Anda di halaman 1dari 157

TIM PENYUSUN

DIREKTUR : dr. Dewi Sarli Tombili, Sp.PD

KETUA : dr. Dwi Prasetyo Irawanto

SEKRETARIS : Melti Yuniar, Amd. Kes

ANGGOTA : Rosniwati, S.Tr.Keb

Iksan Indra Cahyadi, AMAK

Magfirah, Amd. Kes

Nopiyana Pujiastuti, AMAK

Naro Elyas Sueratman AR, S. Gz

Hasan. N, S. Kep., NS

Sitti Nurjannah, AMAK

Nurul Yasin, S. Kep., NS

Risma, S. Gz

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanallah ta’ala, atas segala rahmat dan

hidayah yang telah diberikan kepada semuanya, sehingga PENGKAJIAN

PASIEN BLUD Rumah Sakit Konawe Utara ini dapat diselesaikan dan disusun

dengan baik.

Pengkajian Pasien Ulang ini sebagai pedoman yang dapat dipergunakan

dalam melaksanakan tugas di BLUD Rumah Sakit Konawe Utara khususnya

terhadap kebutuhan pasien.

Kami berharap, dengan Pengkajian Pasien Tambahan ini dapat menjadikan

peningkatan dalam proses pelayanan kesehatan yang secara maksimal dan tetap

memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang telah ada.

Konawe utara, 02 Januari 2022

TIM PENYUSUN

2
DAFTAR ISI
Halaman

TIM PENYUSUN ........................................................................................................ 1


KATA PENGANTAR................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................... 3
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... 4
PERATURAN PENGKAJIAN PASIEN (PP) BLUD RUMAH SAKIT KONAWE UTARA
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................................... 1
B. MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................... 1
C. DEFINISI ....................................................................................................... 2
D. LANDASAN HUKUM ..................................................................................... 4
BAB II RUANG LINGKUP .......................................................................................... 7
A. ASSEMENT AWAL ....................................................................................... 7
B. ASSESMENT TAMBAHAN ......................................................................... 10
C. ASSESMENT ULANG ................................................................................. 11
D. LABORATORIUM ....................................................................................... 13
E. RADIOLOGI ................................................................................................ 13
BAB III KEBIJAKAN ................................................................................................. 14
BAB IV TATALAKSANA ........................................................................................... 17
A. ASSESMENT AWAL ................................................................................... 17
B. ASSESMENT TAMBAHAN ......................................................................... 78
C. ASSESMENT ULANG ............................................................................... 121
D. LABORATORIUM ..................................................................................... 137
E. RADIOLOGI .............................................................................................. 145
BAB V..................................................................................................................... 149
BAB V DOKUMENTASI ......................................................................................... 149

3
DAFTAR SINGKATAN

BLUD Badan Layanan Umum Daerah


P3 Perencanaan Pemulangan Pasien
IGD Instalasi Gawat Darurat
DPJP Dokter Penanggung Jawab Pasien
PPJP Perawat penanggung Jawab Pasien
FLACC Face, legs, activity, cry, consolability
NIPS Neonatal Infant pain Scale
HIV Human immunodeficiency virus
RPD Riwayat penyakit Dahulu
RPK Riwayat Penyakit Keluarga
RPS Riwayat Penyakit Sekarang
MST Malnutrition screening Tool

4
PERATURAN DIREKTUR BLUD RUMAH SAKIT KONAWE UTARA

NOMOR : 445.148/SK/BLUD.RSKONUT/IV/2022

TENTANG

PENGKAJIAN PASIEN (PP) BLUD RUMAH SAKIT KONAWE UTARA

DIREKTUR BLUD RUMAH SAKIT KONAWE UTARA

Menimbang : a. Bahwa untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan medis


dirumahsakit, perlu adanya pedoman asesmen awal medis dan
keperawatan di BLUD rumah sakit konawe utara ;
b. Bahwa asesmen awal medis dan keperawatan di BLUD rumah
sakit konawe utara merupakan arahan untuk dilaksanakan oleh
petugas seluruh BLUD rumah sakit konawe utara;
c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas maka perlu
ditetapkan kebijakan tentang asesmen awal medis dan
keperawatan di BLUD rumah sakit konawe utara.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek


Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2001 tentang
Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit
Daerah;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/MENKES/PER/IV
/2007 tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III
/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013
tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraaan Praktik Perawat;

5
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
436/MENKES/SK/VI/1993 tentang Berlakunya Standar
Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis di
Indonesia;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/SK/III
/2007 tentang Standar Profesi Gizi;
10. Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 202 Tahun 2016
tentang izin operasionalBLUD Rumah SakitKonawe Utara;
11. Surat Perintah Bupati Konawe Utara No. 800/3.160 Tahun
2018 tentang pengangkatan Pelaksana Tugas (plt) Direktur
BLUD Rumah Sakit Konawe Utara.
12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan.
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 411
Men.Kes/Per/III/2010 Tentang Laboratorium Klinik
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1087/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit
15. Pedoman Praktik Laboratorium yang Benar (Good
Laboratory Practice). Departemen Kesehatan RI. 2008
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 129/
Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.
17. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
432/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit
18. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
370/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Ahli
Teknologi Laboratorium Kesehatan
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
81/Menkes/SK/I/2004 Tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Tingkat
Propinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit
20. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor :
HK.00.06.3.5.00788 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan
Akreditasi.
21. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
983/MenKes/SK/XI/1992 Tentang Pedoman Organisasi

6
Rumah Sakit
22. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :
84/MenKes/Per/II/1990 Tentang Upaya Pelayanan
Kesehatan di Bidang Medik
23. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang
Ketenagaan Nukliran
24. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
25. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
26. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang
Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber
Radioaktif
27. Peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang
Perijinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan
Bahan Nuklir
28. Permenkes No. 366/MENKES/Per/V/1997 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi
29. Permenkes No. 1204/MENKES/Per/X/2002 tentang
Kesehatan Lingkungan
30. Permenkes No. 357/MENKES/PER/VI/2006 tenteng
Registrasi dan Ijin Kerja Radiografer
31. Permenkes No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
32. Permenkes No. 81 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pekerjaan Radiografer
33. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
375/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
radiografer
34. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan
Radiodiagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan
35. Keputusan Menteri Kesehatan No.129/ MENKES/
SK/II/2008/ Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

7
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR BLUD RUMAH SAKIT KONAWE
UTARA TENTANG PENGKAJIAN PASIEN (PP)

KESATU : Penyelenggaraan pengkajian pasien dan keperawatan pasien di


BLUD Rumah Sakit Konawe Utara mengacu kepada buku
pedoman ini.

KEDUA : Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengkajian pasien medis


dan keperawatan di BLUD Rumah Sakit Konawe Utara.

KETIGA : 1. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan.


2. Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan atau
kekurangan dalam keputusan ini, akan diadakan perbaikan
dan pembetulan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Wanggudu
Pada tanggal : 02 Januari 2022
DIREKTUR
BLUD RUMAH SAKIT KONAWE UTARA

dr. DEWI SARLI TOMBILI, Sp.PD


NIP. 19811021 200903 2 005

8
Lampiran I : Keputusan Direktur BLUD Rumah Sakit Konawe Utara

Nomor : 445.148/SK/BLUD.RSKONUT/IV/2022

Tanggal : 02 Januari 2022

Tentang : Pedoman pengkajian pasien

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan utama dari
pengkajian pasien yaitu terlaksananya asesmen awal pasien. Asesmen
awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi
yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien,
stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga potensi jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Tahapan dari proses melibatkan dokter,
perawat/bidan, ahli gizi, laboratorium, dan radiologi dalam mengevaluasi
data pasien baik subjektif maupun objektif untuk keputusan terkait : status
kesehatan pasien, kebutuhan perawatan, intervensi dan evaluasi.
Asesmen awal harus dilakukan pada saat kontrak pertama dengan
pasien. Asesmen awal yang cepat dan tepat akan menghasilkan
diangnosa awal yang dapat di gunakan untuk menentukan penanganan
yang di perlukan oleh pasien. Asesmen awal dan diagnose awal
menentukan apakah pasien membutuhkan pelayanaan segera gawat
darurat. Selain itu, asesmen awal dapat membantu menentukan apakah
kondisi pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil atau stabil.
Asesmen awal dapat membantu menentukan apakah pasien
membutuhkan pelayanaan kesehatan gawat darurat, rawat jalan ataupun
rawat inap. Sehingga dengan adanya asesmen awal ini, pelayanaan
kesehatan terhadap pasien dapat dilakukan secara optimal dengan
melibatkan para PPA.
B. Maksud Dan Tujuan
Terwujudnya pelayanan pengkajian pasien yang paling sesuai untuk
perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap pasien oleh PPA,

1
terlaksananya pemantauan pasien untuk mengetahui hasil asuhan pasien
serta perencanaan tindak lanjut.

C. Definisi
Asesmen awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan
menangani kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat
kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga potensi
jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi

Asesmen awal harus dilakukan pada saat kontrak pertama dengan


pasien.Asesmen awal hendaknya di lakukan dengan cepat dan hanya
memerlukan waktu beberapa detik hingga satu menit.Asesmen awal yang
cepat dan tepat akan menghasilkan diangnosa awal yang dapat di
gunakan untuk menentukan penanganan yang di perlukan oleh pasien.

Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan secara


komprehensif yang memperhatikan kebutuhan pasien serta melakukan
penilaian secara individual yang dapat mewakili semua populasi yang ada
diantara nya pada pasien neonatus, anak, remaja, obstetric/maternitas,
geriatri, pasiendengan kebutuhan untuk perencanaan pulang, sakit
terminal/menghadapi kematian,Pasien dengan rasa sakit kronis atau nyeri
intens,pasien dengan gangguan emosioanal atau pasien psikiatris,Pasien
dengan kecanduan obat terlarang atau alcohol,korban kekerasan atau
kesewenganan,pasien dengan penyakit menular atau infeksius,pasien
yang menerima kemoterapi atau terapi radiasi,pasien dengan sistem
imunologi terganggu. pada semua kasus ini pasien dan keluarga sangat
ketergantuangan bantuan pada pemberi pelayanan kesehatan khusus nya
rumah sakit.
Asesmen ulang pasien adalah suatu proses pengkajian ulang dalam
interval tertentu terhadap pasien untuk mengkaji respons terhadap
pengobatan berdasarkan asesmen awal pasien tersebut yang dilakukan
oleh staf yang kompeten di rumah sakit.
1. Asesmen Ulang Medis
Asesmen ulang medis yaitu asesmen yang dilakukan oleh DPJP
setiap 24 jam anamnesis yang berisi 4 pokok pikiran, dan

2
dilakukan setiap 24 jam sekali oleh tenaga medis termasuk akhir
minggu/libur untuk pasien akut.
2. Asesmen Ulang Keperawatan
Asesmen ulang keperawatan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh tenaga keperawatan kepada pasien secara terus-
menerus untuk mengumpulkan informasi atau data dalam
menentukan masalah.
3. Asesmen Gizi
Asesmen ulang gizi adalah proses pengkajian ulang pasien-
pasien yang berisiko kurang gizi, sudah mengalami kurang gizi
dan atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu, berdasarkan
hasil asesmen awal.
4. Asesmen Apoteker
Asesmen apoteker merupakan asesmen atau asuhan untuk
mengidentifikasi kebutuhan farmasi (obat atau alkes).
Pelayanan laboratorium di BLUD Rumah Sakit Konawe Utara
merupakan bagian yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan dan
sarana pelayanan kesehatan lainnya. Permintaan pemeriksaan
Laboratorium dilakukan oleh orang yang berkompeten dengan
menggunakan format yang telah disepakati semua unit yang disesuaikan
dengan standar. Seperti telah diketahui bahwa dalam pelaksanaannya
pemeriksaan laboratorium berhubungan dengan spesimen yang infeksius
dan pemeriksaan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya, untuk
itu diperlukan perhatian dan penanganan khusus yang berhubungan
dengan aspek keselamatan pasien (patient safety) dan petugas kesehatan
serta semua yang terkait (Keselamatan dan Kesehatan Kerja = K3).
Pelayanan Radiodiagnostik dan Imajing sebagai bagian yang
terintegasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan
bagian dari amanat Undang Undang Dasar 1945 dimana kesehatan adalah
hak fundamental setiap rakyat dan amanat Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin
meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan,
maka pelayanan radiodiagnostik dan imajing sudah selayaknya

3
memberikan pelayanan yang berkualitas.

D. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran


2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/MENKES/PER/IV /2007
tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III /2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang
perubahan atas
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraaan Praktik Perawat;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 436/MENKES/SK/VI/1993
tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar
Pelayanan Medis di Indonesia;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/SK/III /2007
tentang Standar Profesi Gizi;
11. Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 202 Tahun 2016 tentang
izin operasional BLUD Rumah Sakit Konawe Utara;
12. Surat Perintah Bupati Konawe Utara No. 800/3.160 Tahun 2018
tentang pengangkatan Pelaksana Tugas (plt) Direktur BLUD Rumah
Sakit Konawe Utara.
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 411 Men.Kes/Per/III/2010
Tentang Laboratorium Klinik
15. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1087/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit
16. Pedoman Praktik Laboratorium yang Benar (Good Laboratory
Practice). Departemen Kesehatan RI. 2008
17. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 129/ Menkes/SK/II/2008
Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

4
18. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 432/Menkes/SK/IV/2007
Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 370/Menkes/SK/III/2007
Tentang Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan
20. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 81/Menkes/SK/I/2004
Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah
Sakit
21. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor :
HK.00.06.3.5.00788 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Akreditasi.
22. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 983/MenKes/SK/XI/1992
Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
23. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 84/MenKes/Per/II/1990
Tentang Upaya Pelayanan Kesehatan di Bidang Medik
24. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenagaan
Nukliran
25. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
26. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
27. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan
Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif
28. Peraturan pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perijinan
Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir
29. Permenkes No. 366/MENKES/Per/V/1997 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Radiologi
30. Permenkes No. 1204/MENKES/Per/X/2002 tentang Kesehatan
Lingkungan
31. Permenkes No. 357/MENKES/PER/VI/2006 tenteng Registrasi dan
Ijin Kerja Radiografer
32. Permenkes No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit
33. Permenkes No. 81 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
Radiografer
34. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/MENKES/SK/III/2007
tentang Standar Profesi radiografer
35. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1014/MENKES/SK/XI/2008
tentang Standar Pelayanan Radiodiagnostik di Sarana Pelayanan

5
Kesehatan
36. Keputusan Menteri Kesehatan No.129/ MENKES/ SK/II/2008/
Standar Pelayanan MinimalRumah Sakit

6
BAB II
RUANG LINGKUP

A. ASSEMENT AWAL
Proses asesmen awal medis dan keperawatan pasien berlangsung
secara terus menerus dan digunakan pada sebagian besar unit kerja rawat
jalan dan rawat inap. Assesmen medis dan keperawatan pasien terdiri dari 3
proses utama :

1. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik,psikologis,sosial dan


riwayat kesehatan pasien.
2. Analisis informasi dan data termasuk hasil laboratorium dan imajing
diagnostik untuk mengindenfitikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien.
3. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien
yang telah diidentifikasi.

Isi minimal asesmen awal antara lain:

a. Status fisik
b. Psiko –sosio-spiritual
c. Ekonomi
d. Riwayat kesehatan pasien
e. Riwayat Alergi
f. Asesmen Nyeri
g. Resiko jatuh
h. Asesmen fungsional
i. Resiko nutrisional
j. Kebutuhan edukasi
k. Perencanaan pemulangan pasien (discharge planning)

Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat
jalan adalah asesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis
pasien. Khusus pasien rawat inap, asesmen pasien terkait status kesehatan,
intervensi, kebutuhan keperawatan, dan gizi. Untuk dapat berhasil memberikan

7
terapi /asuhan yang berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya dokter,
perawat dan Ahli Gizi harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam
melakukan asesmen pasien. Asesmen pasien diperoleh dari pasien dan
sumber-sumber lain (misalnya: profil terapi obat, rekam medis, dan lain-lain).
Asesmen pasien dibutuhkan dalam membuat keputusan-keputusan terkait:
(a)status kesehatan pasien; (b) kebutuhan dan permasalahan keperawatan; (c)
intervensi guna memecahkan permasalahan kesehatan yang sudah
teridentifikasi atau juga mencegah permasalahan yang bisa timbul dimasa
mendatang; serta (d)tindak lanjut untuk memastikan hasil-hasil yang
diharapkan pasien terpenuhi. Proses asuhan kepada pasien saling
berhubungan/ terjadi kolaborasi antara dokter, perawat dan gizi. Sulit untuk
dimengerti bahwa dokter dapat menyembuhkan pasien tanpa bantuan asuhan
keperawatan dan terapi gizi

A. Asesmen awal Medis


DPJP secara menyeluruh dan sistematis mengidentifikasi masalah
kesehatan pasien dengan melakukan :
1. Anamnesis
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu dan terapinya
d) Riwayat Alergi
e) Riwayat penyakit dalam keluarga
f) Riwayat pekerjaan
g) Riwayat tumbuh kembang
2. Pemeriksaan Fisik
a) Generalis
a. Kepala
b. Mata
c. THT Leher
d. Mulut
e. Jantung & pembuluh darah
f. Thoraks, paru – paru, payudara

8
g. Abdomen
h. Kulit dan sistem limfatik
i. Tulang belakang dan anggota tubuh
j. Sistem saraf
k. Genitalia, anus dan rectum
b) Lokalisir
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
e. Lakukan deskripsi terhadap status lokalis
c) Skrining Nyeri
Semua pasien yang masuk ke rawat inap harus dilakukan
skrining nyeri. (lihat Pedoman Manajemen Nyeri)

B. Asesmen Keperawatan
Asesmen awal keperawatan
Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien masuk rawat inap
untuk dilakukan pemeriksaan secara sistematis untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan pada pasien, antara lain:
a) Keluhan utama
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyakit dahulu: DM, HT, jantung, paru, dll
c. Riwayat alergi ya, tidak, penyebab dan reaksi
b) Kenyamanan nyeri
a. Digunakan Skala 1 – 10
b. Kualitas terbakar, tajam, tumpul, tertekan, dll
c. Waktu hilang timbul, terus menerus, lamanya
d. Dikatagorikan berdasarkan usia
e. Lokasi
c) Aktifitas dan istirahat
a. Bedrest, ambulasi di tempat tidur
b. Ambulasi jalan tidak ada kesulitan

9
c. penurunan kekuatan otot, sering jatuh
d) Proteksi
a. Status mental: orientasi baik, disorentasi, gelisah,tidak respon
b. Resiko jatuh: tidak resiko, rendah, tinggi
e) Nutrisi
a. Tinggi badan ,berat badan
b. Status gizi kurang, normal, over weight, obesitas
c. Nafsu makan: menurun, baik, meningkat
d. Kondisi berhubungan dengan makan: mual, muntah,anoreksia,
disfagia dll
f) Eliminasi
a. BAB: normal,konstipasi/obstipasi,diare,colostomy,iliostomi
b. BAK: normal, retensi, hematuri, disuri, inkontinensia dll7)
g) Respon emosi: Takut, tegang, marah, sedih, menangis,senang, gelisah
Respon kognisi pasien / keluarga: Menginginkan informasi penyakit,
pengobatan, perawatan, diet, biaya, dll
h) Sistim sosio spiritual
a. Ketaatan menjalankan ibadah: rutin, kadang-kadang
b. Kondisi rumah

B. ASSESMENT TAMBAHAN
Proses asesmen pasien berlangsung secara terus menerus dan
digunakan Pada unit kerja IGD, rawat jalan dan rawat inap. Asesmen
tambahan untuk populasi pasien tertentu antara lain meliputi:
a. Neonatus
b. Anak
c. Remaja
d. Obstetri/Maternitas
e. Geriatri
f. Pasien dengan kebutuhan untuk P3( Perencanaan pemulangan pasien)
g. Sakit terminal/Menghadapi kematian
h. Pasien dengan rasa sakit kronik atau Nyeri (Intense)
i. Pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatris

10
j. Pasien kecanduan obat terlarang atau alcohol
k. Korban kekerasan atau kesewenangan
l. Pasien dengan penyakit menular atau infeksius
m. Pasien yang mengalami kemoterapi atau terapi radiasi
l. Pasien dengan system imunologi terganggu

C. ASSESMENT ULANG
A. Jenis Asesmen ulang
Asesmen pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) yang berkompeten memberikan pelayanan secara professional
dan melibatkan ahli lain bila diperlukan.Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker,dan
fisioterapis. Lingkup asesmen pasien meliputi pasien di rawat jalan, IGD dan
Rawat inap serta melibatkan unit penunjang lain seseuai dengan kebutuhan
pasien.
Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh
proses, agar asuhan kepada pasian menjadi optimal. Pada saat
evaluasi, bila terjadi perubahan yang signifikan terhadap kondisi klinis
pasien, maka harus segera dilakukan asesmen ulang. Bagian akhir dari asesmen
adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut monitoring yang
menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan pencapaian hasil-hasil nyata
yang diharapkan pasien.
a. Asesmen ulang medis
b. Asesmen ulang keperawatan
c. Asesmen gizi
d. Asesmen apoteker

B. Kewenangan Pelaksana
1. Dokter
Dokter dapat melakukan asesmen berupa anamnesis, pemeriksaan
fisik dan permintaan pemeriksaan penunjang berdasarkan
kompetensinya, dan berdasarkan Pedoman Praktik Klinis masing-
masing.

11
2. Perawat/Bidan
Perawat dapat melakukan asesmen berupa anamnesis dan
pemeriksaan fisik sesuai dengan kompetensinya berdasarkan
Standar Asuhan Keperawatan yang telah ditetapkan
3. Ahli gizi
Ahli gizi melakukan asesmen nutrisi terhadap pasien rawat inap
yang mendapatkan instruksi diet khusus dari dokter dan pasien
yang diketahui berisiko atas nutrisinya
4. Farmasi
Fungsi farmasi yang berkaitan secara langsung dengan
penderita,yaitu fungsi dalam proses penggunaan obat,mencakup
wawancara sejarah obat penderita ,konsultasi dengan dokter
tentang pemilahan regimen obat penderita tertentu

C. Kewajiban dan Tanggung jawab


1. Seluruh staf Rumah Sakit
a. Memahami dan menerapkan prosedur asesmen ulang pasien
b. Memastikan asesmen ulang pasien yang benar ketika
mengumpulkan data pasien atau tindakan lain.
c. Melaporkan kejadian salah asesmen ulang pasien.
2. SDM yang bertugas (Perawat Penanggung Jawab Pasien)
a. Bertanggung jawab melakukan asesmen ulang dan memastikan
kebenaran data yang tercatat di lembar rekam medis.
b. Memastikan asesmen pasien dapat dilakukan dengan baik. Jika
terdapat kesalahan data lakukan asesmen ulang, dan bebas
coretan.
3. Kepala Unit/Kepala Ruang
a. Memastikan seluruh staf di instalasi memahami prosedur asesmen
ulang dan menerapkannya.
b. Menyelidiki semua insiden salah asesmen ulang dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya
kembali insiden tersebut.
c.

12
D. LABORATORIUM
Pelayanan laboratorium sebagai salah satu penunjang pelayanan
kesehatan mempunyai ruang lingkup yang meliputi pelayanan laboratorium
bidang kimia klinik, hematologi, immunologi dan urinalisis.
E. RADIOLOGI
Kegiatan pelayanan radiologi meliputi pelayanan Radiodiagnostik
dan pelayanan Imajing diagnostik radiologi di rumah sakit Umum Daerah
Konawe Utara

13
BAB III
KEBIJAKAN

1. Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan


pelayanannya melalui suatu proses asesmen yang baku. Setiap pasien
rawat jalan dilakukan asesmen informasi yang meliputi : data umum pasien
dan data medis.
2. Setiap pasien rawat inap dilakukan asesmen informasi yang meliputi : tata
tertib Rumah sakit, Hak dan kewajiban pasien dan keluarga, tarif
perawatan, Informasi petugas yang merawat pasien, Informasi tentang
catatan perkembangan pasien, Informasi waktu konsultasi, Discharge
Planning dan fasilitas ruangan.
3. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan
peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
4. Pasien baru dilakukan asesmen awal
a. Asesmen awal medis dilakukan oleh dokter jaga ruangan yang sudah
punya STR dan apabila dilakukan oleh Coas harus disupervisi oleh
DPJP (dokter penanggung jawab pasien )
b. Asesmen awal keperawatan dilakukan oleh perawat yang berkompeten
dalam hal ini yaitu perawat DIII dan SI yang memiliki STR dan tidak
dilakukan oleh mahasiswa keperawatan.
5. Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial
ekonomi, nutrisi dan spiritual termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat
kesehatan
6. Evaluasi keluhan pasien (S: subyek, O:obyekif, A:assesment , P;planning)
dilakukan 3x sehari oleh perawat DIII dan SI setiap shif dan di tulis di
Formulir
7. Catatan Perkembangan PasienTerintegrasi
8. Asesmen awal medis IGD dilakukan oleh dokter jaga IGD yang mempunyai
STR dan sertifikasi ACLS/ GEL/ATLS.Apabila operasi cito dilakukan harus
ada catatan ringkas dan diagnosis praoperasi dalam Formulir Catatan
Perkembangan PasienTerintegrasi
9. Asesmen awal IGD keperawatan dilakukan oleh perawat IGD DIII dan SI

14
yang mempunyai STR dan bersertifikat BTCLS. Perawat hanya melakukan
asesmen dasar yaitu respiratori (A:airway, B:breating, C:circulasi, D:drug),
cardiovaskuler, riwayat penyakit sebelumnya, alergi dan sistem
neurosenorik.dan asesmen yang lain meliputi asesmen nutrisi, nyeri dan
fungsional.
10. Hasil temuan semua asesmen diluar rumah sakit harus dinilai ulang dan
diverifikasi saat pasien masuk rawat inap, untuk memperbaharui atau
mengulang bagian- bagian dari asesmen medis yang sudah lebih dari 30
hari.
11. Asesmen awal Medis diisi dan dilengkapi dalam waktu di isi 1x24 jam atau
lebih cepat sesuai kondisi pasien dari awal masuk rawat inap
12. Asesmen awal keperawatan harus di isi dan dilengkapi dalam waktu 1x24
jam atau lebih cepat sesuai kondisi pasien sejak dirawat inap
13. Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau
sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30
hari, atau riwayat medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah
diulangi.
14. Asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang
signifikan, sejak asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat
masuk rawat inap
15. Pasien yang direncanakan operasi harus dilakukan asesmen awal anestesi-
bedah dan informconcent dilakukan oleh dokter anastesi – bedah
16. Asesmen awal gizi dilakukan oleh perawat DIII dan SI keperawatan dan
asesmen lanjutan dilakukan oleh ahli gizi
17. Kajian resiko jatuh dan restrain ( pengikatan ). Bila ditemukan faktor
beresiko, harus dilanjutkan dengan intervensi menggunakan form – form
terkait, dan dievaluasi setiap 3 hari sekali
18. Kajian mobilitas /aktifitas, setelah dilakukan scoring harus dilanjutkan ke
bagian Rehabilitasi Medik melalui dokter yang yang merawat
19. Setiap pasien rawat inap dan rawat jalan harus dilakukan scrining untuk
rasa sakit dan akan dilakukan asesmen lebih mendalam sesuai dengan
umur, pengukuran intensitas dan kualitas nyeri ( karakter, kekerapan/
frekuensi, lokasi dan lamanya ) dan harus dicatat dalam form yang telah

15
ditentukan.Perlu dilakukan assesmen ulang yang teratur dan tindak lanjut
sesui kriteria yang telah di tetapkan rumah sakit dan sesuai kebutuhan
pasien pengkajian dimasukkan dalam pengkajian umum dan dapat
diintegrasikan dalam Formulir Catatan Perkembangan PasienTerintegrasi
20. Pasien terminal harus dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang dan
temuan dalam asesmen dilakukan dalm dokumentasi dalam Formulir
Catatan Perkembangan PasienTerintegrasi
21. Pasien yang akan meninggal dan keluarganya dilakukan asesmen dan
asesmen ulang sesuai kebutuhan individu pasien, temuan dalam asesmen
harus di dokumentasikan dalam Formulir Catatan Perkembangan
PasienTerintegrasi
22. Pengkajian Perencanaan Kepulangan Pasien ( Discharge planning )
dilakuan awal pada saat pasien masuk rumah sakit, selama perawatan dan
menentukan kebutuhann perencanaan pasien.
23. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar
kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan,
merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien
24. Pada pasien akut asesmen ulang dilakukan pada saat dokter DPJP (dokter
penanggung jawab pasien) visit dan dilakukan 1x/hari termasuk ahir minggu
dalam Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
25. Pada pasien non akut asesmen ulang dilakukan oleh dokter DPJP ( dokter
penanggung jawab pasien )bisa kurang dari sekali sehari dalam Formulir
Catatan Perkembangan PasienTerintegrasi
26. Asesmen ulang keperawatan keseluruhan diulang setiap 30 hari untuk
pasien rawat inap dengan menggunakan form Pengkajian Keperawatan
yang sesuai
27. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan oleh staf
medis keperawatan dan staf lain yang bertanggung jawab atas pelayanan
pasien
28. Pasien di informasikan hasil pemeriksaan penunjang (nutrisiinis, laborat
dan radiologi ) dan keluarga dilibatkan dalam proses perawatan pasien.
Setiap pasien di informasikan hasil asesmen, perkembangan penyakitnya
dan setiap diagnosa medis.

16
BAB IV
TATALAKSANA

A. ASSESMENT AWAL
Proses assesmen awal medis dan keperawatan pasien adalah proses
menegakkan diagnosis melalui proses anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang bila diperlukan sehingga dapat ditentukan diagnosis dan penatalaksaan
terhadap pasien. Proses asesmen yang efektif akan menghasilkan keputusan
tentang pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan kebutuhan
pengobatan tersebut dapat digunakan untuk pelayanan kegawatdaruratan, elektif
bahkan ketika kondisi pasien mengalami perubahan.

Assesmen awal medis dan pasien perlu mempertimbangkan


kondisi,usia,kebutuhan kesehatandan permintaan pasien.Proses asesmen medis
dan keperawatan pasien akan dimulai dari pendaftaran yang akan melakukan
identitas pasien dan kebutuhan pelayanannya. Untuk proses tersebutmengacu pada
Buku Pedoman Pelayanan Rekam Medis(BPPRM) rumah sakit. Semua asuhan
medis yang diberikan kepada pasien berdasarkan Standar Pelayanan Medis dan
Standar Prosedur Operasional yang berlaku di rumah sakit.

A. Anamnesis
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu
percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau
dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan
data pasien beserta permasalahan medisnya.
1. Tujuan Anamnesis
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi
tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien.
Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan
akan sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya
dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat menegakkan diagnosis.
Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah
dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.

17
Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan
yang baik antara seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang pasien
yang baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa
canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas
seorang dokterlah untuk mencairkan hubungan tersebut. Pemeriksaan
anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun
hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan
keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan
selanjutnya.
2. Jenis Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis
dan Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis
dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan
langsung terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua
pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara
anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan apa yang sesungguhnya diarasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis
dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat
sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu
orang lain untuk menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari
informasi orang lain ini disebut Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak
jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama auto
dan alloanamnesis.
3. Persiapan Untuk Anamnesis
Anamnesis yang baik hanya dapat dilakukan apabila dokter yang
melakukan anamnesis tersebut menguasai dengan baik teori atau
pengetahuan kedokteran. Tidak mungkin seorang dokter akan dapat
mengarahkan pertanyaan-pertanyaannya dan akhirnya mengambil
kesimpulan dari anamnesis yang dilakukan bila dia tidak menguasai dengan
baik ilmu kedokteran. Seorang dokter akan kebingungan atau kehilangan akal
apabila dalam melakukan anamnesis tidak tahu atau tidak mempunyai
gambaran penyakit apa saja yang dapat menimbulkan keluhan atau gejala
tersebut, bagaimana hubungan antara keluhan-keluhan tersebut dengan
18
organ-organ tubuh dan fungsinya. Umumnya setelah selesai melakukan
anamnesis seorang dokter sudah harus mampu membuat kesimpulan
perkiraan diagnosis atau diagnosis banding yang paling mungkin untuk kasus
yang dihadapinya. Kesimpulan ini hanya dapat dibuat bila seorang dokter
telah mempersiapkan diri dan membekali diri dengan kemampuan teori atau
ilmu pengetahuan kedokteran yang memadai.
Meskipun demikian harus disadari bahwa tidak ada seorang dokterpun
yang dapat dengan yakin menyatakan bahwa dia pasti selalu siap dan
mampu mendiagosis setiap keluhan pasiennya. Bahkan seorang dokter
senior yang sudah berpengalaman sekalipun pasti pernah mengalami
kebingungan ketika menghadapi pasien dengan keluhan yang sulit dianalisa.
4. Cara Melakukan Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh seorang dokter, antara lain :
a. Tempat dan suasana
Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus
diusahakan cukup nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar
kalau tempat dan suasana mendukung. Suasana diciptakan agar pasien
merasa santai, tidak tegang dan tidak merasa diinterogasi.
b. Penampilan dokter
Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan
meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi
dan bersih akan lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor.
Demikian juga seorang dokter yang tampak ramah, santai akan lebih
mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan
tegang.
c. Periksa kartu dan data pasien
Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu
atau data pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak
tertutup kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau
mungkin juga kesalahan kartu data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya
milik pasien B, atau mungkin saja ada 2 pasien dengan nama yang sama
persis. Untuk pasien lama lihat juga data-data pemeriksaan, diagnosis dan

19
terapi sebelumnya. Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali
berguna untuk anamnesis dan pemeriksaan saat ini.
d. Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya
Pada saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar
pasien dapat dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan
pasien bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan
terus menerus memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien
bercerita, apabila diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk
minta klarifikasi atau informasi lebih detail dari keluhannya. Jaga agar
jangan sampai terbawa cerita pasien sehingga melantur kemana mana.

e. Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti


Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum
yang dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada
padanannya dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berikan
penjelasan atau deskripsi dari istilah tersebut.
f. Buat catatan
Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat
seorang dokter melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang
mempunyai riwayat penyakit yang panjang.
g. Perhatikan pasiennya
Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara
dan gerak gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya
atau apatis, apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah
tampak santai atau menahan sakit, apakah tampak sesak, apakah dapat
bercerita dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-putus, apakah
tampak segar atau lesu, pucat dan lain-lain.
h. Gunakan metode yang sistematis
Anamnesis yag baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut
kerangka anamnesis yang baku. Dengan cara demikian maka diharapkan
tidak ada informasi yang terlewat.

5. Tantangan Dalam Anamnesis


a. Pasien yang tertutup
20
Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau
menjawab pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini dapat
disebabkan pasien merasa cemas atau tertekan, tidak leluasa
menceritakan keluhannya atau dapat pula perilakunya yang demikian
karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung masalah dan
situasinya kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang terdekat)
untuk mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter (heteroanamnesis),
tetapi kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun kecuali pasien dan
dokternya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat
dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih
terbuka.
b. Pasien yag terlalu banyak keluhan
Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke dokter dengan
begitu banyak keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang
dokter untuk memilah-milah keluhan mana yang merupakan keluhan
utamanya dan mana yang hanya keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan
latihan untuk membedakan mana yang merupakan keluhan yang
sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan mengada-ada. Apabila
benar-benar pasien mempuyai banyak keluhan harus dipertimbangkan
apakah semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau kebetulan
pada saat tersebut ada beberapa penyakit yang sekaligus dideritanya.
c. Hambatan bahasa dan atau intelektual
Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu
daerah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang
belum kita kuasai. Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam
pelaksanaan anamnesis. Seorang dokter harus segera belajar bahasa
daerah tersebut agar dapat memperlancar anamnesis, dan bila perlu dapat
meminta bantuan perawat atau petugas kesehatan lainnya untuk
mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis.
Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena
intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau
penjelasan dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu melakukan
anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat
sederhana agar dapat dimengerti pasiennya.
21
d. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa
Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan
dengan penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis
akan sangat kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana
seharusnya. Justru di dalam jawaban-jawaban yang kacau tersebut
terdapat petunjuk-petunjuk untuk menegakkan diagnosis. Seorang dokter
tidak boleh bingung dan kehilangan kendali dalam melakukan anamnesis
pada kasus-kasus ini.
e. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan
Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam
keadaan marah dan cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka
menyalahkan semua dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan
keluarga atau orang lain atas masalah atau keluhan yang dideritanya.
Umumnya ini terjadi pada pasien-pasien yang tidak mau menerima
kenyataan diagnosis atau penyakit yang dideritanya. Sebagai seorang
dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan menyalahkan sejawat dokter
lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang dokter juga tidak boleh
terpancing dengan gaya dan pembawaan pasiennya sehingga terintimidasi
dan menjadi takut untuk melakukan anamnesis dan membuat diagnosis
yang benar
6. Sistematika Anamnesis
Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau
sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar
selama melakukan anamnesis seorang dokter tidak kehilangan arah, agar
tidak ada pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini juga
berguna dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang
membacanya. Sisematika tersebut terdiri dari :
a. Data umum pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat kebiasaan/sosial
g. Anamnesis sistem
22
Keterangan :
a. Data Umum Pasien
1. Nama pasien
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2. Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
3. Umur
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang
digunakan untuk menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk
memperkirakan Kemungkinan penyakit yang diderita, beberapa penyakit
khas untuk umur tertentu.
4. Alamat
Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan
hanya alamatsekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien
merasa sakit untuk pertama kalinya.Data ini kadang diperlukan untuk
mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atauuntuk data
epidemiologi penyakit.
5. Pekerjaan
Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit
pasien denganpekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan
sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
6. Perkawinan
Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien
7. Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak
boleh(pantangan)seorang pasien menurut agamanya.
8. Suku bangsa
Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit yang
berhubungandengan ras/suku bangsa tertetu.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling
berat sehingga mendorong pasien datang berobat atau mencari
23
pertolongan medis. Tidak jarang pasien datang dengan beberapa keluhan
sekaligus, sehingga seorang dokter harus jeli dan cermat untuk
menentukan keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya. Pada
tahap ini sebaiknya seorang dokter sudah mulai memikirkan beberapa
kemungkinan diagnosis banding yang berhubungan dengan keluhan utama
tersebut. Pemikiran ini akan membantu dalam mengarahkan pertanyaan-
pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya. Pertanyaan diarahkan untuk
makin menguatkan diagnosis yang dipikirkan atau menyingkirkan
kemungkinan-kemungkinan diagnosis banding.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Dari seluruh tahapan anamnesis bagian inilah yang paling penting
untuk menegakkan diagnosis. Tahapan ini merupaka inti dari anamnesis.
Terdapat 4 unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang,
yakni:
1) kronologi atau perjalanan penyakit
2) gambaran atau deskripsi keluhan utama
3) keluhan atau gejala penyerta
4)usaha berobat.
Selama melakukan anamnesis keempat unsur ini harusditanyakan secara
detail dan lengkap.Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama
kali pasien merasakan munculnya keluhan atau gejala penyakitnya. Setelah
itu ditanyakan bagaimana perkembangan penyakitnya apakah cenderung
menetap, berfluktuasi atau bertambah lama bertambah berat sampai akhirnya
datang mencari pertolongan medis. Apakah munculnya keluhan atau gejala
tersebut bersifat akut atau kronik, apakah dalam perjalanan penyakitnya ada
faktor-faktor yang mencetuskan atau memperberat penyakit atau faktor-faktor
yang memperingan. Bila keluhan atau gejala tersebut bersifat serangan maka
tanyakan seberapa sering atau frekuensi munculnya serangan dan durasi
atau lamanya serangan tersebut.
Keluhan atau gejala penyerta adalah semua keluhan-keluhan atau gejala
yang menyertai keluhan atau gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan
usaha berobat yang sudah dilakukan untuk penyakitnya yang sekarang.
Pemeriksaan atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-obat apa
24
saja yang sudah diminum sehingga perlu digali tentang kapan
berobat,kepada siapa,serta obat apa saja yang telah diberikan dan
bagaimana hasilnya termasuk efek samping dan kemungkinan alerginya.

d. Riwayat Penyakit dahulu


Seorang dokter harus mampu mendapatkan informasi tentang riwayat
penyakit dahulu secara lengkap, karena seringkali keluhan atau penyakit
yang sedang diderita pasien saat ini merupakan kelanjutan atau akibat dari
penyakit-penyakit sebelumnya.sehingga dapatdiketahui apakah ini
merupakan penyakit kambuhan atau dapat juga keluhan utama sekarang
berhubungan dengan penyakit dahulu.

e. Riwayat penyakit Keluarga


Untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga ini seorang dokter
terkadang tidak cukup hanya menanyakan riwayat penyakit orang tuanya
saja, tetapi juga riwayat kakek/nenek, paman/bibi, saudara sepupu dan lain-
lain. Untuk beberapa penyakit yang langka bahkan dianjurkan untuk membuat
susunan pohon keluarga/genogram sehingga dapat terdeteksi siapa saja
yang mempunyai potensi untuk menderita penyakit yang sama.

f. Riwayat Kebiasaan/Sosial
Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan
dapat menjadi penyebab penyakit yang kini diderita pasien tersebut. Biasakan
untuk selalu menanyakan apakah pasien mempunyai kebiasaan merokok
atau minum alkohol. Tanyakan sudah berapa lama dan berapa banyak pasien
melakukan kebiasaan tersebut. Pada masa kini bila berhadapan dengan
pasien usia remaja atau dewasa muda harus juga ditanyakan ada atau
tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba, ekstasi
dan lain-lain

g. Anamnesis Sistem
Anamnesis sistem adalah semacam review dimana seorang dokter
secara singkat dan sistematis menanyakan keluhan-keluhan lain yang

25
mungkin ada dan belum disebutkan oleh pasien. Keluhan ini mungkin saja
tidak berhubugan dengan penyakit yang sekarang diderita tapi mungkin juga
merupakan informasi berharga yang terlewatkan. Bila diperlukan dapat juga
ditanyakan tentang riwayat kehamilan ibu,riwayat kelahiran,riwayat
makanan,riwayat pekerjaan dan riwayat imunisasi.

h. Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat
kesimpulan dari anamnesis yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa
perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal atau diagnosis
banding dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan
sesuai dengan keluhan utama pasien. Bila menjumpai kasus yang sulit
dengan banyak keluhan yang tidak dapat dibuat kesimpulannya, maka
cobalah dengan membuat daftar masalah atau keluhan pasien. Daftar
tersebut kemudian dapat digunakan untuk memandu pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang yang akan dilaksanakan, sehingga pada akhirnya
dapat dibuat suatu diagosis kerja yang lebih terarah.
Setelah dilakukan anamnesis lengkap maka dokter akan melanjutkan proses
asesmen medis pasien dengan melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi:
1) Keadaan umum pasienuntuk menilai kesan umum pasien yang meliputi
keadaan sakit termasuk fasies dan posisi pasien,kesadaran dan status gizi
yang dapat dilihat melalui postur tubuh .
2) Memeriksa tanda vital meliputi :
(1) Suhu tubuh
Pengukuran suhu tubuh merupakan hasil keseimbangan antara
produksi panas dan hilangnya panas tubuh ke lingkungan.
Ada dua macam suhu tubuh :
a. Suhu Inti : adalah suhu Jaringan dalam tubuh (rongga abdomen dan
rongga pelvic), suhu ini relatif konstan.
b. Suhu permukaan : adalah suhu permukaan tubuh (kulit, subkutan,
dan lemak), suhu ini naik dan turun merespon terhadap lingkungan.
Suhu tubuh diperiksa dengan termometer badan, dan dapat berupa
termometer air raksa atau termometer elektrik. pemeriksaan dapat
dilakukan pada mulut, aksila atau rektum. pengukuran suhu melalui
26
mulut biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih tepat dibandingkan
melalui rektum, tetapi termometer air raksa dengan kaca tidak layak
dipakai untuk mulut pada penderita yang tidak sadar, gelisah, atau
tidak dapat menutup mulutnya.
Pemeriksaan secara rektum biasanya memberikan hasil
pemeriksaan yang lebih tinggi sebesar 0,4-0,5 derajat dibandingkan
lewat mulut. Suhu tubuh normal : 36,6 derajat celcius - 37,2 derajat
celcius. Pada cuaca yang panas dapat meningkatkan hingga 0,5
derajat celcius suhu normal. Suhu aksila 0,5 derajat celcius lebih
rendah dari suhu mulut.

Jenis Suhu
- Hiperpireksia (>41,6 derajat celcius)
- Hipotermia (<35 derajat celcius)

Nilai normal

UMUR SUHU ( Celcius ) SUHU (Fahrenheit )


- Bayi baru - 36,1 – 37,7 - 97 – 100
lahir
- 2 tahun - 37,2 - 98,9

- 12 tahun - 37 - 98,6

- Dewasa - 36 - 96,8

Alat Pengukur Suhu Tubuh


Secara umum pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer
kaca (glass thermometers). Skala yang sering digunakan adalah
termometer skala Celcius ( Centigrade) yang mempunyai skala dengan
titik beku air 0 derajat Celcius dan titik didih 100 derajat Celcius. Ada pula
digital thermometer yang mempunyai kepekaan tinggi dan waktu
pemeriksaan hanya beberapa detik , banyak dipakai pada kondisi
kegawatan.

27
Pengukuran Suhu Tubuh
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dibeberapa tempat yaitu
di mulut (oral), anus (rectal), ketiak (axilla) dan telinga ( auricular ) .
Masing- masing tempat mempunyai variasi suhu yang berlainan. Suhu
rektal biasanya berkisar 0.4 C (0.7 F) lebih tinggi dari suhu oral dan suhu
aksila lebih rendah 0.6 C (1 F) dari pada oral .
(2) Denyut Nadi
Nadi adalah sensasi denyutan seperti gelombang yang dapat
dirasakan/dipalpasi di arteri perifer, terjadi karena gerakan atau aliran
darah ketika kontraksi jantung.Jantung bekerja memompa darah ke
sirkulasi tubuh (oleh ventrikel kiri) dan paru (oleh ventrikel kanan). Melalui
ventrikel kiri, disemburkan darah ke aorta dan kemudian di teruskan ke
arteri di seluruh tubuh, sebagai akibatnya, timbul suatu gelombang
tekananan yang bergerak cepat pada arteri dan dapat dirasakan sebagai
denyut nadi. jadi, dengan menghitung denyut nadi dapat diketahui
frekuensi denyut jantung dalam satu menit.Lokasi pemeriksaan denyut
nadi dapat di lakukan di a.femoralis, a.poplitea, a.tibialis posterior,
a.dorsalis pedis, a.radialis, dan lain-lain. Prinsipnya, pulsasi arteri dapat
diraba jika arteri tersebut memiliki dasar yang keras. Dalam praktek
sehari-hari, pemeriksaan pulsasi a.radialis paling sering di lakukan.

Penilaiaan denyut nadi meliputi :


a. Tegangan Nadi
Tegangan nadi biasanya di pengaruhi oleh tekanan darah.
Terdiri dari :
1. Pulsasi normal.
2. Pulsasi molis (tegangan nadi lunak).
3. Pulsasi durus (tegangan nadi keras).
b. Isi Nadi
Isi Nadi tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan
keadaan pembuluh darah.
c. Gelombang Nadi
1. Pulsasi celer (gelombang nadi tinggi)

28
2. Pulsasi tardus (gelombang nadi rendah)
d. Frekuensi
1. Takikardia (>100 kali/menit)
2. Brakikardia (<60 kali/menit)
3. Takikardi relatif
4. Bradikardi relatif
e. Irama
1. Pulsasi reguler (irama nadi teratur)
2. Pulsasi ireguler (irama nadi tidak teratur)
Usia Rentang normal Rata -rata
BBL 120-160 140
1-12 bln 80-140 120
1-2 th 80-130 110
3-6 th 75-120 100
5-12 th 75-110 95
Remaja 70-100 88
Dewasa 60-100 80

(3) Tekanan Darah


Tekanan darah pada arteri bervariasia sesuai dengan siklus jantung, yaitu
memuncak pada waktu sistole dan sedikit menurun pada waktu diastole.
Pada saat ventrikel berkontraksi, darah akan dipompa ke seluruh tubuh,
hal ini disebut tekanan darah sistole, dan pada saat ventrikel rileks darah
dari atrium masuk ke ventrikel, tekanan aliran darah pada waktu ventrikel
sedang rileks tersebut disebut tekanan darah diastole. Tingginya tekanan
darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya aktivitas fisik, keadaan
emosi, rasa sakit, suhu sekitar, pengunaan kopi, tembakau, dll.

Tekanan darah pada dewasa (JNC VII: JAMA 289:256)


 Normal : <120 mmHg / <80 mmHg
 Prehipertensi : 120-139 mmHg / 80-89 mmHg
 Hipertensi stadium 1 : 140-159 mmHg / 90-99 mmHg
 Hipertensi stadium 2 : > 160 mmHg / > 100mmHg

29
Tekanan darah pada anak-anak
 Umur 1 tahun : 102 mmHg / 55 mmHg
 umur 5 tahun : 112 mmHg / 69 mmHg
 Umur 10 tahun : 119 mmHg / 78 mmHg

(4) Pernapasan
Bernapas adalah suatu tindakan yang tidak disadari, diatur oleh batang
otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernapasan. pada waktu
inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostalis berkontraksi memperluas
rongga toraks dan memekarkan paru-paru. Dinding dada akan
bergerak ke atas, ke depan, dan ke lateral, sedangkan diafragma
bergerak ke bawah. setelah inspirasi berhenti, paru-paru akan
mengkerut, diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada akan
kembali ke posisi semula.

Cara pemeriksaan
1. Tempatkan satu telapak tangan pasien diatas dada
2. Rasakan gerakan napas dengan memegang tangan pasien atau dengan
melihat gerakan dada/ tangan yang naik turun. Gerakan naik (inhalasi)
dan turun (ekhalasi) dihitung 1 frekuensi napas
3. Hitung frekuensi napas selama satu menit
4. Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status

Penilaian pada pemeriksaan pernapasan meliputi :


a. Tipe Pernapasan
1. Pernapasan abdmino-torakal : Pernafasan abdominal lebih dominan
dibandingkan toraks, umumnya pada laki-laki.
2. Pernapasan torako-abdominal : Pernapasan torakal lebih dominan
dibanding abdomen, pada perempuan.
b. Frekuensi
1. Normal : 16-24 kali/menit (tetapi ada juga referensi yang menyatakan
12-20 kali/menit).
2. Polipnea (takipnu) : Pernapasan cepat.
30
3. Oligopnea (bradipnu) : Pernapasan yang lebih lambat.
c. Kedalaman Pernapasan
1. Pernapasan normal
2. Pernapasan dangkal

Prinsip dasar pemeriksaan fisik


Metode Pemeriksaan:

Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk


digunakan selama pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang men -
fokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan
dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut
secara simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik
tersebut secarakeseluruhan disebutsebagai observasi/pengamatan, dan
harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan setiap teknik
akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua perkecualian
untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala
memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa

a. Inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu
melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode
tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-
individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, membangun kesan
pada pikiran kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita
menyukai atau tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap
bersama mereka atau sebaliknya menjauhi mereka. Yang tidak kita
sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi.

Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan


berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan
tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu, dengan cara
memperoleh riwayat pasien dan, terutama, sepanjang pemeriksaan fisik
dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera pendengaran dan
penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi
31
apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang
berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan
menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera tersebut,
baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk opini, subyektif dan
obyektif, mengenai pasien, yang akan membantu dalam membuat
keputusan diagnosis dan terapi.
Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahun-tahun
(ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai persepsi intuitif
mengenai sumber/penyebab

masalah kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Karena


inspeksi umum digunakan pada interaksi dengan pasien sehari-hari
pada berbagai situasi di apotek, maka teknik ini merupakan metode
yang paling penting yang harus dikuasai pada praktek kefarmasian.

b. Palpasi

Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah


langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk
menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi sebelumnya.
Palpasi struktur individu,baik pada permukaan maupun dalam rongga
tubuh, terutama pada abdomen, akan memberikan informasi mengenai
posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas/gerakan komponen-
komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas
misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapatteraba.

Palpasi juga efektif untuk menilai mengenai keadaan cairan pada ruang
tubuh. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang
paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari
pada bagian distal ruas interphalangeal paling baik digunakan untuk
palpasi, karena ujung saraf spesifik untuk indera sentuh terkelompok
saling berdekatan, sehingga akan meningkatkan kemapuan
membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran kasar
suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian punggung
(dorsum) tangan. Posisi, ukuran dan konsistensi struktur

32
dapat ditentukan secara paling efektif menggunakan tangan yang
berfungsi untuk meraih atau memegang. Struktur individu dalam rongga
tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk mengetajui
posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga
dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan
yang terkumpul secara abnormal.

Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak tangan,


sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau aspek
ulnar digit kelima dari pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat
mendeteksi getaran dengan baik, karena suara dapat lewat
dengan mudah melalui tangan. Untuk area mana saja yang dinilai, akan
sangat bermanfaat jika menggunakan palpasi dalam, medium atau
ringan.

Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat
ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi. Jika pada awal
palpasi, anda melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan
tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan
mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada pasien. Palpasi
ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna untuk menilai lesi pada
permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien relaks
sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk
melakukan palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda
pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar. Palpasi medium untuk
menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan,
pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh.
Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke
dalamtubuh pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Palpasi
dalam digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat
dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua
tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm ke

33
bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman
selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa
tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.

c. Perkusi

Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk


permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi,
ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya.
Menepuk permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang
berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan suara akan
berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati
oleh suara itu. Terdapat lima macam perkusi seperti yang tercantum di
bawah ini:

Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara
(misalnya paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan
panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang
menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek. Densitas
jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti proteksi
akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”.

Ada dua metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung


(diperantarai). Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang
menggunakan alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari
sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan
untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat
dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini
merupakan metode yang disukai selama hampir 100 tahun,
tetapi pemeriksa merasa repot untuk membawa peralatan ekstra ini.
Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak
sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain
sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode pilihan sekarang Kini,
jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada
permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan

34
tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk
plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas interphalangeal
proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera diangkat, agar
tidak menyerap suara.

Perkusi langsung dan tak langsung juga dapat dilakukan dengan


kepalan tangan. Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan
dari tangan yang dominan yang kemudian mengetuk permukaan tubuh
langsung. Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior,
terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung
dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan
pada tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan)
mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya,
nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal.

d. Auskultasi

Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-


paru, jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen.
Umumnya, auskultasi adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu
pemeriksaan. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi
adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan
viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular.

Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch), intensitas


(keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa
akan mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara
Korotkoff), suara aliran udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara
organ tubuh.

Auskultasi dilakukan dengan stetoskop Stetoskop regular


tidak mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara
melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung
yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara gangguan eksternal
dan demikian memisahkan dan meneruskan satu suara saja. Stetoskop

35
khusus yang mengamplifikasi suara juga tersedia dengan akuitas suara
yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah kesesuaian dan
kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam
telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.

Pemeriksaan Integument, Rambut dan Kuku

Integument

a. Inspeksi :

1) Adakah lesi, warna, jaringan parut, vaskularisasi.

2) Warna Kulit :

Coklat, deposit melanin

Biru, Hipoxia jaringan perifer

Merah, peningkatan oxihaemoglobin

Pucat, Anoxia jaringan kulit

Kuning, peningkatan bilirubin indirek dalam darah

b. Palpasi :

Suhu kulit, tekstur halus/ kasar, turgor / kelenturan keriput /tegang,


oedema derajat berapa?

1) Derajat 0 : Kembali spontan


2) Derajat 1 : Kembali dalam 1 detik
3) Derajat 2 : Kembali dalam 2 detk
4) Derajat 3 : Kembali dalam waktu lebih dari 2 detik

Identifikasi luka pada kulit

a. Tipe Primer

1) Makula : Perubahan warna kulit, tidak teraba, batas jelas, bentuk


melingkar kurang dari 1 Cm, Patch : bentuk melingkar lebih dari 1 Cm

36
2) Papula : Menonjol, batas jelas, elevasi kulit padat, kurang dari 1 Cm,
Plaque lebih dari 1 Cm
3) Nodule : Tonjolan padat berbatas jelas, lebih dalam dan lebih jelas
dari pada papula ukuran 1-2 Cm, Tumor lebih dari 2 Cm
4) Vesikula : Penonjolan pada kulit, bentuk bundar, berisi cairan serosa,
diameter kurang dari 1 Cm, Bulla diameter lebih dari 1 Cm
b. Tipe Sekunder

1) Pustula : Vesical / Bulla yang berisi nanah


2) Ulkus : Luka terbuka yang diakibatkan oleh vesikula/bulla yang
pecah
3) Crusta : Cairan tubuh yang mongering (serum, darah / nanah)
4) Exsoriasi : Pengelupasan epidermis
5) Scar : Pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan
6) Lichenifikasi : Penebalan kulit karena garukan atau tertekan terus
c. Kelainan- kelainan pada kulit :

1) Naevus Pigmentosus : Hiperpigmentasi pada kulit dengan batas


jelas
2) ( tahi lalat )
3) Hiperpigmentasi : Daerah kulit yang warnanya lebih gelap dari yang
lain ( Cloasma Gravidarum )
4) Vitiligo / Hipopigmentasi : Daerah kulit yang kurang berpigment
5) Tatto : Hiperpigmentasi buatan
6) Haemangioma : Bercak kemerahan pad pembuluh darah, dapat
7) merupakan tumor jinak atau tahi lalat
8) Angioma / toh : Pembengkakan yang terbentuk oleh proliferasi
9) yang berlebihan dari pembuluh darah
10) Spider Naevi : Pelebaran pembuluh darah arteriola dengan bentuk
11) Aliran yang khas seperti kalajengking dan bila ditekan hlang
12) Strie : Garis putih pada kulit yang terjadi akiubat pelebaran
kulit,dapat ditemui pada ibu hamil

37
Pemeriksaan Rambut

Inspeksi dan Palpasi :

penyebaran, bau, rontok ,warna.

Distribusi, merata atau tidak, adakah alopesia, daerah penyebaran

Quality, Hirsutisme ( pertumbuhan rambut melebihi normal ) pada sindrom


chasing, polycistik ovari’i, dan akromrgali, penurunan jumlah dan
pertumbuhan rambut seperti pada penderita hipotiroitisme ( alopesia ).
Warna, putih sebelum waktunya terjadi pada penderita anemia perniciosa,
merah dan mudah rontok pada malnutrisi.

Pemeriksaan Kuku

Inspeksi dan palpasi : Warna,bentuk,kebersihan

Bagian –bagian kuku :

a.Matrik/ akar kuku : tempat lempeng kuku tumbuh

b.Lempeng kuku

c.Dasar kuku : berdekatan dengan lempeng kuku

d.Jaringan peringeal : terdiri dari ephonicium, perionycium

Pemeriksaan Kepala, Wajah dan Leher


1 Pemeriksaan Kepala

a. Inspeksi :

bentuk kepala ( dolicephalus/ lonjong, Brakhiocephalus/ bulat ),


kesimetrisan, dan pergerakan. Adakah hirochepalus/ pembesaran
kepala.

b. Palpasi :

Nyeri tekan, fontanella cekung / tidak ( pada bayi ).

Pemeriksaan Mata

38
a. Inspeksi :

1) Kelengkapan dan kesimetrisan mata


2) Adakah ekssoftalmus ( mata menonjol ), atau Enofthalmus ( mata
tenggelam )
3) Kelopak mata / palpebra : adakah oedem, ptosis, peradangan,
luka, atau benjolan
4) Bulu mata : rontok atau tidak
5) Konjunctiva dan sclera, adakah perubahan warna, kemerahan
,kuning atau pucat.
6) Warna iris serta reaksi pupil terhadap cahaya, miosis /mengecil,
midriasis/ melebar, pin point / kecil sekali, nomalnya isokor / pupil
sama besar.
7) Kornea, warna merah biasanya karena peradangan, warna putih
atau abu-abu di tepi kornea ( arcus senilis ), warna biru, hijau
pengaruh ras. Amati kedudukan kornea,
Nigtasmus : gerakan ritmis bola mata

Strabismus konvergent : kornea lebih dekat ke sudut mata medial

Strabismus devergent : Klien mengeluh melihat doble, karena


kelumpuhan otat.

8) Pemeriksaan Visus
Dengan jarak 5-6 M dengan snellen card periksa visus OD /
OS

5/5 atau 6/6 = normal

1/ 60 = Mampu melihat dengan hitung jari

1/300 = Mampu melihat dengan lambaian tangan

1/ = Mampu melihat gelap dan terang

0 = Tidak mampu melihat

9) Pemeriksaan lapang pandang


Haemi anoxia : klien tidak dapat separoh dari medan penglihatan

39
Haemoxia : Klien tidak dapat melihat seperempat dari lapang
penglihatan

10) Pemeriksaan tekanan bola mata


Dengan mengunakan tonometri atau palpasi bola mata untuk
mengetahui adanya nyeri tekan atau konsistensi bola mata.

11) P e me riksa a n De n ga n Of t a lmo sko p


Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik
untuk melihat anatomi interna dari mata. Ada dua cakram pada
oftalmoskop: satu untuk mengatur lubang cahaya (dan filter),
dan satu lagi untuk merubah lensa untuk mengoreksi kesalahan
refraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.

Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah


lubang kecil, lubang besar,dan filter bebas-merah. Lubang kecil
adalah untuk pupil yang tidak berdilatasi; lubang besar untuk
pupil yang berdilatasi; dan filter bebas-merah menyingkirkan
sinar merah dan dirancang untuk melihat pembuluh darah serta
perdarahan. Dengan filter ini, retina tampak abu-abu, diskus
berwarna putih, makula kuning, dan darah tampak berwarna
hitam

Menggunakan oftalmoskop

Oftalmoskop dipegang dengan tangan kanan di


dep an mata kananpemeriksa, untuk memeriksa mata kanan
pasien.Pasien diminta untuk melihat lurus ke depan dan mata
terfiksasi pada sasaran yang jauh. Jika pemeriksa menggunakan
kaca mata, maka kaca mata harus dilepas supaya dapat melihat
retina dengan lebih baik. Lampu oftalmoskop dinyalakan, lubang
dipindahkan ke lubang kecil. Pemeriksa harus memulai dengan
diopter lensa diatur pada angka "0" jika ia tidak menggunakan
kaca mata. Pemeriksa yang miopia harus memulai dengan lensa
"minus", yang ditunjukkan oleh angka-angka berwarna merah;
pemeriksa yang hiperopia akan memerlukan lensa "plus", yang

40
ditunjukkan oleh angka-angka berwarna hitam. Jari telunjuk tetap
pada cakram untuk memudahkan mengatur fokus.

Oftalmoskop diletakkan berlawanan dengan dahi pemeriksa,


sedangkan ibu jari kiri pemeriksa mengangkat kelopak mata
kanan atas pasien. Oftalmoskop dan kepala pemeriksa harus
berfungsi sebagai satu unit. Pemeriksa yang melihat melalui
oftalmoskop, harus mendekati pasien setinggi mata sejauh sekitar
15 inci pada sudut 20° lateral dari pusat, seperti yang terlihat pada
gambar 3.15. Cahaya harus menyinari pupil. Pantulan sinar
berwarna merah, refleks merah,dapat terlihat pada pupil.
Pemeriksa harus memperhatikan setiap kekeruhan pada kornea
atau lensa.

Dengan bergerak ke arah pasien dengan garis 20° yang sama,


pemeriksa akan mulai melihat pembuluh darah retina. Pemeriksa
harus bergerak lebih dekat ke pasien, membawa lengan yang
memegang oftalmoskop berlawanan dengan dagu pasien. Jika
sudah terjadi kontak dengan pasien, maka akan terlihat papil
saraf optikus atau pembuluh darah. Dengan memutar roda diopter
. Unit tenaga optik dari lensa untuk sinar cahaya divergen atau
konvergen.

Pemeriksaan Telinga

a. Inspeksi dan palpasi


Amati bagian teliga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri tekan, adakah
peradangan, penumpukan serumen.

Dengan otoskop periksa amati, warna, bentuk, transparansi, perdarahan,


dan perforasi.

b. Uji kemampuan kepekaan telinga :

1) Dengan bisikan pada jarak 4,5 – 6 M untuk menguji kemampuan


pendengaran telinga kiri dan kanan

41
2) Dengan arloji dengan jarak 30 Cm, bandingkan kemapuan
mendengar telinga kanan dan kiri

3) Dengan garpu tala lakukan uji weber: mengetahui keseimbangan


konduksi suara yang didengar klien, normalnya klien mendengar
seimbang antara kanan dan kiri

4) Dengan garpu tala lakukan uji rinne: untuk membandingkan


kemampuan pendengaran antara konduksi tulang dan konduksi
udara, normalnya klien mampu mendengarkan suara garpu tala
dari kondusi udara setelah suara dari kondusi tulang

5) Dengan garpu tala lakukan uji swabach: untuk membandingkan


kemampuan hantaran konduksi udara antara pemeriksa dank lien,
dengan syarat pendengaran pemeriksa normal
Pemeriksaan Hidung

Inspeksi dan palpasi


Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi ( adakah
pembengkokan atau tidak )

Amati meatus, adakah perdarahan, kotoran, pembengkakan, mukosa


hidung, adakah pembesaran ( polip )

Pemeriksaan Mulut dan Faring

Inspeksi dan Palpasi


a. Amati bibir, untuk mengetahui kelainan konginetal ( labioseisis,
palatoseisis, atau labiopalatoseisis ), warna bibir pucat, atau merah
,adakah lesi dan massa.
b. Amati gigi ,gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran, kelengkapan, gigi
palsu, gingivitis,warna lidah, perdarahan dan abses.
c. Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau
tidak
d. Adakah pembesaran tonsil, T : 0, Sudah dioperasi, T : 1, Ukuran
normal, T : 2, Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah, T : 3,

42
Pembesaran sampai garis tengah, T : 4 , Pembesaran melewati garis
tengah
e. Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak
f. Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak

Pemeriksaan Wajah

Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien, Warna dan kondisi wajah


klien, struktur wajah klien, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot
fasialis atau tidak.

Pemeriksaan Leher

Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :

a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf / kurus ditemukan pada


orang dengan gizi jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan
pada klen obesitas, adakah peradangan ,jaringan parut, perubahan
warna, dan massa
b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada
suprasternal pada saat klien menelan, normalnya tidak teraba kecuali
pada aorang kurus
c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, dengan cara lakukan
pembendungan pada supraclavikula kemudian tekan pada ujung
proximal vena jugularis sambil melepaskan bendungan pada
supraclavikula, ukurlah jarak vertical permukaan atas kolom darah
terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di
bawah bidang horisontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah
: JVP = 5 – a Cm,( bila di bawah bidang horizontal ) JVP = 5 – a CmHg
( bila di atas bidang horizontal), normalnya JVP = 5 – 2 CmHg
Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan
memasukan cateter pada vena ,tekanan normal CVP = 5 – 15
CmHg.Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar
limfe, kelenjar tiroid dan posisi trakeaPembesarn kelenjar limfe leher (
Adenopati limfe )menandakan adanya peradangan pada daerah
kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphilis.

43
Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi
yodiumPerhatikan posisi trakea, bila bergeser atau tidak simetris dapat
terjadi karena proses desak ruang atau fibrosis pada paru atau
mediastinum

Pemeriksaan Payudara dan Ketiak


a. Inspeksi

Ukuran payudara, bentuk, dan kesimetrisan, dan adakah pembengkakan.


Normalnya melingkar dan simetris dengan ukuran kecil, sedang atau besar.

Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.

Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih gelap.

Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan

Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula

b.Palpasi

Adakah secret dari putting, adakah nyri tekan, dan kekenyalan.

Adakah benjolan massa atau tidak

Pemerikasaan Torak dan Paru


Secara umum ada beberapa garis bayangan yang digunakan dalam
pemeriksaan torak yaitu :

a. Garis midsternalis : garis yang ditarik dari garis tengah sternal kebawah
b. Garis midclavikula : garis yang ditarik dari pertegahan clavikula ke bawah
c. Garis mid axillaries : Garis yang ditarik dari pertengahan axilla ke bawah
d. Garis mid spinalis : garris yang ditarik dari pertengahan spinal ke bawah
e. Garis mid scapula : Garis yang ditarik dari pertengahan scapula ke bawah
1) Inspeksi
Bentuk torak, kesimetrisan, keadaan kulit.

Normal chest : diameter proximodistal lebih panjang dari anterodistal

44
Pigeon chest : diameter anteroposterior lebih panjang dari
proximodistal

Funnel chest : diameter anteroposterior lebih pendek dari proximodistal

Barrel chest : diameter anteroposteriol sama denga proximodistal

Kyposis : tulang belakang bengkok ke depan

Scoliosis : Tulang belakang bengkok ke sanping

Lordosis : tulang belakang bengkok ke belakang

Amati pernafasan klien : frekuensi ( 16 – 24 X per-menit ), retraksi


intercosta, retraksi suprasternal, pernafasan cuping hidung.

Macam-macam pola pernafasan :

a) Eupnea : Irama dan kecepatan pernafasan normal


b) Takipneu : Peningkatan kecepatan pernafasan
c) Bradipnea : Lambat tapi merupakan pernafasan normal
d) Apnea : Tidak terdapatnya pernafasan
e) Chene Stokes : Pernafasan secara bertahap lebih cepat dan dalam,
dan melambat diseligi periode apnea
f) Biot’s : Pernafasan cepat dan dalam dengan berhenti tiba-tiba .
g) Kusmaul : Pernafasan cepat dan dalam tanpa berhenti
Amati ada / tidak cianosis, batuk produktif atau kering.

2) Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus ;membandingkan getaran dinding
torak antara kanan dan kiri, dengan cara menempelkan kedua telapak
tangan pemeriksa pada punggung klien dan klien diminta
mengucapkan kata tujuh puluh tujuh, telapak tangan digeser ke bawah
dan bandingkan getarannya, normalnya getaran antara kanan dan kiri
teraba sama.

3) Perkusi
Menempelkan jari tengah pemeriksa pada intercosta klien dan
mengetuk dengan jari tangan yang satunya, normalnya suara dinding

45
torak saat diperkusi adalah sonor. Hipersonor menandakan adanya
pemadatan jaringan paru atau penimbunan cairan dalam dinding torak
( pneumotorak )

4) Auskultasi

a) Suara nafas
Vesikuler : terdengar di seluruh lapang paru dengan intensitas suara
rendah ,lembut dan bersih.

Bronchial : di atas manubrium sterni, suara tinggi, keras dan bersih


Bronkovesikuler : Intercosta 1 dan 2, dan antara scapula, intensitas
sedang dan bersih

Trakeal : di atas trakea pada leher, imtensitas sangat tinggi ,keras


dan bersih

b) Suara Ucapan
Anjurkan klien mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang, dengan
stetoskop dengarkan pada area torak, normalnya intensitas suara
kakan dan kiri sama

Kelainan yang dapat ditemukan :

Bronkopneumoni : Suara terdengar lebih keras di banding sisi lain

Egophoni : Suara bergema ( sengau )

Pectoriloqy : Suara terdengar jauh dan tidak jelas

c) Suara tambahan
Pleural fricion rab : terdengar kasar seperti gosokan amplas akibat
peradangan pleura terdengar sepanjang pernafasan lebih jelas pada
antero lateral bawah dinding torak Rales : Suara yang terdengar
akibat exudat lengket saat inspirasi

Rales halus , terdengar merintik halus pada akhir inspirasi

46
Rales kasar , terdengar merintik sepanjang inspirasi

Rales tidak hilang dengan batuk

Ronchi : Akibat penumpukan exudat pada bronkus-bronkus besar,


terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi, hilang bila klien batuk

Wheezing : Terdengar ngiik-ngiik saat inspirasi akibat penyempitan


bronkus

Pemeriksaan Jantung
f. Inspeksi
Amati ictus cordis : denyutan dinding torak akibat pukulan ventrikel kiri pada
dinding torak, normalnya pada ICS V Mid clavikula kiriselebar 1 Cm, sulit
ditemukan pada klien yang gemuk.

g. Palpasi
Adanya pulsasi pada dinding torak, normalnya pulsasi tidak ada :

ICS II ( area aorta pada sebelahkanan dan pulmonal pada sebelahkiri )

ICS V Mid Sternalis kiri ( area tricuspidalis atau ventrikel kanan )

ICS V Mid Clavikula kiri ( area Bicuspidalis )

h. Perkusi
Tujuan perkusi adalah untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara
kasar, batas-batas jantung normal adalah :

Batas atas : ICS II Mid sternalis

Batas bawah : ICS V

Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra

Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra

i. Auskultasi
Dengarkan BJ I pada ICS IV linea sternalis kiri BJ I Tricuspidalis,

47
dan pada ICS V Mid Clavicula / Apeks BJ I bicuspidalis terdengar LUB lebih
keras akibat penutupan katub mitral da tricuspidalis.

Dengarkan BJ II pada ICS II linea sternalis kanan BJ II Aorta, dan ICS II atai
III linea sternalis kiri BJ II aorta , terdengar DUB akibat penutupankatup
aorta dan pulmonal.

Dengarkan BJ III ( kalau ada ) terdengar di daerah mitral, pada awal diastolic
terdengar LUB-DUB-EE, BJ III terdengar normal pada anak-anak,dewasa
muda dan orang hamil. Bila ada BJ III pada orang dewasa yang disertai
dengan oedema/dipsneu berarti abnormal. BJ III pada klien decompensasi
cordis disebut Gallop Rhythm, yang terjadi akibat getaran karena derasnya
pengisian ventrikel kiri dari atrium kiri dari ruang sempit ke ruang yang lebih
lebar.

Dengarkan adanya suara murmur, suara tambahan pada fase sistolik,


diastolic akibat dari getaran jantung atau pembuluh darah karena arus
turbulensi darah.

Derajat Murmur : 1 : Hampir tidak terdengar

2 : Terdengar lemah

3 : Agak keras

4 : Keras

5 : Sangat keras

6: Sampai stetoskop di angkat sedikit suara masih terdengar

Pemeriksaan Abdomen / Perut


Khusus untuk pemeriksaan abdomen urutannya adalah inspeksi, auskultasi,
palpasi,dan perkusi ,karena palpasi dan perkusi dapat meningkatkan peristaltik
usus.

48
Abdomen terbagi dalam 4 Kuadran dan 9 Regio :

j. Inspeksi
Bentuk abdomen : Membusung, atau datar

Massa / Benjolan : pada daerah apa dan bagaimana bentuknya

Kesimetrisan bentuk abdomen

Amati adanya bayangan pembuluh darah vena, kalau terlihat pada bagian
atas abdomen dan mengalir ke bagian yang lebih atas berarti ada obstruksi
vena porta hepatica, kalau tampak pada bagian bawah abdomen menuju ke
atas berarti ada obstruksi pada vena cava inferior, normalnya bila terlihat
pembuluh darah pada abdomen berasal dari bagian tengah menuju ke atas
atau ke bawah, dan tidak terlihat terlalu menonjol.

a. Gambaran normal
b. Gambaran Hipertensi portal
c. Gambaran obstruksi vena cava inferior
k. Auskultasi
Untuk mengetahui peristaltic usus atau bising usus. Catat frekuensinya
dalam satu menit, normalnya 5 – 35 kali per menit, bunyi peristaltic yang
panjang dan keras disebut Borborygmi biasanya terjadi pada klien
gastroenteritis, dan bila sangat lambat (meteorismus) pada klien ileus
paralitik.

l. Palpasi
Menanyakan pada klien bagian mana yang mengalami nyeri.

1) Palpasi Hepar :
Atur posisi pasien telentang dan kaki ditekuk

Perawat berdiri di sebelah kanan klien, dan meletakan tangan di bawah


arcus costai 12, pada saat isnpirasi lakukan palpasi dan diskripsikan :

Ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak pembesaran berapa jari dari
arcus costae, perabaan keras atau lunak, permukaan halus atau

49
berbenjol-benjol, tepi hepar tumpul atau tajam. Normalnya hepar tidak
teraba.

2) Palpasi Lien
Posis pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner dari
midclavikula kiri ke arcus costae- melalui umbilicus – berakhir pada SIAS
kemudian garis dari arcus costae ke SIAS di bagi delapan. Dengan
Bimanual lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri tekan terletak pada garis
Scuffner ke berapa ? ( menunjukan pembesaran lien )

3) Palpasi Appendik
Posisi pasien tetap telentang, Buatlah garis bayangan untuk
menentukan titik Mc. Burney yaitu dengan cara menarik garis bayangan
dari umbilicus ke SIAS dan bagi menjadi 3 bagian. Tekan pada sepertiga
luar titik Mc Burney : Bila ada nyeri tekan ,nyeri lepas dan nyeri menjalar
kontralateral berarti ada peradangan pada appendik.

Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :

Perkusi dari bagian lateral ke medial, perubahan suara dari timpani ke


dullnes merupakan batas cairan acitesShiffing Dullnes, dengan
perubahan posisi miring kanan / miring ke kiri, adanya cairan acites akan
mengalir sesuai dengan gravitasi, dengan hasil perkusi sisi lateral lebih
pekak/ dullness

Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.

4) Palpasi Ginjal

Dengan bimanual tangan kiri mengangkat ginjal ke anterior pada area


lumbal posterior, tangan kanan diletakan pada bawah arcus costae,
kemudian lakukan palpasi dan diskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk
dan ukuran.

Normalnya ginjal tidak teraba.

Pemeriksaan Genetalia
Genetalia Pria

50
a. Inspeksi :
Amati penyebaran dan kebersihan rambut pubis

Kulit penis dan scrotum adakah lesi, pembengkakan atau benjolan

Lubang uretra adkah penyumbatan, lubang uretra pada bagian bawah


( Hipospadia ) lubang uretra pada batang penis ( Epispadia)

b. Palpasi
Penis : adakah nyeri tekan, benjolan, cairan yang keluar

Scrotum dan testis : Adakah benjolan, nyeri tekan, ukuran penis,


testis normalnya teraba elastis, licin dan tidak ada benjolan.

Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :

1) Hidrocele : akumulasi cairan serosa diantara selaput visceral dan


parietal pada tunika vaginalis.
2) Scrotal Hernia : Hernia dalam scrotum
3) Spermatocele : Cysta epididimis, terbentuk karena, adanya
obstruksi pada tubulus/ saluran sperma.
4) Epididmal Mass / Nodularyti : Disebabkan adanya neoplasma
benigna atau maligna, syphilis ,atau tuberculosis.
5) Epididmitis : Inflamasi atau infeksi oleh Escherichia coli,
Gonorrhoe, atau Mycobacterium tuberculosis.
6) Torsi pada saluran sperma : Axil rotasi atau vuvulus pada saluran
sperma diakibatkan infarktion pada testis.
7) Tumor testiscular : tumor pada testis penyebabnya multiple sifatnya
biasanya tidak nyeri.

3.15.2 Inspeksi dan palpasi Hernia :

Amati daerah inguinal dan femoral, adakah pembengkakan. Sebelum


palpasi, Anjurkan klien berdiri dengan sebalah kaki, dengan sisi yang
akan diperiksa agak ditekuk.Masukan jari telunjuk ke dalam kulit scrotum
dan dorong ke atas cincin inguina eksternal. Bila cincin membesar suruh

51
klien mengejan atau batuk, dengan cara ini hernia inguinalis akan
teraba.

3.16 Asesmen awal medis dan keperawatan di BLUD Rumah Sakit Konawe Utara
meliputi asesmen awal rawat jalan,asesmen awal rawat inap dan asesmen
awal gawat,hal tersebut dapat diterangkan sebagai berikut :

Asesmen awal rawat jalan

BLUD Rumah Sakit Konawe Utara dengan berdasarkan peraturan


perundang-undangan menyusun dan menetapkan suatu kebijakan asesmen
dan prosedur yang menegaskan asesmen informasi yang harus diperoleh dari
pasien rawat jalan serta menyusun suatu pedoman yang diharapkan dapat
mengarahkan pihak-pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di BLUD
Rumah Sakit Konawe Utara secara lebih tepat dan akurat.
Pedoman asesmen untuk rawat jalan dilakukan pada pasien medis
yang sadar atau pasien trauma yang tidak mengalami mekanisme cedera
signifikan, dengan fokus pada keluhan utama pasien dan pemeriksaan fisik
terkait.Pelaksanaan asesmen awal rawat jalan di lakukan selama 30 menit,
Prosedur dan pedoman asesmen pasien rawat jalan BLUD Rumah Sakit
Konawe Utara adalah sebagai berikut
1. Identitas pasien rawat jalan harus selalu dikonfirmasi pada awal
pemberian pelayanan kesehatan.
2. Dokter melakukan asesmen awal dan menentukan apakah pasien bias
dilayani di Instalasi Rawat Jalan atau seharusnya mendapatkan pelayanan
segera di Instalasi Gawat Darurat. Pasien yang harus mendapatkan
pelayanan segera ditransfer ke Instalasi Gawat Darurat.
3. Dokter melakukan asesmen terfokus kasus medis atau trauma sesuai
dengan kondisi pasien.
4. Dokter melakukan anamnesa dengan menanyakan atau meminta pasien
untuk menceritakan keluhan yang dirasakan sehingga membuat pasien
datang untuk berobat.
5. Dokter menambahkan atau memberikan pertanyaan- pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan pasien sehingga keluhan pasien menjadi
lebih lengkap dan terperinci

52
6. Dokter menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat
alergi atau pemakaian obat sebelumnya.
7. Perawat melakukan pengukuran tanda-tanda vital: kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan suhu badan serta berat
badan, terutama untuk pasien anak-anak. Apabila perawat atau dokter
meragukan hasil pemeriksaan yang dilakukan maka dokter akan
melakukan sendiri pemeriksaannya.
8. Dokter melakukan asesmen menyeluruh dan terarah sesuai dengan
keluhan pasien.
9. Perawat mengkaji status nyeri dan status psikologis pada setiap pasien
rawat jalan. Pengkajian status nyeri dilakukan berdasarkan asesmen
status nyeriyang telah ditetapkan.
10. Apabila diperlukan, dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan
penunjang baik laboratorium atau radiologi dan pemeriksaan
penunjanglainnya seperti patalogi anatomi dan lain-lain untuk membantu
menegakkandiagnosa penyakit pasien secara lebih pasti.
11. Dokter membuat kesimpulan dari semua informasi yang diperoleh selama
proses rawat jalan berupa diagnosa sementara dan differensial diagnosa.
12. Dokter memberikan pengobatan dan/ atau rencana pelayananan
selanjutnya seperti rawat inap, konsultasi spesialisasi lain atau tindakan
lainnya. Untuk rawat inap, pasien dan keluarga diarahkan ke prosedur
pasien rawat inap. Konsultasi spesialisasi harus dilakukan secara tertulis
melalui lembaran konsultasi dan hasil konsultasi dicatat dalam rekam
medis.
13. Tindakan dilakukan setelah adanya persetujuan tindakan medis (informed
consent) dari pasien atau keluarga pasien.
14. Semua informasi diatas wajib diperoleh dari pasien dan/ atau keluarga
pasien dan harus dicatat secara lengkap dan terperinci dalam status rawat
jalan dan didokumentasikan dalam buku rekam medis.
15. Untuk pelayanan kesehatan gigi di Poliklinik Gigi ditambahkan
odontogram dalam rekam medisnya.
16. Pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit akut/non kronis
,asesmen awal di perbaharui setelah 1 ( satu) bulan

53
17. Pelaksanaan pasien rawat jalan dengan penyakit kronis ,asesmen awal di
perbaharui setelah 3 ( tiga ) bulan

Isi Minimal Asesmen Pasien Rawat Jalan


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/ III/ 2008 tentang Rekam Medis bahwa isi rekam medis untuk
pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya
memuat
1. Status fisik
2. Psiko-sosio-Spiritual
3. Ekonomi
4. Riwayat kesehatan pasien
5. Riwayat Alergi
6. Asesmen Nyeri
7. Resiko jatuh
8. Asesmen fungsional
9. Resiko nutrisional
10. Kebutuhan edukasi
11. Perencanaan pemulangan pasien(discharge palnning)

54
A. ALUR
RAWAT JALAN

Mulai

Pasien
Masuk poliklinik

Rekam medis

Memeriksa kelengkapan administrasi dan mengentri


data pasien ke divisi yang dituju

DPJP
Prosedur penunjang
Asesmen medis, anamnesis dan pemeriksaan fisik

Prosedur tindakan atau one


day care ya DPJP
Perlu penunjang?
ya tidak Menulis surat dan enrty
work order
Perlu tindakan?

ya ya DPJP
Perlu MRS?
tidak Menulis surat
permintaan
tidak tidak
Kasus bedah?

Prosedur
DPJP ya pendaftaran di
sentral
Menulis resep/ surat
tidak Dpjp bedah
control/ rujuk balik Menulis permintaan MRS
ya Mengentri acara oprasi tidak

Selesai

55
Asesmen awal medis rawat inap

Rawat inap merupakan kelanjutan dari pelayanan kesehatan rawat


jalan atau pelayanan gawat darurat. Pelayanan rawat inap bertujuan untuk
melakukan pemantauan lebih lanjut terhadap kondisi pasien terutama pasien
yang memerlukan perawatan intensif atau pasien yang kondisinya masih
belum stabil sehingga masih memerlukan tindakan-tindakan yang paling baik
dilakukan di dalam rumah sakit.
Rawat inap bertujuan agar segala pelayanan medis yang diperlukan
dapat diberikan secara komprehensif dan optimal agar pasien memperoleh
kesembuhan dalam waktu yang lebih cepat. Untuk itu, diperlukan pengkajian
dan pengamatan yang lebih menyeluruh dan terperinci serta berulang-ulang
terhadap setiap perubahan kondisi pasien yang mungkin saja terjadi selama
perawatan.
Prosedur dan pedoman asesmen pasien rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Genteng adalah sebagai berikut
1. Identitas pasien rawat inap harus selalu dikonfirmasi pada awal pemberian
pelayanan kesehatan.
2. DPJP melakukan asesmen sesuai dengan kondisi pasien saat
diperiksa.bisa berupa asesmen awal kembali, asesmen segera dan
terfokus, asesmen menyeluruh maupun asesmen berkelanjutan.DPJP
melakukan asesmen sekurang –kurangnya sebelum 24 jam
3. Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan, DPJP memberikan
pengobatan dan merencanakan pelayanan selanjutnya atau tindakan yang
dibutuhkan oleh pasien.
4. DPJP dapat melakukan pemeriksaan- pemeriksaan penunjang lainnya bila
diperlukan.
5. DPJP memberikan penjelasan mengenai semua hal yang berkaitan
dengan kondisi pasien meliputi keadaan penyakit, pengobatan yang
diberikan, pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan, rencana
pelayanan dan tindakan selanjutnya, perkiraan lama rawatan dan rencana
pemulangan (discharge plan) kepada pasien dan keluarganya.

56
6. DPJP juga memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh pasien dan atau keluarga.
7. DPJP dapat melakukan konsultasi ataupun perawatan bersama dengan
dokter bidang spesialisasi lainnya bila diperlukan dengan mengisi
lembaran konsultasi yang telah ada.
8. DPJP melakukan asesmen dan asesmen ulang setiap hari dengan
melakukan visite dan menjelaskan perkembangan keadaan penyakit
pasien dan rencana pengobatan kepada pasien dan keluarga atau
penanggung jawab pasien..
9. Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta
pelayanan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan secara
terintegrasi dalam lembar CPPT dalam rekam medis dan dapat diakses
sewaktu-waktu apabiladiperlukan.
10. DPJP membuat resume medis berupa ringkasan dari seluruh pelayanan
kesehatan yang telah diberikan selama perawatan saat pemulangan
pasien.
11. Untuk pelayanan kesehatan gigi ditambahkan odontogram dalam rekam
medisnya.

Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif ditujukan untuk


mengenali masalah kesehatan yang dihadapi klien dan penyebab timbulnya
masalah tersebut. Dikenalinya masalah dan penyebabnya dengan tepat akan
mendasari penyusunan rencana penanggulangannya agar efektif dan efisien.

Perawat melakukan asesmen keperawatan sesuai dengan pedoman dan


pedoman yang telah ditetapkan.

Perawat melakukan asesmen nyeri dan asesmen jatuh pada setiap pasien rawat
inap sesuai dengan pedoman dan pedoman yang ada
Pengkajian ulang pasien dilakukan sesuai dengan perubahan kondisi
pasien yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Setiap perubahan dan perkembangan
dari kondisi pasien harus diketahui dan dilaporkan kepada DPJP
Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien harus mendapat
persetujuan dari pasien atau keluarga/ penanggung jawab. Tindakan dilakukan
setelah adanya persetujuan (informed consent )

57
Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta
pelayanan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan secara
terintegrasi dalam lembar CPPT rekam medis dan dapat diakses sewaktu-waktu
apabiladiperlukan.
Pengkajian keperawatan di rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah
Genteng dilakukan pada semua pasien baru. Pengkajian dilakukan secara
berkelanjutan dalam rangkaian proses asuhan keperawatan. Pengkajian
keperawatan di rawat inap dilakukan melalui wawancara langsung kepada
pasien atau keluarga untuk memperoleh data subjektif. Sedangkan data objektif
diperoleh dari pemeriksaan fisik dan dari hasil pemeriksaan diagnostik.

3.1.1 Identitas Pasien

Data identitas pasien didapatkan melalui wawancara kepada pasien


langsung atau keluarga pasien. Selain dari hasil wawancara perawat juga
dapat melihat data identitas pasien pada kartu identitas atau dokumen lain
yang dapat dipercaya. Data identitas pasien ini meliputi nama pasien,
tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat rumah pasien. Selain
data diri pasien, perlu juga informasi tentang orang yang bertanggung
jawab terhadap pembiayaan pasien (keluarga atau orang terdekat).

3.1.2 Riwayat Kesehatan

Data riwayat kesehatan didapat melalui proses wawancara dengan


pasien langsung atau dengan keluarga. Data riwayat kesehatan ini meliputi
keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga.

3.1.3 Pengkajian Fisik Keperawatan

Pengkajian fisik keperawatan dilakukan melalui Observasi langsung


keadaan pasien atau inspeksi, Auskultasi atau mendengarkan, Palpasi
atau meraba dengan tangan pada bagian organ tubuh tertentu, serta
Perkusi atau ketukan/pukulan dengan menggunakan jari tangan di daerah-
daerah tertentu pada organ tubuh pasien. Pada prinsipnya pengkajian fisik
ini adalah menemukan data – data kondisi yang abnormal pada keadaan
fisik pasien.

3.3.4 Data – data yang didapatkan dalam pengkajian fisik ini antara lain
meliputi:
58
a. Keadaan umum pasien

Meliputi tingkat kesadaran pasien yang dinilai dengan menentukan skor


GCS yang mencakup penilaian reaksi mata pasien, reaksi motorik
pasien terhadap rangsang yang diberikan, serta reaksi verbal pasien.
Selain itu juga data mengenai tanda – tanda vital pasien yang mencakup
tekanan darah, jumlah tekanan nadi pasien permenit, jumlah respirasi
permenit, suhu tubuh pasien dalam derajat celcius, serta skala nyeri
pasien yang diukur menggunakan skala nyeri yang sesuai. Selain data
diatas juga perlu dikaji data tinggi badan dan berat badan pasien.

b. Organ kepala

Pengkajian fisik pada daerah kepala dilakukan dengan cara inspeksi


dan palpasi. Data yang didapat adalah untuk mengetahui bentuk kepala,
dan atau ada tidaknya hematoma atau luka di kepala pasien

c. Rambut

Pengkajian fisik pada rambut dilakukan dengan cara inspeksi dan


palpasi. Data yang didapatkan adalah meliputi keadan rambut,
kelembaban, kekuatan rambut (mudah rontok atau tidak).

d. Wajah

Pengkajian fisik pada wajah dilakukan dengan cara inspeksi dan


wawancara. Data yang didapatkan adalah meliputi kesimetrisan bentuk
wajah, adakah bell palsy, atau data adakah kelainan congenital

e. Mata

Pengkajian fisik pada mata dilakukan melaui inspeksi. Data yang


didapatkan adalah meliputi keadan sclera (anemis atau tidak), adakah
konjungtivitis serta adakah gangguan penglihatan.

f. Telinga

Pengkajian fisik pada telinga dilakukan dengan cara inspeksi dan


wawancara. Data yang didapatkan adalah meliputi adakah cairan atau
corpal, apakah terasa berdengung, adakah nyeri, serta adakah
gangguan pendengaran.

59
g. Hidung

Pengkajian fisik pada hidung dilakukan dengan inspeksi. Data yang


didapatkan adalah kesimetrisan, serta adakah epistaksis.

h. Mulut

Pengkajian fisik pada mulut dilakukan dengan cara inspeksi. Data yang
didapatkan adalah kesimetrisan, warna bibir, kelembaban, serta adakah
kelainan congenital

i. Gigi

Pengkajian fisik pada gigi dilakukan dengan cara inspeksi dan


wawancara. Data yang didapatkan adalah ada tidaknya caries, adakah
yang berlubang, serta gigi palsu.

j. Lidah

Pengkajian fisik pada lidah dilakukan dengan cara inspeksi. Data yang
didapatkan adalah kelembaban, serta kebersihan.

k. Tenggorokan

Pengkajian fisik pada tenggorokan dilakukan dengan cara inspeksi dan


wawancara. Data yang didapatkan antara lain adakah peradangan,
adakah rasa nyeri saat menelan, serta keadaan tonsil.

l. Leher

Pengkajian fisik pada leher dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.
Data yang didapatkan antara lain adakah pembesaran tiroid,
pembesaran vena jugularis, serta adakah keterbatasan gerak.

m. Dada

Pengkajian fisik pada dada dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi.
Data yang didapatkan antara lain kesimetrisan, retraksi dada, dan lain-
lain.

n. Respirasi

Pengkajian fisik pada sistem respirasi dilakukan dengan cara


wawancara, observasi, inspeksi, dan auskultasi. Data yang didapatkan

60
antara lain suara nafas, keadaan jalan nafas, adakah rasa nyeri saat
bernafas, adakah luka tracheostomy, adakah alat bantu nafas, dan lain-
lain.

o. Jantung

Pengkajian fisik pada jantung dilakukan dengan wawancara, palpasi,


auskultasi. Data yang didapatkan antara lain adakah nyeri dada, irama
jantung, dan suara jantung.

p. Integumen

Pengkajian fisik pada integument dilakukan dengan cara observasi,


inspeksi, dan palpasi. Data yang didapatkan antara lain adakah fistula,
turgor, adakah memar, adakah luka, dan lain sebagainya.

q. Abdomen

Pengkajian fisik pada abdomen dilakukan dengan cara wawancara,


inspeksi, palpasi dan auskultasi. Data yang didapatkan antara lain
adakah nyeri dada, adakah acites, adakah luka, dan lain sebagainya.

r. Ekstremitas

Pengkajian fisik pada ekstremitas dilakukan dengan cara inspeksi,


palpasi. Data yang didapatkan antara lain adakah edema, adakah
kontraktur, adakah paralisis, dan lain sebagainya.

s. Genetalias

Pengkajian fisik pada genetalia dilakukan dengan cara wawancara dan


inspeksi. Data yang didapatkan antara lain kebersihan, adakah
keputihan dan lain sebagainya.

3.3.5 Review Persistem

a. Pola aktivitas

Pengkajian pola aktivitas dilakukan dengan cara wawancara dan


observasi langsung. Data pasien yang diperlukan adalah meliputi
kemampuan pasien dalam beraktivitas mandiri, adakah alat bantu gerak,
serta kemampuan dalam pemenuhan ADL.

61
b. Proteksi

Pengkajian sistem proteksi diri pasien meliputi status mental, sistem


penglihatan, dan sistem pendengaran. Data tentang status mental
pasien antara lain adakah pasien mengalami disorientasi, agitasi, letargi,
apakah perilaku pasien kooperatif, dan lain sebagainya. Sedangkan data
sistem penglihatan antara lain adakah kebutaan, penggunaan alat bantu
penglihatan dan lain sebagainya. Data sistem pendengaran antara lain
adakah pasien mengalami gangguan pendengaran, adakah nyeri, serta
alat bantu pendengaran.

c. Nutrisi

Pengkajian yang berkaitan dengan nutrisi antara lain meliputi data –


data tentang masalah nutrisi, adakah gangguan dalam pemenuhan
nutrisi, adakah penurunan berat badan, adakah masalah pencernaan,
serta riwayat kemoterapi.

d. Eliminasi

Data pengkajian sistem eliminasi pasien meliputi adakah konstipasi,


adakah luka kolostomy, ileostomy, frekuensi BAB dan konsistensi,
adakah retensi urin, hematuria, terpasang kateter urin, serta volume
urin.

e. Seksual / Reproduksi

Data pengkajian sistem reproduksi antara lain meliputi adakah masalah


prostat, penggunaan alat kontrasepsi, adakah kelainan reproduksi, serta
apakah pasien sedang hamil.

f. Kenyamanan

Kenyamanan dalam hal ini adalah berkaitan dengan nyeri yang


dirasakan pasien. Data pengkajian nyeri meliputi lokasi nyeri, skala (0 –
10), durasi, factor pencetus, kualitas nyeri, pola nyeri yang dirasakan,
serta apakah perasaan nyeri mempengaruhi aktivitas pasien.

g. Kebutuhan komunikasi / pendidikan dan Pengajaran

62
Data pengkajian tentang kebutuhan komunikasi meliputi adakah pasien
mengalami gangguan bicara, jenis bahasa yang digunakan, adakah
hambatan komunikasi, tingkat pendidikan pasien, serta potensi
kebutuhan pembelajaran (proses penyakit, pengobatan/terapi, nutrisi,
dan lain sebagainya).

h. Sistem sosial dan kebutuhan spiritual

Data pengkajian sistem sosial dan kebutuhan spiritual meliputi jenis


pekerjaan pasien, kegiatan sosial kemasyarakatan, kebutuhan ibadah,
kemampuan beribadah, halangan beribadah, serta potensial kebutuhan
bimbingan ibadah.

3.3.6 Pengkajian Khusus Pediatrik

a. Riwayat prenatal

Data pengkajian riwayat prenatal meliputi lama kehamilan, serta adakah


komplikasi selama kehamilan.

b. Riwayat persalinan

Data riwayat persalinan meliputi apakah pasien dilahirkan melalui


operasi sesar atau persalinan normal, serta adakah penyulit persalinan.

c. Riwayat post natal

Data riwayat post natal meliputi apakah dihairkan dengan premature,


atau pasca dirawat di NICU/PICU.

d. Riwayat imunisasi

Data riwayat imunisasi meliputi apakah pasien diimunisasi lengkap


sesuai jadwal, serta data jenis imunisasi yang belum didapat.

e. Riwayat tumbuh kembang

Data riwayat tumbuh kembang meliputi dilahirkan pada umur kehamilan


berapa bulan, pernah dirawat atau tidak, lingkar kepala saat lahir, berat
badan saat lahir, tinggi badan saat lahir, mendapatkan ASI sampai umur
berapa tahun, umur mulai mendapatkan makanan tambahan, adakah
kelainan congenital.

63
Daftar Masalah Keperawatan

Tujuan dari proses pengkajian keperawatan adalah menemukan atau


menyimpulkan masalah keperawatan yang sedang dialami pasien.
Penyimpulan tersebut berdasarkan data – data abnormal yang didapat dari
hasil pengkajian. Masalah keperawatan tersebut dirumuskan kemudian
ditentukan prioritas berdasarkan masalah potensial yang dapat
menimbulkan dampak terburuk atau berdasarkan penilaian kegawatan.

Daftar masalah inilah yang nantinya digunakan untuk menentukan


diagnose keperawatan pasien.

Isi Minimal Asesmen Pasien Rawat Inap


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/ III/ 2008 tentang Rekam Medis bahwa isi rekam medis untuk
pasien rawat inap dan perawatan satu hari pada sarana pelayanan kesehatan
sekurang-kurangnya memuat
1. Status fisik
2. Psiko-sosio-Spiritual
3. Ekonomi
4. Riwayat kesehatan pasien
5. Riwayat Alergi
6. Asesmen Nyeri
7. Resiko jatuh
8. Asesmen fungsional
9. Resiko nutrisional
10. Kebutuhan edukasi

64
3. Perencanaan pemulangan pasien(discharge palnning)

Asesmen awal medis dan keperawatan pasien gawat darurat


Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat
memberikan tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok
orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya
kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan
untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien
gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan
bencana.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka
diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan
ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit, maupaun di rumah
sakit.
Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat
memberikan tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok
orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya
kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan
untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien
gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaaan
bencana.

65
Dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gawat darurat, maka
diperlukan peningkatan pelayanan gawat darurat baik yang diselenggarakan
ditempat kejadian, selama perjalanan ke rumah sakit, maupaun di rumah
sakit.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka di Instalasi Gawat Darurat perlu
dibuat standar asesmen pasien atau asesmen yang merupakan pedoman
bagi semua pihak dalam tata cara pelaksanaan pelayanan yang diberikan ke
pasien pada umumnya.
Prosedur dan pedoman asesmen pasien Gawat Darurat di Rumah
Sakit Umum Daerah Genteng adalah sebagai berikut:
1. Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat harus mendapatkan
pelayanan yang cepat dan tepat.Respon time di lakukan waktu 5
menit.Asesmen pasien di lakukan secara berurutan sebagai berikut
a. Asesmen awal ini dilakukan sesuai dengan fungsi memberikan
respons yang sesuai dengan keadaan pasien yang bersangkutan.
b. Asesmen menyeluruh
c. Asesmen berkelanjutan
2. Intervensi medis dilakukan sesuai dengan hasil asesmen yang diperoleh.
Intervensi medis harus dilakukan secara cepat dan tepat
3. Setelah keadaan gawat daruratnya diatasi, pasien ditentukan apakah bisa
menjalani perawatan rawat jalan atau harus mendapatkan pelayanan
rawat inap

Petugas yang melakukan asessmen keperawatan di Instalasi Gawat


darurat adalah perawat yang kompeten. Dalam arti perawat yang sudah memiliki
Surat Ijin Praktik (SIP) dan minimal lulusan akademi keperawatan (D3
keperawatan) serta telah memiliki sertifikan Pelatihan Kegawatdaruratan.

Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial


di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien
dalam lingkup kegawatdaruratan. Asessmen awal keperawatan pada pasien
emergensi harus didasarkan pada kebutuhan dan keadaannya. Pengkajian
merupakan pendekatan sistemik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan
gawat darurat. Data dapat diperoleh secara primer (klien) maupun skunder

66
(keluarga, tim kesehatan lainnya). Proses pengkajian dibagi dalam dua bagian
yaitu pengkajian primer dan pengkajian skunder.

Pengkajian Primer

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah actual


atau risiko tinggi dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
memungkinkan.

Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:

A : Airway (jalan nafas) dengan control servikal

B : Breathing dan ventilasi

C : Circulation dengan control perdarahan

D : Disability

E : Exposure control, dengan membuka pakaian pasien tetapi cegah


hipotermi.

Pengkajian Skunder

Pengkajian skunder dilakukan setelah masalah airway, breathing dan


circulation yang ditentukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian
skunder meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan
(riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.

Data hasil pengkajian keperawatan didokumentasikan oleh perawat dalam


lembar pengkajian gawat darurat yang ada di rekam medis pasien Rumah
Sakit Umum Daerah Genteng. Data hasil pengkajian yang
didokumentasikan dalam catatan medis gawat garurat adalah meliputi:

a. Data subjektif, yang terdiri dari: keluhan pasien dan riwayat penyakit
pasien.

b. Data objektif, yang terdiri dari: keadaan umum pasien, skala nyeri yang
dirasakan pasien, data tanda-tanda vital, tinggi badan dan berat badan

67
pasien, serta dokumentasi waktu pengkajian, nama dan tanda tangan
perawat yang melakukan pengkajian.

Asesmen gawat darurat merupakan asesmen medis yang dilakukan


terhadap pasien dengan kondisi gawat darurat (emergensi).

Asesmen gawat darurat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. PRIMARY SURVEY
a. Penilaian tahap primary survey, meliputi :
1) A = Airway adalah mempertahankan jalan napas dengan teknik
manual atau menggunakan slat bantu. Tindakan ini mungkin akan
banyak memanipulasi leher sehingga harts diperhatikan untuk
menjaga stabilitas tulang leher (cervical spine control).
2) B = Breathing adalah menjaga pernafasan ventilasi dapat
berlangsung dengan baik.
3) C = Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan
tindakan untuk menghentikan perdarahan (hemorrhage control).
4) D = Disability adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan
adanya gangguan neurologic.
5) E = Exposure/environmental control adalah pemeriksaan pada
seluruh tubuh penderita untuk melihat jejas atau tanda-tanda
kegawatan yang mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak
terjadi hipotermi.
6) Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus
dikenali, dan resusitasinva dilakukan pada saat itu juga.
7) Prioritas penanganan untuk pasien usia muda maupun usia lanjut
adalah sama. Salah satu perbedaannya adalah bahwa pada usia
muda ukuran organ relatif lebih kecil, dan fungsinya belum
berkembang secara maksimal.
8) Pada ibu hamil prioritas tetap sama, hanya saja proses kehamilan
membuat proses fisiologis berubah karena adanya janin.
9) Pada orang tua, Karena proses penuaan fungsi tubuh menjadi lebih
rentan terhadap trauma karena berkurangnya daya adaptasi tubuh.

68
b. Anamnesa
Anamnesa yang dilakukan merupakan anamnesa singkat, cepat,
dan tepat (disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien).

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk pasien emergensi menggunakan penilaian
sebagai berikut :

1) A = Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical


spinecontrol) . Penilaian :
a) Mengenal patensi airway.
b) Penilaian cepat akan adanya obstruksi.
2) B= Breathing dan VentilasI
Penilaian :

a) Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala.
b) Tentukan laju dan dalamnya pemafasan.
c) Inspeksi dan palpasi leher dan. toraks untuk adanya deviasi
trakea, ekspansi toraks simeteris atau tidak simetris, pemakaian
otot tambahan, dan tandatanda cedera.
d) Perkusi toraks untuk menentukan redup atau hipersonor.
e) Auskultasi toraks bilateral.
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
Penilaian :

a) Dapat mengetahui sumber perdarahan ekstemal yang fatal.


b) Mengetahui sumber perdarahan internal.
c) Nadi : Kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoxus.
d) Warna kulit.
e) Tekanan darah (bila ada waktu).
4) Disability (Neurologic Evaluation)
Penilaian :

a) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS.


b) Nilai pupil untuk besarnya, isokor dan reaksi
5) Exposure/Environment

69
Buka pakaian pasien tetapi cegah hipotermia.

2. SECONDARY SURVEY
Penilaian pada tahap secondary survey, meliputi :

a. Anamnesis
1) Step 1 : Dapatkan riwayat AMPLE dan pasien, keluarga atau petugas
pra-rumah sakit. Riwayat "AMPLE" patut diingat :
A : Alergi

M : Medikasi (obat yang diminum saat ini)

P :Past illness (penyakit pen yerta)lpregnancy

L :Last meal

E : Eventz'environment (lingkungan) yang berhubungan dengan kejadian


perlukaan.

2) Step 2 : Dapatkan anamnesis sebab cedera dan mekanisme cedera


Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis
mengenai riwayat perlukaan. Mekanisme perlukaan sangat
menentukan keadaan pasien. Jenis perlukaan dapat diramalkan dan
mekanisme kejadian perlukaan itu. Cedera lain dimana riwayat penting,
adalah cedera termal, dan bahan berbahaya (hazardous material).

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada secondary survey dilakukan berurutan mulai dari
kepala, maksilo-fasial, servikal dan leher, dada, abdomen,
perineum/rektum/vagina, muskuloskeletal sampai pemeriksaan
neurologis.

1) Kepala dan Maksilofasial.


Penilaian :

a) Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya


laserasi, kontusi, fraktur dan luka tennal.
b) Re-evaluasi pupil.
c) Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.

70
d) Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajaman
penglihatan, dislokasi lensa, dan adanya lensa kontak.
e) Evaluasi syaraf kranial.
f) Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan
serebrospinal.
g) Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairan
serebrospinal, perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang.

2) Vertebra Servikalis dan Leher.


Penilaian :

a) Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan


pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan,
emfisema subkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi.
c) Auskultasi a.karotis akan adanya murmur.
d) Mintakan foto servikal lateral.

3) Toraks
Penilaian :

a) Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk


adanya trauma tumpul ataupun tajam, pemakaian otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral.
b) Auskultasi pada bagian depan dan basal untuk bising nafas
(bilateral) dan bising jantung.
c) Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
d) Perkusi untuk adanya hipersonor atau keredupan.

4) Abdomen
Penilaian :

a) Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya


trauma tajam/tumpul dan adanya perdarahan internal.

71
b) Auskultasi bising usus.
c) Perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas (ringan).
d) Palpasi abdomen untuk nyeri tekan, defans muskuler, nyeri lepas
yang jelas, atau uterus yang hamil.
e) Dapatkan foto pelvis.
f) Bila diperlukan lakukan USG abdomen.

5) Perineum/RektumNagina
Penilaian perineum :
a) Kontusio dan hematoma.
b) Laserasi.
c) Perdarahan uretra.

Penilaian rektum :

a) Perdarahan rektum.
b) Tonus sfinkter ani.
c) Utuhnya dinding rektum.
d) Fragmen tulang.
e) Posisi prostat.

Penilaian vagina pada penderita khusus :

a) Adanya darah daerah vagina


b) Laserasi vagina

Penilaian Muskuloskeletal :

a) Inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul/tajam,


termasuk adanya laserasi kontusio dan deformitas.
(1) Palpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan, krepitasi,
pergerakan abnormal, dan sensorik.
(2) Palpasi semua arteri perifer untuk kuatnya pulsasi dan
ekualitas.

72
(3) Nilai pelvis untuk adanya fraktur dan perdarahan.
(4) Inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis untuk
adanya trauma tajam/tumpul, termasuk adanya kontusio,
laserasi, nyeri tekan, deformitas, dan sensorik.
(5) Evaluasi foto pelvis akan adanya fraktur.
(6) Mintakan foto ekstremitas sesuai indikasi.
(7) Nadi : Kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoxus.
(8) Warna kulit.
(9) Tekanan darah (bila ada waktu).

c. Disability (Neurologic Evaluation)


Penilaian
a. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS.
b. Nilai pupil untuk besarnya, isokor dan reaksi .
d. Exposure/Environment
Buka pakaian pasien tetapi cegah hipotermia.

TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY


Pertimbangkan perlunya diadakan pemeriksaan tambahan :
1. Pemeriksaan laboratorium.
Pemilihan pemeriksaan laboratorium harus selektif yaitu disesuaikan
dengan kebutuhan emergensi pasien tersebut, misalnya : Darah
Lengkap (DL), Gula Darah Acak (GDA), Elektrolit.

2. Pemeriksaan radiologi
Pemilihan pemeriksaan radiologi dan jangan menghambat proses
resusitasi. Misalnya : foto vertebra tambahan, foto ekstremitas, dan
lain-lain sesuai indikasi.

RE — EVALUASI PENDERITA

1. Penurunan keadaan dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang


terns menerus, sehingga gejala yang timbul segera dapat dikenali
dan dapat ditangani secepatnya. Penilaian ulang terhadap pasien,
dengan mencatat, melaporkan setiap perubahan pada kondisi

73
pasien, dan respon terhadap resusitasi.
2. Monitoring dan tanda vital dan produksi urine mutlak. Produksi urine
pada orang dewasa sebaiknya dijaga cc/kgBB/jam, pada anak 1
cc/kgBB/jam.
3. Bila pasien dalam keadaan kritis dapat dipakai pulse oximetry
4. Penanganan rasa nyeri merupakan hal penting. Rasa nyeri dan
ketakutan akan timbul pada pasien trauma, terutama pada
perlukaan musculoskeletal.

PENANGANAN DEFINITIF

1. Terapi definitif pada umumnya merupakan tugas dokter sesuai


kewenangan klinisnya.
2. Proses rujukan harus sudah dimulai saat alasan untuk merujuk
ditemukan, karena menunda rujukan akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas penderita.
Keputusan untuk merujuk penderita didasarkan atas data fisiologis
penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta

Skrining Gizi
Idealnya skrining dilakukan pada pasien baru 1x24 jam setelah pasien
masuk Rumah Sakit. Metoda skrining sebaiknya singkat, cepat dan
disesuaikan dengan kondisi dan kesepakatan di masing-masing rumah sakit.
Penentuan pasien berisiko dan tidak berisiko malnutrisi berdasarkan skrining
gizi yang digunakan BLUD RS Konawe Utara adalah Malnutrition Screening
Tool (MST) untuk dewasa usia di atas 18 Tahun dan Mofikasi Screening Tool
For Risk Impaired Nutritional Status and Growth (Modifikasi Strong Kids)
untak anak usia 1 bulan -18 Tahun dan untuk lansia umur usia 60 tahun
keatas menggunakan formulir mini nutritional assesmnet (MNA)
1. Malnutrition Screening Tool (MST)
Formulir MST digunakan untuk mengidentifikasi pasien yang
mempunyai risiko kurang gizi. Metode dengan menggunakan form MST
terdiri atas 2 pertanyaan yaitu, kehilangan berat badan yang tidak
diharapkan dan penurunan nafsu makan.

74
Standar prosedur pengisian skrining gizi awal MST Usia 18 Tahun ke Atas
a. Semua pasien baru diukur tinggi badan dan berat badan dilakukan
oleh perawat dalam 24 jam sejak pasien masuk RS.
b. Data BB, TB pasien ditulis di Form Pengkajian Keperawatan Awal.
c. Selanjutnya perawat melakukan skrining gizi dengan menggunakan
Malnutrition Screening Tool (MST) untuk menentukan risiko malnutrisi
yang terdiri dari dua pertanyaan yaitu riwayat penurunan BB dan
nafsu makan/ kesulitan makan pasien. Pertanyaan ini bisa diajukan
kepada pasien atau keluarga.
d. Perawat akan menentukan tingkat risiko malnutrisi pasien
berdasarkan nilai skor dari 2 pertanyaan tersebut. Kategori tingkat
risiko malnutrisi:
- nilai 0-1 = risiko rendah
- nilai 2-3 = risiko sedang
- nilai 4-5 = risiko tinggi.
e. Dietisien/Nutrisionis yang melakukan kunjungan pada pasien baru
akan melihat hasil skrining gizi dan status gizi yang telah dilakukan
oleh perawat.
f. Bila pasien tidak dapat ditimbang, untuk menentukan status gizi
Dietisien/Nutrisionis akan mengukur Lingkar Lengan Atas (LiLa) untuk
memperkirakan berat badan dan mengukur tinggi lutut untuk
memperkirakan tinggi badan pasien.
g. Selanjutnya Dietisien/Nutrisionis akan melakukan
asesmen/pengkajian gizi pada pasien dengan kriteria risiko malnutrisi
sedang dan tinggi (berdasarkan MST) dan pasien dengan diagnosis
penyakit Diabetes Mellitus, Ginjal Kronik, sirosis hati, PPOK, HD,
Kanker, Stroke, Pneumonia, Transplantasi Sumsum tulang, Cedera
kepala Berat, Luka Bakar dalam waktu 1x24 jam setelah hasil
skrining.

2. Modifikasi Screening Tool For Risk Impaired Nutritional Status and Growth
(Strong Kids) Usia 1 Bulan – 18 Tahun
75
Formulir STRONG Kids dalam pemakaiannya mampu menunjukkan
hubungan yang baik antara status gizi sekarang dan lama rawat inap di
populasi anak-anak. Metode skrining ini meliputi 4 parameter, yaitu (1)
Subjektif Global Assesment (SGA), (2) Penyakit dengan risiko tinggi, (3)
Asupan gizi dan kehilangannya,(4) Kehilangan berat badan atau
peningkatan berat badan yang kurang. Alat ini terdiri dari 4 penilaian
dengan skor 1-2 untuk setiap item dan maksimal skor adalah 5. Metode
ini membagi anak dalam 3 kategori kelompok risiko yaitu riwayat
penurunan berat badan, kesan klinis dan status gizi.
Standar prosedur pengisian skrining gizi awal Modifikasi Stong Kids :
a. Semua pasien baru diukur tinggi badan dan berat badan dilakukan oleh
perawat dalam 24 jam sejak pasien masuk RS.
b. Data BB, TB pasien ditulis di Form Pengkajian Keperawatan Awal.
c. Selanjutnya perawat melakukan skrining gizi dengan menggunakan
Modifikasi Strong Kids untuk menentukan risiko malnutrisi yang terdiri
dari empat pertanyaan yaitu status gizi, nafsu makan/ kesulitan makan
pasien, kehilangan berat badan, penyakit risiko tinggi. Pertanyaan ini
bisa diajukan kepada pasien atau keluarga.
h. Perawat akan menentukan tingkat risiko malnutrisi pasien
berdasarkan nilai skor dari 4 pertanyaan tersebut. Kategori tingkat
risiko malnutrisi:
- nilai 0 = risiko rendah
- nilai 1-3 = risiko sedang
- nilai 4-5 = risiko berat
i. Dietisien/Nutrisionis yang melakukan kunjungan pada pasien baru
akan melihat hasil skrining gizi dan status gizi yang telah dilakukan
oleh perawat.
j. Bila pasien tidak dapat ditimbang, untuk menentukan status gizi
Dietisien/Nutrisionis akan mengukur Lingkar Lengan Atas (LiLa) untuk
memperkirakan berat badan dan mengukur tinggi lutut untuk
memperkirakan tinggi badan pasien.
k. Selanjutnya Dietisien/Nutrisionis akan melakukan
asesmen/pengkajian gizi pada pasien dengan kriteria risiko malnutrisi
sedang dan tinggi (berdasarkan MST) dan pasien dengan diagnosis
76
penyakit Diabetes Mellitus, Ginjal Kronik, sirosis hati, PPOK, HD,
Kanker, Stroke, Pneumonia, Transplantasi Sumsum tulang, Cedera
kepala Berat, Luka Bakar dalam waktu 1x24 jam setelah hasil
skrining.
3. Formulir Mini Nutritional Assesment (MNA)
Metode skrining menggunakan formulir MNA terdiri atas 2 bagian
yaitu, skrining gizi dan assessment gizi. Formulir MNA terdiri atas 18 item
pertanyaan dalam 4 kelompok yaitu, pengukuran antropometri,
pengukuran kondisi secara umum, penilaian asupan diet, dan penilaian
subyektif. Short Form – Mini Nutrition Assesment adalah bagian skrining
yang terdiri dari 6 pertanyaan. Indikator yang digunakan MNA adalah
pengukuran antropometri, komorbiditas, kebiasaan makan, dan penilaian
gizi subyektif.
Skor MNA terdiri dari :
a. Status Gizi Normal (Skor 12-14)
Penapisan ulang setelah keadaan atau penyakit akut, satu
tahun sekali pada komunitas lansia tinggal di rumah dan setiap tiga
bulan pada pasien yang
b. Beresiko Gizi Kurang
- Tidak ada penurunan berat badan : Monitor berat badan dan
monitur penapisan ulang setiap 3 bulan
- Terdapat penurunan berat badan : Intervensi gizi dengan
perbaikan diet dan suplementasi gizi oral (400 kkal/hari,
Monitor berat badan, Pemeriksaan nutrisi lebih jauh
c. Gizi Kurang
Perlakuan Intervensi gizi dengan perbaikan diet dan
suplementasi gizi oral (400 -600 kkal/hari), Monitor berat badan,
Pemeriksaan nutrisi lebih jauh

Standar prosedur pengisian skrining gizi awal pada pasien beresiko


malnutrisi :
1. Dietisien/Nutrisionis mendapat informasi mengenai adanya pasien baru
dengan risiko malnutrisi.

77
2. Dietisien/Nutrisionismengunjungi semua pasien baru dan melakukan
anamnesa terkait gizi pada pasien berisiko malnutrisi, data yang
dikumpulkan meliputi: antropometri, biokimia, klinis, riwayat gizi, serta
riwayat personal dan mengkaji data-data tersebut untuk menentukan
diagnosis gizi/ masalah gizi.
3. Selanjutnya dietisien/Nutrisionis membuat rencana intervensi
gizi/pemberian suplemen makanan sesuai dengan kondisi pasien dan
preskripsi diet dokter.
4. Hasil asesmen gizi ditulis dalam form pemantauan asuhan gizi dengan
format ADIME.
5. Berdasarkan hasil berat ringannya risiko malnutrisi pasien,
Dietisien/Nutrisionis akan melakukan asesmen ulang untuk mengevaluasi
efektifitas intervensi gizi.
6. Asesmen ulang dilakukan pada :
a. Pasien dengan risiko malnutrisi berat : asesmen gizi lanjutan dilakukan
setiap hari.
b. Pasien dengan risiko malnutrisi sedang : asesmen gizi lanjutan
dilakukan setiap 3 hari, apabila asupan cukup, asesmen dilakukan
selang 7 hari.
c. Pasien dengan risiko malnutrisi ringan : asesmen gizi lanjutan
dilakukan setiap 7 hari.

B. ASSESMENT TAMBAHAN
Rumah sakit menetapkan kriteria tertentu tentang asesmen tambahan untuk
populasi pasien tertentu.Kriteria tentang asesmen tambahan untuk populasi pasien
tertentu, lebih mendalam disusun oleh Kelompok Staf Medis Rumah Sakit. Proses
asesmen untuk populasi pasien dengan kebutuhan khususnya dapat dimodifikasi
secara tepat sehingga mencerminkan kebutuhannya, dengan melibatkan keluarga
bila perlu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang dapat diterima oleh budaya
dan diperlakukan secara konfidensial
Bila Pasien yang teridentifikasi kebutuhan tambahan asesmen khusus seperti
kebutuhan khusus akan jantung, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain dirujuk ke
pemberi pelayanan kesehatan yang berkompeten baik di internal rumah sakit
78
maupun eksternal rumah sakit apabila pelayanan yang dibutuhkan tidak tersedia di
dalam rumah sakit pasien dirujuk keluar rumah sakit. Asesmen khusus yang
dilakukan dilengkapi dan dicatat dalam rekam medis pasien.

Tatalaksana Asesmen tambahan untuk populasi pasien tertentu / khusus:

A. Asesmen Neonatus
Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena bayi sering tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal.Amati adanya pergerakan spontan
pasien terhadap area tertentu yang di lindungi.
1. Tahapan asesmen berupa:
a. Keadaan umum
1) Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar
2) Tonus otot: normal, meningkat, menurun/fleksid
3) Respons kepada orang tua/pengasuh: gelisah, menyenangkan
b. Kepala
1) Tanda trauma
2) Ubun – ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol
c. Wajah:
1) Pupil: Ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
2) Hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut
Penting untuk melakukan pemeriksaan karena bayi sering tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal dan amati adanya
pergerakan spontan bayi terhadap area tertentu yang dilindungi.
2. Tahapan asesmen keperawatan neonatus :
a. Identitas meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian dan diagnose
b. Keluhan utama :
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Riwayat imunisasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis dll
5) Riwayat alergi
c. Pertumbuhan dan perkembangan
79
d. Rasa nyaman Neonatal Infant Paint Scale (NIPS) rentang 0-7 semakin
tinggi score semakin nyeri
e. Dampak hospitalisasi (Psikososial): orang tua,anak tenang, takut, marah,
sedih, menangis, gelisah
f. Pemeriksaan fisik :
1. Acral hangat, kering, merah, pucat dingin
Conjungtiva anemis ya/tidak
2. Sklera mata icterus, hiperemis
a) Panca indera tidak ada gangguan/ada
b) Tingkat kesadaran berespon terhadap nyeri ya/tidak
c) Tangisan kuat, lemah, tidak ada, melengking, merintih
d) Kepala lingkar kepala, kelainan ada/tidak ada dan ubun-ubun datar
,cekung /cembung
e) Pupil bereaksi terhadap cahaya ya/tidak
3. Kebersihan bersih, kotor, dan secret ada/tidak
4. Kontak mata ya/tidak

B. Obstetri / Maternitas
Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien awal rawat inap pemeriksaan
akan dilakukan secara sistematis untuk mengidentifikasi masalah kebidanan
pada pasien, antara lain:
1. Keluhan utama Adalah keluhan yang dirasakan oleh ibu yang menyebabkan
adanya gangguan, diantaranya adalah
a. After pain (mules-mules pada perut)
b. Masalah pengeluaran pengeluaran lochea
c. nyeri pada bekas jahitan
d. Nyeri dan tegang payudara karena bendungan ASI
e. Cemas karena belum bisa bertemu bayinya
2. Riwayat Keluhan
Apa saja yang pernah dirasakan oleh ibu
a. Riwayat Menstruasi
1) Menarche
2) Siklus
3) Teratur
80
4) Tidak teratur
5) Lama
6) Volume
7) Keluhan saat haid
b. Riwayat Perkawinan
1) Status
2) Berapa kali
3) Umur menikah
4) Tahun menikah
5) cerai
c. Riwayat Obstetri
1) Kehamilan keberapa
2) Umur kehamilan
3) Jenis persalinan
4) Penolong
5) BBL
6) Keadaaan anak sekarag
7) Menyusui
d. Riwayat KB
1) Kapan
2) Jenis
3) Lamanya
e. Riwayat Hamil Ini
ANC yang sudah dilakukan, keluhan serta tindakan apa yang sudah
didapatkan
1) Riwayat Penyakit yang Lalu
Penyakit apa yang pernah diderita oleh ibu danmendukung dengan
keadaannya sekarang
2) Riwayat Alergi
Apakah pernah mengalami alergi
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Apa saja penyakit yang pernah diderita oleh keluarga yang
berhubungan kasus saat ini yang derita oleh ibu
4) Riwayat Ginekologi
81
Apakah pernah mengalami gangguan kesehatareproduksi
5) Kebutuhan Bio-psiko-sosial
1) Pola makan
2) Pola minum
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat
5) Psikologi
6) Dukungan social
7) Spiritual
6) Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
Meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi,temperature,
pernafasan, keadaan umum pada setiap kasus.Tekanan darah dan
nadi harus diukur setiap seperempat jam pada periode pemulihan
sesaat pasca operasi. Suhu harus diukur setiap 2 jam (myles, 2009).
Suhu yang melebihi 38C pasca pembedahan hari ke 2 harus dicari
penyebabnya. Yakinkan pasien bebas demam selama 24 keluar
dari rumah sakit. Jika ada tanda infeksi atau pasien demam, berikan
antibiotika sampai bebas demam selama 48 jam( sarwono,2008).
29. Pemeriksaan fisik
Dilakukan secara focus sesuai dengan kasus yang dikerjakan
30. Pemeriksaan kebidanan
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus kebidanan mulai dari
abdomen sampai dengan genetalia
7) Prosedur Invasif
Alat yang terpasang saat itu, meliputi : infuse intravena,central line,
dower Catether, selang NGT
8) Kontrol Resiko
Infeksi Apakah mengalami infeksi : MRSA, TB dll dan tindakan apa
yang sudah dilakukan

82
C. Asesmen Pasien Geriatri / Usia Lanjut
Petugas melakukan pemeriksaan penyaring terhadap kondisi pasien,
maka pasien memerlukan bantuan dan ada gangguan ADL ( Activity Daily
living).
Kemudian petugas melanjutkan dengan melakukan pemeriksaan skala depresi
usia lanjut. Dengan hasil:
a. Dikatakan depresi ringan bila terdapat 2 gejala utama dan 3 gejala lainnya
b. Dikatakan depresi sedang bila terdapat 2 gejala utama dan 4 gejala
lainnya
c. Dikatakan depresi berat bila terdapat 3 gejala utama dan >4 gejala
lainnya.
Asesemen geriatri di tunjukan kepada usia lanjut, meliputi kegiatan
pengkajian dengan memperhatikan kebutuhan fisik,psikologis,social dan
spiritual, Menganalisa masalah dan merumuskan diagnose keperwatan,
membuat perencanaan dan melaksanakan implementasi dan melakukan
evaluasi.
Dengan ketergantungan bantuan diarahkan oleh kebijakan dan prosedur
yang sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah
Genteng. Pemberian asuhan untuk pasien yang rentan dan lanjut usia dengan
ketergantungan sesuai dengan kebijakan dan prosedur meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Pasien yang rentan, lanjut usia yang tidak mandiri menerima asuhan
sesuai kebijakan dan prosedur dengan tujuan untuk menghasilkan proses
asuhan yang efisien dan lebih efektif dalam bentuk pelayanan dan
didokumentasikan dalam rekam medis

D. Pasien Dengan Kebutuhan Untuk P3 (Perencanaan Pemulangan Pasien)


Discharge palnning/Rencana pemulangan pasien merupakan suatu proses
sitemik untuk perkiraan,persiapan dan koordinasi yang dilakukan dengan
petugas kesehatan untuk memfasilitasi perbekalan perawatan kesehatan
pasien sebelum dan setelah pemulangan
Discahrge planning juga merupakan suatu proges yang berkisinambungan dan
harus sudah dimulai sejak awal pasien masuk kerumah sakit ( untuk rawat inap

83
yang telah direncanakan sebelumnya/elektif) dan segera mungkin pada pasien-
pasien non elektif
1. Asesmen awal saat pasien masuk rumah sakit
a. Identifikasi,persiapan dan rancang discharge planning
b. Peninjauan ulang rekam medis pasien ( anamnesis,hasil pemeriksaan
fisik,diagnosis dan tata laksana
c. Lakukan anamnesis: Identifikasi alasan pasien dirawat,termasuk
masalah social dan perubahan terkini
d. Asesmen kebutuhan perawatan pasien berdasarkan kondisi dan
penyakit yang di deritanya
e. Asesmen mengenai kemampuan fungsional pasien saat ini misalnaya
fungsi kognitif,mobilitas
f. Asesmen mengenai kondisi keuangan dan status pendidikan pasien
g. Asesmen mengenai status mental pasien
h. Asesmen mengenai kondisi rumah /tempet tinggal pasien
i. Tanyakan mengenai medikasi terkini yang dikonsumsi pasien saat
dirumah
j. Identifikasi siapa pendamping utama /penanggung jawab perawatan
pasien
k. Diskusikan mengenai kebutuhan pasien dan pendamping utama
/penangung jawab perawatan pasien
l. Tanyakan mengenai keinginanan/Harapan pasien atau keluarga
m. Libatkan mereka dalam perencanaan Discharge planning (karena
pasien yang paling taumengenai apa yang dirasakannya dan ingin
dirawat oleh siapa)
n. Gunakan bahasa awam yang dimengerti oleh pasien dan keluarganya
o. Setelah asemen pasien dilakukan,Tim discharge
planer/DPJP,PPJPdan karu akan berdiskusi dengan tim Multidisipliner
mengenai:
1) Asesmen Resiko : pasien dengan resiko tinggi membutuhkan
discharge planning yang baik dan adekuat.Berikut adalah kriteria
pasien resiko tinggi:
a) Usia > 65 tahun
b) Tinggal sendirian tanpa dukungan social secara langsung
84
c) Stroke, serangan jantung, PPOK Gagal Jantung kongesif,
empisema, Demensia, Alzaimer, AIDS, atau penyakit dengan
potensi mengancam nyawa lainnya
d) Pasien berasal dari panti jompo
e) Tunawisma
f) Dirawat kembali dalam 30 hari
g) Percobaan bunuh diri
h) Pasien tidak dikenal /tidak ada identitas
i) Korban dari kasus criminal
j) Trauma multiple
Tidak bekerja/tidak ada asuransi
2) Identifikasi dan diskusi pilihan perawatan apa yang tersedia untuk
pasien
3) Verifikasi availabilitas tempat perawatan pasien setelah pulangdari
rumah sakit
2. Saat di Ruang Rawat Inap
a. Tetapkan prioritas mengenai hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan
keluarga
b. Gunakan pendekatan multidisiplin dalam menyusun perencanaan dan
tatalaksana pasien
c. DPJP dan PPJP diruangan harus memastikan pasien memperoleh
perawatan yang sesuai dan adekuat serta proses Discharge planning
berjalan lancer
d. DPJP dan Kepala Ruang
e. Tugas DPJP dan Kepala Ruang adalah:
1) Mengkoordinasi semua aspek perawatan pasien termasuk discharge
palning,asesmen dan peninjauan ulang rencana perawatan
2) Memastikan semua rencana berjalan dengan lancer
3) Mengambil tindakan segera bila terdapat masalah
4) Mendiskusikan dengan pasien mengenai perkiraan tanggal
pemulangan pasien dalam 24 jam setelah pasien dirawat
5) Identifikasi,melibatkan dan menginformasikan pasien mengenai
rencana keperawatan,Pastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan khusus
pasien terpenuhi
85
6) Catat semua perkembangan ke dalam rekam medis pasien
7) Finalisasi Discharge planning pasien 48 jam sebelum pasien
dipulangkan dan konfirmasi dengan pasien dan keluarga /PJ
perawatan pasien
Petugas
PJ
yang
Rencana Pemulangan Perawata
menjelaska
n pasien
n
A. Informasi kesehatan
Pemberian informasi tentang hasil
pengkajian medis, diagnosis
tatalaksana, prognosis,rencana
pemulangan paisien
Rencana pemulangan pasien
didiskusikan dengan keluarga / PJ
perawat pasien dirumah
Pemberitahuan tanggal rencana
pemulangan pasien
Tanda dan gejala yang perlu
dilaporkan
Tindsakan atau pengobatan yang
dilakukan sebelum ke Rumah sakit
Pemberuan nomer telepon yang
perlu dihubungi saat pasien
membutuhkan bantuan
B. Edukasi Kesehatan Untuk Pasien
Dirumah
Pemberian edukasi kesehatan
sesuai dengan diagnosis
Informasi tentang clinical pathway
Pemberian leaflet edukasi
kesehatan
Pemberian informasi pada

86
pasien/PJ perawatan pasien
dirumah tentang aktivitas pasien
Pemberian edukasi tentang Nutrisi
Pemberian edukasi tentang
pemberian obat-obatan
C. Persiapan pemulangan Pasien
Tempat perawatan selanjutnya
Obat untuk dirumah
Alat bantu/peralatan kesehatan
untuk dirumah
Rencana Kontrol
Format ringkasan pulang/Resume
medis yang sudah terisi
Format ringkasan keperawatanyang
sudah terisi
Alat transportasi yang digunakan
untuk pulang:ambulance/mobil
pribadi
Kelengkapan administrasi

f. Berikut adalah beberapa peralatan tambahan yang diperlukan pasien


sepulangnya dari rumah sakit (bila diperlukan)
1) Peralatan yang portable dan sederhana :mudah digunakan,instruksi
penggunaaan minimal,contoh: Tongkat,toilet duduk
2) Peralatan yang membutuhkan pelatihan mengenai cara menggunakannya
Contoh: Tempat tidur khusus,pegangan terfiksasi.oksigen
3) Kursi roda( manual dan listrik)
g. Pilihan transportasi yang dapat digunakan adalah:
1) Ambulance
2) Mobil pribadi
3) Taksi

87
h. Identikasi dan latihan professional kesehatan yang dapat merawat pasien
serta lakukan koordinasi dengan tim multidisiplin dalam merancanh
discharge planning pasien
i. Yang dimaksud tim multidisiplin ini adalah para professional kesehatan dari
disiplin ilmu yang berbeda-beda, seperti pekerja social, perawat, terapis,
dokter
j. Lakukan diskusi dengan pasien dan keluarga mengenai alasan pasien
dirawat, tatalaksana, prognosis dan rencana pemulangan pasien
k. Tanyakan kepada pasien:” Anda ingin dirawat siapa sepulangnya dari rumah
sakit?
l. Biasanya pasien akan memilih untuk dirawat oleh anggota keluarganya
m. Tanyakan kepada keluarganya mengenai kesediaan mereka untuk merawat
pasien.Pastikan mereka diinformasikan mengenai waktu untuk memutuskan
n. Berikut adalah hal-hal yang harus diketahui oleh pemberi layanan perawatan
pasien sepulangnya dari rumah sakit/carer (biasanya keluarganya)
1) Rencana pemulangan pasien secara tertulis
2) Kondisi medis pasien
3) Hak carer untuk memperoleh asesmen
4) Penjelasan mengenai seperti apa terlibat dalam perawatan pasien
5) Keuntungan yang didapat
6) Dampak Finansial
7) Akses penerjemah untuk memungkinkan komunikasi dan pemahaman
yang efektif
8) Pemberitahuan mengenai kapan pasien akan dipulangkan
9) Demontrasikan cara menggunakan peralatan tertentu sebelum pasien
dipulangkan dan pastikan terdapat jadwal pengecekan alat rutin
10) Aturlah jadwal pertemuan berikutnya dengan pasien dan pendamping PJ
perawatan Pasien

E. Asesmen Pasien Terminal


1. Penatalaksanaan Asesmen pasien terminal di BLUD RS Konawe Utara yaitu:
a. Menghormati keputusan dokter untuk tidak melanjutkan pengobatan
dengan persetujuan pasien dan atau keluarganya

88
b. Melakukan Asesmen dan pengelolaan yang sesuai terhadap pasien dalam
tahap terminal.problem yang berkaitan dengan kematian antara lain:
1) Problem fisik berkaitan dengan kondisi atau penyakit terminalnya
2) Problem psikologi berkaiatan dengan ketidakberdayaan kehilangan
control, ketergantungan, dan kehilangan diri dari harapan
3) Problem sosial tentang isolasi dan perpisahan
4) Problem spiritual
c. Memberikan pelayanan dan perawatan pada pasien tahap terminal dengan
hormat dan respect
d. Melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, secara primer atau
sekunder serta memberikan pengobatan sesuai persetujuan pasien dan
keluarga
1) Melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek budaya
pasien dan keluarga
2) Melakukan asesmen status mental terhadap keluarga yang di
tinggalakan serta edukasi terhadap mekanisme penangannya
3) Peka dan tanggap terhadap aharapan keluarganya
4) Menghormati hak pasien untuk menolak pengobatan atau tindakan
medis lainnya
5) Mengikutsertakan keluarga dalam pemberian pelayanan

e. Melakukan asesmen tanda-tanda klinis menjelang kematian :


1. Kehilangan tonus otot yang ditandai dengan :
a) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun
b) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
c) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinalis, ditandai nausea,
muntah, perut kembung, obstipasi.
d) Penurunan kontrol spinkter urinari dan rectal
e) Gerakan tubuh yang terbatas
2. Kelambatan dalam sirkulasi yang ditandai dengan :
a) Kemunduran dalam sensasi
b) Cyanosis pada daerah ekstremitas
c) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan,
telinga n hidung
89
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a) Nadi lambat dan lemah
b) Tekanan darah turun
c) Pernafasan cepat, dangkal dan tidak teratur
4. Gangguan sensorik
a) Penglihatan kabur
b) Gangguan penciuman dan perabaan
5. Tanda-tanda klinis saat meninggal
a) Pupil mata melebar
b) Tidak mampu untuk bergerak
c) Kehilangan reflek
d) Nadi cepat dan kecil
e) Pernafasan cheyne-stoke dan ngorok
f) Tekanan darah sangat rendah
g) Mata dapat tertutup atau agak terbuka

2. Tanda-tanda meninggal secara klinis :


a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan
c. Tidak ada reflek
d. Gambaran mendatar pada EKG
3. Tindakan pada pasien tahap terminal atau menjelang kematian
a. ( Airways ) : memastikan bahwa jalan nafas paten
b. ( Breathing ) : memastikan bahwa dada bisa mengembang simetris
dan Adekuat
c. ( Circulation ) :memastikan bahwa sirkulasi cukup, akral hangat,
produksi urin cukup
4. Selain itu pasien juga berhak untuk :
a. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah
1) Menghilangkan rasa nyeri dengan memberikan anti nyeri, mengubah
2) Posisi tidur dan perawatan fisik
3) Memenuhi kebutuhan nutrisi melalui cairan infus, sonde
b. Kebutuhan-kebutuhan emosi

90
1) Menenangkan pasien apabila mengalami ketakutan yang hebat
(ketakutan yang timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu
mencegah kematian)
2) Mendampingi pasien yang ingin memperbincangkan tentang
kehidupan di masa lalu dan kemudian hari
3) Memberikan kesempatan kepada keluarga pasien untuk memberikan
tuntutan menjelang ajal sesuai agama dan kebudayaan setempat

F. Pasien Dengan Rasa Sakit Kronik Atau Nyeri ( Intense )


1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
1) Nyeri akut atau kronik,traumatic atau non tarumatik
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri,nyeri tumpul,nyeri tajam,rasa
terbakar,tidak nyaman,kesemutan,neuralgia
3) Pola pelajararan atau penyebaran nyeri ( intense )
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan,kesemutan,mual atau
muntah atau gangguan keseimbangan maupun control motoric
6) Faktor yang memperhambat dan memperingan
7) Kronisitas
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya termasuk
respon terapi
9) Gangguan atau kehilangan fungsi akibat nyeri maupun luka
10) Penggunaan alat bantu
11) Perubahan fungsi mobilitas,kognitif,irama tidur,dan aktivitas hidup
dasar (activity of daily living)
12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan,seperti
fraktur yang tidak stabil,gejala neurologis progresif cepat yang
berhubungan dengan sindrom kauda ekunia
b. Riwayat penyakit dahulu atau riwayat pembedahan
c. Riwayat psikososial
1) Riwayat konsumsi alcohol,merokok atau narkotik
2) Identifikasi pengasuh/perawat utama ( primer ) pasien

91
3) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
4) Pembatan/Retriksi pertisipasi pasien dalam aktifitas social yang
berpotens menimbulkan pengaruh negative terhadap motivasi dan
kooperasi pasien dengan pogram penanganan / manajemen nyeri ke
depanya. Pada pasien dengan masalah psikiatri diperlukan dengan
dukungan psikoterapi
5) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stress
bagi pasien atau keluarga pasien
d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaanyang melibatkan gerakan berulang dan rutin,seperti
mengangkat benda berat,membungkuk atau memutar merupakan
pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung
e.Obat-obat dan alergi
1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri
2) Cantumkan juga mengenai dosis,tujuan minum obat,efektivitas,dan
efek samping
3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhrntikan obat-
obatan dengan efek samping kognitif dan fisik
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis terutama penyakit generic
g. Asesmen system organ yang komprehensif
1) Evaluasi gejala,kardiovaskuler psikiatri pulmonary,
gastrointestinal,neurologi, reumatologi, genitiourinaria, endokrin dan
musculoskeletal
2) Gejala konstisional penurunan berat badan,nyeri malam hari,keringat
malam hari dan sebagainya.
3.6.2 FLACC Pain Scale
Assessmen nyeri pada pasien anak dilakukan dengan menggunakan
istrumen FLACC Pain Scale. Instrumen ini hanya bisa digunakan untuk anak
usia < 3 tahun atau anak dengan gangguan kognitif atau untuk pasien
pasien anak yang tidak dapat dinilai dengan skala lain. Indikator yang
digunakan adalah Face, Legs, Activity, Cry dan Consolability.

92
Masing – masing indikator memiliki skor 0-2, sehingga total skor adalah 0 –
10.
INDIKATOR SKOR SKOR 1 SKOR 2
Face Tidak ada Seringkali Dagu gemetar
ekspresi sekali sekali dan rahang
tertentu atau atau kerutkan diketap
senyuman dahi, muram, berulang
ogah –
ogahan.
Legs Posisi normal Gelisah, resah, Penendangan,
atau santai tegang. atau kaki ke
atas
Activity Rebahan Menggeliat, Menekuk, kaku
dengan maju mundur, atau hentak
tenang, posisi tegang.
normal,
bergerak
dengan
mudah
Cry Tidak ada Erangan atau Menangis
tangisan ( rengek, dengan
terjaga atau gerutuan mantap, jerit
tertidur ) sekali - kali. atau isak,
gerutu
berulang.
Consolability Konten , Dipastikan Sulit
( kemampuan santai dengan beradaptasi
menghibur / sentuhan terhadap rasa
menengkan sesekali, nyeri atau sulit
diri) pelukan atau mendapatkan
diajak kenyamanan.
berbicara/
diganggu.

93
Tabel 2 . indikator dan kriteria penilaian FLACC Pain Scale.
Cara melakukan assesmen nyeri dengan menggunakan instrument FLACC
Pain Scale adalah sebagai berikut :
1. Petugas memastikan keadaan umum pasien.
2. Petugas melakukan identifikasi pasien melalui gelang pasien dan
menanyakan nama pasien kepada pasien atau keluarga jika pasien belum
memungkinkan untuk diajak komunikasi langsung.
3. Petugas mengamati tanda-tanda pada wajah pasien, kemudian
memberikan skor.
4. Petugas mengamati kaki pasien, kemudian memberikan skor.
5. Petugas mengamati aktivitas pasien, kemudian memberikan skor.
6. Petuga mengamati karakteristik tangisan pasien, kemudian memberikan
skor.
7. Petugas mengamati kemampuan pasien dalam menenangkan diri atau
menghibur diri, kemudian memberikan skor.
8. Petugas menjumlahkan skor dan menyimpulkan total skor yang
didapatkan.
3.6.3 Neonatal Infant Pain Scale
NIPS adalah skala penilaian tingkah laku bayi yang dapat digunakan
terhadap bayi cukup bulan dan kurang bulan. NIPS telah diadaptasi dari
skala CHEOPS dan digunakan sebagai parameter oleh praktisi kesehatan
untuk mendiskripsikan nyeri ataupun distres yang dialami oleh bayi. Skala ini
terdiri dari 6 komponen yaitu ekspresi wajah, tangisan, pernapasan, lengan,
kaki, dan kesadaran. Sedangkan bentuk tabel dari skala NIPS adalah
sebagai berikut:
PARAMETER 0 POIN 1 POIN 2 POIN
Ekspresi Tenang Tegang
wajah
Tangisan Tidak menangis Menangis Melengking/
berteriak
kencang
Pernapasan Teratur Tidak teratur /
nafas tertahan

94
Lengan Tidak kaku Fleksi / ekstensi
Kaki Tidak kaku Fleksi / ekstensi
Kesadaran Tenang / tidur Gelisah /
meronta ronta
Total

Masing masing parameter memiliki nilai 0 atau satu keculai parameter


tangisan yang memiliki tiga penilaian yaitu 0, 1 dan 2. Bayi harus diobservasi
selama satu menit untuk menilai masing masing parameter.
Total range penilaian NIPS dari 0 sampai 7. Dimana hasil penilaian ini
digunakan untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan. Berikut
merupakan bentuk saran intervensi yang dilakukan berdasarkan hasil
penilaiannya :
Pain level Intervensi
0–2 Tidak dilakukan intervensi
3–4 Tidak dilakukan pemberian obat obatan
namun dievaluasi ulang dalam 30 menit
>4 Dilakukan pemberian obat – obatan
dengan evaluasi ualng dalam 30 menit

3.6.4 Asesmen nyeri menggunakan Pain Asesmen Tool

1) Indikasi di guanakan pada apsien dewasa dan anak berusia > 9 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangakan intensits nyeri
yang dirasakan

95
2) Instruksi pasienakan ditayangkan mengenai inetensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan angka antara 0-10
0 = Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan ( secara objektif paisen dapat berkomunikasi
dengan baik)
4-6 = Nyeri sedang (secara objektif pasien menyeringai,dapat
menunjukan lokasi nyeri,atau mendiskripsikan,dapat mengikuti
perintah dengan baik)
7-9 = Nyeri berat ( secara objektif pasien terkadang tidak mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikan dan tidak dapat diatasi
dengan alih posisi,nafas,distraksi)
10 = Nyeri yang sangat berat (Pasien sudah tidak dapat
mendeskripsikan lokasi nyeri,tidak dapat berkomunikasi,memukul

3.6.5 Asesmen nyeri menggunakan Wong Baker FACES pain scale

1)Indikasi : Pada pasien dewasa dan anak usia >3 tahun yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dnegan angka
2)Instruksi: Pasien di minta untuk menunjuk/atau memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang ia rasakan .Tanyakan juga lokasi dan
durasi nyeri
0 = Tidak mersa nyeri
1 = Sedikit rasa Nyeri
2 =Nyeri ringan
3 = Nyeri sedang
4 = Nyeri berat
5 = Nyeri sangat berat

Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti fraktur


yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan

96
dengan sindrom kauda ekui
pasien dengan program penanganan/ manajemen nyeri ke depannya.
Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi/
psikofarmaka.
Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri kepada pasien.
Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
1) Lokasi nyeri
2) Kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
3) Onset, durasi, dan faktor pemicu
4) Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
5) Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
6) Obat-obatan yang dikonsumsi pasien
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
Asesmen ulang nyeri adalah prosedur menilai ulang derajat nyeri pada
pasien yang bertujuan untukmengevaluasi intervensi yang telah dilakukan
terkait penatalaksanaan nyeri yang telah diberikan, dengan interval waktu
sesuai kriteria sebagai berikut :
1. menit setelah intervensi obat injeksi
2. 1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya
3. 1 x / shift bila skor nyeri 1 – 3
4. Setiap 3 jam bila skor 4 -6
5. Setiap 1 jam bila skor nyeri 7 – 10
6. Dihentikan bila skor nyeri 0

3.6.6 Tatalaksana nyeri:


a. Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
b. Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri
kepada pasien yang sadar / bangun

97
c. Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥4. Asesmen dilakukan
1 jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤ 3
d. Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak
menimbulkan nyeri
e. Nilai ulang efektifitas pengobatan
f. Tatalaksana non-farmakologi
1) Berikan heat / cold pack
2) Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
3) Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama /
pola teratur, dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
4) Distraksi / pengalih perhatian
g. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
1) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
2) Menenangkan ketakutan pasien
3) Tatalaksana nyeri
Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri
sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah

G. Pasien Dengan Gangguan Emosional Atau Pasien Psikiatris


Asesmen psikologis menetapkan status emosional (contoh: pasien depresi,
ketakutan atau agresif dan potensial menyakiti diri sendiri atau orang lain).
Pengumpulan informasi sosial tidak dimaksud untuk mengelompokkan pasien.
tetapi, keadaan sosial pasien, budaya, keluarga dan ekonomi merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit dan
pengobatannya. keluarga dapat sangat menolong dalam asesmen untuk perihal
tersebut dan untuk memahami keinginan dan preferensi pasien dalam proses
asesmen ini.
Setiap pasien wajib dikaji status emosionalnya. faktor ekonomis dinilai sebagai
bagian dari asesmen sosial atau secara terpisah bila pasien atau keluarganya
yang bertanggung jawab terhadap seluruh biaya atau sebagian dari biaya
selama dirawat atau waktu keluar dari rumah sakit. Berbagai staf yang
berkualifikasi memadai dapat terlibat dalam proses asesmen ini. Faktor
terpenting adalah bahwa asesmen lengkap dan tersedia bagi mereka yang
merawat pasien. Asesmen ekonomis dapat dikaji melalui data sosial pasien
98
yang mencakup pekerjaan dan status pembiayaan (pribadi atau asuransi/
perusahaan). Asesmen psikososial ini dikaji terhadap pasien rawat jalan dan
rawat inap dalam asesmen awal keperawatan.

H. Pasien Kecanduan Obat Terlarang Atau Alkohol


Pasien yang terus menerus memakai obat terlarang dan apabila di hentikan
pasien akan sakau
Berikut contoh obat obatan terlarang:
i. Napza
1. Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan
(BNN, 2004).

NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa


bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering,
cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain
yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010)
2. Jenis – Jenis NAPZA
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok :
1) Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika
juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan)
yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai
narkotika tidak dapat lepas dari “cengkraman”-nya.

99
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi ke
dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
a) Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya. Daya
adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b) Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c) Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
kodein dan turunannya.
2) Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter
untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat
dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :
a) Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti
khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
b) Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin,
metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
c) Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina,
fleenitrazepam, dan sebagainya.
d) Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam
(BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.
3) Bahan Adiktif Lainnya

100
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika
yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya :
a) Rokok
b) Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan.
c) Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat,
bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan.
Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan juga tergolong NAPZA (Partodiharjo, 2008).
ii. Narkotika
Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
a. Berdasarkan bahan asalnya Narkotika dibagi dalam 3 (tiga) golongan
yaitu :
1) Alami
Yakni zat/obat yang timbul dari alam tanpa proses fermentasi, isolasi,
atau proses produksi lainnya.
Contohnya : ganja, opium, daun koka dan lain-lain.
2) Semi Sintesis
Yakni zat yang diproses sedemikian rupa melalui proses ekstrasi dan
isolasi.
Contohnya : morfin, heroin, kodein, dan lain-lain.
3) Sintesis
Jenis obat atau zat yang diproduksi secara sintesis untuk keperluan
medis dan penelitian yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit
(analgesik) penekan batuk (antitusif).
Jenis obat yang masuk dalam kategori sintesis antara lain Amfetamin,
Dekssamfetamin, Penthidin, Meperidin, Methadon, Dipipanon,
Dekstropakasifen, LSD (Lisergik, Dietilamid).
b. Berdasarakan efek yang ditimbulkan terhadap manusia, narkotika
terhadap 3 (tiga) jenis, yaitu :
1) Depressan (downer)
101
Adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktifitas, membuat
pengguna menjadi tertidur atau tidak sadar diri.
2) Stimulan (upper)
Adalah jenis-jenis zat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja (segar dan bersemangat) secara
berlebih-lebihan.
3) Halusinogen
Adalah zat kimia aktif atau obat yang dapat menimbulkan efek
halusinasi, dapat merubah perasaaan dan pikiran.
c. Jenis – Jenis Narkotika Yang Sering Disalahgunakan
1) Ganja
Dikenal dengan nama: Cannabis, Mariyuana, Hasish, Gelek, Budha
Stick,Cimeng, Grass, Rumput, Sayur.
Bentuk : Berupa tanaman yang dikeringkan.
Daun ganja bentuknya memanjang, pinggirannya
bergerigi, ujungnya lancip, urat daun memanjang
ditengah pangkal hingga ujung bila diraba bagian muka
halus dan bagian belakang agak kasar. Jumlah helai
daun ganja selalu ganjil 5, 7, atau 9 helai.
Warna : Ganja hijau tua segar dan berubah coklat bila sudah
lama dibiarkan karena terkena udara dan panas
Penggunaan : Dihisap dari gulungan menyerupai rokok atau dapat
juga dihisap dengan menggunakan pipa rokok

Daun ganja mengandung zat THC yaitu suatu zat penyebab


terjadinya halusinasi. Getah yang kering disebut Hasish. Apabila
dicairkan akan mendapatkan minyak yang dikenal dengan minyak
Kanabis.
Efek dari penggunaan Ganja
 Denyut jantung semakin cepat, temperatur bada menurun, mata
merah
 Nafsu makan bertambah
 Santai, tenang, dan melayang-layang

102
 Pikiran selalu rindu pada ganja
 Daya tahan menghadapi problema jadi lemah
 Malas, apatis
 Tidak peduli dan kehilangan semangat untuk belajar atau bekerja
 Persepsi waktu dan pertimbangan intelektual maupun moral
terganggu
Efek paling buruk dari pemakaian ganja secara kronis dapat
menyebabkan kanker paru-paru karena pengaruh kadar tar pada
ganja yang jauh lebih tinggi dari pada kadar tar pada tembakau. Dan
penggunaan ganja dalam jangka waktu panjang mengakibatkan
gangguan kejiwaan.

2) Cocain
Berasal dari tanaman coca yang banyak dijumpai di Columbia di
Amerika Latin.
Bentuk : Berupa bubuk, daun coca, buah coca, cocain kristal.
Warna : cairan berwarna putih/tidak berwarna, kristal berwarna putih,
tablet berwarna putih, bubuk/serbuk seperti tepung.
Penggunaan : dengan cara mengirup melalui hidung dengan
menggunakan alat penyedot (sedotan) atau dapat juga
dibakar bersama-sama
alat penyedot (sedotan) atau dapat juga dibakar
bersama-sama
dengan tembakau (rokok), ditelan bersama minuman
atau disuntikkan pada pembuluh darah.

Efek dari penggunaan Cocain


 Tidak bergairah bekerja
 Tidak bisa tidur
 Halusinasi
 Tidak nafsu makan
 Berbuat dan berfiikir tanpa tujuan
 Merasa gelisah dan cemas berlebihan

103
Selanjutnya apabila sudah pada tingkat over dosis atau takaran yang
berlebihan dapat menyebabkan kematian, karena serangan atau
gangguan pada pernapasan dan terhadap serangan jantung.
Disamping itu juga dapat menimbulkan keracunan pada susunan
syaraf sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang, ringkah laku
yang kasar, pikiran yang kacau dan mata yang gelap.
Dampak negatif yang sangat berbahaya dari penyalahgunaan kokain
dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah diotak (stroke).

3) Morfin atau Heroin


Nama lain : Putaw, Smack, Junk, Horse, H, PT, Etep, Bedak Putih.
Morfin dan Heroin berasal dari getah optium yang membeku sendiri
dari tanaman Papaver Somniverum. Dengan melalui proses
pengolahan menghasilkan Morfin. Kemudian dengan proses tertentu
dapat menghasilkan Heroin yang mempunyai kekuatan 10 kali
melebihi Morfin.

Bentuk : berupa serbuk


Warna : putih, abu-abu, kecoklatan hingga coklat tua
Penggunaan : dengan cara menghirup asapnya setelah bubuk
heroin dibakar diatas kertas timah pembungkus rokok
(sniffing) atau dengan menyuntikkan langsung ke
pembuluh darah setelah heroin dilarutkan dalam air.
Efek dari penggunaan Morfin atau Heroin
 Menimbulkan rasa mengantuk, lesu, penampilan “dungu” jalan
mengambang.
 Rasa sakit seluruh badan.
 Badan gemetar, jantung berdebar-debar
 Susah tidur dan nafsu makan berkurang
 Matanya berair dan hidungnya selalu ingusan
 Problem pada kesehatan : bengkak pada daerah menyuntik,
tetanus, HIV/AIDS, Hepatitis B dan C, problem jantung, dada dan

104
paru-paru, serta sulit buang air besar. Pada wanita mengganggu
sirkulasi menstruasi.
Gejala putus zat (sakaw) adalah sangat menyiksa sehingga
pencandunya akan berusaha untuk mengkonsumsi heroin. Oleh karena
itu pencandu heroin akan berusaha dengan cara apapun dan resiko
apapun guna memperoleh heroin
Pencandu heroin sangat sulit untuk menghentikan pemakaian heroin
dan cenderung untuk mengkonsumsi dalam jumlah/dosis semakin
bertambah dan sesering mungkin. Akibatnya over dosis.

iii. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik ilmiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
a. Dalam bidang farmakologi, Psikotropika dibedakan dalam 3 (tiga)
golongan, yaitu:
1) Golongan Psikostimulasi
Yaitu jenis zat yang dapat menimbulkan rangsangan.
Jenis obat yang termasuk golongan ini :
a) Amfitamine (lebih populer dikalangan masyarakat sebagai shabu
dan ekstasi)
b) Desamfitemine
2) Golongan Psikodepresan
Yaitu golongan obat tidur, penenang, dan obat anti cemas.
Merupakan jenis obat yang mempunyai khasiat pengobatan paling
jelas.
Jenis obat yang termasuk golongan ini :
a) Amobarbital
b) Pheno karkital
c) Penti karkital
3) Golongan Sedativa
Yaitu jenis obat-obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang jelas
dan digunakan sangat luas dalam terapi.

105
Jenis obat yang masuk golongan ini : Diazepam, Klobazam,
Bromazepam, Fenibarbital, Barbital, Klonazepam, Klordiazepam,
Klordiazepoxide, Nitrazezam seperti BK, DUM, MG.
b. Jenis-Jenis Psikotropika Yang Sering Disalahgunakan
1) Ekstasy
Dikenal dengan nama : Inex, I, Kancing Huge Drug, Yuppie Drug,
Essence Clarity, Butterfly, Black Heart, dll.
Bentuk : berupa tablet atau kapsul
Warna : bermacam-macam
Penggunaan : ditelan

Efek dari penggunaan Ekstasy


 Timbul rasa gembira berlebihan. Banyak orang mengkonsumsi
ekstasy untuk tujuan bersenang-senang.

 Merasa cemas
 Tidak mau diam (hiperaktif)
 Rasa percaya diri meningkat
 Mengalami keringat dan gemetar
 Susah tidur
 Rasa sakit kepala dan pusing-pusing, mual dan muntah
Pada pemakain yang berlebihan (over dosis) mengakibatkan
penglihatan kabur, mudah tersinggung (marah), tekanan darah
meningkat, nafsu makan berkurang dan denyut jantung bertambah
cepat.
Kematian sering terjadi karena pemakaian yang berlebihan, yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak (stroke).

2) Shabu
Dikenal dengan nama : Kristal, SS, Ubas, Mecin
Bentuk : berupa kristal
Warna : Putih

106
Penggunaan : dibakar dengan menggunakan alumunium foil dan
asapnya dihirup melalui hidung. Dibakar menggunakan
botol kaca khusus (bong) atau disuntikan

Efek dari penggunaan Shabu


 Badan merasa lebih kuat dan energik (meningkatkan stamina)
 Tidak mau diam (hiperaktif)
 Rasa percaya diri meningkat
 Rasa ingin diperhatikan orang lain
 Nafsu makan berkurang akibatnya badan semakin kurus. Sering
digunakan sebagai salah satu alternatif pengurus badan
 Susah tidur
 Jantungnya berdebar-debar
 Tekanan darah meningkat
 Mengalami gangguan pada fungsi sosial dan pekerjaan
Pengguna shabu mendorong tubuh melakukan aktifitas yang
melampaui batas kemampuan fisik/berkeringat secara berlebihan,
sehingga menyebabkan kekurangan cairan tubuh (dehidrasi).
Bagi mereka yang sudsh ketagihan, apabila pemakaiannya dihentikan
(putus zat) akan timbul gejala-gejala seperti berikut :
 Merasa lelah dan tidak berdaya (stamina menurun)
 Kehilangan semangat hidup (ingin bunuh diri)

 Merasa cemas dan gelisah berlebihan, kehilangan rasa percaya diri


 Susah tidur

iv. Obat Umum yang sering disalahgunakan


a. Obat Demam Paracetamol
Obat demam atau panas yang tergolong populer adalah paracetamol
atau acetaminophen. Paracetamol berfungsi menurunkan panas yakni
dari golongan anti-radang non-steroid (NSAIDs, Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs). Paracetamol ini sering disalahgunakan oleh

107
kalangan remaja menjadi obat yang memberikan rasa tenang (seperti
narkotik).
b. Obat Nyeri Otot Somadril
Obat somadril yang fungsinya untuk mengatasi penyakit nyeri otot, nyeri
sendi, serta rematik, dan telah lama beredar di sejumlah warung obat,
diduga sering disalahgunakan untuk kepentingan teler atau mabuk.
c. Obat Maag Misoprostol
Misoprostol yang efektif digunakan mencegah penyakit maag dan
radang lambung, belakangan ini semakin banyak disalahgunakan untuk
menggugurkan kandungan.
d. Obat Insomnia (Flunitrazepam)
Obat flunitrazepam digunakan untuk pengobatan seperti gangguan
kecemasan dan insomnia. Di banyak negara, obat flunitrazepam
umumnya dikenal dengan sebutan date rape drug karena bisa
melumpuhkan perempuan selama penyerangan seksual seperti
pemerkosaan
Efek samping dari penggunaan obat ini termasuk penurunan tekanan
darah, gangguan memori, mengantuk, gangguan penglihatan, pusing,
merasa bingung, gangguan pencernaan dan gangguan pada retensi
urine.
b. Korban Kekerasan Atau Kesewanangan
Asesmen informasi tambahan yang harus diberikan adalah :
a. Waktu dan tempat kejadian
b. Mengenal / tidak dengan pelaku tindak kekerasan
c. Kepada pasien / keluarga pasien diberi pilihan untuk melapor ke pihak
yang berwajib
d. Bila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, bisa dirujuk ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap
e. Bila petugas kesehatan diminta untuk membuat laporan ke pihak yang
berwajib, harus ada permintaan/ pernyataan tertulis dari pihak
kepolisian
f. Dianjurkan yang melapor ke pihak yang berwajib pasien / keluarganya
g. Bila diperlukan bisa dikonsultasikan ke dokter ahli sesuai keperluannya

108
c. Pasien Dengan Penyakit Menular Atau Infeksius
3.10.1 Infeksi pada pasien dapat ditransmisikan lewat berbagai cara antara
lain:
a. Melalui Udara ( Air Borne )
b. Melalui Droplet
c. Melalui Kontak
d. Melalui common vehicle ( makanan,air,obat,alat,peralatan )
e. Melalui Vektor ( Lalat, nyamuk, tikus )
3.10.2 Pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penularan dan
pencegahan infeksi antara lain:
a. Hindari orang terdekat
b. Tinggalah di rumah ketika sakit
c. Lindungi mulut dan hidung
d. Bersihkan Tangan
e. Hindari menyentuh mata,hidung dan mulut
f. Biasakan Hidup sehat
3.10.3 Beberapa hal yang dilakukan pada pasien yang sudah sembuh dari
penyakit menular :
a. Sebelum pasien keluar dari kamar isolasi harus mandi dan ganti baju
dan tidak boleh kembali ke kamar isolasi
b. Alat-alat tenun, alat-alat makan dan sejenisnya yang telah dipakai
pasien direndam didalam larutan disenfektan sebelum dicuci
c. Temapt tidur, meja, kursi dan semua alat di dalam kamar/ ruang di
bersihkan dengan air sabun dan larutan desinfektan, kemudian
dikeringkan
d. Lakukan sterilisasi ruangan

d. Pasien Yang Menerima Kemoterapi Atau Terapi Radiasi


3.11.1 Tujuan pemberian kemoterapi:
a. Kuratif sebagai pengobatan
b. Mengurangi masa tumor selain dengan pembedahan atau radiasi
c. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kwalitas hidup menderita
d. Mengurangi komplikasi akibat metastase
3.11.2 Cara pemberian:
109
a. Intra Vena
Pemberian intra vena untuk terapi sistemik,dimana obat setelah
melalui jantung dan hati baru sampai ke tumor primer,cara intravena
ini yang paling banyak di gunakan untuk kemoterapi.Daam pemberian
intravena usahakan jangan ada ektravasasi obat
b. Intra arteria
Pemberian intra arteri adalah terapi regional melalui arteri yang
memasok darah ke daerah tumor dengan cara infuse intra arteri
menggunakan kateter dan pompa arteri di gunakan untuk
memberikan obat selama beberapa jam atau hari.
c. Intra oral
d. Intra cavitas/intra peritonial
Obat di suntikkan atau di instalasi ke dalam rongga tubuh,seperti intra
pleura,peritoneum,pericardia,vesika atau teka
e. Sub kutan
f. Topikal
3.11.3 Prosedur pemberian
Prosedur pemberian kemoterapi sebenarnya sama dengan pemberian
obat – obat yang lain,yaitu terdiri dari : persiapan penderita,persiapan
pemberian obat,penliaian respond dan monitor efek samping
Hal yang menjadikannya berbeda adalah:
a. Kemoterapi di berikan pada penderita kanker,di mana penderita
sangat berharap bisa sembuh dari kankernya
b. Kemoterapi memiliki tata cara khusus daam persiapan dan
pemberiannya agar tujuan kemoterapi dapat tercapai dan petugas
kesehatan serta lingkungan yang berhubungan dengan penderita
terindungi dari toksisitas obat tersebut
c. Efek samping kemoterapi sering bahkan hampir selalu dapat di duga
d. Harga obatnya yang mahal
3.11.4 Persiapan Penderita
a. Aspek penderita dan kelurga ,meiputi:
1) Penjeasan tentang tujuan dan perlunya kemoterapi sehubungan dengan
penyakitnya

110
2) Penjeasan mengenai macam dan jenis obatnya,jadwal pemberian dan
persiapan setiap sikus obat kemoterapi
3) Penjelasan mengenai efek samping yang mungkin terjadi pada penderita
4) Penjelasan mengenai harga obat kemoterapi (kalau perlu)
5) Inform consent
b. Aspek onkologis ,meiputi:
1) Diagnosa keganasan telah confirmed baik secara kinis (besarnya tumor di
ukur dengan kapiler atau penggaris),radiologis dan patologis ( tripe
diagnostic),kalau memungkinkan di periksa juga tumor marker
2) Tentukan stadium( kinis,imaging) dengan sistem TNM
3) Tentukan tujuan terapi (neojuvan,ajuvan,terapeutik atau paliatif)
4) Tentukan regimen kombinasi terapi dosis dan prosedur pemberiannya
c. Aspek medis
1) Anamnesa yang cermat mengenai adanya komorbiditas yang mungkin ada
yang dapat memepengaruhi pemberian kemoterapi seperti usia ,penyakit
jantung,hipertensi diabetes kelainan fungsi ginjal atau hati dan kehamilan
2) Pemeriksaan secara menyeluruh semua keadaan yang berhubungan
dengan penyakit tersebut diatas
3.11.5 Persiapan Pemberian Obat (Drug Adminitration)
Keamanan penanganan obat sitostatika merupakan hal yang penting yang
harus di perhatikan oleh dokter,perawat,farmasi,penderita
,gudang/distribusi.Oeh karena itu persiapannya harus sesuai prosedur
a. Persiapan obat
1) Dosis : Di tentukan dengan menggunakan luas permukaan tubuh ( body
surface area/BSA) yang diketahui dengan mengukur TB dan BB
2) Storage dan Stabiity
Baca petunjuk mengenai storage dan stability masing- masing obat
sehingga daam keadaan baik.Obat yang tidak mengandung preservasi
seteah di buka /di larutkan (oplos) harus segera di buang daam waktu 8 –
24 jam
3) Preparasi ( pelarutan)
Pelarut untuk masing – masing obat biasanya di sebutkan daam penjeasan
pemakaian masing – masing obat.Kadang ada pelarut yang incompatible
terhadap obat obat tertentu
111
Secara umum pelarut yang biasa di pakai adalah dextrose 5% atau NAC
fisiologis
Pelarutan dilakukan dalam tempat tertentu (BSC) dan dilakukan oeh
petugas yang terlatih
b. Persiapan provider
1) Memakai gaun khusus atau schort
2) Memakai masker yang disposible
3) Memakai handscoon karet
4) Memakai topi pelindung kepala
5) Memakai kacamata pelindung terhadap percikan obat,tanpa menghalangi
lapangan penglihatan ( kaca g0ggle)
6) We trained
c. Persiapan peralatan dan cairan
1) Jarum suntik yang kecil ,abocat no.20 atau 24 ( di sesuaikan dengan ukuran
vena)
2) Spuit disposible 3cc, 5cc,20cc
3) Infuset, pada obat golongan taxan telah disediakan infuse set khusus
4) Larutan NACL 0,9% 100 cc Nacl 0,9 % 500 cc dan aquadest 25 cc
5) Syiringe pump /infuse pump kalau ada
6) Alas penyuntikan untuk menghindari kontak obat dengan laken
d. Penyuntikan
1) Teliti protokol pemberian obat kemoterpi yang akan diberikan
2) Cek apakah informed consent sudah ada
3) Piih vena yang paing distal dan lurus ( biasanya metacarpal bagian distal)
dan kontraateral dengan kankernya. Di pastikan tidak terjadi ektravasasi
yaitu dengan memasang infuse dan drip cepat
4) Seteah penyuntikan selesai alat –alat atau botol bekas dan obat sitostatika
di masukkan kedalam kantong pastik dan di ikat serta di masukkan dalam
wadah sampah medis khusus
5) Buat catatan pada rekam medis penderita catat semua tindakan

3.11.6 Penilaian Respon (TereatmenOutcome)


a. Pengertian respon di sini adalah perubahan yang terjadi pada tumor
menurut kepekannya terhadap kemoterapi
112
Respon kemoterapi dapat di definisikan sebagai:
ii. Respon lengkap atau complete response
Adalah tidak tampak semua bukti adanya penyakit dan tidak tampaknya
penyakit baru untuk selang waktu yang di tentukan ( biasanya empat
minggu)
iii. Respon sebagian atau parial response
Adalah berkurangnya ukuran tumor paing sedikit 50 % dari dua diameter
terpanjang dari semua lesi dalam waktu tidak kurang dari empat minggu dan
tidak ditemukan adanya lesi baru
iv. Respon minimal (no change)
Ukuran tumor mengecil kurang dari 50%,biasanya tidak di laporkan dakam
uji klinis
9. Progression ( progressive disease)
Didapatkan peningkatan ukuran tumor ebih 25%,dan adanya pertumbuhan
penyakit atau tampaknya penyakit baru selama kemoterapi.
Pada pemberian kemoterapi neoajuvan,setelah pemberian siklus ke 3
dilakukan penilaian respon terapi dan resektibilitasnya,Bila di dapatkan
respon parsial dan menjadi resektabel maka dilanjutkan dengan tindakan
operasi.Bila respon terapi menunjukkan respon minimal atau tidak
resektabel ,maka dilanjutkan dengan radioterapi atau kombinasi
kemoterapinya ditingkatkan menjadi second line chemotherapy
b. Penilaian respon kemoterapi meliputi:
1) Penilaian respon obyektif
a) Ukuran tumor
b) Tumor marker
c) Obyektif qualitatif: adalah perubahan gejala klinis masa pada tumor otak
dalam hal ini gejala neurologis

2) Penilaian respon subyektif


Biasanya di tentukan dengan adanya peningkatan status performance dari
pasien.
Ada dua skala status penampian pasien yaitu menurut karnoffsky dan
ECOG ( Eastren Cooperative Oncoogi Group)
Skala status penampian menurut KARNOFFSKY
113
Skala Derajat Aktifitas Kemampuan
fungsional
100 Normal tanpa keluhan Mampu
Tidak ada kelaianan melaksanakan
aktifitas normal
90 Keluhan gejala minimal Tidak perlu
80 Normal dengan beberapa keluhan perawatan khusus
gejala
70 Mampu merawat diri
Tidak mampu melakukan aktifitas
normal atau bekerja
60 Kadang – kadang perlu bantuan
tetapi umumnya dapat melakukan Tidak mampu
untuk keperluan sendiri bekerja bisa tinggal
50 Perlu bantuan dan umumnya perlu dirumah perlu
obat -0batan bantuan dalam
banyak hal
40 Perlu bantuan dan perawatan Tidak mampu
khusus merawat diri ,perlu
perawatan dirumah
sakit
30 Perlu pertimbangan-pertimbangan
masuk rumah sakit
20 Sakit berat,perawatan rumah
sakit,pengobatan aktif suportif
sangat perlu
10 Mendeteksi ajal
0 Meninggal

114
GRADE ECOG
0 Masih sepenuhnya aktif,tanpa hambatan untuk mengerjakan
tugas sehari-hari
1 Hambatan pada pekerjaan berat,namun masih mampu bekerja
kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan
2 Hambatan melakukan banyak pekerjaan ,50%waktunya untuk
tiduran dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya
sendiri,tidak dapat melakukan pekerjaanl ain
3 Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu,lebih dari
50% waktunya untuk tiduran
4 Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun,betul- betul
hanya dikursi atau tiduran terus

Skala status fungsional menurut ECOG

3.12 Pasien Dengan Sitem Imunologi Terganggu


Sistem imun dan gangguan imun merupakan semua mekanisme yang di
gunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh,sebagai perlindungan
terhadap bahaya yang dapat di timbulkan berbagai bahan dalam lingkungan
hidup yang berguna untuk pertahanan,homeostasis dan pengawasan
3.12.1 Tujuan respon imun
Untuk melenyapkan benda yang bersifat antigenic dengan cepat ,hal ini
dilakukan oleh tubuh melalui dua macam cara:
1) Respon imun humoral,di pengaruhi oleh imunogobuin,gammagobuin dalam
darah,yang disintesis oeh hospes sebagai respon terhadap masukknya benda
antigenic
2) Reaksi imunoogis kedua,respon imun seluler dilakukan secara langsung oleh
limfasit yang berprolifersi akibat masuknya antigen tersebut.sel –sel ini
bereaksi secara spesifik (tanpa intervensi dari imunogobuin)
3.12.2 Imunodifisiensi
Respon imun berkurang atau tidak mampu melawan infeksi secara adekuat
Ada dua bentuk:
a. Primer
1) Herediter
115
2) Gejala 2 bulan – 2 tahun
b. Sekunder
Perubahan fase imunologik: infeksi, malnutrisi, penuaan, imunosupresi,
kemoterapi
3.12.3 Imunopatologi
a. Kegagalan dari sistem imun:
1) Pasien hipersensitivitas : Respon imun berlebihan
2) Imunodifisensi : Respon imun berkurang
3) Autoimun: Hiangnya toleransi diri
b. Contoh kasus dengan gangguan imun
i. HIV –AIDS
Merupakan penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus yaitu
retrovirus.Seseorang yang terinfeksi virus ini tidak langsung terdeteksi
karena sistem imun bereaksi membentuk antibody daam 3- 12 minggu
setelah infeksi atau bisa 6-12 bulan
a) Ditandai :
Supresi imunitas ( sel T),Infeksi oportunistik,keganasan sekunder dan
kelainan neuroogik
b) Cara penularan:
Kontak seksual,parenteral,dari ibu yang terinfeksi pada janin
c) Proses penyakit :
sel yang terinfeksi human immunodeficiency virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi di keenjar imfe,impa dan sumsum tuang.Human
immunodeficiency virus ( HIV) menginfeksi se eawt pengikatan dengan
protein perifer CD 4,dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120.Pada saat se T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,maka
human immunodeficiency virus ( HIV) menginfeksi se ain dengan
meningkatkanreproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu,daam usaha mengeiminasi
virus dan se yang terinfeksi.
Dengan menurunnya jumlah sel T4,maka sistem imun seuer
makin emah secara progresif,di ikuti berkurangnya fungsi sel B
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.seseorang yang
terinfeksi human immunodeficiency virus ( HIV) dapat tetap tidak di
116
perlihatkan gejala(asimptomatik),selama bertahun-tahun.Selama Sel T
dan makrofag serta se dendritik/Langerhans (sel imun ) adalah sel waktu
itu jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel/ml darah
sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300/ml darah,2-3 tahunseteah
infeksi
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini,gejala-gejala infeksi (herpes
zoster dan jamur oportunistik) muncul,jumlah T4 kemudian
menurunakibat timbunya penyakit baruakan menyebabkan virus
berproiferasi,akhirnya terjadi infeksi yang aparah.Seseorang di diagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4jatuh dibawah 200 sel/ml darah
atau apabia terjadi infeksi opurtunistik,kanker atau dimensia AIDS
d) Tanda dan gejala
(1) Pada infeksi human immunodeficiency virus ( HIV) primer akut 1-2
minggu pasien merasakan sakit seperti flu
(2) Pada fase supresi imun simptomatik ( 3 tahun) pasien akan
mengalami demam ,keringat di malam hari,penurunan
(3) berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif dan lesi oral
(4) Pada fase infeksi human immunodeficiency virus ( HIV) menjadi
AIDS bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS
akan terdapat gejala infeksi opurtunistik yang paling umum adalah
pneumocystic Carini (PCC),Pneumonia interstisia yang disebabkan
suatu protozoa infeksi ain termasuk
meningitis,kandidiasi,cytomegalovirus,mikrobakterial,atipikal
(5) Infeksi human immunodeficiency virus ( HIV) akut gejala tidak khas
dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti:
 Demam berkeringat
 Lesu,mengantuk
 Nyeri sendi
 Sakit kepala
 Diare
 Sakit leher
 Radang kelenjar getah bening

117
 Bercak merah di tubuh
(6) Infeksi human immunodeficiency virus ( HIV) asimptomatik di
ketahui oleh:
 Pemeriksa kadar Human immunodeficiency virus ( HIV ) dalam
darah akan di peroleh hasil positif
 Radang kelenjar getah bening menyeurug dan menetap,dengan
gejala pembengkakan kelenjar getah bening menyeluruh dan
menetap dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening di
seluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan
e) Komplikasi
1) Oral lesi
Penyebab: kandida herpes simplek,sarcoma Kaposi HPV oral,
gingivitis, peridonitis human immunodeficiency virus ( HIV)
leukopakia oral,penurunan berat badan,keetihan dan cacat
1. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung human
immunodeficiency virus ( HIV) pada sel saraf berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik,kelemahan,disfasia dan isolasi social
2. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus,pertumbuhan cepat flora normal,impoma dan
sarcoma Kaposi dengan efek penurunan berat badan,
anoreksia demam,malabsorbsi dan dehidrasi
3. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii,
cytomegalovirus,virus influenza, pneumococcus dan strongyoides dengan
efek nafas pendek, batuk, nyeri , hipoksia, keletihan dan gagal nafas
4. Dermatoogik
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simplek dan zoster,dermatitis karena
xerosis,
reaksi otot lesi scabies dan dekubitus
5. Sensorik
Pandangan : sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

118
Pendengaran: otitis eksteasesmenrna akut dan otitis media,kehiangan
pendengaran dengan efek nyeri

ii. Sistemik lupus erythematosus (SLE)


Adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya beum diketahui,dengan
perjaan penyakit yang mungkin akut dan fuminan atau kronik remisi dan
eksaserbasi di nsertai oleh terdapatnya berbagai macam auto antibody dalam
tubuh atau peradangankronis dari jaringan –jarinagantubuh yang disebabkan
oeh penyakit auto imun
a) Etiologi
Penyebab lupus masih belum diketahui .Gen-gen yang diwariskan
virus-virus sinar ultraviolet dan obat-obatan.Beberapa ilmuwan percaya
bahaw sistem imun pada lupus lebih mudah di stimuasi oeh factor-factor
eksternaseperti virus atau sinar ultraviolet.Kadang kala gejala lupus dapat
dipercepat atau diperburuk oeh hanya suatu periode yang singkat dari
ekspose pada matahari
b) Proses penyakit
Seseorang dengan lupus memproduksi antibadi-antibodi yang
abnormal di dalam darahnya yang mentargetkan jaringan-jaringan didalam
tubuhnya sendiri dari agen-agen asing.Karena antibody dan sel –sel inflamasi
dapat melibatkan jaringan di daam tubuh,lupus mempunyai potensi untuk
mempengaruhi beragam area tubuh.Kadang lupus dapat menyebabkan
penyakit kulit,jantung,paru-paru,ginjal,persendian dan sistem saraf,kalau
hanya kulit yang terlibat kondisi ini disebut lupus discoid (discoid lupus).Kaau
organ-organ terlibat di sebut lupus sistemikeritematosus (systemic lupus
erythematosus,SLE)
Lupus discoid dan lupus sistemik lebih umum pada aniwta dari pada
pria (kira-kira delapan kali lebih umum). Penyakit dapat mempengaruhi
semua umur,namun paing umum umur 20-45 tahun.lebih sering orang
amerika keturunan afrika dan keturunan cina,jepang
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan auto antibody yang berlebihan.Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor
genetic,hormonal dan lingkungan(cahaya matahari dan luka bakar termal)
119
Pada SLE peningkatan produksi autoantibody terjadi akibat fungsi sel
T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan.
c) Manifestasi Klinis
1) Sistem muskoloskeletal
Artralgia,arthritis(sinovitis),pembengkakan sendi,nyeri tekan dan rasa nyeri
ketika bergerak,rasa kaku pada pagi hari
2) Sistem integument
Lesi akut pada kulit ysng terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang meintang
pada pangakal hidungserta pipi.Ukus oral dapat mengenai mukosa pipi atau
palatum durum
3) Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak
4) Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura
5) Sistem vaskuler
Inflamsi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi popular,eritematosus
dan purpura di ujung jari kaki,tangan,siku serta permukaan ekstensor lengan
baawh atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis
6) Sistem perkemihan
Gomerulus renal yang biasanya terkena
7) Sistem syaraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologic,sering terjadi depresi dan psikosis
d) Komplikasi
Komplikasi penyakit dapat spontan atau didahului oleh factor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari,infesi virus atau bakteri ,obat ( misalnya
golongan sulfa),penghentian kehamilan dan trauma fisik /psikis
e) Penatalaksanaan medis
(1) Tes diagnostic
Hematologi :ditemukan anemia,leucopenia, trombositopenia
(2) Kelainan imunologis: ditemukan sel SLE,antibody
Antinuclear,komplemen serum menurun triogobuin, factor rheumatoid dan uji
terhadap ues yang positif (semu)
120
(3) Pemeriksaan khusus :Biopsi ginjal, Biopsi kulit

C. ASSESMENT ULANG
Perjalanan suatu penyakit merupakan suatu proses yang seringkali tidak
dapat diprediksi. Perbedaan antar individu dan antar penyakit menjadi hal-hal
yang menyebabkan suatu penyakit sulit untuk diprediksi perkembangannya.
Perjalanan penyakit kearah perbaikan dan kesembuhan merupakan harapan
yang ingin diwujudkan oleh pasien, keluarga dan petugas medis yang
memberikan pelayanan kesehatan.
Pemantauan terhadap proses ini hendaknya harus dilakukan seoptimal
mungkin sesuai dengan situasi dan kondisi pasien. Pemantauan ini dijalankan
dengan melakukan asesmen ulang.
Asesmen ulang oleh para pemberi pelayanan kesehatan adalah kunci
untuk memahami apakah keputusan pelayanan sudah tepat dan efektif. Pasien
dilakukan asesmen ulang selama proses pelayanan pada interval tertentu
sesuai dengan kebutuhan dan rencana pelayanan atau sesuai dengan
kebijakan dan prosedur.
Asesmen ulang oleh dokter adalah terintegrasi dalam proses pelayanan
pasien. Dokter melakukan asesmen ulang oleh PPA dengan diketuai oleh
seorang DPJP setiap hari, termasuk akhir minggu dan bila ada perubahan
signifikan pada kondisi pasien.
PPA (Profesional Pemberi asuhan) meliputi :
1. Dokter
2. Perawat/Bidan
3. Gizi
4. Apoteker

A. Pedoman umum dalam melakukan asesmen ulang adalah sebagai


berikut :
1. Asesmen ulang Medis
Asesmen ulang medis yaitu berdasarkan anamnesa yang dilakukan
setiap 24 jam berisi 4 pokok pikiran yaitu :
a. Riwayat penyakit sekarang

121
Keluhan utama atau keluhan saat dilakukan asesmen ulang
misalnya dengan demam, sesak nafas, nyeri. Kemudian dilakukan
pengambilan informasi secara sistematis meliputi
1) Lokasi (dimana menyebar atau tidak?)
2) Onset/awitan dan kronologis (kapan terjadinya?berapa lama?)
3) Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi?)
4) Kualitas keluhan (rasa seperti apa?)
5) Faktor-faktor yang memperberat keluhan
6) Analisa system uang menyertai keluhan yang sama
b. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Apakah pernah mengalami penyakit
seperti ini sebelumnya, kapan dan sudah berapa kali dan telah
diberikan obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan
keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes) ,
perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan
riwayat menstruasi (untuk wanita), riwayat alergi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Untuk mencari ada tidaknya penyakit
keturunan dari pihak keluarga (diabetes, hipertensi, tumor, dll) atau
riwayat penyakit menular.
d. Riwayat Sosial dan Ekonomi: untuk mengetahui status sosial pasien,
pendidikan, pekerjaan, pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan
(pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat-obatan, aktivitas
seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan, dan kepercayaan).
Pemeriksaan Fisik
Teknik yang dilakukan dalam pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi: pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan, meliputi: ukuran tubuh,
warna, bentuk, posisi, simetris, dan perlu dibandingkan dengan bagian
tubuh satu dengan yang lain.
2) Palpasi: Suatu teknik yang menggunakan indera peraba, tangan dan
jari jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan
data, contoh: temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran
3) Perkusi: Pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan
tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya
dengan tujuan untuk menghasilkan suara, tujuannya untuk
122
mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Hasil
suara yang dihasilkan: sonor: suara perkusi jaringan normal, redup:
suara perkusi jaringan yang padat, pekak: suara perkusi jaringan yang
padat seperti di daerah jantung atau hepar, hipersonor/timpani: suara
perkusi pada daerah yang lebih berongga
4) Auskultasi: adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan
menggunakan stetoskop. Suara yang tidak normal: rales: suara yang
dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran halus pernapasan
mengembang pada inspirasi. Ronchi: nada rendah dan sangat kasar
terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Wheezing: bunyi
yang terdengar : “ngiiik” pada fase ekspirasi atau inspirasi. Pleura
friction rub: bunyi yang terdengar kering seperti suara amplas pada
kayu.
Pemeriksaan Tanda vital: Tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
Pemeriksaan fisik Head to Toe
1. Keadaan rambut dan kepala: rambut hitam, coklat, pirang, mudah
rontok, kulit kepala kotor
2. Palpebra: edema, memar, atau cekung pada pasien kekurangan
cairan
3. Sclera dan konjungtiva: ikterik, anemis
4. Tekanan intraokular: meningkat pada pasien glaukoma
5. Hidung: simetris, pembesaran konka, epistaxis, kotoran hidung,
pernapasan cuping hidung
6. Mulut: higienitas rongga mulut, radang mukosa mulut, gigi dan geligi
adanya karies, sisa makanan, perdarahan, abses, gigi tanggal, lidah:
kotor, tonsil: terdapat pembesaran tonsil, hiperemis. Faring:
kemerahan, sekret
7. Kelenjar getah bening: pembesaran
8. Kelenjar tiroid: pembesaran
9. Dada dan punggung:
- Inspeksi: simetris, bentuk/postur, gerakan nafas (frekuensi, irama,
kedalaman, upaya nafas), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan

123
- Palpasi: simetris, pergerakan dada, massa atau lesi, nyeri, taktil
fremitrus
- Perkusi: suara paru
- Auskultasi: suara nafas, trakea, bronkus, paru dengan stetoskop
10. Abdomen:
- Inspeksi: abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, ada massa atau tidak
- Auskulasi: suara peristaltik usus 5-35x/menit, bunyi keras dan
panjang disebut borborygmi, pada gastroenteritis atau obstruksi
usus awal, peristaltik berkurang pada ileus paralitik.
- Palpasi: daerah yang nyeri harus di palpasi terakhir, palpasi
terhadap seluruh dinding perut untuk melihat adanya peritonitis,
pankreatitis. Adanya massa/tumor, turgor kulit pasien, nyeri tekan
11. Anus: adanya hemoroid eksterna, fisura, fistula, tanda keganasan

2. Asesmen Ulang Keperawatan

Asesmen ulang keperawatan adalah asesmen ulang yang dilakukan


selama proses keperawatan dalam interval waktu tertentu sesuai dengan
kebijakan dan prosedur rumah sakit.

Asesmen ulang keperawatan sesuai dengan asuhan keperawatan


dilaksanakan dalam bentuk proses keperawatan yang meliputi beberapa
tahap:
- Pengkajian
- Diagnosis keperawatan
- Perencanaan (intervensi)
- Pelaksanaan (implementasi)
- evaluasi

Tujuan Asesmen ulang keperawatan pasien adalah:

1. Mengidentifikasi masalah dan memprioritaskan masalah


2. Memilih dan membuat intervensi keperawatan
3. Mengukur dampak asuhan keperawatan yang telah diberikan
4. Mengevaluasi kriteria dan tujuan yang sudah direncanakan

124
Standar asesmen ulang keperawatan sesuai dengan SK Dirjen Pelayanan
Medik , terdiri dari:

a. Standar I: pengkajian keperawatan :


- Identitas Pasien: nama, tanggal lahir, tempat tinggal, agama,
pekerjaan, status sosial, status perkawinan, sosial ekonomi, budaya,
kewarganegaraan, status mental (kooperatif atau tidak)
- Masalah kesehatan sekarang: kapan timbulnya, mendadak atau
bertahap, gejala terus-menerus atau hilang timbul, kuantitas, kualitas
keluhan
- Riwayat kesehatan dahulu: pengalaman perawatan sebelumnya,
riwayat operasi, riwayat alergi obat, makanan, penggunaan obat-
obatan, rokok, alkohol, kafein,dll.
- Riwayat penyakit keluarga: untuk menentukan pasien ini memiliki risiko
penyakit genetika dengan tujuan pencegahan penyakit
- Riwayat psikososial: sistem pendukung klien (teman, pasangan, anak-
anak, anggota keluarga lain, teman dekat)
- Kesehatan spiritual: tinjau tentang keyakinan pasien mengenai
kehidupan pasien.
- Pengkajian fisik: keadaan umum tampak sakit ringan atau berat,
pengukuran berat badan, tinggi badan pasien, pemeriksaan tanda-
tanda vital pasien, pemeriksaan tubuh dari kepala hingga kaki,
pemeriksaan setiap sistem organ dengan teknik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi
- Pengkajian data laboratorium dan diagnostik: berdasarkan penyakit
pasien

b. Standar II: diagnosis keperawatan : dirumuskan berdasarkan data


status kesehatan pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma
fungsi kehidupan pasien.
c. Standar III: perencanaan keperawatan: disusun berdasarkan diagnosis
keperawatan, komponennya meliputi:

125
1) Prioritas masalah, dengan kriteria: masalah-masalah yang
mengancam kehidupan menjadi prioritas utama, masalah-masalah
yang mengancam kesehatan seseorang adalah prioritas kedua,
masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan
prioritas ketiga.
2) Tujuan asuhan keperawatan, dengan kriteria: spesifik, bisa diukur,
bisa dicapai, realistik, ada batas waktu
3) Rencana tindakan : disusun berdasarkan tujuan asuhan
keperawatan, melibatkan pasien/keluarga, mempertimbangkan
latar belakang budaya pasien/keluarga, menentukan alternatif
tindakan yang tepat, mempertimbangkan kebijaksanaan dan
peraturan yang berlaku, lingkungan, sumberdaya dan fasilitas yang
ada, menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien.
4) Standar IV: intervensi keperawatan: pelaksanaan rencana tindakan
agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal dengan kriteria:
1. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
2. Menyangkut keadaan bio, psiko, sosial, spiritual pasien
3. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
kepada pasien/keluarga
4. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
5. Menggunakan sumber daya yang ada
6. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
7. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi, dan
mengutamakan keselamatan pasien
8. Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien
9. Merujuk dengan segera bila ada masalah yang mengancam
keselamatan pasien
10. Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan
11. Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan
tindakan
12. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada
prosedur teknis yang telah ditentukan
13. Intervensi keperawatan berorientasi pada komponen
keperawatan dasar meliputi:
126
a. Memenuhi kebutuhan oksigen
b. Memenuhi kebutuhan Nutrisi, keseimbangan cairan dan
elektrolit:
Pengukuran berat badan, tinggi badan, bentuk sajian
makanan, nafsu makan pasien, perubahan berat badan,
berapa banyak minum sehari, rasa haus, mukosa mulut
kering atau tidak, turgor kulit, edema atau tidak,dll.
c. Memenuhi kebutuhan Eliminasi: Frekuensi buang air kecil,
warna bak, jumlah sehari, frekuensi buang air besar, warna
bab, konsistensi.
d. Memenuhi kebutuhan Keamanan: rasa takut pada pasien
e. Memenuhi kebutuhan Kebersihan dan kenyamanan fisik:
rasa nyeri (lihat manajemen nyeri), penurunan kesadaran,
penggunaan alat bantu
f. Memenuhi kebutuhan Istirahat dan tidur: jumlah tidur,
pengggunaan obat tidur
g. Memenuhi kebutuhan Gerak dan kegiatan jasmani:
kebutuhan olahraga, keterbatasan gerak, perubahan gaya
berjalan, butuh alat bantu dalam melakukan aktivitas sehari-
hari
h. Memenuhi kebutuhan Spiritual: agama pasien, kebutuhan
ibadan di rumah sakit
i. Memenuhi kebutuhan Emosional : nilai wajah tegang pada
pasien, bingung, cemas, perasaan sedih, mengkritik diri
sendiri, kontak mata
j. Memenuhi kebutuhan Komunikasi: berbicara lancar atau
tidak, pembicaraan koheren atau tidak, ada disorientasi atau
tidak, menarik diri secara sosial atau tidak, apatis
k. Memenuhi kebutuhan Reaksi fisiologis
l. Memenuhi kebutuhan Pengobatan dan membantu proses
penyembuhan
m. Memenuhi kebutuhan Penyuluhan: pengetahuan tentang
penyakit, pengetahuan tentang tindakan, pengetahuan
tentang obat
127
n. Memenuhi kebutuhan rehabilitasi
d. Standar V: evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis
dan berencana.
e. Standar VI : catatan asuhan keperawatan : dilakukan selama pasien
dirawat inap dan rawat jalan, dapat digunakan sebagai bahan
informasi, komunikasi dan laporan, dilakukan segera setelah tindakan
dilaksanakan, penulisannya harus jelas dan ringkas serta
menggunakan istilah yang baku, setiap pencatatan harus
mencantumkan paraf dan nama perawat yang melaksanakan tindakan
dan waktunya.

3. Asesmen Gizi

Asesmen ulang gizi adalah proses pengkajian ulang pasien-pasien


yang berisiko kurang gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi
khusus dengan penyakit tertentu, berdasarkan hasil asesmen awal.
Asesmen / Pengkajian ulang gizi yaitu:

a. Anamnesis riwayat gizi

Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan


termasuk komposisi, pola makan, diet saat ini dan data lain yang
terkait. Selain itu diperlukan data kepedulian pasien terhadap gizi dan
kesehatan, aktivitas fisik dan olahraga dan ketersediaan makanan di
lingkungan pasien.

Gambaran asupan makanan dapat digali melalui: anamnesis


kualitatif dan kuantitatif.

1) Anamnesis kualitatif: dilakukan untuk memperoleh gambaran


kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi
penggunaan bahan makanan.
2) Anamnesis kuantitatif: dilakukan untuk mendapatkan gambaran
asupan zat gizi sehari melalui “recall” makanan 24 jam dengan alat
bantu “food model”. Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang
merujuk kepada daftar makanan penukar, atau daftar makanan
penukar, atau daftar komposisi zat gizi makanan. Riwayat gizi

128
kuantitatif diterjemahkan ke dalam jumlah bahan makanan dan
komposisi zat gizi. (lihat lampiran)

129
4. Asesmen Farmasi Klinik
Ruang lingkup farmasi klinik adalah fungsi instalasi farmasi sebagai
bagian terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan
profesional kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan
pasien. Mutu fungsi farmasi klinik memerlukan asesmen antardisiplin.
Lingkup fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan
dalam program rumah sakit, yaitu:
1. Pemantauan terapi obat (PTO)
2. Evaluasi pemantauan obat (EPO)

130
3. Penanganan bahan sitotoksik
4. Pelayanan di unit perawatan kritis
5. Pemeliharaan formularium, penelitian, pengendalian infeksi rumah
sakit
6. Sentra informasi obat
7. Pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM)
8. Program edukasi “in-service” bagi apoteker, dokter, perawat

Fungsi farmasi klinik yang berkaitan secara langsung dengan


penderita, yaitu fungsi dalam proses penggunaan obat, mencakup
wawancara sejarah obat penderita, konsultasi dengan dokter tentang
pemilihan regimen obat penderita tertentu, interpretasi resep/obat,
pembuatan profil pengobatan penderita, konsultasi dengan perawat
tentang regimen obat penderita, pemantauan efek obat pada penderita,
edukasi pasien, konseling pasien yang dibebaskan dari rs, pelayanan
farmakokinetik klinik.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah pendekatan profesional
yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat
kesehatan sesuai indikasi, efektid, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, jeahlian, keterampial dan perilaku
apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.

Kegiatan:

a. Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasil, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis
baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan
administrasi meliputi:
1) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
2) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
3) Tanggal resep
4) Ruangan/unit asal resep

Persyaratan farmasi meliputi:

131
1) Bentuk dan kekuatan sediaan
2) Dosis dan jumlah obat
3) Stabilitas dan ketersediaan
4) Aturan, cara dan teknik penggunaan

Persyaratan klinis meliputi:

1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat


2. Duplikasi pengobatan
3. Alergi, interaksi dan efek samping obat
4. Kontra indikasi
5. Efek aditif

a) Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket,
penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai
disertai sistem dokumentasi.

Tujuan:
1. Mendapatkan dosis yang tepat dan aman
2. Menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima
makanan secara oral atau emperal
3. Menurunkan total biaya obat
b. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi.
Tujuan:
1. Menemukan ESO (Efek samping obat) sedini mungkin terutama
yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah
dikenal sekali, yang baru saja ditemukan.

132
3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek samping obat.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan panitia farmasi dan terapi dan ruang gawat
2. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat

c. Pelayanan informasi obat


Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker
untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lain dan pasien.
d. Konseling
Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan
dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Tujuan konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama
obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat,
lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas,
cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.

Faktor yang perlu diperhatikan:

1) Kriteria Pasien: pasien rujukan dokter, pasien dengan penyakit


kronis, pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan
polifarmasi, pasien geriatrik, pasien pediatrik, pasien pulang.
2) Sarana dan prasarana: ruangan khusus, kartu pasien/catatan
konseling
e. Pemantauan Kadar obat Dalam Darah
Melakukan pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan
dari dokter yang merawat karena indeks terpai yang sempit
Tujuan :
1. Mengatur kadar obat dalam darah
2. Memberikan rekomendasi pada dokter yang merawat
f. Ronde/ Visite Pasien

133
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan:
1. Pemilihan obat
2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik
3. Menilai kemajuan pasien
4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain

Kegiatan:

1. Apoteker harus memperhatikan diri dan menerangkan tujuan dari


kunjungan tsb ke pasien
2. Untuk pasien baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat
terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi
3. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk
menjamin penggunaan obat yang benar
4. Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna
untuk pemberian obat
5. Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan
oleh setiap apoteker yang berkunjung ke ruang pasien untuk
menghindari pengulangan kunjungan.
Faktor-Faktor yang perlu dipehatikan:
1. Pengetahuan cara berkomunikasi
2. Memahami teknik edukasi
3. Mencatat perkembangan pasien
g. Pengkajian Penggunaan obat
Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien .

Asuhan farmasi klinik di rumah sakit, meliputi beberapa tahapan, yaitu:

(SOAP oleh Farmasi KARS,2015)

134
1. Pengumpulan data pasien (subjektif dan objektif): dari rekam medis
pasien, profil pengobatan pasien/ catatan penggunaan obat,
wawancara dengan pasien, keluarga, atau tenaga kesehatan
lainnya.
2. Identifikasi masalah terkait obat (Asesmen): mengidentifikasi
adanya drug-related problem
Yaitu:
1. Ada indikasi medis yang tidak diterapi
2. Pemilihan obat yang tidak tepat
3. Dosis yang tidak sesuai: terlalu rendah atau terlalu tinggi

4. Kegagalan dalam konsumsi obat: kepatuhan pasien

5. Efek samping obat

6. Interaksi obat

7. Penggunaan obat tanpa indikasi

3. Rekomendasi Terapi (Plan) : berdasarkan masalah yang


teridentifikasi di atas, dapat diberikan rekomendasi terapi dengan
mengubah obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian,
penghentian obat atau pemberian obat tambahan, lakukan
pemantauan obat (hasil laboratorium, gejala klinis), edukasi pasien
(cara penggunaan obat,modifikasi gaya hidup)
4. Rencana Pemantauan (Plan)
Pantau hasil rekomendasi yang diberikan , yaitu:
1) Efek terapeutik
2) Efek yang tidak diharapkan
3) Kepatuhan pasien
4) Hasil terapi : kualitas hidup pasien

Semua yang dilakukan dalam asuhan farmasi didokumentasikan


ke dalam rekam medis pasien secara integratif bersama dengan
petugas kesehatan lain

1. Dilakukan dalam interval yang regular selama pelayanan sesuai dengan


kebijakan dan prosedur yang ada.

135
a. Secara periodik perawat mencatat tanda-tanda vital sesuai kebutuhan
berdasarkan kondisi pasien
b. Untuk asesmen ulang rawat jalan dilakukan setelah 30 hari.
c. DPJP melakukan asesmen dan asesmen ulang setiap hari dengan
melakukan visite dan menjelaskan perkembangan keadaan penyakit
pasien dan rencana pengobatan kepada pasien dan keluarga atau
penanggung jawab pasien.
d. Asesmen ulang pasien dilakukan sesuai dengan perubahan kondisi
pasien yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Setiap perubahan dan
perkembangan dari kondisi pasien harus diketahui dan dilaporkan
kepada DPJP.
2. Dilakukan sebagai respons apabila terjadi perubahan kondisi pasien yang
signifikan.
3. Dilakukan bila diagnosa pasien berubah dan kebutuhan asuhan
memerlukan perubahan rencana.
4. Dilakukan untuk menetapkan keberhasilan obat dan hasil pengobatan
sehingga pasien dapat dipindahkan atau keluar rumah sakit.
5. Temuan dari semua asesmen di luar rumah sakit harus dinilai ulang dan
diverifikasi pada saat pasien diterima sebagai pasien rawat inap.
6. Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien.
a. Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar CPPT dalam bentuk
SOAP
Bagian subyektif (S): berisi informasi tentang pasien yang meliputi
informasi yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga, orang lain yang
penting, atau yang merawat. Jenis informasi dalam bagian ini meliputi:
1) Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien datang ke rumah
sakit, menggunakan kata-katanya sendiri (keluhan utama).
2) Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala-gejala
(riwayat penyakit saat ini).
3) Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau).
4) Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping (dari
pasien,bukan dari profil obat yang terkomputerisasi).
5) Alergi.
6) Riwayat sosial dan/atau keluarga.
136
7) Tinjauan/ulasan sistem organ
b. Bagian objektif (O): berisi informasi tentang pemeriksaan fisik, tes-tes
diagnostik dan laboratorium dan terapi obat
c. Bagian asesmen (A) menilai kondisi pasien untuk diterapi.
d. Bagian plan (P) berisi rencana pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan,
rencana terapi yang akan diberikan dan rencana pemantauan khusus
yang akan dilakukan untuk menili perkembangan kondisi pasien.
Dengan format dokumentasi yang sistematik, konsisten dan seragam
tersebut maka lembar CPPT akan menjadikan rencana berbagai asuhan
pasien menjadi lebih efisien. Catatan SOAP adalah format yang akan
digunakan pada keseluruhan tindakan medik, keperawatan dan gizi dalam
rencana terapi/terapeutik serta asuhan pasien.

D. LABORATORIUM
Dalam memberikan layanan pemeriksaan laboratorium kepada pasien agar
pelayanan dapat berjalan dengan tertib, lancer, aman dan nyaman maka perlu
disusun prosedur dan langkah-langkah/alur pasien yang akan melakukan
pemeriksaan laboratorium.

PENDAFTARAN/REGISTRASI LABORATORIUM
1. Pendaftaran Pasien Laboratorium
a. Pengertian
Pendaftaran/registrasi laboratorium adalah memasukkan data identitas
pasien yang akan dilakukan pemeriksaan laboratorium baik rawat jalan
maupun rawat inap.
a. Tujuan
Sebagai acuan data pasien yang terekam dengan tepat dan aman melalui
suatu langkah-langkah alur yang sudah ditentukan dalam pelayanan
pemeriksaan laboratorium.
c. Prosedur
1) Untuk pasien rawat jalan melakukan pendaftaran di bagian registrasi
dengan membawa formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dari
dokter pengirim.
2) Untuk pasien rawat inap dan IGD formulir permintaan pemeriksaan dari
137
ruangan diterima oleh petugas laboratorium lalu dilakukan pencocokan
data identitas pasien dan jenis parameter pemeriksaan yang dikehendaki
sebelum dilakukan pengambilan sampel.
3) Untuk pasien umum rawat jalan setelah pasien setuju dengan biaya
pemeriksaan, lakukan pembayaran dikasir kemudian dilakukan
pengambilan bahan pemeriksaan
4) Untuk pasien rawat jalan bila ada jaminan kesehatan (BPJS/tanggungan
asuransi atau perusahaan diberi tanda dengan melingkari jenis status
pasien pada formulir permintaan pemeriksaan.
5) Pasien diberi informasi waktu selesai hasilnya, hasil dapat diambil pada
hari, jam yang sudah ditentukan.

2. Identitas Pasien
Pada formulir permintaan pemeriksaan harus ada identitas pasien dan
keterangan lain yang jelas dan lengkap, meliputi :
1) Tanggal permintaan.
2) Identitas pasien (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor rekam medik,
ruangan).
3) Diagnosis klinis pasien.
4) Dokter pengirim dan tanda tangan.
5) Jenis pemeriksaaan.

SPESIMEN
Sesuai dengan standar terhadap bahan/produk manusia, maka setiap
spesimen/bahan pemeriksaan laboratorium pasien harus dianggap
menular/infeksius, untuk itu diperlukan penanganan khusus sesuai standar.
1. Jenis Spesimen
Jenis spesimen yang diperiksa adalah :
a. Darah Lengkap
b. Plasma
c. Urine
d. Sputum
2. Persiapan Pasien
a. Pemeriksaan glukosa puasa pasien puasa 8 sampai 12 jam sebelum diambil
138
darah.
b. Glukosa 2 jam PP, spesimen diambil 2 jam setelah makan.
3. Pengambilan Spesimen
a. Peralatan.
1. Bersih
2. Kering
3. Wadah tidak mengandung bahan kimia atau deterjen
b. Anti koagulan dan pengawet.
1. Anti koagulan adalah zat kimia yang digunakan untuk mencegah sampel
darah membeku seperti EDTA, sodium sitrat, dan Heparin
2. Pengawet dipergunakan untuk menjaga agar spesimen tetap segar dalam
waktu tertentu seperti Toluene, Formalin, alkohol 96% dan HCl.
c. Waktu pengambilan spesimen
1. Urine sewaktu atau glukosa sewaktu, spesimen diambil pada waktu yang
tidak ditentukan atau setiap waktu.
2. Glukosa 2 jam PP, spesimen diambil 2 jam setelah makan.
4. Pengelolaan Spesimen
a. Darah Lengkap (whole blood)
Darah yang diperoleh ditampung dalam tabung yang sesuai dengan atau
tanpa anti koagulan, kemudian dihomogenisasi dengan cara dibolak-balik 8-
10 kali secara perlahan.

b. Plasma
1) Darah EDTA atau Sitrat dikocok perlahan-lahan dengan cara dibolak-balik
8-10 kali.
2) Darah disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit untuk
pemeriksaan Kimia Klinik dan Immunoserologi.
3) Pisahkan plasma segera setelah disentrifuge.
c. Urine
Pemeriksaan urine harus dilakukan dalam waktu kurang dari atau sama
dengan 1 jam setelah penampungan urine. Untuk uji carik celup urine tidak
perlu perlakuan khusus, sedangkan untuk pemeriksaan sedimen urine
disentrifuge lebih dahulu dengan cara sebagai berikut :
1) Campur urine hingga homogen.

139
2) Tuangkan 15 mL urine ke dalam tabung.
3) Putar dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.
4) Buang supernatan dan periksa sedimen.
5. Penyimpanan dan Pengiriman Spesimen
a. Penyimpanan
Beberapa jenis pemeriksaan yang tidak langsung diperiksa, spesimen dapat
disimpan dengan cara sebagai berikut :
1) Darah EDTA disimpan pada suhu kamar.
2) Serum disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-8 0c selama 24 jam.
3) Serum disimpan pada suhu -20oc s/d -70oc selama satu bulan
Spesimen yang sudah diambil harus segera diperiksa, karena stabilitas
spesimen dapat berubah disebabkan faktor suhu, penguapan, paparan
sinar, metabolisme sel-sel hidup dalam spesimen, kontaminasi oleh kuman
dan bahan kimia. Spesimen yang tidak langsung diperiksa dapat disimpan
dengan memperhatikan, jenis tes pemeriksaaan, jenis spesimen,
persyaratan suhu dan lamanya penyimpanan.
b. Pengiriman
a. Waktu pengiriman jangan melampaui masa stabilitas spesimen.
b. Tidak terkena sinar langsung.
c. Suhu pengiriman dijaga tetap stabil yaitu dalam sterofoam box dengan
cool / iced gel.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan tes laboratorium dikerjakan menggunakan alat otomatis yang
ada, beberapa macam tes ada yang dikerjakan secara manual tanpa alat (rapid
test). Sebelum hasil tes diserahkan kepada pasien, terlebih dahulu dilakukan
verifikasi dan validasi oleh kepala laboratorium, setelah dipastikan bahwa hasil
pemeriksaan adalah layak dan akurat maka hasil dicetak (print) untuk diserahkan
kepada pasien/dokter.

VERIFIKASI DAN VALIDASI HASIL PEMERIKSAAN


1. Verifikasi Hasil Pemeriksaan
Merupakan kegiatan untuk memastikan kebenaran dan kelayakan data
laboratorium sebagai tindakan pencegahan timbulnya ketidaksesuaian data

140
dan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan mulai dari tahap pra
analitik sampai dengan post analitik, untuk mencegah terjadinya pengulangan
proses pemeriksaan.
1. Tahap Pra Analitik
a. Formulir permintaan pemeriksaan laboratorium :
1) Identitas pasien (nama, tanggal lahir, status, jenis kelamin).
2) Tanggal permintaan pemeriksaan.
3) Jenis permintaan pemeriksaan.
4) Dokter pengirim dan tanda tangan.
5) Diagnosa dan nomor RM pasien.
b. Persiapan pasien sesuai dengan persyaratan.
c. Pengambilan spesimen sesuai dengan pemeriksaan dilakukan dengan
benar.
d. Penanganan spesimen :
1) Spesimen diperlakukan sesuai dengan persyaratan.
2) Kondisi penyimpanan spesimen yang benar.
3) Penanganan spesimen sesuai dengan pemeriksaan.
4) Tranportasi spesimen sesuai dengan persyaratan.
2. Tahap Analitik
a. Persiapan reagen
1) Reagen sesuai dengan pemeriksaan.
2) Tidak kadaluwarsa.
3) Pelarutan dan pencampuran reagen sudah benar.
4) Pengenceran sudah benar.
b. Pipet reagen dan sampel
1) Peralatan yang dipakai bersih dan terkalibrasi.
2) Pemipetan dengan cara yang benar.
3) Prosedur kerja dilakukan dengan benar.
c. Inkubasi
Suhu dan waktu inkubasi yang tepat.
d. Pemeriksaan
Alat berfungsi dengan baik sesuai dengan persyaratan.
e. Pembacaan hasil perhitungan, pengukuran dan pengisian hasil yang benar.

141
3. Tahap Pasca Analitik
a. Hasil abnormal diulang sebanyak 2-3 kali.
b. Tidak ada kesalahan penulisan hasil pemeriksaan.
c. Dokter benar, jenis pemeriksaan benar, dan pesien benar.
2. Validasi Hasil Pemeriksaan
a) Hasil pemeriksaan divalidasi dan diverifikasi oleh kepala ruangan
laboratorium atau penanggung jawab shift.
b) Bila hasil meragukan, pastikan pra analitik sudah benar, maka bila perlu
lakukan ulang pemeriksaan terhadap spesimen terkait. Bila hasil masih
meragukan, spesimen dikirim ke laboratorium rujukan untuk
membandingkan dan memastikan hasil pemeriksaan tersebut.

KOREKSI CEPAT
Regulasi koreksi yang diperlukan setiap pemeriksaan bila terjadi kesalahan
akan ditambahkan pada bagian catatan pada form permintaan pemeriksaan
laboratorium.

LAPORAN HASIL DAN ARSIP


Sesuai kebutuhan hasil pemeriksaan laboratorium yang diperlukan dalam
menentukan diagnosis penyakit untuk menentukan tindakan pengobatan
selanjutnya kepada pasien juga berdasarkan tingkat kedaruratannya, maka ada 2
macam sifat permintaan pemeriksaan yaitu hasil pemeriksaan rutin dan hasil
pemeriksaan CITO. Permintaan CITO adalah permintaan yang hasilnya diminta
cepat <30 menit, diharapkan hasil selesai secepat mungkin, karena dibutuhkan
untuk menentukan tindakan pengobatan secepatnya kepada pasien, selain itu
juga memperhatikan permintaan berdasarkan unit/ruang/tempat pasien dirawat.
Adapun waktu selesai hasil laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin untuk pasien rawat jalan,
rawat inap maupun pasien dari IGD selesai dalam waktu <90 menit
sejak bahan diterima di laboratorium bagian proses.
2. Hasil pemeriksaan laboratorium CITO untuk pasien rawat jalan,
rawat inap maupun pasien dari IGD selesai dalam waktu <30 menit
sejak bahan diterima di laboratorium bagian proses.
Jenis pemeriksaan untuk permintaan CITO meliputi : darah rutin, ureum,

142
creatinin, glukosa darah sewaktu, SGOT, SGPT dan beberapa permintaan yang
dibutuhkan untuk menentukan apakah pasien perlu dirawat atau tidak. Spesimen
CITO diambil oleh analis laboratorium dan segera dibawa ke laboratorium.
Hasil laboratorium di cetak dalam 2 rangkap, 1 rangkap untuk pasien dan 1
rangkap untuk arsip.

PENGELOLAAN LIMBAH
Limbah yang dihasilkan di laboratorium dapat berupa limbah cair, padat dan
gas yang dapat membahayakan lingkungan, sehingga memerlukan penanganan
secara benar agar tidak menjadi sumber penyebaran infeksi atau racun
berbahaya.
Penanganan limbah antara lain ditentukan berdasarkan sifat limbah :
1. Limbah bahan berbahaya dan beracun
2. Limbah infeksius
3. Limbah umum
Semua limbah infeksius diolah dengan cara desinfeksi, dekontaminasi,
sterilisasi, dan insinerasi. Insinerasi adalah metode untuk membuang limbah
laboratorium baik cair maupun padat sebelum atau sesudah diotoklaf dengan cara
membakar limbah tersebut dalam alat insinerasi.
1. Prosedur Penanganan Limbah Padat Laboratorium
a. Pengertian
1) Limbah padat non medis adalah limbah padat berupa kertas atau sejenisnya
yang sudah tidak digunakan lagi.
2) Limbah padat medis adalah limbah berupa jarum suntik, kapas, sample cup,
gelas obyek sediaan langsung, reagen padat yang kadaluarsa, media
perbenihan yang tidak terpakai.
b. Prosedur
1) Limbah padat dibedakan infeksius dan non infeksius. Masing-masing jenis
limbah diberi tempat tersendiri yang telah diberi tanda khusus.
2) Kantong sampah warna hitam untuk sampah padat biasa/non infeksius, tidak
digunakan untuk limbah klinis. Kantong sampah dimasukkan ke dalam tempat
sampah warna hijau yang berati non infeksius.
3) Kantong sampah warna kuning untuk sampah padat infeksius dan semua
jenis limbah yang akan dibakar. Kantong sampah dimasukkan ke dalam
143
tempat sampah warna kuning dengan gambar simbol infeksius dan
berbahaya.
4) Khusus untuk limbah benda tajam, jarum suntik, lanset dimasukkan dalam
kotak tempat sampah khusus benda tajam warna kuning sharpcontainer.
5) Selanjutnya pembuangan dan pengelolahan limbah padat medis dan non
medis dilakukan sesuai dengan prosedur pengelolahan limbah padat di BLUD
Rumah Sakit Konawe Utara.

2. Prosedur Penanganan Limbah Cair Laboratorium


a. Pengertian
1) Limbah cair non medis adalah limbah cair berupa limbah kamar mandi atau
toilet.
2) Limbah cair medis adalah limbah cair berupa sisa-sisa bahan/spesimen
pemeriksaan seperti darah, feces, urine, reagen sisa yang tidak terpakai.
b. Prosedur penanganan
1) Limbah pembuangan di kamar mandi atau toilet dibuang pada saluran
pembuangan yang telah tersedia.
2) Pengelolahan limbah cair medis dilakukan sesuai prosedur pengelolahan
limbah cair di BLUD RS Konawe Utara.

PEMELIHARAAN DAN KALIBRASI ALAT


1. Pemeliharaan Alat Laboratorium
Alat-alat di laboratorium dibedakan atas alat instrument pemeriksaan tes
laboratorium dan alat-alat penunjang pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan
pelaksanaannya pemeliharaan dibedakan atas pemeliharaan harian dan
mingguan, dilakukan oleh petugas laboratorium, sedangkan bulanan dan
tahunan dilakukan oleh pihak pemasok alat.
Berbagai jenis alat pemeriksaan tes yang digunakan di laboratorium
mempunyai cara pengoperasian dan pemeliharaan yang berbeda untuk itu
ditentukan satu orang yang bertanggung jawab untuk memantau pemerihaan
alat yang tersebut baik oleh pemasok alat maupun oleh petugas laboratorium.
Prosedur pelaksanaan pemeliharaan tiap masing-masing alat laboratorium
dilakukan sesuai prosedur/petunjuk manual alat yang bersangkutan.
144
Penentuan jadwal pemeliharaan dilakukan oleh pemasok alat
berkoordinasi dengan kepala laboratorium.
2. Kalibrasi Alat Instrument
Kalibrasi alat diperlukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
laboratorium yang akurat. Kalibrasi alat dilakukan pada saat alat baru dipasang
oleh pemasok alat dan selanjutnya dilakukan secara berkala oleh petugas
laboratorium yang sudah dilatih dan memiliki kompetensi terkait dengan
mengikuti petunjuk/rekomendasi pabrik alat terkait atau oleh institusi yang
berwenang. Hasil kalibrasi alat secara berkala selalu didokumentasi dan harus
dipantau dan dibuktikan memenuhi syarat.
Untuk alat laboratorium pendukung/non analyzer (centrifuge, lemari es)
dilakukan kalibrasi oleh pihak luar dengan mengikuti prosedur yang berlaku,
untuk kalibrasi mikropipet dilakukan oleh suatu badan resmi yang sudah
tersertifikasi.

E. RADIOLOGI

Pendaftaran Pemeriksaan
Pendaftaran dilakukan ketika pasien mengantar blangko permintaan.
Pelayanan radiodiagnostik dan imajing hanya melayani pasien yang membawa
surat permintaan pemeriksaan radiologi. Pasien yang tidak membawa surat
permintaan maka dimintakan ke Poli rawat jalan atau IGD untuk konsultasi
terlebih dahulu. Ketika pasien datang secara bersamaan di informasikan nomer
urut pemeriksaan dan dipersilahkan menunggu di ruang tunggu radiologi.

Jenis layanan

Pemeriksaan radiologi yang bisa dilakukan di BLUD Rumah Sakit Umum Daerah
Konawe Utara adalah

Pemeriksaan Non kontras

a. Thorax
b. Abdomen
c. Cranium
d. Ossa Vertebre cervical

145
e. Ossa Vertebre thoracal/Lumbal
f. Ossa Vertebra Lumbosacral
g. Ossa Thoraco Lumbal
h. Ossa Manus
i. Wrist joint
j. Antebrachii
k. Elbow joint
l. Humerus
m. Clavicula
n. Shoulder
o. Pedis
p. Ankle joint
q. Cruris
r. Knee joint/Genu
s. Femur
t. Pelvis
u. Corpus Alienum
v. Sinus Paranasal (SPN), Water’s

USG terdiri atas:

a. USG Abdomen
b. USG Obstetri Dan Gynekologi
c. USG Artifisial
d. USG jantung (ECHO CARDIOGRAFI)

- Persiapan Pemeriksaan
Persiapan pemeriksaan radiodiagnostik dan imajing dibagi menjadi dua yaitu
pemeriksaan non kontras dan pemeriksaan ultrasonografi.

- Persiapan Pemeriksaan Non kontras


Tidak ada persiapan khusus untuk pemeriksaan non kontras, persiapan hanya
mengganti baju pasien dan melepaskan benda-benda yang menimbulkan artefak
misalkan benda-benda berbahan logam.

146
- Persiapan Pemeriksaan USG
Untuk pemeriksaan abdomen secara umum tidak perlu persiapan khusus, kecuali
untuk pemeriksaan abdomen bawah. Persiapan untuk pemeriksaan abdomen
bawah adalah :

Satu jam sebelum USG pasien diminta minum air putih 3 gelas kecil dan tahan
kencing sampai dilaksanakannya pemeriksaan USG

Jika pasien telah dipasang kateter maka 1 jam sebelum pemeriksaan USG,
kateter di klem terlebih dulu.

- Pemrosesan Film X-Ray


Pemrosesan film X ray di RSUD Konawe Utara telah dilakukan dengan alat DR
dan printer sehingga tidak menghasilkan limbah B3

- Pemberian Expertise
Expertise adalah hasil bacaan rongent yang sudah dibaca oleh dokter spesialis
Radiologi. Seluruh Hasil pemeriksaan seyogyanya dilakukan expertise kecuali
kasus cito.

- Hasil Expertise Rawat Inap


Hasil expertise rawat inap dilaksanakan saat dokter radiologi berdinas.

- Hasil Expertise Rawat Jalan


Hasil expertise rongent rawat jalan dilaksanakan saat dokter radiologi berdinas,
namun jika pasien menolak maka hasil rongent dapat diserahkan kepada pasien
tanpa ada expertise.

- Penyerahan Hasil
Rawat Jalan
Hasil rongent untuk pasien rawat jalan diserahkan langsung ke pasien atau
keluarga pasien dengan atau tanpa expertise.

- Rawat Inap
Hasil rongent untuk pasien rawat inap diambil oleh petugas rawat inap atau
keluarga pasien ke radiologi. Petugas pengambil hasil foto ataupun keluarga
pasien mencatat pengambilan di buku pengambilan radiologi

147
Untuk hasil pemeriksaan radiologi yang belum dilakukan expertise, dan dicurigai
adanya kelainan maka radiografer konsul ke dokter umum untuk bacaan
sementara. Atau penilaian hasil rongent dilakukan oleh dokter spesialis yang
mengirim rongent.

148
BAB V
DOKUMENTASI

149

Anda mungkin juga menyukai