Anda di halaman 1dari 18

PENGKAJIAN PADA KASUS GAWAT

DARURAT

PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING, CIRCULATION

A. Pengertian
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu :
pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada
pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan
survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei
sekunder.

B. Alat untuk pemeriksaan


1. Stetoskop
2. Spigmomanometer
3. Termometer
4. Oropharingeal airway
5. Oksimeter
6. Ambu bag
7. Bag mask ventilation
8. Penlight
9. Sarung tangan
10. Kassa
11. Bengkok
12. Refleks

C. Langkah-Langkah:

1. Primary survey
a. Airway
Membuka jalan napas menggunakan teknik manual: head tilt, chin
lift, dan jaw thrust.
Untuk airway sementara menggunakan oropharingeal airway

1) LANGKAH-LANGKAH MENILAI JALAN NAPAS :


a) LOOK:
 Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti
airway bebas, namun tetap perlu evaluasi berkala.
 Agitasi
 Nafas cuping hidung
 Sianosis
 Retraksi
 Accessory respiratory muscle
b) LISTEN:
 Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda
asing
 Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan
napas setinggi larings (Stridor inspirasi) atau stinggin trakea
(stridor ekspirasi)
 Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah
terjadi gagal napas
c) FEEL:
 Aliran udara dari mulut/ hidung
 Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

2) PEMBUKAAN DAN PEMELIHARAAN JALAN NAPAS ATAS


Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas
yang terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam
kasus ini lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian
faring
a) Pembukaan Jalan nafas secara manual
Teknik dasar pembukaan jalan napas atas adalah dengan megangkat
kepala-angkat dagu (Head Tilt-Chin Lift). Teknik dasar ini akan efektif
bila obstruksi napas disebabkan lidah atau relaksasi otot pada jalan
napas atas. Bila pasien yang menderita trauma diduga mengalami cedera
leher, lakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala. Karena
mengelola jalan napas yang terbuka dan memberikan ventilasi
merupakan prioritas, maka gunakan dorong kepala tarik dagu bila
penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas.

b) Pemeliharaan jalan napas atas .


Agar pasien dapat bernapas secara spontan, maka jalan napas atas harus
dijaga agar tetap terbuka. Oleh karena itu, pada pasien yang dalam
keadaan tidak sadar tanpa adanya refleks batuk atau muntah, pasanglah
OPA atau NPA untuk mengelola patensi jalan napas.
Bila anda menemukan seorang pasien tersedak yang tidak sadar dan
henti napas, bukalah mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di
dalamnya. Bila anda menemukannya, keluarkan dengan menggunakan
jari anda. Bila anda tidak melihat adanya benda asing, mulai lakukan
RJP. Tiap kali anda membuka jalan napas untuk memberikan napas,
bukalah mulutnya lebar-lebar dan carilah benda asing di dalamnya. Bila
ada keluarkan dengan menggunakan jari anda. Bila tidak ada benda
asing, lanjutkan RJP
Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat
untuk melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada pasien
trauma/multipel trauma. jalan napas pasien tidak sadar sering tersumbat
oleh lidah, epiglotis, dan juga cairan, agar jalan napas tetap terbuka perlu
dilakukan manuver head tilt,chin lift dan juga jaw thrust. Bisa sebagian
atau kombinasi ketiganya (tripple airway manouver). Head tilt dan chin
lift adalah teknik yang sederhana dan efektif untuk membuka jalan napas
tetapi harus dihindari pada kasus cedera tulang leher/servikal.

CHIN LIFT

Manuver ini akan mencegah menggantung/ menurunnya dagu dan


mempertahankan mulut sedikit terbuka.Tidak boleh
mengakibatkan hiperekstensi leher. Aman untuk C- spine pada
pasien trauma.

Chin Lift
JAW THRUST

Jaw Thrust

Jaw Thrust.

Pegang pada angulus mandibulae, dorong mandibula ke depan (ventral). Manuver ini aman
dilakukan pada pasien trauma.

Tidak boleh memberi bantal pada pasien tidak sadar karena akan membuat posisi kepala fleksi
dan tidak boleh menyangga leher untuk mengekstensikan kepala karena bahaya cedera pada
cervical spine.

Caution !! Protect Cervical-Spine During

Airway Management
Apabila terdapat suspect C-Spine Injury, maka pengelolaan jalan napas dasar dan lanjut
dilakukan dengan C-Spine protection yang meliputi manual in line stabilization atau
pemasangan cervical collar.

SOP Pemasangan Neck Collar

Memperoleh ukuran yang tepat


1. Ukuran yang benar adalah hal kritikal bagi kesembuhan klien. Collar yang terlalu
pendek mungkin tidak akan menopang dengan cukup baik, sementara terlalu panjang
membuat collar menjadi hiperekstensi. Kuncinya adalah pada jarak berdasarkan
imajinasi tarikan garis melintasi atas bahu, dimana collar akan terpasang dan bagian
bawah dagu klien.

2. Kunci pada collarnya adalah jarak antara sisi pengikat belakang dan bagian
terbawah plastik keras yang melingkar.
3. Ketika klien ditempatkan pada posisi netral, gunakan jari" anda untuk mengukur
jarak dari bahu ke dagu.

4. Anda dapat menggunakan jari" untuk menentukan ukuran Stifneck Extrication


Collar yang lebih mendekati dengan dimensi kunci klien.

5. Collar disiapkan dengan memindahkan pengencang hitam (sizing post) pada ujung
cincin teratas di sisi dalam collar lalu tarik pengencang hitam ke dalam lubang
terkecil. Tekan dengan lembut.
6. Sebelum pemasangan stifneck collar, tahan seperti yang ditunjukkan dibawah ini.

7. Fleksikan collar sampai ibu jari anda menyentuh jari-jari yang lain. ini akan
membentuk collar dalam bentuk silinder untuk pengaplikasian segera
ALAT BANTU JALAN NAFAS
DASAR/SEDERHANA

Posisi jalan nafas atas yang benar harus dijaga pada pasien tidak sadar yang dapat bernapas
secara spontan. Pada pasien yang tidak sadar tanpa reflek batuk atau muntah, dapat dipasang
alat bantu napas sederhana.

OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)


Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan
mencegah tergigitnya lidah dan ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak
harus hati- hati karena dapat melukai jaringan lunak.

Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu
tidak berhasil mempertahankan jalan napas atas terbuka.

Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar atau setengah sadar karena dapat
menyebabkan batuk dan muntah.

Jadi pada pasien yang masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk
pemasangan OPA.

Indikasi :
a. Napas spontan
b. Tidak ada reflek muntah
c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver
manual Komplikasi :
a. Obstruksi jalan napas
b. Laringospasme ~ ukuran OPA
c. Muntah
d. Aspirasi

Cara pemilihan OPA : pangkal OPA pd sudut


mulut, ujung OPA pd angulus mandibula.
Apabila terlalu kecil maka tidak dapat efektif
membebaskan airway dan dapat mendorong
lidah semakin ke belakang. Apabila terlalu
besar akan melukai epiglotis, merangsang
muntah dan laringospasme.
Cara penggunaan alat bantu jalan napas orofarings:
Langkah Tindakan
1 Bersihkan mulut dan faring dari sekresi, darah, atau muntahan dengan
menggunakan ujung penyedot faring yang kaku (Yaunker), bila memungkinkan
2 Pilihlah ukuran OPA yang tepat, yaitu dengan menempatkan OPA di samping
wajah, dengan ujung OPA pada sudut mulut, ujung yang lain pada sudut rahang
bawah. Bila OPA diukur dan dimasukkan dengan tepat, maka OPA akan
tepat sejajar dengan pangkal glotis
3 Masukkan OPA sedemikian sehingga ia berputar ke arah belakang ketika
memasuki mulut
4 Ketika OPA sudah masuk rongga mulut dan mendekati dinding posterior
farings, putarlah OPA sejauh 180° ke arah posisi yang tepat.
Suatu metode alternatif adalah memasukkan OPA secara lurus ketika
menggunakan penekanan lidah atau alat yang serupa untuk menahan lidah di
dasar mulut.

Setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada pasien. Jagalah agar kepala dan
dagu tetap berada pada posisi yang tepat untuk menjaga patensi jalan napas.
Lakukan penyedotan berkala di dalam mulut dan faring bila ada sekret, darah atau
muntahan.

Perhatikan hal-hal berikut ini ketika menggunakan OPA :


 Bila OPA yang dipilih terlalu besar dapat menyumbat laring dan menyebabkan
trauma pada struktur laring.
 Bila OPA terlalu kecil atau tidak dimasukkan dengan tepat dapat menekan dasar
lidah dari belakang dan menyumbat jalan napas.
 Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma jaringan lunak
pada bibir dan lidah.

b. Breathing
Pengkajian breathing (pernafasan) dilakukan setelah penilaian jalan nafas. Pengkajian
pernafasan dilakukan dengan cara:
1. Inspeksi:
Jumlah, ritme dan tipe pernafasan;
Kesimetrisan pengembangan dada;
Jejas/kerusakan kulit;
Retraksi intercostalis

2. Palpasi. Adakah nyeri tekan; Adakah penurunan ekspansi paru.

3. Perkusi, dilakukan di daerah thorak dengan hati hati, beberapa hasil yang akan diperoleh
adalah sebagai berikut: Sonor (normal); Hipersonor atau timpani bila ada udara di thorak;
Pekak atau dullnes bila ada konsolidasi atau cairan.
4. Auskultasi: Bagaimanakah bunyi nafas (normal atau vesikuler menurun); Adakah suara
nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, pleural friksionrub

c. Circulation
Pengkajian sirkulasi meliputi:
1. Tekanan darah;
2. Jumlah nadi;
3. Keadaan akral: dingin atau hangat;
4. Sianosis;
5. Bendungan vena jugularis

Cara Mengukur Jugularis Vein Pressure (JVP)

Alat dan Bahan :


• 2 buah mistar
• Spidol/bolpoin
• Penlight/senter
Prosedur Pemeriksaan :
1. Persiapkan alat untuk pengukuran JVP
2. Lakukan cuci tangan.
3. Jaga privacy pasien.
4. Pemeriksa hendaknya berdiri di samping kanan bed pasien.
5. Jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, kemudian minta persetujuan pasien untuk
dilaksanakan tindakan pemeriksaan.
6. Posisikan pasien senyaman mungkin.
7. Atur posisi tempat tidur/bed pasien pada posisi semifowler (antara 30-45 derajat).
8. Anjurkan pasien untuk menengok ke kiri.
9. Identifikasi vena jugularis.
10. Tentukan undulasi pada vena jugularis (titik teratas pada pulsasi vena jugularis).
Caranya adalah bendung vena dengan cara mengurut vena kebawah lalu dilepas.
11. Tentukan titik angel of Louis pada sternum. Titik tersebut letaknya dekat dengan
angulus Ludovici.

Beberapa ilustrasi lagi yang akan membantu anda untuk memahami posisi sudut sternum / Sudut
Louis / Angle of Louis adalah sebagai berikut:
12. Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara
horizontal ke dada sampai titik manubrium sterni.
13. Kemudian mistar kedua letakkan vertikal dari angel of Louis pada sternum.
14. Lihatlah hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada mistar vertikal
(pertemuan antara mistar horizontal dan vertical). Hasil pembacaan ditambahkan
dengan angka 5 cm, karena diasumsikan jarak antara angel of Louis dengan atrium
kanan adalah sekitar 5 cm.
15. Nilai normal dari pengukuran JVP adalah kurang dari 8 cmH2O.
16. Setelah selesai, dokumentasikan hasil, kemudian bereskan alat dan setelah itu
lakukan cuci tangan.
17. Lakukan terminasi ke pasien.

Gambar 1 : Cara Pengukuran JVP


6. Adanya perdarahan

d. Disability
Memeriksa GCS dan tanda-tanda lateralisasi (pupil)

Cara mengecek kesadaran pasien kondisi gawat darurat

Dengan metode AVPU.


- A (Alert): Mengecek kesadaran korban, jika korban tidak sadar lanjut ke poin V.

- V (Verbal): Panggil korban dengan dengan berbicara keras di telinga korban (jangan
menggoyang atau menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke poin P.

- P (Pain): cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, misalnya dengan menekan bagian putih dari
kuku tangan (selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang, atau area di atas mata)

- U (Unresponsive): jika pasien masih tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan
unresponsive. Dalam keadaan seperti ini, segera panggil bantuan dari pihak medis.

Memulai dengan penilaian AVPU, kemudian dilanjutkan dengan penilaian GCS jika skor AVPU
di bawah "A."

Skala AVPU tidak cocok untuk observasi neurologis pasien dalam jangka panjang; dalam situasi
ini, Skala Koma Glasgow lebih tepat.

Penilaian Tingkat Kesadaran Orang Dewasa


1. Mata

 Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.


 Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau diperintahkan membuka
mata.
 Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.

2. Respons verbal

 Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
 Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta mengalami
disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.
 Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi
 Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.
 Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.

3. Gerakan tubuh

 Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan.


 Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan rangsangan
nyeri.
 Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.
 Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.
 Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan rasa
nyeri.
 Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.
Penilaian Tingkat Kesadaran Bayi atau Anak

1. Mata

 Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.


 Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau diperintahkan membuka
mata.
 Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.

2. Respons verbal

 Nilai (5) untuk mampu berbicara atau mengoceh dengan normal.


 Nilai (4) untuk menangis lemah.
 Nilai (3) untuk menangis ketika diberikan rangsangan nyeri
 Nilai (2) untuk menangis sangat lemah atau merintih ketika diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.

3. Gerakan tubuh

 Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan atau dapat bergerak
spontan.
 Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan rangsangan
sentuh.
 Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.
 Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.
 Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan rasa
nyeri.
 Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai