Anda di halaman 1dari 22

A.

PENDAHULUAN

Manajemen jalan napas adalah keterampilan vital yang berhubungan

dengan semua praktik spesialisasi medis, terutama anaesthesiology,

perawatan kritis, pengobatan darurat dan pembedahan.1 Manajemen jalan

napas yang tidak tepat dapat mengakibatkan hasil yang buruk.

Pengelolaan jalan nafas menjadi salah satu bagian yang terpenting

dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang

dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas untuk

berjalan dengan baik. Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus

memompa darah selama beberapa menit dan sisa O2 yang ada dalam paru

dan darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini

pada korban dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah

henti jantung. Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak beredar dan O2 yang

tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik.

Bila sumber daya yang terbatas, pastikan tehnik dasar pembebasan

jalan nafas dengan triple airway maneuver dilakukan dengan baik. Saat

mengelola pasien yang tidak sehat dengan jalan nafas yang terkompromi ,

tehnik maneuver dasar untuk membuka jalan nafas. Salah satu usaha untuk

menjaga jalan napas lainnya adalah dengan melakukan tindakan intubasi

endotrakeal, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran

pernapasan bagian atas. Syarat utama yang harus diperhatikan dalam

anestesi adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat

berjalan dengan lancar serta teratur. Tahap akhir dari pelaksanaan intubasi
adalah ekstubasi. Gejala komplikasi kadang-kadang datangnya tidak diduga

kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan

dalam mengatasi komplikasi tergantung dari deteksi gejala dini dan

tindakan koreksi untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.

B. ANATOMI

Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu

hidung yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju

orofaring (pars oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada

bagian anteriornya, tapi kemudian bergabung di bagian posterior dalam

faring (gambar 5-1). Faring berbentuk U dengan struktur fibromuskuler

yang memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan

masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka ke dalam rongga hidung,

mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars laryngeal).

Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah ke

posterior.5
Gambar 1. Anatomi Jalan Nafas.5

Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring

dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi

dengan menutup glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah

suatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun

oleh 9 kartilago : tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid,

kornikulata dan kuneiforme. 5


Gambar 2. Nervus Sensoris Jalan Napas.5

Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial

(gambar 5-3). Membran mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh

divisi ophthalmic (V1) saraf trigeminal (saraf ethmoidalis anterior) dan di

bagian posterior oleh divisi maxila (V2) (saraf sphenopalatina). Saraf

palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus (V) untuk

mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan

palatum durum. Saraf lingual (cabang dari saraf divisi mandibula [V3] saraf

trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi

umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian posterior lidah.

Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal untuk sensasi rasa

di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring,

tonsil dan bagian dalam palatum molle. Saraf vagus (saraf kranial ke 10)

untuk sensasi jalan nafas dibawah epiglotis. Saraf laringeal superior yang

merupakan cabang dari saraf vagus dibagi menjadi saraf laringeus eksternal
yang bersifat motoris dan saraf laringeus internal yang bersifat sensoris

untuk laring antara epiglotis dan pita suara. Cabang vagus yang lainnya

yaitu saraf laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan

trachea. Otot laring dipersarafi oleh saraf laringeal rekuren (cabang dari

saraf laringeal superior) dengan pengecualian otot krikotiroid, yang

dipersarafi oleh saraf laringeal externa (motoris). Otot krikotiroid posterior

mengabduksi pita suara, seraya otot krikoaritenoid lateral adalah adduktor

utama. 5

C. PENGELOLAAN JALAN NAPAS

1. Pengelolaan jalan napas

Menilai jalan napas

Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji

kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer

dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat

benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret

dan jatuhnya lidah ke belakang.

Pada orang yang sadar dan dapat bicara dengan suara yang jelas,

maka untuk sementara dapat dianggap bahwa airway dalam keadaan

baik. Pernyataan di atas ini berlaku dengan syarat bahwa penderita

berbicara jelas, tanpa ada suara –suara tambahan. Saat menarik nafas

hanya terdengar bunyi udara masuk. Apabila penderita tidak mengalami


kesadaran menurun atau dalam keadaan pengaruh obat-obatan.

Penilaian airway secepat mungkin dapat dilakukan dengan cara :

a. Look (melihat)

 Melihat gerek dinding dada dan perut, ada tertinggal,

paradoksal?

 Lihat tanda-tanda ditress pernapasan

 Lihat warna kulit/mukosa : pucat, sianosis, kemerahan ?

 Lihat tingkat kesadaran penderita dengan skala GCS atau

AVPU

b. Listen (mendengar)

 Dengarkan ada atau tidak suara napas tambahan yang keluar

c. Feel (merasakan)

 Rasakan adanya aliran udara atau napas yang keluar melaluit

mulut atau hidung.

Hambatan jalan napas dapat disebabkan berbagai hal. Penyebab paling

sering adalah obstruksi lidah karena relaksasi N. genioglossus, obstruksi

oleh darah atau benda asing, dan spasme laring. Penyabab lain dapat terjadi

karena spsme bronkus, obstruksi secret, sembab mukosa, dan aspirasi.

Obstruksi jalan napas dibedakan menjadi 2 :

 Obstruksi jalan napas total

Obstruksi total ditegakkan apabila tidak terdengar atau terasa

adanya aliran udara dari mulut/hidung. Apabila terlihat gerakan

napas spontan akan terlihat retraksi daerah supraklavikuler dan


intercostal pada waktu inspirasi dan tidak terlihat adanya

pengembangan rongga dada.

 Obstruksi jalan napas pasrsial

Obstruksi parsial ditegakkan apabila terengar bunyi aliran udara

kasar disertai adanya retraksi. Jenis-jenis suara nafas tambahan

disebabkan karena onstruksi jalan napas parsial :

 Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan

adanya Obstruksi pangkal lidah pada hipofaring

 Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi

karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan

 Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan

karena pembengkakan (edema) pada trakea

 Whezing : merupakan tanda obstruksi bronkus

Triple Airway Manuver

 Head tilt

Kepala ekstensi pada sendi otot atlantooksipital.

 Chin lift

Mulut dibuka. Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat

dan jalan napas bebas, sehingga udara lancar memasuki trakea

lewat hidung atau mulut.

 Jaw trust

Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibular.


Gambar 3. Triple Airway Manuver

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Pertolongan pertama yang digunakan untuk membebaskan

jalan napas akibat obstruksi (tersedak) oleh benda asing.Dapat

dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan

hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma –

abdomen).

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi

berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban,

lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong,

kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol

tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan


di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan

dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut

dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus

terpisah dan gerakan yang jelas.

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi

tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang

dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban.

Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah

sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum,

tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong

menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah

atas.

Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila

nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali

(hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis

antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

2. Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat

 Oropharyngeal airway dan Nasopharyngeal airway

Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang

dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah

dinding posterior faring. Mengubah posisi kepala atau jaw thrust


merupakan teknik yang disukai untuk membebaskan jalan nafas. Untuk

mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial

airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk

menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring

bagian posterior. Pasien yang sadar atau dalam anestesi ringan dapat

terjadi batuk atau spasme laring pada saat memasang jalan nafas

artifisial bila refleks laring masih intact. Pemasangan oral airway

kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan

kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway

dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90

mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5).

Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang

hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral

airway. Disebabkan adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh

digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan atau anak dengan

adenoid. Juga, nasal airway jangan digunakan pada pasien dengan

fraktur basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung (nasal

airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi.Nasal

airway lebih ditoleransi daripada oral airway pada pasien dengan

anestesi ringan.
Gambar 4. Oropharyngeal airway dan Nasopharyngeal airway

 Face Mask Design

Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau

gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face

mask dengan rapat.

Gambar 5. Clear Adult Face Mask

Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien.

Orifisium face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi

melalui konektor. Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap

gas ekspirasi dan muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna

hitam cukup lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang

tidak umum. Retaining hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap


sehingga face mask tidak perlu terus dipegang. Beberapa macam mask

untuk pediatrik di disain untuk mengurangi dead space.

Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face

mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak

tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya

ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask.

Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan

dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya

obstruksi jalan nafas.

Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan

digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan

memeras breathing bag. Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit

ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah

dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital.

Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak

yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas.

Jari kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan untuk

jaw thrust manuver yang paling penting untuk dapat melakukan

ventilasi pasien.

Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan

jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu

diperlukan seorang asisten untuk memompa bag. Obstruksi selama

ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari face mask atau
efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit memasang face

maks rapat kemuka. Membiarkan gigi palsu pada tempatnya (tapi tidak

dianjurkan) atau memasukkan gulungan kasa ke rongga mulut mungkin

dapat menolong mengatasi kesulitan ini. Ventilasi tekanan normalnya

jangan melebihi 20 cm H2O untuk mencegah masuknya udara ke

lambung.

Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face

mask dan oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam

jangka lama dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang

saraf trigeminal atau fasial. Bila face mask dan ikatan mask digunakan

dalam jangka lama maka posisi harus sering dirubah untuk

menghindari cedera. Hindari tekanan pada mata, dan mata harus

diplester untuk menghindari resiko aberasi kornea.

 Laryngeal Mask Airway (LMA)

Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) adalah alat jalan napas

berbentuk sendok terdiri atas pipa besar berlubang dengan ujung

menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembangkempiskan

seperti balon pada pipa trakea. Tangkai pipa LMA dapat berupa pipa

keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya

lubang tetap paten.


Gambar 6. Laryngeal Mask Airway (LMA)

Dikenal 2 macam sungkup laring :

1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas

2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan

lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan

esofagus.

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan

laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan antara lain agar

dapat dipasang langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan bila

intubasi trakea diramalkan akan mengalami kesulitan. LMA memang

tidak dapat menggantikan kedudukan intubasi trakea, tetapi ia terletak

di antara sungkup muka dan intubasi trakea. Pemasangan hendaknya


menunggu anestesi cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot

untuk menghindari trauma rongga mulut, faringlaring. Setelah alat

terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka dapat

dipasang

gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut faring (OPA).

 Endotracheal Tube

(Trachel Tube) TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi

langsung ke dalam trachea dan mengijinkan untuk kontrol ventilasi dan

oksigenasi. Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter

pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya.

Pemilihan pipa selalu hasil kompromi antara memaksimalkan flow

dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan nafas

dengan ukuran pipa yang kecil.

Gambar 7. Tracheal Tube

Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang

terdiri dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan

balon, dan balon (cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon

dikembungkan. Balon petunjuk memberikan petunjuk kasar dari balon


yang digembungkan. Inflating tube dihubungkan dengan klep. Dengan

membuat trakhea yang rapat, balon TT mengijinkan dilakukannya

ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan aspirasi. Pipa

yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk

meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubasi

croup. Ada 2 tipe balon TT yaitu :

1. Balon dengan tekanan tinggi volume rendah

Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya iskhemia mukosa

trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama.

2. tekanan rendah volume tinggi.

Balon tekanan rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri

tenggorokan (luas area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi

spontan, dan pemasangan yang sulit ( karena adanya floppy cuff).

Meskipun demikian, karena insidensi rendah dari kerusakan

mukosa, balon tekanan rendah lebih dianjurkan.

Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume

pengembangan, diameter balon yang berhubungan dengan trachea,

trachea dan komplians balon, dan tekanan intratorak (tekanan balon

dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan balon dapat menaik selama

anetesi umum sebagai hasil dari difusi dari N2O dari mukosa tracheal

ke balon TT.

TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus. Pipa

yang lentur, spiral, wire – reinforced TT (armored tubes), tidak kinking


dipakai pada operasi kepala dan leher, atau pada pasien dengan posisi

telungkup. Jika pipa lapis baja menjadi kinking akibat tekanan yang

ekstrim ( contoh pasien bangun dan menggigit pipa), lumen pipa akan

tetutup dan pipa TT harus diganti. Pipa khusus lainnya termasuk pipa

mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang pipa ganda (double lumen tube).

Tabel 1. Ukuran ETT

 Laryngoscope

Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk

fasilitas intubasi trachea. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya

bola lampu pada ujung blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang

berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik tertuju

langsung dan tidak tersebar.

Laringoskop adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara

langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan

benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop :

1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi – anak – dewasa,


2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar – dewasa.

Gambar 8. Laryngoscope

Gambar 9. Laryngoscope Blade

 Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)

Dalam beberapa situasi, misalnya pasien dengan tulang cervical yang

tidak stabil, pergerakan yang terbatas pada temporo mandibular join,

atau dengan kelainan kongenital atau kelainan didapat pada jalan

nafas atas. Laringoskopi langsung dengan penggunakan rigid

laringoskop mungkin tidak dipertimbangkan atau tidak


dimungkinkan. Suatu yang feksibel memungkin visualisasi tidak

langsung dari laring dalam beberapa kasus atau untuk beberapa situasi

dimana direncanakan intubasi sadar (awake intubation).

Gambar 10. Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)

 Krikotirotomi

Ada 2 teknik krikotirotomi yaitu teknik krikotirotomi dengan

menggunakan jarum (needle/cannula cricothyrotomy) dan

krikotirotomi melalui pembedahan (surgical cricothyrotomy.

 Teknik krikotirotomi dengan jarum. pasien dalam posisi

supine dengan ekstensi pada leher, identifikasi membran

krikotyroid dengan jari telunjuk dan stabilkan posisi kartilago

tyroid, dengan menggunakan jarum suntik yang telah

dihubungkan dengan iv cateter no 12 atau 14, yang berisis salin

dengan sudut 450 kearah kaudal untuk mencegah trauma pada

dinding posterior trakea, cabut jarum dan stylet kemudian

dorong kateter lebih jauh. Aspirasi udara untuk memastikan


posisi dalam trakea, berikan ventilasi inspirasi dan ekspirasi

dengan rasio 1:4 detik, fiksasi kanul kateter. Teknik ini

mungkin lebih berguna pada anak-anak dengan menggunakan

Kateter yang lebih besar untuk memberikan waktu yang cukup

untuk melakukan trakeostomi dengan persiapan yang lebih

baik. Hal ini karena pada anak sedapat mungkin dihindari

trakeostomi emergensi dan krikotirotomi. Pada teknik ini Pa02

hanya dapat dipertahankan selama 30-40 menit dan akumulasi

C02 dapat tejadi dengan cepat. Komplikasi dari teknik ini

adalah ventilasi yang tidak adekuat dapat menyebabkan

hipoksia dan kematian, aspirasi darah, laserasi esophagus,

hematom, perforasi dinding posterior trakea, emfisema

subkutis dan atau emfisema mediastinum dan perforasi tyroid.

 Teknik krikotirotomi melalui pembedahan : pasien tidur posisi

supine dengan posisi leher netral, identifikasi membran

krikotiroid, stabilkan kartilago tiroid dengan tangan kiri, buat

insisi kulit transversal sampai membran krioktiroid, kemudian

putar pemegang pisau bedah 900 untuk melebarkan jalan

nafas, tarik kartilago krikoid dengan hook krikoid, masukkan

kanul trakeostomi yang sesuai, kembangkan cuff dan berikan

ventilasi, observasi pengembangan paru dengan auskultasi

untuk menilai ventilasi yang adekuat, fiksasi kanul pada leher

pasien. Komplikasi teknik ini adalah adanya aspirasi, salah


arah, stenosis atau edema subglotis, stenosis laring, perdarahan

atau hematom, laserasi esophagus, laserasi trakea, emfisema

mediastinum, lumpuh pita suara dan suara parau.

 Tracheotomy

Tracheotomy berasal dari bahasa Yunanai, dari kata trachea dan tome

(memotong). Istilah trakeotomi (tracheotomy) lebih mengacu kepada

tindakan pembedahan pada trakea untuk fungsi ventilasi.

Tracheostomy juga berasal dari bahasa Yunani, stome (membuka atau

mulut) jadi istilah trakeostomi (tracheostomy) menunjukkan lobang

atau stoma permanen yang dibuat pada trakea dan kulit tersebut.

Indikasi dasar trakeostomi secara garis besar adalah

1. Pintas (bypass) Obstruksi jalan nafas atas

2. Membantu respirasi untuk periode yang lama

3. Membantu bersihan sekret dari saluran nafas bawah

4. Proteksi traktus trakeobronkhial pada pasien dengan resiko aspirasi

5. Trakeostomi elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher

sehingga memudahkan akses dan fasilitas ventilasi.

6. Untuk elektif, misalnya pada operasi bedah kepala leher

7. Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya stenosis subglotis.


D. KESIMPULAN

Penyebab utama jalan napas pada pasien tidak sadar adalah hilangnya tonus

otot tenggorokan sehingga pangkal lidah jatuh menyumbat farink dan epiglotis

menutup larink. Bila pasien masih bernapas sumbatan partial menyebabkan

bunyi napas saat inspirasi bertambah (stridor), sianosis (tanda lanjut) dan

retraksi otot napas tambahan. Tanda ini akan hilang pada pasien yang tidak

bernapas. Keadaan ini sering terjadi, bila terjadi dapat dikoreksi dengan

beberapa cara :

1. Manuver tripel jalan nafas (triple airway manuver),

2. Pemasangan alat jalan nafas faring (pharyngeal airway),

3. Pemasangan alat jalan nafas sungkup laring (laryngeal mask airway),

4. Pemasangan pipa trakea (endotracheal tube).

Anda mungkin juga menyukai