Anda di halaman 1dari 26

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR AIRWAY MANAGEMENT

Tanpa Alat & Dengan Alat (OPA, NPA, LMA, ETT)

Keperawatan Gawat Darurat

KELOMPOK 2:

ESTY SEKARYANTI R011181004

JUNITA MAULIA ALI R011181026

PIPIT MARIANI MUHTAR R011181046

NURFADILA YAHYA R011181318

NUR NANINGSI R011181340

INDAH PERMATA SARI KARNO R011181362

KELAS RB 2018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2020/2021
Airway Management
Tanpa Alat & Dengan Alat

A. Pengertian Airway Management


Airway management merupakan kegiatan yang dilakukan dalam
membebaskan jalan napas untuk menjamin terjadinya pertukaran udara secara
normal, baik tanpa alat (manual) maupun dengan alat
B. Pengenalan gangguan jalan napas
1. Resiko tinggi gangguan jalan napas: kesadaran menurun, intoksikasi
alkohol, intoksikasi opiat, perlukaan intratoraks, trauma wajah
2. Penderita sadar, dapat berbicara -> airway baik
C. Indikasi
1. Dilakukan pada penderita yang tidak sadar
2. Dilakukan pada penderita yang mengalami sumbatan jalan napas baik
parsial maupun total
D. Penilaian jalan napas
LIHAT-LOOK :
- Gerak dada & perut
- Tanda distress napas
- Warna mukosa,kulit
- Kesadaran
DENGAR-LISTEN
➔ Gerak udara napas dengan telinga
➔ Dengarkan kemungkinan adanya suara napas tambahan yang dapat berupa:
- Snoring (ngorok), terjadi karena adanya obstruksi mekanis seperti
lidah jatuh ke belakang dan menghalangi jalan napas.
- Gargling (suara berkumur) disebabkan adanya cairan seperti darah
atau sekret yang berlebihan.
- Crowing (suara melengking saat inhalasi) karena adanya spasme
laring
RABA-FEEL
- Rasakan ada atau tidak hembusan udara dari lubang hidung dengan pipi.
Bila salah satu dari hal-hal tersebut kita temukan maka segeralah lakukan
pembebasan jalan napas. Membuka saluran pernafasan ada 2 cara yaitu:
1. Tanpa Alat
- Head Tilt/Chin Lift
- Jaw Trust
- Cross Fingers and finger sweep
- Heimlich manuver
2. Dengan Alat
- OPT (Guidel)
- NPT
- LMA
- ETT
D. Tanpa Alat
Airway management tanpa alat dilakukan untuk penderita yang tidak sadar
yang dimana adanya sumbatan jalan napas akibat lidah yang jatuh ke
belakang. Prosedur penatalaksanaan masalah airway di lapangan adalah :
1. Bersihkan mulut pasien dengan tangan kita (Finger Swap/penyapuan jari)
Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam
rongga mulut belakang atau hipofaring (gumpalan darah, muntahan,
benda asing lainnya) dan hembusan napas hilang. Manuver ini hanya
dilakukan atau digunakan pada korban tidak sadar dengan muka
menghadap ke atas. Caranya:
- Buka mulut korban dengan memegang lidah dan rahang diantara ibu
jari dan jari-jarinya. Kemudian mengangkat rahang bawah
- Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi,
jauh ke dalam kerongkongan di bagian dasar lidah
- Kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing
serta menggerakkan benda asing tersebut kedalam mulut sehingga
memudahkan untuk diambil
- Hati-hati agar tidak mendorong benda asing lebih jauh kedalam jalan
nafas.

2. Lakukan triple airway manuvre yaitu ekstensi leher, head tilt, dan chin
lift. Berhati-hati pada pasien multiple trauma yang dicurigai dengan
patah tulang leher/fraktur cervical, jangan lakukan ekstensi leher tapi
segera pasang collar neck.
3. Triple Manuvre​ (Ekstensi leher, Head Tilt, Chin Lift)
Cara ini dilakukan pada korban dengan riwayat tidak ada trauma
cervikal.
Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan tangan di dahi korban
sambil menekan atau mendorongnya ke belakang, lalu tangan yang lain
diletakkan di bawah leher korban dengan sedikit mengangkatnya ke atas.
Cara melakukannya:
1. Resusitasi, menggunakan pendekatan SAFE:
S​hout for help (meminta tolong)
A​pproach with care (tangani pasien dengan hati-hati)
F​ree from danger (jauhkan diri dan pasien dari bahaya)
E​valuated ABC (evaluasi airway, breathing, dan circulation)
2. Atur posisi korban, bila tidak ada cedera kepala lakukan teknik
head-thilt/chin-lift
3. Letakkan satu tangan pada dahi lalu tekan perlahan ke posterior,
sehingga kemiringan kepala menjadi normal atau sedikit ekstensi
(hindari hiperekstensi karena dapat menyumbat jalan napas)
4. Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang
bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar atas, sambil
mempertahankan cara (c)

IMPORTANT

Tehnik ini hanya dilakukan pada KORBAN YANG TIDAK


MENGALAMI TRAUMA PADA`KEPALA, LEHER, MAUPUN
TULANG BELAKANG.

4. Jaw thrust
Cara melakukannya:
a. Resusitasi, menggunakan pedekatan SAFE:
S​hout for help (meminta tolong)
A​pproach with care (tangani pasien dengan hati-hati
F​ree from danger (jauhkan diri dan pasien dari bahaya)
E​valuated ABC (evaluasi airway, breathing, dan circulation)
b. Atur posisi korban, bila pasien tidak sadar dan ada cedera kepala/
leher lakukan teknik jaw thrust untuk immobolisasi
c. Posisi penolong di sisi atau di arah kepala
d. Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut
posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar.
e. Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku penolong diletakkan
pada lantai atau alas dimana korban diletakkan.
f. Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasi dengan head
tilt dan membuka mulut (metode gerak triple)

Link Video:
https://www.youtube.com/watch?v=It7uUQTmFOE

E. Dengan Alat
1. Pemasangan ​Oropharyngeal Airway/Nasopharingeal Airway
(OPA/NPA)

a. Oropharyngeal Airway (OPA)


Pemasangan OPA ini dilakukan untuk mengatasi obstruksi
jalan napas bagian atas yang disebabkan oleh jatuhnya lidah yang
terletak pada dinding faring posterior.
Adapun indikasi dari pemasangan OPA ini adalah pasien
yang bernapas secara spontan dengan adanya obstruksi jaringan
lunak pada pernapasan bagian atas yang tumpul dan tidak memiliki
refleks muntah, sedangkan kontraindikasinya adalah adanya trauma
pada mulut, trismus (pembatasan pada pembukaan mulut)
- Berbentuk semisirkul
- Orofaringeal tube jangan dipasang pada pasien dengan reflek
muntah masih ada karena dapat menyebabkan muntah dan
spasme laring, dan kesadaran GCS > 10 atau pada pasien yang
masih bernafas spontan
- Berguna untuk :
● Mencegah lidah melekat pada dinding posterior pharing
● Mempermudah penghisapan lendir
● Mencegah ETT tergigit
- Cara pemasangan
● Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
● Masukan alat dengan ujung mengarah ke chefalad
● Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring
alat diputar 180°
● Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi
napas yang nyaring pada auskultasi paru saat dilakukan
ventilasi
● Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang
- Komplikasi :
● Jika OPA terlalu jauh -> menekan epiglotis
● Dapat mendorong lidah kebelakang
● Trauma
b. Nasopharingeal Airway (NPA)
Terbuat dari karet atau plastik yang lembut dengan ukuran ±
15 Cm Pemasangan nasofaringeal tube harus hati – hati pada pasien
fraktur basis crania Perkiraan ukuran nasofaringeal tube sebesar jari
kelingking pasien Digunakan apabila OPA tidak dapat dipakai oleh
karena adanya ; trismus atau massif trauma disekitar mulut, atau
rahang mengatup kuat
- Cara pemasangan
● Pilih alat dengan ukuran yang tepat, lumasi dan masukkan
menyusuri bagian tengah dan dasar rongga hidung hingga
mencapai daerah belakang lidah
● Apabila ada tahanan dengan dorongan ringan alat diputar
sedikit.
- Bahaya
● Alat vang terlalu panjang dapat masuk oesophagus dengan
secgala akibatnya
● Alat ini dapat merangsang muntah dan spasme laring
● Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan mukosa
akibat pernasangan, oleh sebab itu alat penghisap harus
selalu siap saat pernasangan.
- Ingat
● Selalu periksa apakah napas spontan timbul setelah
pemasangan alat ini.
● Apabila tidak ada napas spontan lakukan napas buatan
dengan alat bantu napas yang memadai.
● Bila tidak ada alat bantu napas yang memadai lakukan
pernapasan dari mulut ke mulut.
c. Prosedur Memasukkan Artificial Airway (OPA/NPA)
- Tujuan:
● Untuk membuka saluran pernafasan
● Untuk menjaga patensi airway
- Persiapan alat:
● Naso/Oropharyngeal Tube berbagai ukuran
● Senter (Penlight)
● Tongue/Sponge Holding Forcep
● Gauze & Swab
● Spatel (Tongue Depressor)
● Plester
● Suction set and tubingnya
- Prosedur:

No. Tindakan Rasional

1. Beri salam dan jelaskan prosedur (kpd Agar klien mengetahui


pasien & keluarga) prosedur yang akan dilakukan
serta tidak cemas atau
khawatirKlien mengetahui
prosedur yang dilakukan, dan
tidak cemas atau khawatir

2. Pilih ukuran Airway yang sesuai Hal ini mungkin dilakukan


- Untuk OPT : Ukur dari sudut mulut dengan menempatkan jalan
s.d cuping telinga bagian bawah napas di pipi pasien dengan
atau ke Angulus mandibulae (sudut bagian datar di bibir. Ujung
rahang bawah). dari jalan napas harus ada di
- Untuk NPT : Ukur dari hidung s.d dagu pasien.
cuping telinga bagian bawah atau
ke Angulus mandibulae (sudut
rahang bawah).

3. Posisikan kepala pasien: Mendongak Akan menarik lidah dan


(Head Tilt) epiglotis ke atas dan ke depan,
memperlihatkan glotis
membuka dan memastikan
jalan nafas paten.

4. Buka mulut dan tarik lidah yang jatuh Membuka jalan napas.
dengan Tongue Holding Forcep
5. Tekan lidah dengan Spatel (tangan Gerakkan lidah keluar untuk
tidak dominan), bersihkan sekresi menghindari terdorong ke
dengan Sponge Holding belakang masuk faring
Forceps/Suction bila ada posterior.

6. Pegang Airway dengan ”Curvatura” Agar perawat mudah


(lengkungan) menghadap ke atas menggerakkan.
(tangan dominan)

7. Masukkan Airway melalui tengah/sisi Agar airway masuk melalui


mulut sampai Palatum molle. jalur yang tepat.

8. Putar/balik ”Curvatura Airway” ke arah Memasukkan Curvatura airway


bawah setelah di dalam mulut dengan posisi yang tepat.

9. Pastikan Airway berada di Posterior Memastikan tidak menutupi


Faring (dengan menggunakan Penlight) bagian terbuka dari jalan
napas. Harus berhati- hati
untuk menjamin pasien tidak
cegukan terhadap jalan napas
ketika direkatkan pada
tempatnya.

10. Fixasi Airway dengan plaster (untuk Perekatan dapat mencegah


pemasangan lama) pasien dari dislokasi jalan
napas dan karena itu pasien
muntah segera setelah ia sadar
kembali.

11. Posisikan kembali kepala pasien Memastikan pasien nyaman.

12. Buat pemerhatian: pola nafas pasien. Mengkaji kembali pola nafas
pasien dalam rentang normal.
d. Hubungan dengan diagnosa keperawatan
Pemasangan OPA/NPA dilaksanakan untuk mengatasi masalah
keperawatan
- Ketidakefektifan bersihan jalan napas
- Hambatan pertukaran gas
- Ketidakefektifan pola nafas
Dengan dilakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang
sudah dipaparkan maka diharapkan pasien dapat bernapas dengan
paten sehingga dapat menghindari resiko yang lebih parah.

2. Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)


LMA merupakan tindakan memasang sebuah alat yang merupakan
sebuah sungkup kecil, yang dibuat agar dapat masuk ke hipofaring,
dengan lubang di bagian permukaan anterior yang berhadapan dengan
jalan masuk dari laring.
Ada beberapa LMA tipe yang tersedia. LMA memiliki berbagai
ukuran yang dapat digunakan untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Meskipun diperlukan pelatihan, alat ini mudah digunakan. LMA tidak
mencegah aspirasi jantung tetapi memfasilitasi pemberian oksigenasi dan
ventilasi yang efektif untuk pasien.
LMA dimasukkan melalui mulut melewati lidah sampai ke laring.
Setelah masuk, ​collar ​dikembangkan dengan udara untuk memfiksasi
LMA. Beberapa LMA merupakan alat sekali pakai dan jenis LMA yang
lain dirancang untuk memfasilitasi intubasi dengan pipa endotrakeal
melalui LMA.
LMA berbentuk seperti tabung endotrakeal besar di ujung
proksimal yang terhubung ke topeng elips di ujung distal. Ini dirancang
untuk duduk di hipofaring pasien dan menutupi struktur supraglotis,
sehingga memungkinkan isolasi relatif dari trakea. Pasien harus bersikap
tumpul dan tidak responsif sebelum salah satu perangkat ini dipasang.
- Laryngeal mask airways memiliki beberapa tipe, sebagai berikut:
● LMA Classic adalah desain asli yang dapat digunakan kembali.
● LMA Unique adalah versi sekali pakai, sehingga ideal untuk
pengaturan darurat dan pra-rumah sakit.
- Tujuan/manfaat
Untuk mempertahankan jalan napas paten tanpa intubasi trakea.
- Indikasi:
● Untuk ventilasi darurat ketika ventilasi masker tidak berhasil
(misalnya, pada pasien dengan kesulitan jalan napas)
● Akses jalan napas darurat ketika intubasi endotrakeal tidak
berhasil
● Pengganti ​airway s​ elama anestesi umum pada
a. Rutin ataupun emergency.
b. Radioterapi.
c. CT-Scan / MRI.
d. Resusitasi luka bakar.
e. ESWL.
f. Adenotonsilektomi.
g. Broncoskopi dengan fiberoptik fleksibel.
h. Resusitasi neonatal.
● Situasi jalan nafas yang sulit.
a. Terencana.
b. Penyelamatan jalan nafas.
c. Membantu intubasi endotrakeal.
- Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut (di semua pengaturan, termasuk yang
muncul) adalah sebagai berikut:
● Tidak bisa membuka mulut
● Obstruksi jalan nafas atas lengkap
Kontraindikasi relatif (dalam pengaturan elektif) adalah sebagai
berikut:
● Peningkatan risiko aspirasi: Ventilasi bag-valve-mask
berkepanjangan, obesitas morbid, kehamilan trimester kedua
atau ketiga, pasien yang belum berpuasa sebelum ventilasi,
perdarahan gastrointestinal bagian atas
● Kelainan yang diduga atau diketahui pada anatomi supraglotis
● Kebutuhan akan tekanan jalan nafas yang tinggi
- Prosedur

No. Tindakan Rasional

Persiapan Kerja

1. Fase Pre Interaksi Untuk memastikan alat yang


digunakan dalam kondisi yang
- Persiapan penata anestesi
siap dan baik.
Mempersiapkan diri (penampilan,
pengetahuan, dan prosedur kerja).

- Persiapan alat

1. Sarung tangan
2. LMA berbagai ukuran sesuai
kebutuhan
3. Jelly untuk lubrikasi
4. Bag-valve mask
5. Sumber oksigen
6. Alat ​suction
2. Fase Orientasi Untuk memastikan pasien
maupun keluarga sudah siap
- Persiapan pasien
untuk melakukan tindakan
1. Identifikasi pasien LMA.
2. Salam terapeutik
3. Jelaskan tujuan dan prosedur
yang akan dilakukan

- Persiapan lingkungan

1. Jaga privasi pasien jika


diperlukan (menutup
sampiran, pintu, jendela)

Tahapan Kerja

3. Preoksigenasi pasien dengan 100% Untuk mengatasi kebutuhan


oksigen melalui nonbreather mask. oksigenasi pasien.
4. Pilih LMA sesuai ukuran. Untuk kenyamanan pasien.

5. Cek cuff/balon LMA dari kebocoran Mencegah terjadinya kesalahan


selama prosedur karena ada
nya kerusakan alat.

6. Mengempiskan cuff LMA. Agar mudah dimasukkan.


Pengempisan harus bebas dari lipatan
dan sisi cuff sejajar dengan sisi lingkar
cuff.

7. Berikan water-soluble lubricant pada Sebagai pelumas untuk


bagian belakang sungkup. memudahkan alat masuk
kedalam laring dan mencegah
terjadinya cedera pada laring.

8. Berikan sedasi bila perlu Untuk mengurangi kecemasan


pada pasien dalam bentuk
anestesi.

9. Posisikan pasien Agar pasien merasa nyaman


saat diberikan tindakan.

10. Cuff harus dikempeskan maksimal dan Agar mudah dimasukkan ke


benar sebelum dipasang. Pengempisan dalam laring.
harus bebas dari lipatan dan sisi cuff
sejajar dengan sisi lingkar cuff.

11. Oleskan jeli pada sisi belakang LMA Sebagai pelumas untuk
sebelum dipasang. Hal ini untuk memudahkan alat masuk
menjaga agar ujung cuff tidak kedalam laring dan mencegah
menekuk pada saat kontak dengan terjadinya cedera pada laring.
palatum. Pemberian jeli pada sisi
depan akan dapat mengakibatkan
sumbatan atau aspirasi, karena itu tidak
dianjurkan.

12. Sebelum pemasangan, posisi pasien Agar memudahkan jalur


dalam keadaan “​air sniffing”​ dengan masuknya alat ke dalam laring.
cara menekan kepala dari belakang
dengan menggunakan tangan yang
tidak dominan. Buka mulut dengan
cara menekan mandibula kebawah atau
dengan jari ketiga tangan yang
dominan.

13. LMA dipegang dengan ibu jari dan jari Untuk memudahkan perawat.
telunjuk pada perbatasan antara pipa
dan cuff.

14. Ujung LMA dimasukkan pada sisi Untuk mengarahkan dan


dalam gigi atas, menyusur palatum dan menekan LMA agar tetap
dengan bantuan jari telunjuk LMA menempel dengan palatum.
dimasukkan lebih dalam dengan
menyusuri palatum.

15. LMA dimasukkan sedalam-dalamnya Memasukkan LMA sesuai


sampai rongga hipofaring. Tahanan dengan prosedur yang ada.
akan terasa bila sudah sampai
hipofaring.

16. Pipa LMA dipegang dengan tangan Disesuaikan dengan


yang tidak dominan untuk kenyamanan perawat dalam
mempertahankan posisi, dan jari melakukan tindakan.
telunjuk kita keluarkan dari mulut
penderita. Bila sudah berpengalaman,
hanya dengan jari telunjuk, LMA dapat
langsung menempati posisinya.

17. Cuff dikembangkan sesuai posisinya. Untuk membuat ​seal sehingga


dapat memberikan ventilasi.

18. LMA dihubungkan dengan alat Agar ventilasi pada pasien


pernafasan dan dilakukan pernafasan adekuat.
bantu. Bila ventilasi tidak adekuat,
LMA dilepas dan dilakukan
pemasangan kembali.

19. Pasang bite – block untuk melindungi Agar LMA tidak mengalami
pipa LMA dari gigitan, setelah itu pergeseran setelah dipasang
lakukan fiksasi. pada pasien.

20. Pertahankan ventilasi kendali Mempertahankan ventilasi


digunakan, puncak tekanan jalan nafas tetap dalam keadaan normal.
pada orang dewasa 20 cmH2O dan
pada anak-anak biasanya tidak lebih
dari 10 -14 cmH2O.

21. Catatan:
Durasi penggunaan LMA maksimal 2-3 jam.
Jika ditempatkan dengan benar, sungkup LMA menghalangi jalan nafas
dari darah, sekresi dan debris diatasnya, jika dibandingkan dengan
intubasi trakea yang tidak melindungi trakea dari cairan yang masuk ke
dalam faring.

Evaluasi

22. Akhiri tindakan dengan sopan dan Menyelesaikan tindakan


baik. dengan baik.

23. Cuci tangan setelah melaksanakan Untuk mencegah transmisi


tindakan. mikroorganisme.

24. Dokumentasikan prosedur.

- Hubungan dengan diagnosa keperawatan


Pemasangan LMA dilaksanakan untuk mengatasi masalah
keperawatan
- Hambatan pertukaran gas
- Ketidakefektifan pola nafas
Dengan dilakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang
sudah dipaparkan maka diharapkan pasien dapat bernapas dengan
paten sehingga dapat menghindari resiko yang lebih parah.

3. Pemasangan Endotracheal Tube (ETT)


Pemasangan ETT merupakan suatu tindakan ke dalam trakea untuk
membantu menjaga paten dan fungsinya respirasi. Tindakan ini juga
termasuk salah satu airway maksimal yang dapat digunakan dalam
darurat dan ETT dibagi menjadi 2, yaitu: oral ETT dan nasal ETT
Adapun indikasi dari pemasangan ETT ini:
1. Dilakukan pada saat emergency, teruma karena
a. Obstruksi jalan napas: karena trauma ataupun benda asing
b. Cardiac arrest
2. Kelumpuhan pada airway, mis: pada penderita Polio
3. Pada pasien yang tidak sadar (coma)
a. Tidak ada cough & gag reflex (refleks batuk dan muntah)
b. Floopy tongue
4. Untuk pemasangan atau penggunaan Artifical ventilator
5. Merupakan alternatif airway sebelum melakukan trakeostomy
Untuk perisapan alat dalam pemasangan ETT ini adalah sebagai
berikut:
1. ETT tube
a. Ukuran (internal diameter)
- Dewasa: 6-8 atau :
Perempuan: 7,0 ; 7,5 ;8,0
Laki-laki: 8,0 ; 8,5
Keadaan emergency: 7,5
- Anak-anak: < 6
b. ETT Cuff
- Bahan: soft plastic
- Sifat: High volume low pleassure (floopy)/untuk mencegah
iskemia & nekrosis pada trakea (menurunkan risiko)
- Tujuan cuff inflate (balon pada ujung ETT) guna untuk
menutup saluran udara agar: udara tidak keluar saat bantuan
napas yang berikan, mencegah aspirasi pneumonia, untuk
anchor/fiksasi interna
2. Stillet/navigator (mandrin)
3. Xylocain jelly
4. Spoit 10 atau 20 ml
5. Tongue holding forceps
6. Spatel
7. Laryngoskop & bladenya
- Lihat nomor untuk mengetahui ukurannya
- Diukur dari mulut atau hidunh ke pinna (ujung rahang bawah)
untuk kesesuaian.
8. Stetoskop
9. Bag valve mask/ambu bag
10. O2 dan suction (resusitasi bag, yankauer sucker)
11. Margills forcep
12. Plaster dan gunting
13. Swab dan gauze
14. Oropharyngeal Tube
Prosedur kerja pemasangan ETT adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah Rasional

Persiapan sebelum:
1. Inform consent: pasien atau keluarga. Untuk memastikan pasien maupun
2. Test Cuff Inflate untuk tidak keluarga sudah siap untuk
memastikan tidak bocor. melakukan tindakan ETT dan juga
3. Pilih dan ukur blade (bilah) & pasang alat yang digunakan dalam kondisi
laryngoskop. yang siap dan baik
4. Masukkan stillet kedalam ETT.
5. Lubrikasi ETT dengan Xylocain jelly.

Pelaksanaan
1. Lakukan hiperventilasi minimal 30 Untuk mengeluarkan CO2
detik secukupnya

2. Bersihkan sekresi dengan swab atau Untuk membersihkan daerah pada


suction dan angkat lidah yang jatuh mulut seperti cairan, lendir ataupun
ke belakang darah dan juga untuk memudahkan
nantinya alat masuk

3. Ekstensikan kepala Untuk memudahkan laryngoskopi


masuk
4. Buka mulut dan masukkkan Untuk memudahkan laryngoskopi
laryngoskop menelusuri mulut masuk di lubang saluran pernapasan
sebelah kanan, sisihkan lidah kekiri. ke paru-paru yang dicari
Masukkan bilah/blade sampai
mencapai dasar lidah, perhatikan agar
lidah atau bibir tidak terjepit diantara
bilah dan gigi korban

5. Angkat laryngoskop keatas dan Agar kondisi gigi tetap aman dan
kedepan dengan kemiringan 30-40, tidak patah
jangan sampai menggunakan gigi
sebagai titik tumpu

6. Bila pita suara sudah terlihat, Menggunakan ukuran yang sesuai


masukkan ETT sambil agar hasil yang diberikan juga bisa
memperhatikan bagian proksimal dari maksimal
cuff ETT melewati pita suara 1-2 cm
atau pada orang dewasa kedalaman
ETT 19-23 cm. Biasanya panjang
tube untuk dewasa:
- Laki-laki : 20 – 22 cm
- Perempuan : 18 – 20 cm

7. Waktu untuk intubasi tidak boleh


lebih dari 30 detik

8. Lakukan ventilasi dengan Untuk mengetahui apakah ETT


menggunakan bagging dan lakukan benar masuk ke paru-paru atau
auskultasi pertama pada lambung tidak
kemudian pada paru kanan dan kiri
sambil memperhatikan
pengembangan dada
9. Bila terdengar suara gargling pada Untuk memasukkan ulang ETT
lambung dan dada tidak pada tempat yang tepat yaitu di
mengembang, lepaskan ETT dan paru-paru
lakukan hiperventilasi ulang selama
30 detik kemudian lakukan intubasi
kembali

10. Kembangkan balon cuff dengan Untuk persiapan ventilasi


menggunakan spuit 20 atau 10 cc
dengan volume secukupnya sampai
tidak terdengar lagi suara kebocoran
dimulut pasien saat dilakukan
ventilasi

11. Lakukan fiksasi ETT dengan plester Agar tidak terdorong atau tercabut

12. Pasang orofaring Untuk mencegah pasien menggigit


ETT

13. Lakukan ventilasi dengan oksigen Agar pasien mendapatkan


100% (aliran 10-12 liter/menit) kebutuhan oksigen yang sesuai

14. Bersihkan & rapikan pasien & alat Agar pasien/keluarga merasa
nyaman dengan lingkungan
sekitarnya setelah dilakukan
tindakan
Link Video:
https://www.youtube.com/watch?v=qCmQczZtNOM
https://www.youtube.com/watch?v=wN8GARfyp48
https://www.youtube.com/watch?v=bjJFr63rtIs&t=17s
PRINSIP-PRINSIP :
Prinsip bersih dilakukan untuk tindakan finger sweep karena akan memasukkan
tangan kita ke mulut korban. Sebenarnya, jika dalam kondisi tidak terlalu
mendesak bisa melakukan prinsip steril. Prinsip steril digunakan untuk alat-alat
yang akan digunakan yaitu Oropharyngeal airway/Nasopharingeal airway
(OPA/NPA) untuk menghindari infeksi dan transmisi bakteri melalui alat yang
digunakan kepada pasien sesuai dengan PMK no. 27 Pedoman pencegahan dan
pengendalian Infeksi yang dikeluarkan oleh peraturan menteri kesehatan.
Namun dalam keperawatan gawat darurat yang paling diutamakan adalah ​3A
(terutama pre-hospital)​, yaitu;
A​man diri yaitu harus memakai pengaman untuk diri sendiri seperti memakai
handscoon karena kita tahu apakah pasien menularkan sebuah penyakit yang bisa
membahayakan diri kita.
A​man pasien yaitu sebelum melakukan tindakan harus melihat kondisi dan situasi
pada pasien, jika pasien berada di posisi dan situasi yang akan memperparah
keadaan pasien sebelum melakukan tindakan kita harus memindahkan pasien ke
tempat yang aman.
A​man Lingkungan yaitu jangan melakukan tindakan di lingkungan yang memiliki
resiko tinggi membuat kondisi pasien memburuk. Contohnya, jika pasien
merupakan korban kebakaran. Jangan menolong pasien disekitar kebakaran
dikarenakan lingkungan yang berbahaya.
Evidence Based Practice (EBP) :
Dalam Jurnal Stikes Muhammadiyah Samarinda, salah satu penangan yang
dilakukan pada Ny. S dengan diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan respon penyapihan ventilasi mekanik dan
mengeluh sesak saat bergerak adalah Pembersihan atau pembebasan jalan napas
dengan cara suction menggunakan ETT (Endotracheal Tube). Namun, terlebih
dahulu dilakukan pemasangan ventilator mekanik kemudian dilanjutkan dengan
proses suction menggunakan ETT, yang dimulai dari cuci tangan, persiapan alat,
kontrak waktu, oksigenasi 2 menit sebelum suction, observasi vital sign,
memasukan kanul suction ke ETT, sedot sekret, sambungkan ke ventilator,
bersihkan kanul suction, oksigenasi 2 menit setelah suction.
Adapun hasil penelitian terhadap klien kelolaan yang telah dilakukan suction
sesuai SOP di ICU sebelum melakukan suction yaitu dengan melakukan edukasi
terhadap klien dan keluarga klien terkait dengan tujuan tindakan yag akan
dilakukan, sebelum dan sesudah tindakan yaitu mencuci tangan dan persiapkan
alat. Alatnya antara lain yaitu handscoon, pinset, kanul suction, NaCl, kasa non
steril,
kontrak waktu dan menjaga privasi klien (Roni, 2015).
Penanganan tersebut merupakan penangan yang dilakukan di rumah sakit dengan
menggunakan alat. Sedangkan, penatalaksanaan Airway tanpa alat hanya
dilakukan saat memberikan pertolongan pertama di lapangan. Seperti dalam jurnal
FK UB terkait studi fenomologi pengalaman petugas kepolisian dalam
memberikan pertolongan pertama, didapatkan bahwa tindakan yang bisa
dilakukan oleh polisi adalah membebaskan jalan napas. Sub-sub tema
membebaskan jalan napas terdiri dari dua kategori yaitu mengorek benda di mulut
dan menyedot darah. Mengorek benda yang dimulut (finger sweep) adalah salah
satu upaya pembebasan jalan napas yang dilakukan oleh partisipan. Tindakan
pembebasan jalan napas yang dilakukan lainnya yaitu menyedot darah. Tindakan
yang dilakukan
tidak aman bagi partisipan karena tidak menggunakan alat pelindung diri.
Sehingga dalam pemberian tindakan tersebut, penolong juga tetap memperhatikan
Aman diri terlebih dahulu seperti menggunakan APD, contohnya handscoon
(Ulya, dkk., 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Bosson, N., dkk. (2018). ​Laryngeal mask airway.​ Medscape, retrieved:


https://emedicine.medscape.com/article/82527-overview#showall​,
diakses pada 21 Februari 2021.
Suciati, N. L. (2012). ​Oral/oropharyngeal airway (guedel airways). PT Endo
Indonesia, retrieved:
https://endo.id/id/catalog/product/oral-or-oropharyngeal-airway​, diakses
pada 22 Februari 2021.
Harmono, Rudi. (2016). ​Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen
Bencana Komperensif.​ Jakarta: Kementerian Kesehatan Masyarakat
Republik Indonesia.
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Theresia, S.I.M. (2018). ​Keperawatan gawat darurat
​ ingapore: Elsevier.
dan bencana sheehy, edisi Indonesia 1. S
Tim Keperawatan Gawat Darurat. (2019). ​Penuntun praktik
laboratorium mata kuliah keperawatan gawat darurat semester vi.
Makassar: Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai