Anda di halaman 1dari 21

askep kritis obstruksi jalan nafas

BAB 2
KONSEP MEDIS

A.

DEFENISI

Salah satu bentuk dari sumbatan paru adalah acute upper obstruction pulmonary
disease (AUOPD). Kelainan ini pada umumnya terjadi pada bagian konduksi atau
dead space. Defenisi yang digunakan untuk auopd adalah suatu obstruksi yang
terjadi di antara bagian yang dimulai dari kavum oral (rongga mulut)/kavum nasi
(rongga mulut) sampai ke cabang kedua trakeobronkus.
Sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat berbahaya dan harus segera
dibersihkan karena apabila tidak dapat bernafas, maka kita tak dapat memberikan
pernafasan buatan.
Sumbatan airway pada penderita yang sadar dapat menyebabkan henti jantung.
Pada sumbatan total, pernafasan akan berhenti karena benda tersebut menyumbat
airway sepenuhnya. Beberapa menit kemudian penderita yang sadar akan menjadi
tidak sadar (karena otak kekurangan oksigen) dan kematian akan terjadi jika
sumbatan tidak diatasi. Penyebab sumbatan yang banyak ditemukan adalah
"makanan".

B.

ETIOLOGI

1. Kelainan congenital hidung atau laring

Atresia koane

Stenosis supraglotis, glotis dan infra glotis

Kista diktus tiroglossus

Kista brankiogen yang besar

Laringokel yang besar.

2. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan misalnya ingesti kaustik, patah
tulang wajah,cedera laringotrakeal, intubasi lama, paralisis nervus laringeus rekuren

bilateral, gantung diri, atau kasus percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi


biasanya terjadi di tulang rawan sekitar laring, misalnya aritenoid, pita suara, dan
lain-lain.
3. Tumor

Hemangioma

Higroma kistik

Papiloma laring rekurren

Limfoma

Tumor ganas tiroid

Karsinoma sel squamous laring, faring dan esofagus

4. Infeksi akut

Laringotrakeitis.

Epiglotitis

Hipertropiatonsiler

Angina Ludwig

Abses para faring

5. Paralisis satu atau kedua plika vokalis


6. Pangkal lidah jatuh ke belakang pada pasien tidak sadar.
7. Benda asing
Benda-benda asing tersebut dapat tersangkut pada:

Laring

Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai


berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispnoe, apnea, disfagia, hemoptisis,
pernapasan otot-otot napas tambahan atau dapat pula terjadi sianosis. Gangguan
oleh benda asing ini biasanya terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh
berbagai biji-bijian dan tulang ikan yang tak teratur bentuknya.

Saluran napas

Berdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran napas maka dapat
dibagi atas pada trachea, dan pada bronkus.

8. latrogenik
Disebabkan oleh karena pemasangan alat-alat intubasi trakeostomi, misalnya
infeksi. Pada anak-anak , misalnya disebabkan oleh difteri, virus, dan berbagai
bakteri gram positif, dapat menyebabkan terjadinya laringitis akut.

C. KLASIFIKASI SUMBATAN JALAN NAFAS


1. Sumbatan Parsial
Tersedak terjadi bila benda asing masuk ke arah paru-paru dan menyumbat jalan
nafas ke arah paru-paru. Bila penderita bisa menghilangkan penyumabatan dengan
cara batuk-batuk keras, maka tidak perlu dilakukan pertolongan lagi. Tetapi bila
penderita terus tersedak sehingga sesak nafas maka perlu segera dilakukan
pertolongan pertama.
Gejala :

Tersedak, tetapi tetap bisa bernafas, batuk dan berbicara

Sesak bicara

2. Sumbatan Total
Perlu tindakan segera. Anda hanya mempunyai waktu 3 menit untuk mengambil
sumbatan, sebelum terjadi kerusakan otak karena kekurangan oksigen.
Gejala :

Tersedak dan tidak bisa bernafas, batuk atau bicara

Muka menjadi biru.

Kelainan Klinis yang terjadi ditentukan oleh 3 faktor :


1.

Lokasi dari obstruksi yang terjadi

Bila obstruksi terjadi sebelum karina, maka obstruksi tersebut lebih berbahaya
dibandingkan bila terjadi di bagian distal dari bronkus. Hal ini disebabkan oleh
karena obstruksi ini bersifat total, disamping itu mekanisme kompensasi pada
obstruksi di distal lebih baik daripada obstruksi di proksimal.
2.

Tingkat dari obstruksi yang terjadi

Makin total suatu tingkat obstruksi , maka makin berbahaya. Tetapi suatu obstruksi
parsial dapat pula menimbulkan check valve phenomen, artinya udara dapat masuk
pada jalan pernapasan akan tetapi tidak dapat keluar sehingga menimbulkan
emfisema yang disebabkan oleh karena udara yang terperangkap ( air tappering).

3.

Fase obstruksi yang terjadi

Pada obstruksi yang akut, kelainan perubahan faal baru, maupun hemodinamik
lebih cepat timbul tanpa sempat dikompensasi oleh mekanisme tubuh.

D.

MANIFESTASI KLINIS

Tidak dapat bicara, bernafas, bersuara

Menunjukkan sikap tercekik (pasien memegang leher)

Cyanosis

Gerakan nafas tidak normal

Colaps, tidak sadar

E.
a.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi

Berdasarkan pemeriksaan ini bayangan radiologi yang terjadi dapat disebabkan


oleh dua sebab,yakni :

Bila benda asing itu bersifat radioopaque, maka bayangan yang terjadi
adalah disebabkan oleh benda asing itu sendiri.


Bila bayangan yang terjadi disebabkan oleh karena komplikasi, misalnya
ateletaksis dan emfisema,maka akan tergantung kepada tipe obstuksi yang terjadi.
b.

Dari pemeriksaan faal baru

Dari pemeriksaan faal paru didapatkan defek obstruktif faal parudan ini tergantung
kepada lokasi obstruksi yang terjadi di daerah laringotrakeal, maka akan terjadi
pengurangan dari kecepatan aliran (flowrate). Bila obstruksi terjadi di suparsternal
notch, maka akan terjadi pengurangan dari kecepatan aliran inspirasi (inspiratory
flow rate), sedangka bila terjadi di bawah suparsternal nocth, maka akan terjadi
pengurangan dari kecepatan aliran ekspirasi ( expiratory flow rate)
c.

Pemeriksaan gas darah

Pada fase permulaan obstruksi dapat menimbulkan peninkatan PaCo2. Kecepatan


pernapasn yang 30 kali/menit masih dapat mengkompensasi sehingga tidak terjadi
hipoksemia.akan tetapi pada penyumbatan yang sifatnya proksimal maka total
perburukan gas dan pH darah terjadi secara cepat.

F.

TINDAKAN KEPERAWATAN KRITIS

Beberapa metode yang tujuannya adalah mengeluarkan benda asing sehingga


jalan nafas tidak terhalang oleh benda asing :
1.diambil
2. dihisap
3. Abdominal Thrust
4. Chest Thrust
5. Back Blow

a. Indikasi
Untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang disebabkan oleh benda
asing & yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:
1.

Secara mendadak tidak dapat berbicara.

2.

Tanda-tanda umum tercekikrasa leher tercengkeram

3.

Bunyi berisik selama inspirasi

4.
Penggunaan otot asesoris selama bernapas dan peningkatan kesulitan
bernapas.
5.

Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu utk batuk.

6.

Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis

7.
Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor
atau wizing.
b. Kontraindikasi dan Perhatian
1.
Pada klien sadar, batuk volunter menghasilkan aliran udara yg besar dan
dapat menghilangkan obstruksi.
2.
Chest thrust hendaknya tidak digunakan pada klien yg mengalami cedera
dada, seperti flail chest, cardiac contusion, atau fraktur sternal (Simon & Brenner,
1994).
3.
Pada klien yg sedang hamil tua atau yg sangat obesitas, disarankan dilakukan
chest thrusts.
4.
Posisi tangan yg tepat merupakan hal penting untuk menghindari cedera pada
organ-organ yang ada dibawahnya selama dilakukan chest thrust.
c. Peralatan
1.

Suction oral, jika tersedia.

2. Magill atau Kelly forcep dan laryngoscope (utk mengeluarkan benda asing yg
dapat dilihat di jalan napas atas).

d.

Persiapan Klien

1.

Posisi klienduduk, berdiri atau supine.

2.

Suction semua darah/mukus yg terlihat dimulut klien.

3.

Keluarkan semua gigi yg rusak/tanggal.

4.
Siapkan utk dilakukan penanganan jalan napas yg definitif, misalnya
cricothyrotomi.
1. Diambil

Buka mulut korban Bersihkan benda asing yang ada didalam mulut korban dengan
mengorek dan menyapukan dua jari penolong yang telah dibungkus dengan secarik
kain Bebaskan jalan nafas dari sumbatan benda asing
2.

Dihisap

Posisikan korban terlentang / miring, kepela lebih rendah dari tungkai.

Buka mulut korban

Hisap dengan bahan yang dapat meresap cairan

Hisap pakai mulut dengan bantuan pipa penghisap atau hisap dengan pipa
karet menggunakan semprit penghisap atau hisap dengan pipa karet menggunakan
pipa penghisap mekanik/ listrik
3.

Abdominal thrust

Prosedur Abdominal Thrust

1. Jika pasien dlm keadaan berdiri/duduk:


a)

Anda berdiri di belakang klien

b)
Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian
pegang lengan kanan tsb dg lengan kiri. Posisi lengan anda pd abdomen klien yakni
dibawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.
c)
Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke
arah dalam-atas.
d)
Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan
obstruksi jalan napas.
e)

Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.

2.

Jika pasien dlm keadaan supine/ unconcious:

a)

Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.

b)
Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel di
abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.
c)
Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke
arah dalam-atas.
d)
Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan
obstruksi jalan napas.
e)

Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.

f)
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut
menggunakan Kelly atau Megil forcep.
4. Chest Thrust
Tahapan Prosedur Chest Thrust
1. Jika posisi klien duduk/ berdiri:
a)

Anda berdiri di belakang klien

b)
Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area
midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi
jantung luar).
c)
Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi
chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.
d)

Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.

2. Jika posisi klien supine:


a)

Anda mengambil posisi berlutut/ mengangkangi paha klien.

b)
Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan bagian
bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus klien
(sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
c)
Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi
chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan napas.

d)

Kaji jalan napas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.

e)
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing tersebut
menggunakan Kelly atau Megil forcep.

5.Prosedur back Blow


A.

Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (untuk Bayi)

1.
Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi lebih
rendah dari pada badannya.
2.

Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.

3.
Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan
tumit tangan anda.
4.
Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di atas
paha.
5.
Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda
pada sternum dampingi dengan jari manis.
6.

Lakukan chest thrust dengan cepat.

7.

Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran.

8.
Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas dan buang benda asing jika
ia terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara membuta pada bayi dan anak,
karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan napas.
B.

Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (untuk Anak 1-8 th)

1. Untuk klien yg berdiri/duduk:


a)

Posisi anda dibelakang klien.

b)

Tempatkan lengan anda dibawah aksila, melingkari tubuh korban

c)
Tempatkan tangan anda melawan abdomen klien, sedikit di atas pusar dan
dibawah prosesus xipoideus.
d)
Lakukan dorongan ke atas (upward thrusts) sampai benda asing keluar atau
pasien kehilangan kesadaran.
3.

Utk klien pada posisi supine:

a)

Posisi anda berlutut disamping klien atau mengangkangi paha klien.

b)

Tempatkan lengan anda di atas pusar & dibawah prosesus xipoideus.

c)
Lakukan thrust ke atas dengan cepat, dengan arah menuju tengah-tengah dan
tidak diarahkan ke sisi abdomen.
d)

Jika benda asing terlihat, keluarkan dengan menggunakan sapuan jari tangan.

e.

Hal yang perlu diperhatikan:

Back blow tidak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi.

Sapuan jari membuta harus dihindari pada bayi dan anak, sebab
kemungkinan dapat mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam jalan
napas.

f. Pasang Jalan Napas Buatan


Bila cara-cara diatas masih gagal juga, maka dilakukan pemasangan pipa jalan
napas ( orofaringeal dan nasofaringeal). Jalan napas buatan akan mengurangi
kembung pada lambung. Jalan napas oral digunakan untuk membantu
mempertahankan jalan udara agar tetap terbuka saat membantu ventilasi pasien
yang mengalami penurunan kesadaran.
Sediakan selalu seksion karena pemasangan jalan napas buatan ini dapat
merangsang refleks muntah yang menyebabkan muntah. Ukuran yang tepat untuk
jalan napas oral dapat diperkirakan dengan cara mengukur panjang dari sudut luar
mulut pasien ke arah atas sampai tragus telinga (Tonjolan di atas daun telinga).

g. Intubasi orotrakea
Bila dengan cara pemasangan pipa jalan napas belum berhasil, maka perlu
dilakukan intubasi orotrakeal. Intubasi orotrakea merupakan metode yang paling
sering digunakan untuk menangani gangguan jalan napas pada pasien. Pasien
mungkin dalam keadaan sadar atau tidak sadar. Pasien sadar biasanya disedasi,
tetapi masih dapat mempertahankan jalan napasnya agar tetap tetap terbuka dan
dapat mempertahankan jalan napasnya agar tetap terbuka dan dapat bernapas
secara spontan.
Bila intubasi orotrakeal tidak mungkin dilakukan, maka dapat dilakukan
krikotirotomi atau pungsi membrana krikotiroid.
E.KOMPLIKASI

1.

Nyeri abdomen, ekimosis

2.

Fraktur iga

3.

Cedera/trauma pada organ-organ dibawah abdomen/dada.

G. PENDIDIKAN KESEHATAN UNTUK KLIEN


1.

Makan perlahan

2.

Potong makanan menjadi kecil-kecil

3.

Kunyah mkanan hingga halus

4.

Jangan mengobrol dan tertawa saat mengunyah

5.

Pastikan gigi/gigi palsu anda baik

6.

Duduk saat makan

7.
Jaga makanan/mainan yang berukuran kecil/keras seperti kacang, agar
jauh dari jangkauan anak di bawah 3 tahun
8.
Larang anak berjalan atau lari saat makan utk menurunkan
kemungkinan aspirasi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.

PENGKAJIAN

1.

Identitas pasien

2.

Riwayat kesehatan yang lalu:

Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.

Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.

Kaji riwayat pekerjaan pasien.

3.
Pengkajian keperawatan pasien yang mempunyai masalah pernapasan
difokuskan pada ventilasi, perfusi, kognisi, dan eliminasi.
a.

Ventilasi

Bunyi napas
Ronki basah atau mengi dapat terdengar pada banyak masalah pernapasan.
Hilangnya atau berkurangnya bunyi napas merupakan temuan yang signifikan dan
mungkin mengindikasikan pneumotoraks atau beberapa bentuk konsolidasi

alveolar. Bunyi napas dapat saja hilang atau berkurang sebagai akibat konstriksi
bronkus kanan yang disebabkan oleh aspirasi benda asing
Pernapasan
Tentukan karakter pernapasan. Frekuensi pernapasan > 50 pernapsan/menit pada
bayi atau >40 pernapsan/menit pada anak-anak usia <3 tahun merupakan kondisi
sensitive dan spesifik adanya infeksi saluran pernapasan bawah.
Lajua aliran ekspirasi
Jika apsien PPOK atau asma, periksa laju aliran ekspirasi puncak dengan
menggunakan peak flowmeter. Jika nilainya kurang dari 200 l/menit, triase segera
ke ruang tindakan.

Saturasi oksigen
Tentukan tingkat SpO2 dengan oksimetri nadi kontinu. Jika tingkat SpO2 91 % atau
kurang, diperkirakan pasien harus dirawat di rumah sakit.
Sputum
Jelaskan produksi sputum. Sputum merah muda yang berbusa merupakan tanda
edema alveoli paru kardiogenik.
Dispnea
Kaji dispnea dengan menggunakan skala yang sudah distandarisasi.
b.

Perfusi

Bunyi jantung
Bunyi jantung ketiga sering kali terdengar pada kasus-kasus gagal jantung.
Titik impuls maksimal
Palpasi titik impuls maksimal. Bagian apeks jantung biasanya sampai pada dinding
anterior dada atau dekat dengan ruang interkosta lima kiri di garis midklavikula.
Distensi vena jugularis
Tentukan ada tidaknya distensi vena jugularis. Ubah posisi pasien menjadi
semifowler dengan kepala miring kanan atau kiri.
c.

Kognisi

Lakukan pengkajian neurologis dan catat nilai GCS. Medikasi misalnya teofilin dan
alupent. Yang digunakan untuk mengatasi gangguan pulmonal menimbulkan efek
pada sistem saraf pusat, seperti kegelisahan, takikardia, dan agitasi. Hipoksemia
dan hiperkapnia dapat menyebabkan kegelisahan dan penurunan kesadaran.

4.

Kondisi Pernafasan

a.
Dapat menjawab, lengkap tidak terputus-putus , tidak tersendat-sendat ,
tidak menggeh-menggeh -> Fungsi pernafasan baik
b.
Bila menjawab terputus-putus , tersendat-sendat , menggeh-menggeh ->
Fungsi pernafasan terganggu
c.
Bila tidak menjawab, tidak ada suara, tidak ada gerak nafas, tidak ada hawa
nafas -> Pernafasan berhenti
Jika pengobatan mencakup pembedahan, penting artinya jika perawat mengetahui
sifat dari pembedahan sehingga dapat merencanakan asuhan yang sesuai. Jika
pasien diperkirakan akan tidak mempunyai suara lagi, evaluasi paska operatif oleh
terapi wicara diperlukan. Kemampuan pasien untuk mendengar, melihat, membaca,
dan menulis dikaji.kerusakan visual dan buta huruf fungsional dapat menimbulkan
masalah tambahan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme

b.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

c.
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. inflamasi trakheobronkial, edema dan
peningkatan produksi sputum, menurunnya fungsi fisiologis saluran pernapasan,
ketidakmampuan batuk, adanya benda asing (ETT, Corpus alienum).
d.

pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi

e.
resiko terhadap aspirasi berhubungan dengan masuknya sekret, benda padat,
atau cairan ke dalam saluran nafas.
f.

Cemas pada orang tua dan anak b.d penyakit yang dialami anak

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme

Tujuan: mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi bersih dan jelas
Intervensi:

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi

Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi

Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan


obat

Tempatkan klie pada posisi yang nyaman. Contoh: meninggikan kepala TT,
duduk pada sandaran TT

Pertahankan polusi lingkungan minimum. Contoh: debu, asap,dll

Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi


jantung, memberikan air hangat.

b.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi.

Pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen

Tujuan: perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat


Intervensi:

Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa

Awasi tanda vital dan irama jantung

Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan
toleransi klien

Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia

Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan/udara

Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek


hipoksemia sistemik.
c. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. inflamasi trakheobronkial, edema dan
peningkatan produksi sputum, menurunnya fungsi fisiologis saluran pernapasan,
ketidakmampuan batuk, adanya benda asing (ETT, Corpus alienum).
Tujuan : jalan nafas bersih dari sumbatan
Intrvensi :
-

Kaji kepatenan jalan napas

Kaji pengembangan dada, kedalaman dan kemudahan bernapas dan


auskultasi bunyi paru
-

Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan denyut nadi

Monitor lokasi selang endotrakheal/ gudel dan fiksasi dengan hati-hati

Perhatikan batuk yang berlebihan, meningkatnya dispnea, adanya secret


pada selang endotrakeal/ gudel dan adanya ronchi
-

Lakukan suction bila diperlukan, batasi lamanya suction kurang dari 15 detik

dan lakukan pemberian oksigen 100% sebelum melakukan suction

Observasi hasil pemeriksaan GDA

Anjurkan untuk minum air hangat

Berikan posisi yang nyaman (fowler/ semi fowler)

Bantu klien untuk melakukan latihan batuk efektif bila memungkinkan

Lakukan fifioterapi dada sesuai indikasi : Postural drainase, perkusi dan


vibrasi
Motivasi dan berikan minum sesuai dengan kebutuhan cairan (40-50 cc/kg
BB/24 jam)
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi
Tujuan: pola nafas adekuat
Intervensi:

Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa

Awasi tanda vital dan irama jantung

Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA


dan toleransi klien

Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia

Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan/udara

Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek


hipoksemia sistemik

e.
Resiko terhadap aspirasi berhubungan dengan masuknya sekret, benda
padat, atau cairan ke dalam saluran nafas.
Tujuan : mengeluarkan sekreet, benda padat, atau cairan dari saluran nafas
Intervensi:
-

Kaji kepatenan jalan napas

Kaji pengembangan dada, kedalaman dan kemudahan bernapas dan


auskultasi bunyi paru
-

Lakukan tindakan Manuver Heimlich

Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa

Awasi tanda vital dan irama jantung

f.
Cemas pada orang tua dan anak b.d penyakit yang dialami anak
Tujuan: menurunkan kecemasan pada orang tua dan anak
Intervensi untuk orang tua:

Berikan ketenangan pada orang tua

Memberikan rasa nyaman

Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian dan informasi

Mendorong keluarga untuk terlibat dalam perawatan anaknya

Konsultasi dengan tim medis untuk mengetahui kondisi anaknya.


Intervensi untuk anak:

Bina hubungan saling percaya

Mengurangi perpisahan dengan orang tuanya

Mendorong untuk mengekspresikan perasaannya

Melibatkan anak dalam bermain

Siapkan anak untuk menghadapi pengalaman baru, misal: pprosedur


tindakan

Memberikan rasa nyaman

Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges ME, Moorhouse Mf and geisslerAC. (1999). Nursing care plans. Guidelines
for planning and documenting patient care. (3rd ed). Philadelphia: F.A Davis
Company.

Hudak CM. (1997). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia:


Lippincott.

Kidd Pamela S. (2000). Mosbys Emergency Nursing Reference.Ed.2. Mosby.


Philadelpia.

LeMone P and Burke KM. (1996). Medical-surgical nursing : critical thinking in


client care. Canada: Cummings Publishing Company Inc.
Rab Tabrani. ( 2010). Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media. Jakarta.
http://www.bmj.com/content/1/6077/1645.full.pdf?sid=ed7364c8-67b8-4591-845b9f19ddd4dfe1
JAMA. 2006;295(5):527-535.doi:10.1001/jama.295.5.527

JAMA. 2006;295(5):527-535.doi:10.1001/jama.295.5.527
JAMA. 2006;295(5):527-535.doi:10.1001/jama.295.5.527

BAB 3
KESIMPULAN

Salah satu bentuk dari sumbatan paru adalah acute upper obstruction pulmonary
disease (AUOPD). Kelainan ini pada umumnya terjadi pada bagian konduksi atau
dead space. Defenisi yang digunakan untuk auopd adalah suatu obstruksi yang
terjadi di antara bagian yang dimulai dari kavum oral (rongga mulut)/kavum nasi
(rongga mulut) sampai ke cabang kedua trakeobronkus.
Sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat berbahaya dan harus segera
dibersihkan karena apabila tidak dapat bernafas, maka kita tak dapat memberikan
pernafasan buatan.
Sumbatan airway pada penderita yang sadar dapat menyebabkan henti jantung.
Pada sumbatan total, pernafasan akan berhenti karena benda tersebut menyumbat

airway sepenuhnya. Beberapa menit kemudian penderita yang sadar akan menjadi
tidak sadar (karena otak kekurangan oksigen) dan kematian akan terjadi jika
sumbatan tidak diatasi. Penyebab sumbatan yang banyak ditemukan adalah
"makanan".
Ada beberapa penyebab terjadinya sumbatan jalan yakni, kelaianan congenital.
Trauma, tumor, infeksi akut, Paralisis satu atau kedua plika vokalis, Pangkal lidah
jatuh ke belakang pada pasien tidak sadar, Lain-lain :Benda asing. Dan ada lima
cara menangani kegawatan sumbatan jalan napas tersebut yaitu, dengan cara
diambil, dihisap, abdominal trust,chest thrust, dan back blow

Anda mungkin juga menyukai