Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN PEMERIKSAAN FISIK AIRWAY DAN

RESUSITASINYA

A. ANATOMI JALAN NAFAS


Keberhasilan pengelolaan jalan nafas diantaranya intubasi, ventilasi,
krikotirotomi dan anestesi regional untuk laring memerlukan pengetahuan detail dari
anatomi jalan nafas.

Gambar 1. Anatomi jalan nafas

Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang
menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis).
Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi kemudian
bergabung di bagian posterior dalam faring (gambar 1). Faring berbentuk U dengan
struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago
krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka ke dalam rongga
hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars laryngeal).
Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah ke posterior.
Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring dari laringofaring
(atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi dengan menutup glotis-
gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah suatu rangka kartilago yang diikat
oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago (gambar 2) : tiroid, krikoid,
epiglotis, dan (sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme.
Gambar 2. Anatomi Kartilago

B. PENGERTIAN AIRWAY MANAGEMENT


Airway management ialah memastikan jalan napas terbuka. Tindakan paling
penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkan saluran pernapasan
dengan tujuan untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga
menjamin kecukupan oksigenasi jaringan (American Society of Anesthesiologists,
2013).

Menurut Bingham (2008), airway management adalah prosedur medis yang


dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur nafas
terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan dengan membuka
jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh lidah, saluran
udara itu sendiri, benda asing, atau bahan dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan
lambung yang teraspirasi.

C. MACAM-MACAM GANGGUAN JALAN NAFAS


Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi 2 berdasarkan derajat sumbatan :

a. Obstruksi total

Keadaan dimana jalan nafas menuju paru-paru tersumbat total, sehingga


tidak ada udara yang masuk ke paru-paru. Terjadi perubahan yang akut berupa
hipoksemia yang menyebabkan terjadinya kegagalan pernafasan secara cepat.
Sementara kegagalan pernafasan sendiri menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi
kardiovaskuler dan menyebabkan pula terjadinya kegagalan SSP dimana penderita
kehilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan kelemahan motorik bahkan
mungkin pula terdapat renjatan (seizure). Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5–10
menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi),
henti nafas dan henti jantung.

b. Obstruksi parsial

Sumbatan pada sebagian jalan nafas sehingga dalam keadaan ini udara
masih dapat masuk ke paru-paru walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit. Bila
tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak. Hal yang perlu diwaspadai
pada obstruksi parsial adalah Fenomena Check Valve yaitu udara dapat masuk,
tetapi tidak keluar.

Obstruksi jalan nafas berdasarkan penyebab:


Keadaan yang harus diwaspadai adalah:

a. Trauma

Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus
percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi ditulang rawan sekitar,
misalnya aritenoid, pita suara dll.

1. Trauma maksilo fasial

Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan airway


yang agresif. Contoh mekanisme penyebab cedera ini adalah
penumpang/pengemudi kendaraan yang tidak menggunakan sabuk pengaman
dan kemudian terlempar mengenai kaca depan dan dashboard. Trauma pada
daerah tengah wajah dapat menyebabkan fraktur - dislokasi dengan gangguan
pada naso faring dan oro faring.

2. Trauma leher

Cedera tumpul atau tajam pada leher dapat menyebabkan kerusakan


pada laring atau trakhea yang kemudian meyebabkan sumbatan airway atau
perdarahan hebat pada sistem trakheobronkial sehingga sebegra memerlukan
airway definitif. Cedera leher dapat menyebabkan sumbatan airway parsial
karena kerusakan laring dan trakea atau penekanan pada airway akibat
perdarahan ke dalam jaringan lunak di leher.

3. Trauma laringeal

Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang terjadi, tetapi


hal ini daat menyebabkan sumbatan airway akut.

b. Benda asing, dapat tersangkut pada:

1. Laring

Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda


sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, disfagia,
hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula
terjadi sianosis.

2. Trakea

Benda asing di dalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut


di dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala
obstruksi laring

3. Bronkus

Biasanya akan tersangkut pada bronkus kanan, oleh karena diameternya


lebih besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus.

D. PENGKAJIAN JALAN NAFAS


LOOK :
Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami penurunan
kesadaran, atau sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan dan
retraksi. Kaji adanya deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris jalan
nafas seperti darah, muntahan, dan gigi yang tanggal.
 Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas,
namun tetap perlu evaluasi berkala. Penurunan kesadaran memberi kesan adanya
hiperkarbia
 Agitasi memberi kesan adanya hipoksia
 Nafas cuping hidung
 Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi
dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut
 Adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang merupakan bukti
adanya gangguan airway.
LISTEN :
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti :
 Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
 Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi
larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
 Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
 Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang membutuhkan
napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal napas
FEEL :
 Aliran udara dari mulut/ hidung
 Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk menentukan
apakah terjadi deviasi dari midline.
 Palpasi apakah ada krepitasi

E. TEKNIK PENGELOLAAN JALAN NAFAS/MANAJEMEN AIRWAY


Manajemen airway/jalan napas merupakan salah satu ketrampilan khusus yang
harus dimiliki oleh dokter atau petugas kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat.
Manajemen jalan napas memerlukan penilaian, mempertahankan dan melindungi jalan
napas dengan memberikan oksigenasi dan ventilasi yang efektif.

1. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Mengeluarkan benda asing dari jalan nafas

Teknik Mengeluarkan Benda Asing Pada Pasien Dewasa Sadar

a. Manuver Heimlich/Abdominal Thrust


1) Langkah 1
 Memastikan pasien/korban tersedak, tanyakan” apakah anda tersedak ?”
 Jika pasien/korban mengiyakan dengan bersuara dan masih dapat bernafas
serta dapat batuk, mintalah pasien/korban batuk sekeras mungkin agar
benda asing dapat keluar dari jalan napas
 Bila jalan napas pasien/korban tersumbat, dia tidak dapat berbicara,
bernapas, maupun batuk dan wajah pasien/korban kebiruan (sumbatan
total). Penolong harus segera melakukan langkah berikutnya.
2) Langkah 2
 Bila pasien/korban berdiri penolong berdiri di belakang pasien/korban, bila
pasien/korban duduk penolong berlutut dan berada di belakang
pasien/korban
 Letakkan satu kaki di antara kedua tungkai pasien/korban

Gambar 3. Abdominal Thrust


3) Langkah 3
 Lingkarkan lengan anda pada perut pasien/korban dan cari pusar
 Letakkan 2 jari di atas pusar
 Kepalkan tangan yang lain
 Tempatkan sisi ibu jari kepalan tangan pada dinding abdomen di atas dua
jari tadi
 Minta pasien/korban membungkuk dan genggam kepalan tangan anda
dengan tangan yang lain
 Lakukan hentakan ke arah dalam dan atas (sebanyak 5 kali )
 Periksa bilamana benda asing keluar setiap 5 kali hentakan
 Ulangi abdominal thrust sampai benda asing keluar atau pasien/korban
tidak sadar.

b. Chest Thrust (Hentakkan Dada)


Langkahnya sama dengan Manuver Heimlich bedanya pada peletakan sisi
ibu jari kepalan tangan pada pertengahan tulang dada pasien/korban dan hentakan
dilakukan hanya ke arah dalam serta posisi kepala pasien/korban menyandar di
bahu penolong.
Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Pasien Dewasa Tidak Sadar

a. Langkah 1
 Posisikan pasien/korban terlentang di alas yang datar dan keras.

b. Langkah 2
 Buka jalan napas pasien/korban dengan head tilt-chin lift
 Periksa mulut pasien/korban untuk melihat bilamana tampak benda asing.
 Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik
Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Kegagalan membuka nafas
dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di
daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)

Gambar 4. Cross Finger


 Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut
dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari (finger sweep).

Gambar 5. Finger Sweep

c. Langkah 3
 Evaluasi pernapasan pasien/korban dengan melihat, mendengar dan merasakan
 Bila tidak ada napas, lakukan ventilasi
 Bila jalan napas tersumbat, reposisi kepala dan lakukan ventilasi ulang
d. Langkah 4
 Bila jalan napas tetap tersumbat, lakukan 30 kompresi dada (posisi tangan
untuk kompresi dada sama dengan RJP dewasa)

e. Langkah 5
 Ulangi langkah 2-4 sampai ventilasi berhasil (ventilasi berhasil bila terjadi
pengembangan dinding dada)

f. Langkah 6
 Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi ketika jalan napas bebas
 Jika nadi tidak teraba, perlakukan sebagai henti jantung, lanjutkan RJP 30:2
 Jika nadi teraba, periksa pernapasan
 Jika tidak ada napas, lakukan bantuan napas 10-12x/menit (satu tiupan tiap 5-6
detik) dengan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu, tiup. Ulangi
sampai 12 kali.
 Jika nadi dan napas ada, letakkan pasien/korban pada posisi recovery
 Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan tiap beberapa menit

Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Anak Dibawah 1 tahun.


Berikut langkah-langkah manuver tepukan punggung dan hentakan dada pada bayi :
a. Posisikan bayi pada posisi menengadah dengan telapak tangan yang berada di atas
paha menopang belakang kepala bayi dan tangan lainnya menekan dada bayi.
b. Lakukan manuver hentakkan (chest thrust) pada dada sebanyak lima kali dengan
menggunakan jari tengah dan telunjuk tangan sejajar dengan putting susu bayi.

Gambar 6. Chest thrust untuk anak dibawah 1 tahun


c. Lalu, balikkan bayi sehingga bayi berada pada posisi menelungkup dan lakukan
tepukan di punggung (back blow) dengan menggunakan pangkal telapak tangan
sebanyak lima kali.
Gambar 7. Back blow pada anak dibawah 1 tahun
d. Kemudian, dari posisi menelungkup, telapak tangan penolong yang bebas
menopang bagian belakang kepala bayi sehingga bayi berada di antara kedua
tangan kita (tangan satu menopang bagian belakang kepala bayi, dan satunya
menopang mulut dan wajah bayi).
e. Lakukan tepukan pada punggung bayi sebanyak 5 kali, lalu kembali lakukan
manuver hentakan/dorongan pada dada bayi dengan posisi telungkup.

2. Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual

Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang
terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini lidah
jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian faring. Letakkan pasien pada
posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan papan kalau pasien diatas kasur.
Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglotis akan
menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada
pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
a. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuver)
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan
penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain
mendorong dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas
dan epiglotis terbuka, sniffing position, posisi hitup.
b. Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuver)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong
kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat
pada rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.
Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk
melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada pasien trauma/multipel trauma.

Gambar 8. Head Tilt-Chin Lift Gambar 9. Jaw Thrust

3. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat Sederhana

Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang tidak sadar atau
dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior
faring. Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk
membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas
buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk
menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior
(Gambar 11). Pasien yang sadar atau dalam anestesi ringan dapat terjadi batuk atau
spasme laring pada saat memasang jalan nafas artifisial bila refleks laring masih intact.

Gambar 11. Oropharyngeal Airway dan Nasopharyngeal Airway


a. Oropharyngeal Airway (OPA)

Gambar 12. Pemasangan OPA


a) Indikasi Pemasangan OPA
 Penggunaan prosedur ini hanya dianjurkan bagi pasien dengan penurunan
kesadaran
 Prosedur ini juga digunakan ketika pasien berada pada postictal stage dan
postanesthesia
b) Kontraindikasi Pemasangan OPA
 Passion dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth
 Pasien yang baru mengalami atau menjalani pembedahan oral (oral surgery)
 Pasien yang memiliki kesadaran tinggi atau semi. Hal ini disebabkan
penggunaan prosedural tersebut mendorong atau menstimulasi reaksi
muntah
c) Komplikasi Penggunaan OPA
 Kerusakan pada gigi atau hilangnya gigi
 Kerusakan jaringan
 Perdarahan
 Adanya penekanan pada epiglotis melawan jalan masuk laring terutama
jika jalan nafas terlalu lama
 Adanya produksi obstruksi secara keseluruhan dengan jalan nafas yang
disebabkan jalan nafas yang terlalu panjang atau lama
d) Alat dan Bahan OPA
Alat dan bahan untuk pemasukan (inserting) :
1) Ukuran jalan nafas oral yang sesuai
2) Tongue blade
3) Padded tongue blade
4) Sarung tangan
5) Opsional
 Suction
 Handheld resuscitation bag
 Oxygen-powered breathing device
Alat dan bahan untuk pembersihan (cleaning)
1) Hidrogen peroxide
2) Air
3) Basin
4) Opsional : pembersihan pipa (pipe cleaner)
Alat dan bahan untuk reflex testing : cotton-tipped applicator
e) Prosedur Pemasangan OPA
1) Menjelaskan pr
2) Memberikan privasi kepada pasien dan menggunakan sarung tangan untuk
mencegah transmisi dari cairan tubuh
3) Lakukan pengisapan (suctioning) bila dibutuhkan
4) Tempatkan pasien pada posisi supine dengan hiperekstensi leher dengan
syarat tidak kontraindikasi
5) Masukkan jalan nafas menggunakan cross-finger atau teknik tongue blade
6) Tempatkan ibu jari di gigi bagian bawah pasien dan jari telunjuk berada di
gigi bagian atas. Kemudian, secara lembut membuka mulut dengan
menekan gigi agar mulut terbuka
7) Masukkan jalan nafas dari atas ke bawah untuk menghindari penekanan
lidah terhadap faring, dan sisikan lidah ke mulut bagian belakang. Putar
jalan nafas ketika itu mencapai dinding posterior faring
8) Bila menggunakan teknik tongue blade, buka mulut pasien dan menekan
lidah dengan blade. Bimbing jalan nafas ke belakang lidah seperti
melakukan dengan teknik cross-finger
9) Auskultasi paru-paru untuk memastikan ventilasi yang adekuat
10) Melakukan perawatan mulut setiap 2-4 jam jika dibutuhkan. Dimulai
dengan membuka mulut dengan memegang rahang pasien dengan padded
tongue blade dan dengan lembut memindahkan jalan nafas. Menempatkan
jalan nafas di basin dan bilas dengan hidrogen peroxide dan air. Jika
terdapat sisa sekresi, gunakan pipa pembersih untuk menggantinya.
Lakukan standar perawatan mulut secara sempurna dan masukkan kembali
jalan nafas.
11) Observasi membran mukosa mulut ketika jalan nafas kembali dimasukkan
12) Catat dan cek posisi jalan nafas untuk memastikan berada pada
posisi yang sesuai
f) Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Perawat Pada Pemasangan OPA
 Indikasi atau perhatikan suara nafas. Hal ini berhubungan dengan Apakah
jalan nafas berada pada posisi yang sesuai atau ukuran yang sesuai
 Perhatikan untuk menghindari gangguan pada jalan nafas
 Mengevaluasi perilaku pasien untuk menyediakan isyarat untuk
pergantian jalan nafas
g) Hal-hal Penting Yang Harus Dicatat Setelah Tindakan Pemasangan OPA
 Catat tanggal dan waktu ketika pemasukan OPA
 Ukuran dari jalan nafas
 Penggantian dan pembersihan jalan nafas
 Kondisi membran mukus
 Pengisapan
 Reaksi pasien
 Pemberian asuhan keperawatan
 Toleransi pasien terhadap prosedur

b. Nasopharyngeal Airway (NPA)

Gambar 13. Pemasangan NPA


a) Indikasi Pemasangan NPA (McCann, 2004)
 Pasien yang baru saja menjalankan pembedahan oral (oral surgery), facial
trauma
 Pasien dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth
 Pasien yang membutuhkan penghisap naso tracheal yang cukup sering
 Pasien yang dengan penggunaan oropharyngeal airway sudah tidak dapat
lagi memenuhi kebutuhannya
b) Kontraindikasi Pemasangan NPA
 Pasien yang mendapatkan terapi anti koagulan atau juga yang mendapatkan
gangguan hemoragik, sepsis atau kelainan patologik nasopharyngeal
c) Komplikasi Penggunaan NPA
 Adanya risiko infeksi sinus akibat obstruksi dari drainase sinus
 Adanya cedera mukosa nasal dan menyebabkan perdarahan
 Adanya kemungkinan aspirasi darah ke dalam trachea
 Adanya risiko masuknya esofagus akibat terlalu panjangnya pipa yang
digunakan dalam prosedur ini
 Risiko gastrik distention dan hipoventilasi sepanjang ventilasi artifisial
 Adanya stimulus rangsangan muntah dan laringospasm pada pasien
sadar atau semi sadar
d) Alat dan Bahan NPA
Alat dan bahan untuk pemasukan (inserting)
1) Ukuran jalan nafas nasopharyngeal yang sesuai
2) Tongue blade
3) Water-soluble lubricant
4) Sarung tangan
5) Opsional : peralatan pengisapan (suction)
Alat dan bahan untuk pembersihan (cleaning)
1) Hidrogen peroxide
2) Air
3) Basin
4) Opsional : pipa pembersih (pipe cleaner)
e) Prosedur Pemasangan NPA
1) Gunakan sarung tangan
2) Bila berada situasi yang tidak mendesak, jelaskan prosedur kepada pasien
3) Masukkan peralatan nasopharynge airway
4) Pertama, pegang jalan nafas di samping wajah pasien untuk memastikan
ukurannya sesuai. Itu seharusnya tidak boleh terlalu kecil dibandingkan
diameter lubang hidung dan tidak boleh terlalu panjang dibandingkan jarak
dari ujung hidung ke earlobe
5) Untuk memastikan jalan nafas hiperekstensi leher pasien. Lalu, tekan ujung
hidung pasien dan lewatkan atau masukan jalan nafas ke dalam lubang
hidung pasien
6) Untuk memastikan jalan nafas berada pada posisi yang sesuai, pertama
tutup mulut pasien. Lalu, tempatkan jari kita di atas pipa yang terbuka
untuk mendeteksi perubahan udara. Juga, menekan lidah pasien dengan
tongue blade dan perhatikan ujung jalan nafas di belakang uvula
7) Cek secara teratur kondisi jalan nafas
8) Ketika pasien sudah dapat mengatur jalan nafas secara mandiri, bantu jalan
nafas ke yang lebih halus
f) Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Perawat Pada Pemasangan NPA
 Perhatikan untuk menggunakan chin-lift atau jaw-thrust teknik untuk
membuka anteriol mandibula pasien. Segera setelah memasukkan,
mengkaji respirasi pasien. Jika ada yang kurang atau tidak cukup adekuat,
inisiasi artifisial posisi tekan ventilasi dengan menggunakan teknik mouth
to mask, handheld resuscitation bag, atau oxygen-powered breathing device
 Jika pasien batuk atau gags, pipa mungkin akan butuh sangat panjang. Jika
pergantian jalan nafas dan masukkan bagian yang lebih pendek
g) Hal-hal Penting Yang Harus Dicatat Setelah Tindakan Pemasangan OPA
 Catat tanggal dan waktu ketika pemasukan NPA
 Ukuran dari jalan nafas
 Penggantian dan pembersihan jalan nafas
 Perubahan dari lubang hidung yang satu ke lainnya
 Kondisi membran mukus
 Pengisapan
 Reaksi pasien
 Komplikasi dan asuhan keperawatan yang diberikan
 Toleransi pasien terhadap prosedur
4. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat Lanjutan

a. Face Mask Design dan Teknik


Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen dari sistem
breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat (gambar 15).
Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Face mask
yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask
yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat
menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini
menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit
breathing yang tinggi dengan pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

Gambar 14. Face Mask dewasa Gambar 15. Teknik memegang Face Mask 1
tangan
Gambar 16. Difficult Airway dapat dipegang menggunakan 2 tangan
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw
thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang
asisten untuk memompa bag (gambar 16).
b. Laryngeal Mask Airway (LMA)
LMA memiliki kelebihan istimewa dalam menentukan penanganan
kesulitan jalan nafas. LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask
atau TT. Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring
(misalnya abses), sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya kehamilan,
hernia hiatal), atau komplians paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas)
yang memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Walaupun
LMA tidak sebagai penganti untuk trakheal intubasi, LMA membuktikan sangat
membantu terutama pada pasien dengan jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat
diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah untuk memasangnya dan angka
keberhasilannya relatif besar (95- 99%).
Gambar 17. Pemasangan LMA

c. Intubasi dengan Endotrakeal Tube (ETT)


ETT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus. Pipa yang
lentur, spiral, wire – reinforced TT (armored tubes), tidak kinking dipakai pada
operasi kepala dan leher, atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis
baja menjadi kinking akibat tekanan yang ekstrim (contoh pasien bangun dan
menggigit pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus diganti.
Gambar 18. ETT
d. Combitube
Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa,
masingmasing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya. Meskipun pipa
kombinasi masih rerdaftar sebagai pilihan untuk penanganan jalan nafas yang sulit
dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support, biasanya jarang digunakan oleh
dokter anestesi yang lebih suka memakai LMA atau alat lain untuk penanganan
pasien dengan jalan nafas yang sulit.

Gambar 19. Pemasangan Combitube

5. Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Pengisapan Benda Cair (suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan
dengan alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)

6. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Tindakan Operasi

Metode bedah untuk manajemen jalan napas mengandalkan membuat sayatan


bedah dibuat di bawah glotis untuk mencapai akses langsung ke saluran pernapasan
bagian bawah, melewati saluran pernapasan bagian atas. Manajemen jalan napas
bedah sering dilakukan sebagai upaya terakhir dalam kasus di mana Orotracheal dan
intubasi nasotrakeal tidak mungkin atau kontraindikasi. Manajemen jalan napas bedah
juga digunakan ketika seseorang akan membutuhkan ventilator mekanik untuk jangka
waktu lama.
Metode bedah untuk manajemen jalan napas termasuk cricothyrotomy dan
trakeostomi. Cricothyrotomy adalah sayatan dilakukan melalui kulit dan membran
krikotiroid untuk membangun jalan napas paten selama situasi yang mengancam jiwa
tertentu, seperti obstruksi jalan napas oleh benda asing, angioedema, atau trauma
wajah besar. Cricothyrotomy hampir selalu dilakukan sebagai jalan terakhir dalam
kasus di mana Orotracheal dan intubasi nasotrakeal tidak mungkin atau kontraindikasi.
Cricothyrotomy lebih mudah dan lebih cepat untuk dilakukan daripada tracheostomy,
tidak memerlukan manipulasi tulang belakang leher dan berhubungan dengan
komplikasi yang lebih sedikit.
Tracheostomy adalah pembukaan operasi dibuat dari kulit leher ke trakea.
Sebuah tracheostomy di mana seseorang akan perlu berada di ventilator mekanik
untuk jangka waktu lama. Keuntungan dari tracheostomy termasuk risiko kurang dari
infeksi dan kerusakan trakea seperti trakea stenosis.

LAPORAN PENDAHULUAN PEMERIKSAAN FISIK BREATHING DAN


RESUSITASINYA

A. Anatomi Breathing
1. Organ Utama Breathing : Paru – Paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paruparu adalah
berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya
berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan
dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri
mempunyai dua lobus. Setiap paruparu terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian,
terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.
Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang
disebut mediastinum (Evelyn, 2009).
Sumber : Hadiarto (2015)
Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput
tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput
yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang
disebut cavum pleura (Guyton, 2007).

2. Fisiologi Paru – Paru


Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur
yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen
dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru
utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembunggelembung paru-paru
(alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis (Yunus, 2007).
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat
dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara
alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan berkontraksi,
tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma
menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru
dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup dan
berada pada posisi semula (Evelyn, 2009).

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang,


tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai – 6 mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi
yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit
negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil
menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan
dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit
positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Algasaff, 2015)
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi,
dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi
terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan
atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Miller et al, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah
dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas
dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah
(Guyton, 2007).

B. Pengertian
Pernafasan merupakan pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Breathing
merupakan suatu kesatuan dari proses oksigenasi dan ventilasi, tanpa oksigenasi yang
adequate ventilasi akan terganggu begitu juga bila tanpa ventilasi yang adequate maka
oksigenasi akan menjadi sia-sia.

Bernapas adalah usaha seseorang secara tidak sadar atau otomatis untuk
melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi
jantung paru (RJP). Untuk menilai seseorang bemafas secara normal dapat dilihat dari
berapa kali seseorang bernapas dalam satu menit, secara umum:

a. Frekuensi atau jumlah pernapasan


1. Dewasa 12-20x/menit,
2. Anak 20-30x/menit,
3. Bayi 30-40x/menit.
b. Dada mengembang secara simetris,Pemafasan dikatakan tidak baik atau tidak
normal jika terdapat keadaan berikut ini:
1. Ada tanda-tanda sesak napas: peningkatan frekuensi napas dalam satu menit.
2. Ada napas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak saat napas).
3. Ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot
perut).
4. Warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan.
5. Tidak ada gerakan dada
6. Tidak ada suara napas
7. Tidak dirasakan hembusan napas
8. Pasien tidak sadar dan tidak bernafas
C. Tujuan
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan bahkan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Mendapatkan
oksigenisasi sel yang cukup dengan cara memberikan oksigen dan ventilasi yang
cukup.
D. Pengenalan masalah ventilasi
Penentuan adanya jalan nafas yang baik barulah langkah yang pertama yang
penting, langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi yang cukup. Ventilasi
dapat terganggu karena sumbatan jalan nafas, tetapi juga dapat terganggu oleh
mekanika pernafasan atau depresi Susunan Saraf Pusat (SSP). Bila pernafasan tidak
bertambah baik dengan perbaikan jalan nafas, penyebab lain dari gangguan ventilasi
harus dicari. Trauma langsung ke thoraks dapat menjadi dangkal dan selanjutnya,
hipoksemia. cedera servikal rendah dapat menyebabkan penafasan diafragma sehingga
dibutuhkan bantuan ventilasi.
E. Pemeriksaan fisik breathing ( fungsi pernafasan )
1. Look : perhatikan peranjakan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan
kelainan intra-torakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang sesak harus
dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenisasi.
2. Listen : auskultasi kedua paru. Bising nafas yang berkurang atau menghilang pada
satu atau kedua hemi thorax menunjukkan kelainan intra torakal. Berhatihatilah
terhadap tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.
3. Feel : lakukan perkusi, seharusnya sonor dan sama ke-2 lapang paru. Bila
hipersonor berarti ada pneumotoraks, bila pekak ada darah (hematoraks).
F. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan cepat
dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi harus
segera diambil tindakan ini memperbaiki oksigenisasi dan mengurangi resiko
penurunan keadaan. Tindakan ini meliputi teknik menjaga jalan nafas, jalan nafas
definitif (termasuk surgical airway) dan cara untuk membantu ventilasi. Karena semua
tindakan diatas akan menyebabkan gerakan pada leher, harus diberikan proteksi
servikal, terutama bila dicurigai atau diketahui adanya fraktur servikal. Pemberian
oksigen harus memberikan sebelum dan setelah tindakan mengatasi masalah airway.
Suction selalu harus tersedia, dan sebaiknya dengan ujung penghisap yang kaku.
G. Ventilasi dan oksigenasi
Tujuan utama dari Ventilasi adalah mendapatkan oksigenasi sel dengan cara
memberikan oksigen dan ventilasi yang cukup.
1. Oksigenisasi
Oksigenisasi sebaiknya diberikan melalui suatu masker yang terpasang
baik dengan flow 10-12 liter/menit. Cara memberikan oksigen lain (nasal kateter,
kanul dsb) dapat memperbaiki oksigenisasi. Karena perubahan kadar oksigen
darah dapat berubah cepat, dan tidak mungkin dikenali secara klinis, maka harus
dipertimbangkan pulse oksimeter bila di duga ada masalah intubasi atau ventilasi.
Ini termasuk pada saat transport penderita luka parah. Nilai normal saturasi O,
adalah lebih dari 95%.
2. Ventilasi
Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan teknik mouth to face atau bag-
valve-face-mask. Seringkali hanya satu petugas tersedia, Namun hanya lebih
efektif bila ada petugas kedua yang memegang face mask. Intubasi mungkin
memerlukan beberapakali usaha dan tidak boleh menggangu oksigenisasi. Dengan
demikian lebih baik pada saat mulai intubasi petugas menarik nafas dalam dan
menghentikan usaha pada saat petugas harus inspirasi. Bila sudah intubasi,
ventilasi dapat dibantu dengan bagging, atau lebih baik memakai respirator.
Dokter harus selalu waspada terhadap baro trauma (akibat positive pressure
ventilation) yang dapat mengakibatkan pneumotorax ataumalah tension
pneumotorax akibat "bagging" yang terlalu bersemangat.
3. Tabung Oksigen.
Di Indonesia belum ada kesepakatan untuk warna tabung, tetapi umumnya
warna hijau atau metalik berarti tabung mengandung oksigen. Jangan berikan dari
tabung yang berwarna lain.
H. Gangguan pada Breathing
Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi, jika tidak
ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian1,2, kejadian trauma dada terjadi
sekitar seperempat dari jumlah kematian akibat trauma yang terjadi, serta sekitar
sepertiga dari kematian yang terjadi berbagai rumah sakit. Beberapa cedera dada yang
dapat terjadi antara lain, tension pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest,
hematotoraks, tamponade jantung.
1. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks di akibat udara yang terjebak didalam rongga pleura
ssehingga menyebabkan tekanan intrapleura meningkat akibatnya terjadi kolaps
pada paru-paru, hingga menggeser mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral,
penekanan pada aliran vena balik sehingga terjadi hipoksia.
Banyak literatur masih memperdebatkan efek dari pneumotoraks dapat
menyebabkan terjadinya kolaps pada sistem kardiovaskular. Dikatakan adanya
pergeseran pada mediastinum menyebabkan juga penekanan pada vena kava
anterior dan superior, disebutkan juga hipoksia juga menjadi dasar penyebabnya,
hipoksia yang memburuk menyebabkan terjadinya resitensi terhadap vaskular dari
paru-paru yang diakibatkan oleh vasokonstriksi. Jika gejala hipoksia tidak
ditangani secepatnya, hipoksia ini akan mengarah pada keadaan asidosis,
kemudian disusul dengan menurunnya cardiac output sampai akhirnya terjadi
keadaan henti jantung.
Ciri – ciri Tension Pneumothoraks :
a. Tampak Jejas pada Thoraks
b. Terdapat peningkatan JPP
c. Terdapat Defiasi Trakhea
Penanganan pada Tension Pneumothoraks, needle thoracocebtesis adalah
tindakan merubah tension pneumothorax menjadi simple pneumothorax dengan
cara mengeluarkan udara dalam cavum pleura agar paru-paru dapatmengembang
kembali. Meskipun sederhana tetapi tindakan ini dapat menyelamatkan nyawa
pasien.
Berikut adalah cara melakukan needle thoracocentesis:
a. Diagnosis Tanda tension pneumothoraks: Pasien terlihat kesulitan bernapas,
nafas cepat dan dangkal, terdapat sianosis yang tidak membaik saat diberikan
oksigen, Trakhea bergeser ke arah paru-paru yang sehat. Terdapat pelebaran
vena jugularis di daerah leher
b. Cara melakukan needle thoracocentesis
- Tentukan lokasi di ICS 2 linea mid clavikula
- Melakukan desinfeksi dan memperkecil lapangan operasi dengan doek
lobang.
- Gunakan jarum nomer besar (No . 14) untuk menusuk tepi atas iga ketiga.
- Cabut jarum dari abbocath. Boleh difiksasi boleh tidak
- Siapkan rujukan

1. Open Pneumothoraks
Pneumotoraks terbuka ini tersering disebabkan oleh adanya penetrasi langsung
dari benda tajam pada dinding dada penderita sehingga meninmbulkan luka atau
defek pada dinding dada. Dengan adanya defek tersebut yang merobek pleura
parietal, sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura. Terjadinya
hubungan antara udara pada rongga pleura dan udara dilingkungan luar, sehingga
menyebabkan samanya tekanan pada rongga pleura dengan udara di diatmosper.
Jika ini didiamkan akan sangat membahayakan pada penderita. Dikatakan pada
beberapa literatur jika sebuah defek atau perlukaan pada dinding dada lebih besar
2/3 dari diameter trakea ini akan menyebabkan udara akan masuk melalui
perlukaan ini, disebabkan tekana yang lebih kecil dari trakea. Akibat masuknya
udara lingkungan luar kedalam rongga pleura ini, berlangsung lama kolaps paru
tak terhindarkan, dan berlanjut gangguan ventilasi dan perfusi oksigen kejaringan
berkurang sehingga menyebabkan sianosis sampai distress respirasi.
Ciri – ciri Open Pneumothoraks saat dilakukan pemeriksaan IAPP :
a. Inspeksi : Tampak jejas / perlukaan pada area thoraks atau dada, retraksi
dinding dada asimetris.
b. Auskultasi : Suara hisapan
c. Perkusi : Hipersonor
d. Palpasi : KrepitasI

Penanganan Pada pneumotorak terbuka, yang terdapat luka yang menganga


pada dinding dada dan udara masuk melalui perlukaan tersebut. Penanganan awal
yang dapat kita lakukan adalah tutup luka tersebut dengan menggunakan gaas
steril ataupun kain yang bersih yang ditutup pada tiga sisinya. Fungsi dari penutup
ini sebagai katup, udara dapat keluar melaluin luka, tetapi tidak dapat masuk
melalui luka tersebut.

LAPORAN PENDAHULUAN PEMERIKSAAN FISIK CIRCULATION DAN


RESUSITASINYA

A. Pengertian
Circulation merupakan salah satu bagian dari primary assesment (C) dimana kita
melakukan pengkajian terkait sirkulasi pasien dan melakukan tindakan segera untuk
menyelematkan nyawa, mencegah komplikasi, mencegah kondisi menjadi lebih buruk
atau mencegah kecacatan pasien.
Pengkajian sirkulasi bertujuan untuk mengetahui dan menilaikemampuan jantung d
an pembuluh darah dalam memompa darah keseluruh tubuh. Pengkajian sirkulasi meli
puti :
tekanan darah, jumlah nadi,keadaan akral, dingin atau hangat, sianosis, bendungan
vena juguralis.
Pendarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat
diatasi dengan terapi yang tepat di rumah sakit Pengelolaan siklus adalah mengenal
permasalahan dan mengembalikan fungsi sirkulasi darah. Sistem sirkulasi adalah
sistem yang bertindak sebagai transportasi berbagai zat yang masuk dan keluar dalam
tubuh. Sistem sirkulasi pada manusia berupa sistem peredaran darah dan sistem limfe
Menurut Ronny, Setiawan, dan Fatimah (2009) sirkulasi dibagi menjadi tiga macam,
yaitu :
1. Sirkulasi Sistemik Sirkulasi sistemik merupakan sirkulasi dari jantung ke seluruh
tubuh dan kembali ke jantung
2. Sirkulasi Paru Sirkulasi paru atau bisa disebut dengan sirkulasi pulmonal
merupakan sirkulasi dari jantung ke paru-paru dan kembali ke jantung
3. Sirkulasi Khusus (Sirkulasi pada Janin, Sirkulasi Kononer Jantung) Sirkulasi ini
terjadi dari jantung utuk otot jantung sendiri
B. Tujuan
Mengembalikan Fungsi sirkulasi darah dan cairan darah
C. Indikasi
a) Syok
b) Henti jantung
D. Pengenalan pada Syok
Ada 2 pemeriksaan yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik, yakni keadaan kulit akral dan nadi.

E. Kontrol Pendarahan
Pendarahan dapat secara eksternal(terlihat) dapat dikendalikan dengan penekanan
langsung pada luka dan internal (tidak terlihat) dapat menggunakan spalk/bidai untuk
mengontrol perdarahan dari suatu fraktur pada ekstremitas.
F. Pengkajian
Gangguan sirkulasi yang dikaji dengan meraba arteri besar seperti femoralis dan
karotis perabaan nadi karotis sering digunakan untuk mengakaji secara tepat, juga
melihat gangguan sirkulasi dapat disebabkan oleh syok atau henti
jantung.mengakibatkan suplai oksigen jantung terhenti dan menyebabkan kematian
dengan cepat . Henti jantung ditandai dengan:
a) Hilangnya kesadaran
b) Apneu
c) Tidak ada nadi
d) Dilatasi pupil
G. Organ yang terlibat dalam sirkulasi
a) Jantung
b) Paru-paru
c) Ginjal
d) Pembuluh Darah
H. Jenis-jenis sebab gangguan sirkulasi
a) Penimbunan lemak dibawah arteri
b) Kerusakan otot jantung
I. Syok pada circulation manajemen Keadaan diamana tidak cukup atau in adekuat aliran
darah ke jantung untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen.
Jenis-jenis syok :
a) Syok hipopolemik : pendarahan, luka bakar, dehidrasi
b) Syok kardiogenik : infark miokard, gagal jantung kongestif, disaritmia
c) Syok obstruktif : tamponade perikardial, emboli pulmonal
d) Syok distributif : infeski, sepsis, keracunan

J. Tanda- tanda syok


1) Tanda dini syok :
a) Takipneu
b) Takikardi
c) Akral dingin
d) Penurunan CRT
2) Tanda syok lanjutan :
a) Penurunan palpasi nadi
b) Perubahan neurologi
c) Aritmia jantung
d) Hipolensi
e) Cardiac arrest
K. Tindakan umum pada gangguan sirkulasi
a) Pada henti jantung lakukan pijat jantung
b) Pada pasien syok tinggikan kedua tungkai lebih tinggi dari jantung
c) Bila syok karena pendarahan, lakukan penghentian dengan balit tekan, tekan nadi
dan evakuasi
d) Pasang jalur intravena
e) Pengguna cairan kristaloid ( awal resusitasi )

LAPORAN PENDAHULUAN PROSEDUR RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)


DEWASA/ANAK

1. Pengertian

Resusitasi jantung paru merupakan suatu tindakan yang merupakan salah satu usaha
untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan henti jantung ke fungsi optimal, guna
mencegah kematian biologis. Soerasdi menyebutkan bahwa resusitasi merupakan
tindakan untuk menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran seseorang
yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan paru dan
beroirientasi pada pada otak.
Usaha untuk menjaga airway tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi
darah disebut bantuan hidup dasar (BHD). BHD dimulai dengan mengenali secara tepat
keadaan henti jantung atau napas dan segera memberikan bantuan ventilasi dan
sirkulasi. BHD bertujuan untuk memasok oksigen ke otak, jantung dan alat vital
lainnya secara cepat. Kemudian dilanjutkan dengan bantuan hidup lanjut. Adapun
beberapa keadaan yang dapat diberikan tindakan resusitasiadalah keadaan henti napas
pada korban tenggelam, obstruksi benda asing di jalan napas,keracunan obat, tersedak,
koma, dll. Selain itu juga fibrilasi ventrikel, takhikardi ventrikel, asitoldan disosiasi
elektromekanikal. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat
diperlukan dengan segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak
terhentiselama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 – 5 menit
(Soerasdi, 2004).

2. Tujuan Tindakan
a. Memulai kembali sirkulasi yang spontan (advance life support)
b. Memberikan bantuan eksternalterhadap sirkulasi (fungsi jantung) dan ventilasi
(fungsi pernapasan/paru) pada pasien henti jantung atau henti napas
c. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)
d. Untuk membentuk jalan napas yang lancar
e. Pengelolaan intensif pasca resusitasi (prolonged life support)Melindungi otak
secara manual dari kekurangan oksigen (fungsi utama)
f. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (napas).
g. mengalirkan darah yang mengandung oksigen ke otak dalam upaya mencegah
kerusakan jaringan yang permanen.
3. Indikasi
a. Henti jantung
b. Henti napas (obstruksi jalan napas akibat benda asing, tersedak, tersengat listrik, syok
hipovolemik karena pendarahan, reaksi anafilaktik, tenggelam, overdosis
obat,ketidakseimbangan elektrolit)
c. Dyspnea, henti napas 15 – 30 detik
d. Kulit pucat abu abu
e. Pupil lebar dan tidak reaktif 60 – 90 detik
f. Pulsasi arteri karotis tidak teraba
g. Tak terabanya nadi segera
h. Ketidaksadaran 10 – 20 detik
i. Keadaan penurunan mental
4. Kontraindikasi
a.Fraktur Kosta
b.Trauma thorax
c.Pneumothorax
d.Emphysema bera
e.Fraktur Kosta
f. Trauma thorax
g.Pneumothorax
h.Emphysema berat
i. Cardiac tamponade
j. Cardiac arrest lebih dari 5-6 menit
5. Komplikasi
1.Tertutupnya saluran pernapasan akibat kepala terlalu dihiperekstensikan
2.Patah tulang dada dan tulang iga
3.Bocornya paru-paru ( Pnemotoraks)
4.Perdarahan dalam paru-paru/rongga dada ( Hemotoraks)
5.Luka dan memar pada paru-paru
6.Robekan pada hati
6. Penghentian RJP
1. Jika penderita sudah tidak memberikan respon yang stabil.
2. Pupil dilatasi maksimal
3. Tidak ada respon spontan setelah RJP selama 15-30 menit
4. Gambaran EKG sudah flat
7. Anatomi torax
Dinding dada terdiri dari Tulang dada yakni iga, columna vertebralis torakalis,
sternum, tulang clavicula dan scapula. Dinding
dada terdiri dari otot serta pembuluh darah
terutama pembuluh darah intrerkostalis dan
torakalis interna. Bagian bawah torax dibatasi
oleh otot diafragma. Diafragma tempat jalan
untuk aorta, vena cava inferior serta esofaguIsi
rongga torak. Rongga torax dibagi menjadi tiga,
yakni kiri, tengah dan kanan, didalamnya terdapat
paru – paru. Rongga torax dibatasi oleh
pleuravisceralis dan parietalis. Rongga
mediastinum
dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius,
posterior dan superior.

Rongga Mediastinum

1) Mediastinum superior, batasnya :Atas : bidang yang dibentuk oleh vertebra torakalis
1, kosta 1, dan jugular notch.Bawah : bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke
vertebra torakalis 4Lateral : pleura mediastinalisAnterior : manubrium
sterni.Posterior : Corpus vertebra torakalis 1-4.
2) Mediastinum inferior terdiri dari mediastinum anterior, mediastinum
medius,mediastinum posterior.
3) Mediastinum anterior batasnya :Anterior : sternum ( tulang dada )Posterior
: pericardium ( selaput jantung )Lateral : pleura mediastinalisSuperior : plane of
sternal angleInferior : diafragma.
4) Mediastinum medium batasnya :Anterior : perikardiumPosterior :
perikardiumLateral : pleura mediastinalisSuperior : plane of sternal angleInferior :
diafragma.
5) Mediastinum posterior, batasnya :Anterior : pericardium, Posterior : corpus
vertebra torakalis 5 - 12Lateral : pleura mediastinalisSuperior : plane of sternal
angleInferior : diafragma.

Batas-batas Thorax.

 Batas bawah thorax:


 arcus costarum
 Processus xhiphoideus
 Garis penghubung antara puncak-puncak ketiga iga terakhir dan processusspinalis
thoracal XII
 Batas atas thorax :
 incisura jugularis sterni
 Clavicula
 Garis penghubung antara articulus acromioclavicularis dan processus spinalis
cervical VII Dinding Thorax
 Costae

8. Aspek keamanan dan keselamatan yang harus diperhatikan


1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan penolong
dan pasien.

2. Minimalisasi kontak langsung dengan pasien, itulah mengapa dalam memberikan


napas bantuan sedapat mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk
melindungi penolong dari penyakit yang mungkin dapat ditularkan oleh korban.

3. Selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan


pertamaadalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika dilakukan dengan
kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri.
9. Prosedur
1) Tanyakan kondisi
1. Apabila menemukan klien dalam keadaan tidak
sadar.

2. Tujuan : Memberikan stimulus untuk


menyadarkan
2) Pukulan precordial
- Apabila henti kardiosirkulasi
- Bila jantung tidak hipoksia
- Bradikardi menjadi takikardi
selanjutnya menjadi vibrilasi ventrikel
- Tujuan :
• Pemukulan sternum dari ketinggian 30 cm
menimbulkan aktivitas listrik
• Pemukulan 1 – 2 menit memacu
miokardium berkontraksi efektif.
3) Memanggil pertolongan

4) Pertahankan jalan napas (Airways)

- Apabila klien telentang, kemungkinan akan terjadi obstruksi jalan napas sebagian
atau total oleh jatuhnya lidah. Hal yang dilakukan adalah kepala
dihiperekstensikan, dagu diangkat, mulut ditutup. Dalam posisi ini kepala nafas
korban bisa dipertahankan. Apabila hidung tersumbat, maka mulut dibuka 1 – 2
cm agar udara bisa masuk lewat mulut.

- Salah satu tangan mengangkat dagu.

- Tangan lainnya diletakkan pada garis rambut.

- Apabila ada sumbatan pada jalan nafas, segera bersihkan.

- Pegang sudut bagian bawah rahang korban dan angkat


dengan kedua tangan, satutangan pada setiap sisi,
menggerakkan mandibula ke depan (jaw thrust)
sambilmemiringkan kepala ke arah belakang. Cara ini
juga dapat digunakan untuk membuka jalan napas pada
cedera leher atau kepala.
5) Teknik breathing
- Persiapkan pernapasan buatana.
a. Untuk resusitasi mulut ke mulut pada orang dewasa, jepit hidung dan mulut
korban. Pada bayi, tempatkan di hidung dan mulut bayi.
b. Untuk resusitasi kantung ambu, gunakan masker wajah dengan ukuran tepat
dan pasang pada mulut dan hidung korban.
- Berikan pernapasan buatan
a. Resusitasi orang dewasa
1. Untuk resusitasi mulut ke barier pada orang dewasa, tarik napas dalam
dan sekat bibir di sekeliling mulut korban, menghasilkan sekat kedap
udara.
2. Berikan dua klai aliran napas secara perlahan, 1,5 – 2 detik setiap kali,
diikuti dengan 10 – 20 kali napas per menitc)Untuk pernapasan buatan
dengan kantung ambu pada orang dewasa, tekan kantung dengan
maksimal setiap dua kali napas.
b. Resusitasi bayi/anak
1. Berikan dua klai aliran napas secara perlahan, 1 – 1,5 detik per napas
denganistirahat diantaranya sehingga penyelamat bisa mengambil napas,
diikuti 20 kalinapas per menit.
2. Untuk resusitasi dengan kantung ambu pada anak, gunakan dua kompresi
kantungyang berukuran kecil.
- Observasi naik turunnya dinding dada setiap klien bernapas. Apabila paru-paru
tidak mengembang, atur kembali posisi kepala dan leher dan periksa adanya
obstruksi jalannapas yang terlihat.
- Isap setiap sekresi jalan napas. Apabila tidak tersedia alat isap, tolehkan kepala
klienke salah satu sisi.
- Kaji adanya denyut arteri karotis. Pemeriksaan nadi dilakukan selama 5 – 10
detik.Jika arteri karotis tidak teraba, disarankan mengkaji arteri barkialis.
6) Tehnik Compression
- Orang dewasa (mulai dari anak usia 8 tahun ke atas)
1. Posisikan tangan yang benar
- Tangan penyelamat diletakkan di batas rangka iga korban
- Jari-jari digerakkan ke arah atas rangka iga untuk menandai tempat pertemuan
igadengan sternum bagian bawah di tengah dada bagian bawah
- Letakkan tumit telapak tangan di atas sternum dan letakkan tangan lain pada
bagian atas tangan yang berada di atas sternum sehingga kedua tangan
menjadi parallel
- Jari-jari dapat diekstensikan atau paralel, tetapi jangan sampai menyentuh
dada
2. Tegangkan siku, pertahankan lengan lurus dan bahu tepat di atas kedua tangan di
atassternum korban
3. Lakukan kompresi dada 3,8 – 5 cm
4. Lakukan kompresi dada 80 – 100 kali per menit
5. Ventilasi paru- paru dengan dua kali napas lambat
6. Kaji korban setelah empat siklus (15 kali kompresi, dua kali ventilasi pada
satusiklusnya)
- Bayi (1-12 bulan)
1. Posisikan tangan dengan benar a)Bayangkan garis imajiner antara puting susu
di atas tulang payudara (sternum)
2. Gunakan dua atau tiga jari (jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis/ibu jari
kanandan kiri dengan jari yang lainnya melingkari dada dan punggung bayi.
3. Lakukan kompresi 1,3 – 2,5 cm minimal 100 kali/menit
4. Pada akhir setiap kompresi kelima lakukan ventilasi selama 1,5 detik
5. Kaji korban setelah 10 siklus (setiap siklus 5 kompresi, 1 ventilasi)Anak (1 – 7
tahun)
6. Posisikan tangan yang benar
a. Letakkan tangan di batas bawah rangka iga korban dengan jari telunjuk
dan jaritengah
b. Ikuti batas rangka iga dengan jari tengah sampai titik tempat pertemuan
iga dengansternum
c. Letakkan jari telunjuk di sebelah jari tengah
d. Letakkan tumit tangan di depan titik tempat jari telunjuk berada dengan
aksis panjang tumit sejajar dengan sternum
e. Tangan lain dari penyelamat mempertahankan posisi kepala anak
7. Kompresi sternum dengan satu tangan 2,5 – 3,8 cm dengan kecepatan 100
kali/menit
8. Lakukan ventilasi (1-1,5 detik) pada akhir setiap kompresi kelima
9. Kaji kembali korban setelah 10 kali siklus (tiap siklus 5 kompresi 1 ventilasi).
10. Hal yang harus diperhatikan
- Korban harus dalam posisi telentang
- Tindakan dilakukan di atas permukaan yang datar dan keras
- Pada saat dilakukan kompresi jantung, jari-jari tangan jangan sampai menyentuh
dada korban
- Posisi lengan harus lurus
- RJP dihentikan bila jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas
sudahspontan, saat mengecek nadi dan pernafasan, penolong sudah kelelahan, dan
pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal.
LAPORAN PENDAHULUAN TRANSPORTASI DAN SISTEM RUJUKAN

A. Transportasi
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah
tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan
dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.

1. Pengangkatan Dan Pemindahan Penderita


a. Pendahuluan
Setiap hari banyak penderita diangkat dan dipindahkan dan banyak pula
paramedik/penolong yang cedera karena salah mengangkat. petugas Keadaan
dan cuaca yang menyertai penderita beraneka ragam dan tidak ada satu rumus
pasti bagaimana mengangkat dan memindahkan penderita saat mengangkat dan
memindahkan penderita
b. Mekanika tubuh saat pengangkatan
Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling
kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang
tersebut juga paling kuatDengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan
dengan tenaga terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk Angkatlah
dengan paha, bukan dengan punggung

2. Panduan Dalam Mengangkat Penderita


a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang
akan di angkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan
dipaksakan
b. Ke dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sedikit
sebelahnya
c. Berjongkok, jangan membungkuk saat mengangkat
d. Tangan yang memegang menghadap kedepan
e. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus di angkat
f. Jangan memutar tubuh saat mengangkat
3. Panduan Untuk Memindahkan Penderita
a. Emergensi
b. Ada api atau bahaya api atau ledakan
c. Ketidak mampuan menjaga penderita terhadap bahaya lain pada TKP
d. Usaha mencapai penderita lain yang lebih urgent
e. Ingin RJP penderita, yang tidak mungkin dilakukan di tempat tersebut
f. Apapun cara pemindahan penderita, selalu ingat kemungkinan patah tulang
leherbila penderita trauma

4. Pemindahan Emergensi
a. Tarikan baju
b. Tarikan selimut
c. Tarikan lengan
d. Ekstrikasi cepat
5. Non Emergensi

a. Pengangkatan dan pemindahan secara langsung oleh 2 atau 3 petugas. Harus


di ingat bahwa cara ini tidak boleh dilakukan bila ada kemungkinan fraktur
servikal.Prinsip pengangkatan harus tetap di pindahkan
b. Pemindahan dan pengangkatan memakai sprei
6. Perlengkapan Untuk Pemindahan Penderita
a. Brankar
b. Spilinting ( spalk/bidai )
Tujuan
a) Mencegah pergerakan tulang yang patah mengiritasi saraf, menyebabkan
nyeriyang hebat
b) Mencegah kerusakan lanjut dari otot,saraf,pembuluh darah
B. Sistem Rujukan

1. Definisi
Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke
pelayanan kesehatan yang lain Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu
system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik
secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional,dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi
2. Tujuan
Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan dalam rangka
penyelesaian masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna. Tujuan
system rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi
pelayanan kesehatan secara terpadu Tujuan system rujukan adalah agar pasien
mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu
sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI
dan AKB
3. Jenis Rujukan
Rujukan medis yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu
kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih
berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medis antara
lain :
a. Transfer of patient konsultasi penderita untuk keperluaan
diagnosis,pengobatan,tindakan operatif dan lain-lain
b. Transfer of specimen pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium
yanglebih lengkap
c. Transfer of knowledge / personal pengiriman tenaga yang lebih kompeten
atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat. Rujukan kesehatan
yaitu hubungan dalam pengiriman,pemeriksaan bahan atau specimen ke
fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang yang
menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup
rujukan teknologi, sarana dan operasional.
4. Jalur Rujukan
Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan sebagai
berikut :

a. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke :
1. Puskesmas
2. Pondok bersalin / bidan desa
3. Puskesmas / puskesmas rawat inap
4. Rumah sakit pemerintah / swasta
b. Dari Posyandu
Dapat langsung merujuk ke :
1. Puskesmas
2. Pondok bersalin / bidan desa
3. Puskesmas / puskesmas rawat inap
4. Rumah sakit pemerintah / swasta
5. Persiapan Rujukan
Persiapan yang harus di perhatikan dalam melakukan rujukan, disingkat
“BAKSOKU”yaitu :
B (bidang) : pastikan pasien di dampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten
danmemiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawat daruratan
A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit,
infus set,tensimeter dan stetoskop
K (keluarga) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir pasien dan alasan
mengapa dirujuk, anggota keluarga harus menerima pasien ke tempat rujukan
S (surat) : beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi pasien, alasan
rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan keperawatan, obat-obatan yang telah
diterima pasien
O (obat) : bawa obat-obatan yang diperlukan selama perjalanan merujuk
K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan pasien
dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu
cepat U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempat
rujukan
6. Keuntungan Sistem Rujukan
Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa
pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi
rasa aman pada pasien dan keluarga dengan adanya penataran yang teratur
diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat
sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing-masing
masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli
7. Mekanisme Rujukan
Menentukan kegawat daruratan pada tingkat kader,bidan desa dan puskesmas
a. Pada tingkat Kader : Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani
sendirimaka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena
mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan
b. Pada tingkat bidan desa,puskesmas : Tenaga kesehatan harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditanganisendiri dan kasus mana yang harus dirujuk
8. Menentukan Tempat Tujuan Rujukan

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang


mempunyai kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. Memberikan informasi
kepada penderita dan keluarganya perlu diberikan informasi tentang perlunya
pendeerita segera dirujuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih mampu.
Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang ditunju melalui telepon atau
radiokomunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
a. Persiapan penderita :
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu.
Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam perjalanan, Surat rujukan
harus dipersiapkan sesuai dengan format rujukan dan seorang bidan harus
mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat rujukan.
b. Pengiriman pasien :
Untuk mempercepat sampai ke tujuan perlu diupayakan kendaran / sarana
transportasi yang tersedia untuk mengangkut pasien
a) Untuk pasien yang telah dikembalikan dan memerlukan tindakan lanjut
dilakukan tindakan sesuai dengan saram yang diberikan
b) Bagi pasien yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor maka
dilakukan kunjungan rumah
DAFTAR PUSTAKA

Sudiharto, Rukminiwati dkk. 2014.Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS)


In Disaster. Sagung Seto. Jakarta.

Punarbawa, I. W. A., & Suarjaya, P. P. IDENTIFIKASI AWAL DAN


BANTUAN HIDUP DASAR PADA PNEUMOTORAKS.

Nuraeni,Selvi. 2020. Pengkajian Airway Breathing Circulation.

Moh Khaerul Efendi. 2019. Resusitasi Jantung Paru.


Susanti,Mita. 2020. Transfortasi dan Sistem Rujukan.

Anda mungkin juga menyukai