Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN PRAKTIKUM/ SKILLS LAB

MATA KULIAH KGD


PEMBEBASAN JALAN NAFAS DAN KONTROL SERVIKAL

TIM PELAKSANA
SITI RAHMALIA HD, SKp, MNS
NIP. 197106212005012002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
TAHUN 2019
PANDUAN PRAKTIKUM/ SKILLS LAB 1
PEMBEBASAN JALAN NAFAS DAN KONTROL SERVIKAL
A. TujuanUmum
Setalah melakukan skill lab perawatan mahasiswa dapat melakukan pembebasan jalan
nafas pada pasien gawat darurat dan melakukan control servikal

B. TujuanKhusus
Setalah melakukan skill lab suction mahasiswa dapat:
1. Mengkaji kepatenan jalan nafas
2. Mengkaji fungsi servikal
3. Mempersiapkan alat dan jenis pembebasan jalan nafas
4. Melakukan control servikkal
5. Melakukan pepbebasan jalan nafas

C. TinjauanTeori
1. Definisi
Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan nafas dengan tetap
memperhatikan control servikal untuk menjamin masuknya udara secara normal ke
paru sehingga menjamin kecukupan kebutuhan oksigen tubuh.
Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan
membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat
darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas,
yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing,
fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan – lahan dan
sebagian, dan progresif dan/atau berulang

Obstruksi jalan nafas, baik total atau parsial disebabkan oleh lidah yangmenyumbat
hipofaring. Hal ini terjadi karena kelumpuhan tonus pada saatterlentang, yaitu:
1.Otot jalan nafas atas
2.Otot genioglossus
Terjadi pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesi. Bisa juga karena spasme laring.

Tanda-tanda obstruksi jalan nafas atas:


a. Stridor (mendengkur, snoring) 
b. Napas cuping hidung (flaring of the nostrils)
c. Retraksi trakea 
d. Retraksi torak 
e. Tak terasa ada udara ekspirasi
 Obstruksi Total

            Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam keadaan
tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang
lalu tersangkut dan menyumbat dipangkal laring (tersedak). Bila obstruksi total timbul
perlahan maka akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.
• Bila penderita masih sadar
Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis mungkin ditemukan
dan mungkin ada kesan masih bernapas (walaupun tidak ada ventilasi)

• Bila penderita ditemukan tidak sadar


Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat melakukan pernapasan
buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadapa ventilasi. Dalam keadaan ini harus
ditentkan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan jari ke dalam faring sampai di
belakang epiglottis.

Obstruksi Parsial
Obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderitanya masih bisa bernapas
sehngga timbul berbagai macam suara, tergantung penyebabnya :

• Cairan (darah, secret, aspirasi lambung)


Timbul suara “gurgling”, suara bernapas bercampu suara cairan. Dalam keadaan ini harus
dilakukan pengisapan.

• Lidah yang terjatuh kebelakang


Keadaan ini bisa terjadi karena tidak sadar atau patahnya rahang bilateral. Timbul suara
mengorok (Snoring) yang harus diatasi dengan perbaikan Airway, secara manual atau dengan
alat.

• Penyempitan di laring atau trakea


Dapat disebabkan udema karena berbagai hal ( luka bakar, radang, dsb) atapun desakan
neoplasma. Timbul suara “crowing” atau stridor respiratori. Keadaan ini hanya dapat diatasi
dengan perbaikan airway distal dari sumbatan, misalnya dengan Trakeostomi.

Menurut ATLS 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat
dicegah, dan dapat disebabkan oleh :
1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
2. Ketidakmampuan untuk membuka airway
3. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
5. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
6. Aspirasi isi lambung Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi kecukupan ventilasi
dan oksigenasi.

Jika pasien tidak mampu dalam mempertahankan jalan nafasnya, patensi jalan nafas harus
dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin lift, jaw thrust, atau melakukan
penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal (Walls, 2010). Usaha untuk membebaskan
jalan nafas harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan
melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap
bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway harus tetap
dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale sama atau
kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik
yang tak bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitif
2. Penilaian Jalan Nafas
Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan dengan
cepat dan tepat. Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah
mungkin jatuh ke belakang, dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini
dapat dengan segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin lift maneuver),
atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw thrust maneuver). Airway
selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway orofaringeal (oropharyngeal airway)
atau nasofaringeal (nasopharingeal airway). Tindakan-tindakan yang digunakan
untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh
karena itu, selama melakukan prosedurprosedur ini harus dilakukan imobilisasi
segaris (in-line immobilization) (ATLS, 2004).

Teknik-teknik mempertahankan airway :


1. Head tilt Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan
horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien
harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir,
cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu
tangan di bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas. Tangan lain
diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi
ini dipertahankan sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif
secara intermittena (Alkatri, 2007).

3. Chin lift Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian
secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari
tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu
jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara
bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh
menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena
tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau
mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera
spinal.

3. Jaw thrust Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada
mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula,
jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu
jari kanan dan kiri berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat
ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012).

4. Oropharingeal Airway (OPA)


Indikasi : Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan napas pada
pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah (Kene, davis, 2007).
Teknik :
- Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
- Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini
dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak
telinga) sampai ke sudut bibir.
- Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap
ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut.
- Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat.
- Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari
tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati
sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah,
terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas
(Lihat, rasa, dengar).
- Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah
pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)

5. Nasopharingeal Airway
Indikasi :
Pada penderita yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal lebih disukai
dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima dan lebih kecil
kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).
Teknik :
Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa
nasofaring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga).
Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY
jelly).
Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa nasofaring dengan
tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah).
Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa.
Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) ( Arifin, 2012).

6. Airway definitif
Terdapat tiga jenis airway definitif yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan
airway surgical (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan airway
definitif didasarkan pada penemuan penemuan klinis antara lain (ATLS, 2004):
a. Adanya apnea
b. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara – cara
yang lain
c. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau
vomitus
d. Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway
e. Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8)
f. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
Pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah Intubasi orotrakeal dan
nasotrakeal merupakan cara yang paling sering digunakan.
7. Finger Sweep
Teknik sapuan jari biasanya dilakukan pada penderita yang tidak sadar. Pada
tindakan ini, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda padat atau
cairan yang mengganggu jalan napas. Telebih dahulu mulut koban dibuka dengan
menggunakan maneuver chin lift atau jaw thrust, atau dapat pula menggunakan
finger cross-menyilangkan telunjuk dan ibu jari untuk membuka mulut korban untuk
mengeluarkan cairan, dapat dibantu dengan menggunakan bahan yang mudah
menyerap cairan. Jangan memasukkan jari terlampau dalam karena bisa
menimbulkan rangsangan muntah.
8. Suction
Dapat dilakukan dengan kateter suction atau alat suction khusus seperti yang dipakai
di kamar operasi. Untuk cairan (darah, secret, dsb) dapat dipakai soft tip tetapi unutk
materi yang kental sebaiknya memakai tipe yang rigid. Di lapangan, dapat dibuat
suction sederhana menggunakan spuit 10cc atau lebih besar dan selang kecil.
9. Recovery Position
Posisi ini dapat digunakan untuk membuang cairan dari rongga mulut atau jalan
napas. Jika cairan sulit keluar maka dapat dibantu dengan finger sweap. Tindakan ini
tidak dapat dilakukana pada korban dengan tanda adanya cedera pada leher, tulang
belakang, atau cedera lain yang dapat bertambah parah akibat posisi ini.

Usaha-usaha unutk membebaskan jalan napas dari obstruksi total akibat banda
asing dapat dilakukan dengan :
1. Back Blow-Back Slap
Tepukan pada punggung di antara kedua scapula, dengan maksud memberikan
tekanan yang besar pada rongga dada, dapat dilaukukan pada semua usia korban.
Pada korban yang masih sadar, tepukan punggung dapat dilakukan dalam keadaan
berdiri. Penolong menompang tubuh korban di bagian dada mengunakan tangan
terkuat, tubuh korban sedikit dibungkukkan untuk memudahkan benda asing keluar
melalui mulut. Pada korban tidak sadar, tepukan pada korban dapat dilakukan pada
posisi korban miring stabil, dengan syarat tidak adanya cedera leher dan tulang
belakang.
2. Abdominal Thrust
Tekanan pada perut di gunakan untuk memberikan untuk memberikan tekanan pada
rongga dada. Tekanan dilakukan di daerah epigastrium (daerah antara pusat dan
xipoideus). Pada korban sadar dapat dilakukan sambil berdiri. Penolong seperti
memeluk korban dari belakang dan melakukan tekanan dengan kedua tangan kearah
belakang atas. Pada korban tidak sadar, tekanan pada perut dapat dilakukan dengan
menaiki tubuh korban. Tekanan diberikan dengan sudut 45 derajat ke arah belakang
atas. Pertolongan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada korban anak-anak
dibawah usia 8 tahun, bayi, wanita hamil, dan orang gemuk.
3. Chest Thrust
Tekanan pada dada dilakukan dengan memberikan tekanan di daerah 2/3 strenum.
Pada orang dewasa tekanan diberikan dengan bantuan berat badan penolong-sama
dengan pijatan jantung luar. Sedangkan pada bayi, tekanan cukup dilakukan dengan
dua jari.
            Semua usaha pembebasan jalan napas pada penderita tersedak dilakukan
sebanyak 5 kali, setelah itu lakukan evaluasi terhadap jalan napas, jika tidak ada
pebaikan, maka usaha tersebut dapat diulangi.
4. Krikotiroidotomi
Tindakan pembebasan jalan napas harus senantiasa dievaluasi. Dan dilakukan dengan
cepat. Jika semua tindakan tersebut tidak berhasil, maka dapat tindakan yang
dilakukan dalah membuat jalan napas pintas pada leher. Dengan jalan membuat jalur
ventilasi baru di daerah tenggorokan, diantaratulang krikoid dan tirod. Tindakan ini
dikenal dengan Krikotiroidotomi.
Jika usaha-usaha penanganan jalan napas telah dilakukan dan jalan napas dinyatakan
bebas, kembali lakukan penilaian (re-evaluasi), jika ditemukan hembusan napas
maka pertahankan jalan napas. Jika tidak ada hembusan napas maka segera periksa
pernapasan (breathing).

Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus diperhatikan
pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Ketidakmampuan melakukan
intubasi trakea merupakan indikasi yang jelas untuk melakukan airway surgical.
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan
cara (Haffen, Karren, 1992) :
1. Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding
dada yang adekuat.
2. Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi dada.
3. Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.

D. Kontrol Servikal
Berbagai usaha dapat dilakukan dalam membebaskan jalan napas sesuai dengan jenis
sumbatanya. Tapi perlu diingat bahwa sebelum melakukan berbagai tindakan pada jalan
napas, terlebih dahulu dilakukan adalah C-spine control. Kemungkinan adanya cedera
leher- ditandai dengan jejas atau tanda trauma di daerah atas os clavicula termasuk di
kepala- harus diwaspadai. Pada korban trauma yang tidak sadar adan atau tidak diketahui
mekanisme terjadinya trauma dengan pasti, meskipun tidak ditemukan adanya tanda
cedera leher, patut dicurigai mengalami cedera leher. Tindakan yang menyebabkan
bergeraknya servikal pada cedera leher dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung
seketika.
Kontrol servikal dapat dilakukan dengan bantuan colar neck atau dengan bantuan
benda keras lainnya yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat
pula menghgunakan kedua tangan atau paha penolong ( jika penolong lebih dari 1 orang)
sambil melakukan control pada jalan napas korban.
E. Alat Pembebasan jalan Nafas
1. Laryngoscope

 Memasang dan melepas laryngoscope selalu dengan sudut 45o


 Cek lampu harus menyala terang
 Memegang laryngoscope selalu dengan tangan kiri
 Posisi tangan yang betul adalah memegang pada handle, bukan pada pertemuan blade dan
handle

2. Endotrakeal Tube (ET)

 Pilih ET yang Low Pressure High Volume


 Pilih (Selalu menyiapkan satu ukuran di bawah dan di atas, ET memiliki cuff (balon) yang
dapat dikembangkan dengan spuit)

3. Spuit 20cc
4. Stylet (biasanya jadi satu dengan ET)
5. Handsglove steril = Untuk menjaga keselamatan sebagai tenaga medis
6. Lubrikan = Untuk mempermudah masuknya ET ke trakea
7. Forceps Magill (bila perlu)
8. AMBU Bag

 Berguna untuk memberikan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) sebelum dilakukan intubasi
 Pada AMBU Bag terdapat:

9. Sungkup untuk muka (face mask)

10. Kantung reservoir

Dapat dihubungkan dengan sumber oksigen

11. Plester = untuk fiksasi ET supaya tidak mudah lepas


12. Oropharyngeal Airways (OPA) = untuk mencegah ET supaya tidak tergigit
13. Alat suction dengan suction catheter
14. Stetoscope = untuk pengecekan apakah posisi ET sudah sesuai dengan yang diinginkan
yaitu di trakea
15. Obat emergency

Sulfas Atropin (SA) dalam spuit = untuk mengatasi bradikardi akibat salah satu efek samping
dari laringoskopi

Aderenalin Epinefrin dalam spuit = sebagai vasopressor apabila terjadi Cardiac Arrest akibat
tindakan laringoskopi intubasi

Informed consent mengenai tujuan dan risiko tindakan intubasi laringoskopi

CARA KERJA

1. Alat-alat diatur:
o Kiri pasien      : laringoskop dalam posisi terbalik
o Kanan pasien  : AMBU Bag, ET (Endotrakeal Tube), OPA (OroPharyngeal Airway), Spuit,
Plester
2. Sebelum melakukan intubasi WAJIB dilakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP) O2100%
dengan tujuan untuk mencegah HIPOKSIA, caranya dengan:

o 2 jari berada di atas sungkup muka, menekan sungkup muka ke bawah


o 3 jari lain berada di Ramus Mandibula, mengangkat mandibula ke atas
o Dengan gerakan yang lembut, kantung AMBU Bag ditekan sampai dada terangkat
o VTP dilakukan sampai pasien TIDAK HIPOKSIA lagi yang bisa dilihat dari Saturasi O2 yang
baik atau tidak ada tanda sianosis di sentral maupun perifer
o Apabila dada tidak terangkat maka dilakukan manuver jalan nafas kembali untuk membuka
nafas
1. Gunakan laringoskopi intubasi

o
o Laringoskop dinyalakan
o Buka mulut dengan tangan kanan, gerakan jari menyilang (ibu jari menekan mandibula ke
bawah, jari telunjuk menekan maksila ke atas)
o Pegang laringoskop dengan tangan kiri
o Masukkan mulai dari sisi kanan kemudian menyingkirkan lidah ke kiri
o Cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah laringoskop di valekula (pertemuan epiglotis dan
pangkal lidah)

pangkal l idah)

o Angkat epiglotis dengan elevasi laringoskop ke atas (jangan menggunakan gigi seri atas
sebagai tumpuan!!!) untuk melihat plica vocalis
o Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten untuk melakukan BURP Manuver (Back, Up, Right
Pressure) pada cartilago cricoid sampai terlihat plica vocalis

o
o Masukkan ET sampai ujung proksimal cuff ET melewati plica vocalis
o Kembangkan cuff ET secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara)
o

o Cek dengan cara memberikan VTP. Pada pasien cek dengan auskultasi menggunakan
stetoskop, bandingkan suara nafas paru kanan sama dengan paru kiri

o
o Setelah pasti diletakkan di trakea, pasang OPA supaya tidak tergigit oleh pasien
o Fiksasi supaya tidak lepas = mulai dari sisi sebelah atas kemudian memutar dan menyilang ke
sebelah bawah.
LEMBAR EVALUASI
PRAKTIKUM/ SKILLS LAB PEMBEBSAN JALAN NAFAS
Nama Mahasiswa :
NIM :

SKOR
NO ASPEK YANG DINILAI 0 1 2 3
1. Persiapan alat
2. Prinsif penalataksaan pembebasan jalan nafas
3. Sistematika pembebasan jalan nafas
4. Komunikasi selama melakukan tindakan
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
6. Dokumentasi

TOTAL SKOR

Keterangan:
0: Tidakdisebut/dilakukansamasekali
1: Dilakukan/disebutdenganbanyakperbaikan
2: Dilakukan/disebutdengansedikitperbaikan
3: Dilakukan/disebutdengansempurna
*): critical point (item yang harusdilakukan)
Batas lulus 75% dengantidakadacritical point yang nilainya 0

Nilai = total skor (……..) x 100% Pekabaru, ….., …………………. 2018


Skormaksimal Penguji,

= ……….
…………………………………………

Anda mungkin juga menyukai