi hasil pencapaian indikator mutu
klinik berkoordinasi dengan unit terkait;
s. Melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal dengan data unit
terkait;
t. Membuat laporan hasil validasi internal khusus indikator mutu
manajemen;
u. Membuat program inovasi dan gugus kendali mutu internal;
v. Mengkoordinasikan penyelenggaraan pengembangan, inovasi dan
gugus kendali mutu;
w. Mengkoordinasikan program penyegaran dan pelatihan gugus kendali
mutu;
x. Membuat laporan kegiatan pengembangan inovasi dan gugus kendali
mutu;
y. Melakukan koordinasi kepada bagian/bidang/unit terkait terhadap
implementasi standar pelayanan yang berfokus kepada pasien.
25
7. Ketua Tim Keselamatan Pasien mempunyai tugas:
a. Membuat kebijakan sasaran keselamatan pasien;
b. Bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit terhadap pelaksanaan
kegiatan keselamatan pasien rumah sakit;
c. Menyusun kebijakan terkait dengan program keselamatan pasien rumah
sakit;
d. Membuat program kerja keselamatan pasien rumah sakit;
e. Mengkoordinasikan kegiatan sekretariat;
f. Merencanakan pelatihan anggota KPRS;
g. Melakukan koordinasi dengan unit lain untuk melaksanakan program
KPRS;
h. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan seluruh anggota
KPRS; dan
i. Memberikan rekomendasi pemecahan masalah keselamatan pasien
kepada Direktur Rumah Sakit untuk ditindaklanjuti.
9. Koordinator Pelaporan:
a. Menerima dan mencatat seluruh data kejadian/ insiden yang dilaporkan
oleh unit;
b. Mengelompokkan/mengkategorikan jenis laporan kejadian yang diterima;
c. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
keselamatan pasien terkait dengan pelaporan insiden;
d. Menyusun laporan berkala dan khusus dengan kegiatan bidang
pelaporan.
26
b. Mensosialisasikan 6 sasaran keselamatan pasien di unit masing-masing;
c. Membuat laporan insiden keselamatan pasien;
d. Melakukan Investigasi sederhana Insiden Keselamatan Pasien;
e. Mencatat Insiden Keselamatan Pasien;
f. Melaporkan semua insiden keselamatan pasien yang terjadi ke ketua
Tim KPRS.
27
h. Melakukan monitoring dan evaluasi ke unit-unit terhadap pelaksanaan
program Manajemen risiko rumah sakit dan manajemen dari hal lain
yang terkait;
i. Memantau pelaporan berkala dan khusus tentang kegiatan Manajemen
risiko termasuk laporan RCA dan FMEA
28
klinik, serta sesuai dengan praktik bisnis yang sehat dan relevan dengan
informasi terkini;
c. Melaksanakan proses-proses identifikasi dari risiko non klinis;
d. Melaksanakan skoring dan menetapkan prioritas risiko non klinis di
seluruh unit/instalasi/bagian;
e. Melaksanakan koordinasi dengan Unit keselamatan pasien dalam hal
penyelidikan KTD;
f. Melakukan evaluasi terhadap KNC dan proses risiko tinggi lainnya yang
dapat berubah dan berakibat terjadinya kejadian sentinel;
g. Melaksanakan kegiatan RCA dan atau FMEA untuk suatu kejadian yang
berujung kepada risiko tinggi dan sentinel;
h. Melakukan monitoring dan evaluasi ke unit-unit terhadap pelaksanaan
program Manajemen risiko non klinis rumah sakit dan manajemen dari
hal lain yang terkait;
i. Menyusun laporan berkala dan khusus tentang kegiatan Manajemen
risiko non klinis termasuk laporan RCA dan FMEA
15. PIC dalam hal ini Kepala Instalasi/Koordinator unit/Koordinator Pelaksana,
mempunyai tugas:
a. Menyusun Program PMKP Unit kerja
b. Mencatat dan mengumpulkan data mutu dari pengumpul data setiap
bulan;
c. Menganalisa data mutu yang dikumpulkan di unit setiap bulan;
d. Melaporkan data mutu yang sudah dianalisa setiap bulan kepada
Penanggung Jawab;
e. Menyusun FOCUS PDSA apabila indikator tidak tercapai;
f. Melaporkan Insiden Keselamatan Pasien pada Koordinator Pelaporan
KPRS;
g. Mengadakan rapat rutin terkait upaya Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien;
h. Mengajukan dan melaksanakan rencana perbaikan mutu dan
keselamatan pasien;
i. Melaksanakan proses identifikasi risiko-risiko di masing-masing unit;
j. Melaksanakan analisis sederhana terhadap risiko-risiko yang ada;
k. Melakukan monitoring dan evaluasi program risiko di unit yang menjadi
tanggungjawabnya;
l. Melaporkan secara berkala hasil evaluasi program Manajemen risiko
kepada risk manager
29
BAB III
KEGIATAN
Evaluasi dapat dilakukan melalui audit medis dan atau audit klinis untuk menilai
efektivitas penerapan PPK dan alur klinis sehingga dapat dibuktikan bahwa
penggunaan PPK dan CP telah mengurangi adanya variasi dari proses dan hasil.
Indikator area klinis (IAK), indikator area manajemen (IAM), dan indikator sasaran
keselamatan pasien (ISKP) dapat digunakan sebagai indikator audit medis dan
atau audit klinis. Secara rinci, evaluasi terhadap clinical pathway, PPK, prosedur,
standing order dan lainnya dijelaskan dalam panduan terpisah.
30
b. Indikator Mutu
Indikator mutu merupakan salah satu cara rumah sakit dalam mengukur mutu
pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Rumah Sakit setiap tahun wajib
melaksakanan proses pemilihan fokus perbaikan, proses, dan hasil praktik klinis
dan manajemen yang mengacu pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien dan
jenis pelayanan. Pemilihan ini didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko
tinggi, diberikan dalam volume besar atau cenderung menimbulkan masalah.
Fokus perbaikan praktik klins wajib melibatkan Komite medis dan kelompok staf
medis terkait.
Komite PMKP terlibat dalam proses pemilihan prioritas pengukuran pelayanan
klinis yang akan dievaluasi serta melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan
pengukuran di seluruh unit
a. Komite PMKP memfasilitasi pemilihan prioritas pengukuran pelayanan
klinis yang akan dievaluasi
b. Komite PMKP melakukan koordinasi dan integrasi kegiatan pengukuran
mutu di unit pelayanan serta pelaporan
c. Komite PMKP melaksanakan supervisi terhadap progress pengumpulan
data sesuai dengan yang direncanakan
31
Setiap indikator dibuatkan profil atau gambaran singkat tentang indikator tersebut
yang antara lain memuat:
1) Judul indikator
2) Area pengukuran
3) Dimensi mutu
4) Tipe indikator
5) Definisi operasional
6) Tujuan peningkatan mutu
7) Alasan pemilihan indikator
8) Numerator, denumerator, formula
9) Kriteria inklusi dan ekslusi
10) Standar atau target
11) Metodologi pengumpulan data
12) Cakupan data
13) Frekuensi pengumpulan data
14) Metodologi analisis data
15) Sumber data
16) Penanggung jawab pengumpul data
17) Publikasi data
18) Alat audit dan pengumpulan data
Indikator mutu yang sudah dipilih dan sudah tercapai terus menerus selama
setahun, tidak bermanfaat untuk dilakukan perbaikan. Oleh karena itu, perlu diganti
dengan indikator mutu yang baru pada tahun berikutnya.
32
Indikator mutu di unit kerja maupun pelayanan dipergunakan untuk menilai mutu
unit pelayanan maupun unit kerja. Komite PMKP melakukan koordinasi dan
mengorganisasi pemilihan indikator mutu di unit sehingga indikator yang dipolih
tersebut valid, reliable, sensitif, dan spesifik. Pengukuran mutu perlu jua
memperhatikan enam dimensi mutu dari WHO yaitu: effective, efficient,
accessible, acceptable/patient-centred, equitable dan safe.
Pimpunan unit terlibat langsung dalam pemilihan dan penetapan yang ingin diukur
di unit kerja maupun pelayanan. Indikator mutu unit krja dapat menggunakan
indikator mutu yang tercantum dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Indikator mutu unit pelayanan dapat meliputi indikator mutu area klinis, indikator
mutu area manejemen, dan indikator mutu sasaran keselamatan pasien.
c. Keselamatan Pasien
Rumah sakit perlu menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien baik
pelaporan internal maupun eksternal.
1) Insiden Keselamatan pasien
Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Insiden
terdiri dari kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC),
kejadian potensial cedera (KPC), dan kejadian sentinel.
33
o Prosedur pelaporan
o Insidenyang harus dilaporkan yaitu kejadian yang sudah terjadi,
potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi
o Siapa saja yang membuat laporan
o Batas waktu pelaporan
Selain itu, rumah sakit juga wajib membuat laporan ke Komite Nasional
Keselamatan Pasien (KNKP) sesuai peraturan perundangan-undangan dan
dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak mudah
diakses oleh yang tidak berhak.
34
Semua kejadian tersebut diatas harus dilakukan Analisis Akar Masalah atau
Root cause Analysis (RCA). Analisis dan rencana tindakan selesai dalam
waktu maksimal 45 hari setelah kejadian. Sehingga segera didapat upaya
perbaikan sistem atau rancang ulang proses/sistem di rumah sakit (redesign).
Analisis juga perlu dilakukan secara mendalam terhadap tingkat, pola, atau
tren yang tidak diinginkan (KTD) meliputi:
Semua reaksi transfusi yang sudah dikonfirmasi
Semua kejadian serius akibat efek samping obat
Semua kesalahan pengobatan yang signifikan
Semua perbedaan besar antara diagnosis praoperasi dan pascaoperasi
Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderat/dalam dan
anastesi
Kejadian lain (infeksi yang berkaitan dengan wabah)
2) Risk Manajemen
Manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi
dan mengurangi cedera dan mengurangi risiko lain terhadap keselamatan
pasien dan staf. Beberapa kategori risiko yang dapat berdampak pada rumah
sakit meliputi risiko strategis, operasional, keuangan, kepatuhan, dan reputasi.
Komponen penting dalam program manajemen risiko formal meliputi
identifikasi risiko prioritas risiko, pelaporan risiko, manajemen risiko,
investigasi kejdian yang tidak diharapkan (KTD) dan manajemen terkait
tuntutan (klaim).
Proses-proses berisiko yang perlu diperhatikan dalam penerapan
manajemen risiko adalah manajemen pengobatan, risiko jatuh, pengendalian
infeksi, gizi dan risiko peralatan. Sedangkan ruang lingkup manajemen risiko
di rumah sakit meliputi pasien, staf medis, tenaga kesehatan dan tenaga
lainnya yang bekerja di rumah sakit, fasilitas rumah sakit, lingkungan rumah
sakit dan bisnis rumah sakit.
35
mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi. Hal ini didesain untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
1. Failure (F): saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yang
diharapkan baik disengaja maupun tidak
2. Mode (M): cara atau perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan
3. Effect (E): dampak atau konsekuensi modul kegagalan
4. Analysis (A): penyelidikan suatu proses secara detail.
d. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja dilakukan terhadap rumah sakit, Unit kerja, Para Pimpinan RS,
Tenaga profesi, dan Staf.
Penilaian Kinerja dilakukan sesuai dengan keputusan direktur, dimana setiap
pelaporan hasil penilaian kinerja ditembuskan ke Komite PMKP.
a) Penilaian kinerja rumah sakit berupa LAKIP yang disampaikan kepada
Bupati
b) Penilaian Unit kerja berupa pencapian SPM dan indikator mutu prioritas
c) Penilaian para pimpinan RS dilakukan sesuai peraturan yang berlaku
d) Penilaian tenaga profesi dilakukan oleh Komite bersama dengan bagian
kepegawaian/SDM
e) Penilaian staf umum dilakukan oleh atasan langsung.
36
f. Diklat PMKP
Dalam upaya nya meningkatkan pemahaman staf terhadap program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien, Rumah Sakit Mempunyai program pelatihan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien untuk pimpinan sampai staf yang
terlibat dalam pengumpulan, analisis dan validasi data. Untuk itu, diklat PMKP
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a). Program pelatihan PMKP diberikan oleh narasumber yang kompeten
b). Pimpinan, komite medis, keperawatan mengikuti diklat PMKP sesuai dengan
ketersediaan sumber daya yang ada.
c). Semua staf yang terlibat dalam pengumpulan, analisis, validasi data dilatih
pmkp dan khususnya tentang system manajemen data
d). Staf dan semua unit kerja termasuk staf klinis dilatih sesuai dengan
pekerjaan mereka
37
hal yang dapat mempengaruhi keelamatan dan mutu pelayanan tanpa adanya
imbalan dari rumah sakit.
Pengukuran dan evaluasi dilakukan melalui evaluasi rutin menggunakan
survei resmi sesuai user’s guide dari AHRQ Hospital Survey on Patient safety
culture. Survei dilakukan setahun sekali dengan sebelumnya menyusun tim
pelaksana survei.
2) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien untuk mendukung asuhan pasien serta
manajemen rumah sakit lebih baik. Data yang sudah terkumpul perlu
dianalisis dan dibandingkan dengan rumah sakit lain yang sejenis dan
berpartisipasi menggunakan bank data dari luar.
Dengan demikian Rumah sakit memiliki regulasi tentang:
a. Sistem manajemen data yang meliputi pengumpulan, pelaporan, analisis,
feedback, dan publikasi (PMKP 2.1);
b. Menetapkan data yang akan dibandingkan dengan rumah sakit lain atau
menggunakan database ekternal;
c. Menjamin keamanan dan kerahasiaan data dalam berkontribusi dengan
database eksternal.
38
Pengukuran data indikator mutu yang representatif
Unit atau bagian bertanggung jawab dalam mengumpulkan data dan
kemudian melaporkan kepada Komite PMKP. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode penarikan sampel agar data yang
diperoleh dapat mewakili populasi atau unsur sampel (representatif).
Pengambilan data di UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi Bali menggunakan 3
(tiga) metoda sampling yaitu:
a. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan populasi. Metode ini digunakan apabila jumlah populasi
kurang dari 100 sehingga seluruh populasi dijadikan sampel penelitian.
b. Purposif sampling adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja
sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan (sifat-sifat,
karakteristik, ciri, kriteria).
c. Quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara
menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi.
Pengambilan sampel menggunakan tabel isaac michael.
Frekuensi pengumpulan dan analisa data disesuaikan dengan jenis indikator
yang dikumpulkan.
3) Analisa data
Analisis data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan mutu serta
keselamatan pasien untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen rumah
sakit. Teknik statistic dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya
dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan
perbaikan.
39
perbandingan denganstandar serta praktik terbaik berdasar atas referensi
terkini.
Pelaksana analisis data, yaitu staf Komite PMKP dan penanggung jawab
data di unit pelayanan/kerja sudah mempunyai pengalaman, pengetahuan
dan ketrampilan yang tepat sehingga dapat berpartisipasi dalam proses
tersebut dengan baik.
4) Analisa dampak
Program PMKP prioritas Rumah Sakit telah dianalisis dan mempunyai
dampak terhadap peningkatan mutu serta efisiensi biaya pertahun. Program
mutu menyangkut analisis atas dampak prioritas perbaikan yang didukung
oleh Direktur. Direktur RS mengukur keberhasilan program PMKP prioritas
melalui:
• pengukuran capaian indikator area klinis dan manajemen
• pengukuran kepatuhan penerapan skp
• pengukuran kepatuhan pelaksanaan kepatuhan PPK-CPW sehingga
mengurangi variasi dalam pemberian pelayanan
• pengukuran penggunaan sumbr daya termasuk biaya yang dipergunakan
untuk perbaikan di program prioritas rumah sakit.
5) Validasi data
Rumah sakit memiliki regulasi validasi data indikator area klinik yang baru
atau mengalami perubahan dan data yang akan dipublikasikan. Regulasi ini
diterapkan menggunakan proses internal validasi data:
a. RS mempunyai regulasi validasi data, yaitu pengukuran area klinik baru,
bila ada perubahan system pencatan dari manual ke elektronik sehingga
sumber data berubah, bila data yang akan dipublikasi ke masyarakat, bila
40
ada perubahan pengukuran, bila ada perubahan data pengukuran tanpa
diketahui sebabnya, dan bila ada perubahan subyek data seperti
perubahan umur rata-rata pasien, protokol riset dirubah, PPK baru
diberlakukan, terdapat teknologi dan metodologi pengobatan baru.
b. validasi data pada pengukuran mutu area klinik yang baru da bila terjadi
perubahan sesuai denagn regulasi
c. RS telah melakukan validasi data yang akan dipublikasikan di website atau
media lainnya termasuk kerahasiaan pasien dan keakuratan sesuai
dengan regulasi
d. RS telah melakukan perbaikan berdasarkan hasil validasi data.
41
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
42
c. Laporan Validasi Data adalah laporan hasil kegiatan validasi data yang
dibuat untuk memastikan data yang yang akan dipublikasikan
merupakan data valid dan reliable.
d. Laporan Tahunan adalah laporan kegiatan mutu yang dibuat oleh
bidang/bagian/instalasi dan Komite PMKP untuk mengevaluasi seluruh
pemantauan indikator dan keselamatan pasien selama satu tahun,
dengan rangkaian kegiatan, grafik pencapaian, analisis dari waktu ke
waktu, benchmark dengan RS luar dan analisis berdasarkan
panduan/jurnal terkini (evidence based), validasi data dan tindak lanjut
dengan PDSA, serta kegiatan dan project mutu di
unit/instalasi/bidang/bagian yang berupa GKM dan hasil-hasil perubahan
yang telah dicapai dalam bentuk kebijakan/standar prosedur yang baru
yang telah ditetapkan.
Berikut merupakan alur pelaporan di UPT. RSUD Bali Mandara Provinsi Bali
f
e
e
d
b
a
k
Alur laporan data indikator mutu adalah dari unit kerja atau unit layanan
(instalasi) kepada Komite PMKP untuk kemudian diteruskan kepada Direktur
RS dan Pemilik melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Namun perlu
digarisbawahi, bahwa setiap laporan data indikator mutu ditembuskan kepada
atasan masing-masing (kasubid dan kabid) dan kepada para Wadir.
Feedback data hasil analisa indikator mutu juga dilakukan melalui mekanisme
dari hasil analisa Komite PMKP kepada Direktur RS untuk kemudian di
teruskan ke unit kerja / unit layanan terkait.
43
Sedangkan untuk pelaporan indikator keselamatan pasien adalah melalui
proses dari unit kerja kepada Komite PMKP untuk diteruskan kepada Direktur
dan Pemilik melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Feedback juga
diberikan langsung dari direktur kepada unit kerja maupun unit layanan.
Kepatuhan pelaporan
Sistematika pelaporan hasil pengumpulan data pemantauan indikator mutu
adalah sebagai berikut:
a. Unit/bagian mengambil data hasil pemantauan di unit/bagiannya masing-
masing
b. Unit/bagian melaporkan data hasil pemantauan ke Komite PMKP dan ke
unit/bagian di atasnya
c. Komite PMKP mengkompilasi dan menganalisa data hasil pemantauan.
d. Komite PMKP juga mengevaluasi performa setiap unit/bagian yang
memantau indikator yang sama untuk mengetahui unit/bagian mana yang
telah melakukan upaya perbaikan mutu paling baik
e. Hasil analisa data tersebut kemudian diuji validasi oleh petugas validasi
data
f. Data yang telah divalidasi diunggah di web rumah sakit agar dapat
diakses oleh masyarakat umum
g. Komite PMKP menyusun laporan hasil analisa data untuk periode 3 bulan
dan 1 tahun serta hasil penghitungan performa unit/bagian yang terbaik
dan melaporkan ke Direksi rumah sakit
h. Direksi memberikan rekomendasi tindak lanjut
i. Direksi melaporkan ke Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
44
BAB V
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN BERBASIS
MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
2) Do
a. Implementasi rencana dalam ruang lingkup kecil
b. Kumpulkan data untuk membantu dalam evaluasi keberhasilan
3) Study
a. Data yang sudah dikumpulkan kemudian dilakukan analisis
b. Apakah rencana perbaikan berhasil?
c. Apa yang dapat dipelajari dari pelaksanaan rencana dan
pencapaiannya
4) Action
a. Lakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pembelajaran dari tahap study
b. Jika tim menentukan rencana berhasil maka buatkan kebijakan untuk
implementasi
c. Jika tim menenetukan rencana tidak berhasil, kiembali ke siklus PDSA
pertama (plan)
46
terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan
menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika
terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam
setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik
antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari
suatu proses.
47
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
Dinas Kesehatan
Provinsi Bali
48
BAB VII
PENUTUP
49